Weekend adalah hari yang cukup di nantikan oleh beberapa orang, karena mereka bisa bersantai-santai di rumah, berkumpul dengan keluarga, atau pun hangout bersama teman dan kekasih.
Sama hal nya dengan Alvon, lelaki itu pun kini tengah bersiap ingin menemui sang kekasih. Ah ralat, mungkin lebih tepat nya mantan kekasih karena waktu itu Alice berkata untuk mengakhiri hubungan dengan nya.
Melipat lengan kemeja putih nya, Alvon lantas melirik arloji yang kini menunjukkan pukul delapan pagi. Ia segera mengambil kunci mobilnya kemudian bergegas turun ke lantai bawah.
Ketika langkahnya telah sampai di akhir tangga, suara Cyra menggema memanggil nama nya.
"Al!" Cyra berjalan menghampiri Alvon. Matanya menatap Alvon dari atas hingga bawah.
"Kamu ingin kemana? Bukankah ini hari minggu, dan ituartinya kamu libur di kantor?"
"Apa urusan nya dengan mu?" Tanya Alvon dingin.
"Ti-tidak ada.."
Tanpa menatap Cyra kembali, Alvon pun bergegas hendak meninggalkan Cyra. Namun, Cyra segera menahan lengan nya.
"Hari ini aku akan mengecek kandungan, kamu bisa menemani ku?" Tanya Cyra pelan. Tatapan nya pada Alvon menyiratkan harapan yang begitu mendalam.
"Aku bukan sopir mu!" Selepas mengucapkan itu, Alvon kembali melanjutkan langkah.
Cyra hanya menatap punggung Alvon dengan tatapan sendu. Padahal, ia sangat berharap jika hari ini Alvon menemaninya untuk cek kandungan.
"Sampai kapan kamu memperlakukan ku seperti ini Al?” Gumam nya lirih.
Sementara di meja makan, Revani dan Tian melihat itu semua. Mereka saling pandang, merasa iba pada Cyra.
Cyra menghela nafas, kemudian berjalan menghampiri kedua mertua nya.
"Alvon tidak ingin menemani mu nak?" Revani beranjak, mengusap lembut bahu Cyra.
"Tidak mah." Cyra menjeda. Matanya menatap Revani dan Tian bergantian, "Apa aku salah jika aku meminta di temani oleh suami ku sendiri mah, pah?"
"Tidak nak, tidak salah. Tolong mengerti sifat Alvon ya, dia memang selalu begitu. Bagaimana, jika mama saja yang mengantar mu ke rumah sakit?"
Cyra menghembuskan nafasnya, "Tidak usah mah, terimakasih. Aku akan pergi sendiri.”
"yakin?”
"Iya mah."
"Baiklah, nanti mama akan bilang pada pak Arham untukmengantar mu. Ayo, sekarang kita sarapan saja dulu."
"Baik mah."
***
Alvon memberhentikan mobil nya di halaman luas rumah Alice. Senyuman nya mengembang saat sebuket bunga mawar merah itu tergenggam di tangan nya.
Melepas kaca mata hitamnya, Alvon lantas keluar dari mobil dan berjalan menuju pintu besar tersebut.
Alvon mulai menekan bel. Hingga sampai tekanan bel ke empat, pintu itu pun terbuka menampilkan seorang wanita cantik yang tampak terkejut melihat keberadaan Alvon sekarang.
Wanita itu Alice. Sesegera mungkin Alice hendak menutup pintu kembali, namun Alvon menahan nya. Lelaki itu menarik Alice keluar.
"Lepaskan!" Alice menyentak tangan Alvon yang menggenggamnya.
"Aku sangat merindukanmu Alice.." Ujar Alvon, seraya menatap Alice dengan lekat.
Aku juga sangat merindukan mu Al. Batin Alice.
"Pulang lah! Bukankah kita sudah tidak ada hubungan? Lalu kenapa kamu kemari?" Ujar Alice berlagak sok tidak perduli. Padahal, jauh di dalam hatinya ia sangat merindukan lelaki ini. Rasanya ia sangat ingin memeluk Alvon dan tidak ingin membiarkan nya lepas.
"Kenapa kamu berbicara seperti itu? Sampai saat ini pun aku masih mencintai mu Alice. Ku mohon, jangan pergi dari ku.“
"Untuk apa Al? Untuk apa aku kembali pada mu? Bukankah kamu sudah hidup bahagia dengan istri mu? Sebentar lagi kamu akan menjadi seorang ayah, kamu akan memiliki anak dari Cyra."
"Alice.."
"aku mohon jangan pernah datang lagi di hadapan ku. Jangan membuatku merasa sulit untuk melupakan mu Al." Alice berusaha menampilkan senyuman. Padahal, terlihat jelas bahwa ia tengah menahan airmatanya.
"Pulang lah. Istri mu pasti sedang menunggu di rumah." Tambah Alice.
Melihat Alice yang hendak berbalik, Alvon pun segera menahan tangan nya dan beralih menyodorkan sebuket bunga mawar tersebut.
Alice terdiam, matanya menatap dalam pada bunga kesukaan nya itu.
"Ini, ambillah."
Tanpa pikir panjang, Alice segera menerima bunga itu dan tak lupa mengucapkan terimakasih.
"Kamu yakin ingin mengakhiri hubungan kita?" Tanya Alvon lirih.
"Kenapa? Aku yakin Al. Sudah lah, mulai sekarang lebih baik kita jalani saja jalan kita masing-masing. Aku permisi."
Belum sempat Alvon berbicara, Alice sudah lebih dulu masuk dan mengunci pintu. Menghela nafas, Alvon pun berjalan menuju mobilnya dengan langkah lemas.
Perlahan, mobil yang dikendarai oleh Alvon melaju meninggalkan pekarangan rumah Alice. Tubuhnya mendadak lemas setelah mendengar kalimat demi kalimat yang terlontar dari mulut Alice tadi. Sangat berbeda. Wanita itu berubah seratus delapan puluh derajat dari biasa nya.
"Aku sangat mencintaimu Alice.." Mata Alvon menatap jalanan dan beberapa kendaraan dengan tatapan kosong. Jemari-jemari nya yang berada di stir tampak berpegang dengan lemas tak bertenaga.
Hingga terlalu sibuknya Alvon pada pikirannya, ia sampai tidak menyadari jika ada lampu merah telah menyala. Dari arah kanan sebuah mobil truk melaju dengan sangat kencang, hingga kemudian..
TIN!
TIN!
Alvon tersadar dan segera membanting stir, hingga kemudian mobilnya menabrak sebuah pohon besar.
BRAKKKK!
Kejadian itu terjadi begitu sangat cepat. Beberapa orang mulaiberkerumun di tempat kejadian.
***
Cyra keluar dari ruangan dokter kandungan dengan senyuman mengembang. Syukurlah setelah periksa tadi, hasilnya sangat bagus. Janin yang ada di kandungan nya berkembang dengan sehat.
"astaga!" Saking fokus nya Cyra pada kertas yang tengah ia pegang, sampai-sampai ia tidak menyadari jika lantai tersebut terdapat satu undakan tangga. Untung jarak nya dengan lantai pendek, coba jika tinggi? Mungkin Cyra sudah terjatuh.
"Kenapa perasaan ku menjadi tidak enak seperti ini?" Cyra mengelus dada nya pelan.
"Cepat, keadaan pasien sangat parah!”
"Maaf mbak, minggir!"
Cyra refleks berjalan menjauh ketika tiba-tiba saja beberapa suster mendorong sebuah brankar. Mata nya memicing untukmelihat siapa korban tersebut.
"Alvon?" Gumam Cyra, merasa sangat yakin jika korban tersebut adalah Alvon. Ia sangat mengenali wajahnya walaupun hanya sekilas.
Karena merasa penasaran, Cyra pun memilih berlari menghampiri beberapa suster yang tengah mendorong brankar tersebut.
"Maaf sus, permisi."
Beberapa suster itu menghentikan brankar nya, kemudian Cyra melangkah maju. Dan betapa terkejutnya Cyra ketika melihat Alvon lah sang korban tersebut. Dugaan nya ternyata benar.
"Al..Alvon.."
Cyra membekap mulutnya melihat keadaan Alvon yang tidak sadarkan diri, dengan bercak darah yang terdapat di kemeja serta celana nya.
"Sus, di-dia kenapa? Bagaimana kejadiannya?" Suara Cyra bergetar. Airmata nya menetes begitu saja.
"Mbak kenal dengan pasien ini?"
Cyra mengangguk, "Dia suami saya sus. Bagaimana kejadiannya? Kenapa bisa begini?"
"Maaf, kami belum bisa menjawab nya sekarang. Pasien harus segera ditangani. Mari mbak ikut kami."
Beberapa suster itu kembali menjalankan brankar nya dengan Cyra yang mengekor.
Dalam hati, Cyra terus membatin berdoa pada sang ilahi.
Tolong selamatkan Alvon ya Tuhan..
Cyra menatap wajah pucat Alvon dengan sendu. Sudah hampir delapan jam Alvon belum sadarkan diri setelah dirinya di pindahkan di ruang rawat VIP.Akibat kecelakaan itu, satu kaki Alvon terluka lumayan parah, begitupun dengan bagian kepalanya. Dan dokter mengatakan jika Alvon harus mendapatkan penanganan dan perawatan yang khusus."Nak, istirahat lah. Sejak tadi kamu duduk di situ terus."Revani berdiri di sebelah Cyra yang duduk di kursi samping brankar Alvon. Sejak tadi, sejak di pindah kan nya Alvon ke ruang rawat, Cyra dengan setia nya duduk di situ menunggu Alvon tersadar."Aku tidak apa mah."Revani dapat melihat kekhawatiran yang begitu mendalam dari tatapan Cyra. Bahkan, bercak air mata pun masih terlihat di sekitar mata dan pipinya."Nak, Alvon pasti akan baik-baik saja." Ujar Revani sambil mengelus bahu Cyra."Iya mah. Aku sangat m
Gadis itu tampak begitu sibuk memasukkan barang-barang nya kedalam sebuah koper yang ia letakkan di samping lemari.Mengalihkan pandangan, gadis itu spontan terdiam memandang figura foto yang menetap diatas meja panjang yang terletak di samping lemari tersebut.Ia berdiri. Tangan nya meraih figura itu dan memeluknya sambil memejamkan mata."Kenapa hubungan kita harus berakhir menyakitkan seperti ini Al? Seandainya kamu tidak melakukan kesalahan besar itu.."Airmata gadis itu jatuh hingga mengenai kaca figura yang tengah di peluknya. Mungkin, semalam adalah hari terakhir nya ia melihat sang mantan kekasih, karena pagi ini ia harus terbang ke Jerman bersama kedua orangtua nya untuk urusan pekerjaan.Tok!Tok!"Alice, cepatlah nak, papa sudah menunggu mu di bawah!"Alice berkesiap. Menghapus airmata, ia pun lantas memandang figura it
"Kenapa kamu seperti ini sih Al? Kamu sangat kasar pada Cyra." Rezka menggelengkan kepala nya menatap Alvon yang terdiam duduk diatas brankar."Apa kamu tau? Semalam om Tian melarang Cyra untuk menemani mu di sini. Namun apa? Cyra tetap kekeuh ingin menemani mu Al."Benar apa yang dikatakan oleh Roy. Sejak insiden semalam, Tian memang melarang Cyra untuk menemui Alvon. Ia tidak ingin menantu nya di sakiti lagi oleh putranya.Namun, Cyra tetaplah Cyra sang keras kepala. Wanita itu dengan niatnya yang tulus selalu menemani Alvon tidur walaupun dengan posisinya yang duduk.Dan sejak pagi tadi, Cyra di paksa pulang oleh Revani dan Tian setelah pagi-pagi sekali ia muntah-muntah."Cyra itu lelah mengurus mu Al. Kata tante Revani, sejak kamu sakit Cyra selalu tidur dengan posisinya yang duduk. Apa kamu sama sekali tidak memikirkan nya Al? Kamu sama sekali tidak memikirkan anak mu yang di kandung
Terhitung satu minggu sudah Alvon di rawat di rumah sakit. Dan kini, waktunya ia untuk pulang.Di dalam ruangan tersebut hanya ada Cyra dan Alvon, karena Revani sedang keluar membayar administrasi.Cyra tampak sibuk memasukkan beberapa barang-barang milik nya dan milik Alvon ke dalam sebuah tas besar, sementara Alvon hanya duduk termenung diatas brankar dengan tatapan mengarah pada ponselnya.Cyra menghela nafas berat melihat itu. Merasa tak tega sekaligus merasa bersalah kepada Alvon."Cyra?"Cyra berkesiap ketika seseorang menepuk bahu nya. Ia menoleh, dan mendapati sang mama mertua dengan dua orang pria berbadan besar di sisi kanan dan kirinya."Mama." Ujarnya tersenyum."Sudah di masukkan semua?""Sudah mah."Revani mengangguk, lantas ia pun menatap kedua asisten pribadi nya bergantian."Tol
Sup iga yang dibelikan oleh Robby beberapa menit yang lalu kini tandas di lahap oleh Alvon. Kedua sahabatnya dan Cyra hanya melempar senyum melihat itu. Entah memang Alvon lapar, atau memang ia sangat menyukai dan menginginkan nya."Biar aku simpan dulu di dapur." Cyra meraih mangkuk tersebut, kemudian bergegas untuk menyimpannya di dapur."Kau lapar hah?" Kekeh Rezka."Berisik!" Balas Alvon, seraya menyimpan gelas nya diatas nakas."Melihat kamu di layani oleh Cyra, aku merasa iri Al. Rasanya aku ingin cepat-cepat menyusul mu untuk menikah." Ujar Roy."Menikah saja, memang siapa yang melarang?" Tanya Alvon santai."Justru itu, aku belum ada calon. Jika kamu berbaik hati boleh lah kau mencarikan ku calon. Secara, para wanita kan selalu mengantri pada mu.""Itu sih tergantung pada mereka, mau tidak dulu dengan mu?" Ejek Rezka, membuat Roy menatapnya tajam.
Cyra tersenyum menatap sekitar taman sambil mendorong kursi roda milik Alvon. Banyak anak-anak kecil yang berlarian, bermain, bahkan tertawa bersama orangtua nya.Cyra menghentikan kursi roda Alvon di dekat sebuah bangku taman. Ia duduk di bangku tersebut."Ramai ya Al, anak-anak itu sangat lucu." Ujar Cyra, dengan mata yang mengarah pada beberapa anak kecil yang sedang berlarian itu.Alvon terdiam seraya menatap lekat beberapa anak kecil itu. Memang, terlihat sangat menggemaskan.Flashback on."Kau berjanji kan tidak akan pernah meninggalkan ku?" Tanya Alice seraya menatap lekat wajah sang kekasih.Alvon terkekeh, ia mengacak gemas rambut Alice sambil merangkul nya."Iya sayang. Aku sangat mencinta
Tiga minggu telah berlalu. Dan keadaan Alvon selama tiga minggu ini mengalami perubahan yang baik. Lelaki itu sudah mulai beraktivitas kembali seperti biasanya, tanpa menggunakan kursi roda lagi.Selain itu, sikap nya pada Cyra pun selama tiga minggu ini mengalami perubahan. Ia cenderung bersikap baik, walaupun nada bicara nya masih datar dan dingin. Namun, percayalah. Cepat atau lambat pasti nada bicara itu akan berubah lembut seiring waktu.Ketika Cyra berada di dekatnya, Alvon tidak lagi marah atau mengusirnya. Bahkan, membentak nya pun kini jarang. Dan yang paling ajaib, lelaki itu kini mulai mau untuk tidur satu tempat tidur dengan Cyra.Seperti nya, Alvon memang benar-benar ingin membuktikan ucapannya wajtu itu bahwa ia akan membuka hatinya untuk Cyra."Al?"Alvon berkesiap. Kedua tangan nya ia keluarkan dari saku celana, kemudian menatap Cyra yang terlihat menggemaskan mengena
"Huek.. huek..""Huek.. huek.."Alvon membuka matanya ketika mendengar suara seseorang yang tengah muntah dari dalam kamar mandi. Melihat ke sebelah, Alvon lantas menyergit ketika tidak menemukan keberadaan Cyra.Lantas, apa mungkin yang ada di dalam kamar mandi itu adalah Cyra?Tanpa berfikir panjang, Alvon segera menyibak selimut dan berjalan cepat membuka pintu kamar mandi yang untungnya tidak di kunci dari dalam.Tatapan nya langsung tertuju pada sosok Cyra yang tengah membungkuk di depan wastafel. Rambut coklat sepunggung Cyra yang terurai terlihat menutupi sebagian wajahnya.Alvon pun melangkah mendekati Cyra, menarik pelan rambut Cyra ke belakang. Cyra yang terkejut pun segera menoleh. Ia menghela lega ternyata Alvon pelakunya."Alvon.." Ujar Cyra lirih."Tun
Alvon baru saja terbangun dari tidur nya. Mata nya langsung di suguhkan dengan pemandangan yang benar-benar indah. Lelaki itu lantas mengangkat tangan nya guna mengelus pipi istri nya yang masih terlelap. Wajah cantik Cyra terlihat damai saat tertidur.Alvon tiba-tiba saja terkekeh. Ia teringat dengan hal konyol yang ia lakukan semalam dengan Cyra.-flashback on-Alvon membuka mata nya dan langsung melihat jam dinding yang kini menunjukkan pukul dua dini hari. Pandangan nya kemudian beralih kepada Edward dan Cyra yang tidur di samping nya. Mereka terlihat pulas sekali. Apalagi, Edward.Alvon terkekeh sejenak. Terbesit sebuah ide di benak nya. Ia segera bangun dari po
Cyra tersenyum memperhatikan Edward yang sedang bermain di temani dengan beberapa mainan nya. Anak itu benar-benar terlihat lincah dan menggemaskan. Kaki mungil nya bergerak lincah mengelilingi taman belakang dengan sebuah pesawat mainan yang ada di tangan nya. Mulut nya bergerak menirukan suara pesawat yang akan terbang.“ayo kita terbang ke mommy..” Edward berlari menghampiri Cyra yang sedang duduk di gazebo. Cyra tersenyum kemudian merentangkan tangan nya, menyambut Edward ke dalam pelukan nya.“sudah sore, kita mandi ya?” Cyra mengelus rambut tebal Edward. Anak itu sekarang duduk di pangkuan nya.“ayo!” ujar Edward penuh semangat. Cyra lantas mengecup puncak kepala Edward.“mau mommy gendong?” tanya nya.“mau!”“ayo kita terbang.&rd
Tiga tahun kemudian..“daddy ayo bangun!”“daddy!!”Lelaki beralis tebal itu mengerjapkan matanya ketika mendengar teriakan anak kecil. Masih dengan nyawa yang belum sepenuh nya terkumpul, mata nya samar-samar melihat sosok anak kecil tengah duduk di atas perut nya. Dia, putra nya. Kebiasaan nya adalah setiap pagi selalu membangunkan nya tidur.“hei.” Suara serak Alvon terdengar. Tangan besar lelaki itumengusap kepala putra nya dengan sayang.“mommy mana?” tanya Alvon.“mommy di bawah sedang menyiapkan sarapan, ayo daddy bangun.”“berikan kiss
“mah, mama ahh..”Wanita itu bergerak gelisah diatas tempat tidur sambil memegangi perut buncit nya. Peluh sudah mengalir banyak, dari dahi sampai turun ke leher. Mata nya bahkan sesekali terpejam seolah sedang menahan sakit.“mama..”Suara nya tidak kuat untuk teriak. Ia tampak menahan kesakitan sambil mengatur nafas nya.“huh, huh..”“Cyra, ayo makan—CYRA!” Revani spontan berteriak saat membuka pintu kamar menantu nya. Ia segera berlari menuju tempat tidur dan memegang tangan Cyra yang sudah berkeringat.“mah..” panggil Cyra melemah.“astaga, kamu ingin melahirkan nak!” Revani bergerak panik.“PAH! PAPA!”Tidak lama kemudian Tian-suami nya datang bersama pembantu nya di belakang. Sama hal nya seperti Reva
“ahh Roy..” wanita itu memejamkan mata nya ketika pria yang berada diatas tubuh nya menjilati leher nya dengan rakus dan bergairah. Kedua tangan nya melingkar di leher sang pria dengan manja. Sementara sang pria memeluk pinggang nya dengan mesra.“uhh su-sudah Roy..”Roy seakan menulikan telinga nya dan terus melanjutkan aktivitas nya. Kini ciuman nya naik ke rahang, pipi, lalu berhenti di bibir ranum Luna. Roy mengecap dan memainkan bibir itu dengan penuh gairah. Erangan Luna semakin terdengar, dan tentu membuat Roy semakin bersemangat melakukan aktivitas nya.Roy mengangkat tubuh Luna ala bridal, lalu di jatuhkan nya tubuh itu diatas tempat tidur besar nya. Roy melepas kaus nya dengan terburu-buru sebelum ia kembali menindih tubuh sang istri. Kedua tangan Roy menggenggam kedua tangan Luna sehingga ia leluasa melakukan nya nanti.&ldqu
“Al, aku tidak bisa tidur.” Rengek Cyra seraya menatap Alvon yang ada di layar ponsel nya. Saat ini mereka sedang melakukan panggilan video call.“kamu harus tidur, ini sudah malam sayang.” Ujar Alvon dari seberang sana.“aku ingin di peluk.” Cyra memanyunkan bibir nya sebal. Ah, jika saja Alvon ada disana pasti ia akan mencium bibir menggoda wanita itu.“hei, aku belum tiga hari disini. Ini, aku saja masih lembur mengerjakan kerjaan untuk besok.” Alvon menunjukkan kepada Cyra, beberapa berkas yang berceceran diatas meja nya.“kasihan kamu. Coba saja kamu mengizinkan aku ikut, pasti sudah aku temani.”“sudah, tidur sana.”“jaga kesehatan ya. Jika sudah selesai langsung istirahat.” Ujar Cyra.
Hari semakin berlalu, bulan pun berganti. Usia kandungan Cyra sudah memasuki usia-usia melahirkan. Dari hasil USG memperlihatkan bahwa anak Alvon dan Cyra adalah laki-laki. Perut Cyra semakin bertambah besar kian hari. Bahkan, untuk berjalan pun Cyra tampak sedikit kesusahan dan sering sekali merasa kelelahan.Alvon tentu sedikit khawatir dengan kondisi Cyra sekarang, sampai-sampai pria itu memutuskan untuk menempati kamar tamu yang berada dilantai satu bersama sang istri. Karena supaya tidak keseringan bolak-balik naik tangga, Alvon takut terjadi apa-apa pada Cyra.“huh.” Lihat saja, padahal hanya berjalan dari kamar tamu ke dapur, Cyra sudah terlihat ngos-ngosan.“non, ingin mengambil apa? Kenapa tidak panggil bibi saja.” Ujar salah satu asisten rumah tangga Cyra seraya memegangi tangan nya.“aku tidak papa bi, hanya ingin mengambil air minum saja. Di kamar air
Cyra dan Alvon sekarang berada di salah satu supermarket besar pusat ibu kota. Cyra mengajak suami nya itu untuk belanja bulanan, ya hitung-hitung sekalian jalan-jalan juga kan Alvon sedang tidak bekerja.“sekarang kita ke tempat buah-buahan saja Al, bumbu masakan seperti nya sudah cukup.” Ujar Cyra seraya melirik Alvon yang sedang mendorong troli di samping nya. Alvon hanya menurut mengikuti langkah Cyra menuju tempat buah-buahan.Cyra tampak mengambil beberapa macam buah itu lalu dimaksukkan kedalam troli. Sementara Alvon tak lepas memperhatikan Cyra. Wanita itu jauh terlihat seperti keibuan jika begini.“kenapa?” tanya Cyra yang seperti nya merasakan bahwa dirinya sedang diperhatikan.Alvon hanya menggeleng sambil mengulas senyum nya, “kalau capek bilang.”“Al, kamu mau anggur ini?” tanya Cyra seraya
Teman-teman Alvon sudah pulang sejak lima belas menit yang lalu. Dan sekarang, Alvon dan Cyra sedang berada di kamar sambil menonton acara televisi. Cyra terlihat berbaring diatas karpet berbulu itu dengan menjadikan paha Alvon untuk bantalan kepala nya, sementara Alvon sejak tadi mengelus kepala Cyra.“Al?”“ya?”“aku ngantuk.”“tidur sekarang?”“he’em.”“tapi gendong aku.” Ujar Cyra sambil mengangkat kedua tangan nya ke udara.Alvon tersenyum, tentu saja ia akan menuruti kemauan istri nya itu. Alvon memindahkan kepala Cyra diatas karpet berbulu sementara dirinya berjongkok dan mulai mengangkat tubuh Cyra ala bridal. Walaupun awalnya Alvon kesusahan karena berat badan Cyra yang bertambah, tapi akhirnya Alvon bisa juga. Alvon membaringkan tubuh Cyra diatas tempat tidur de