Niko memandangi kalender yang tergantung di dinding kantor pengacara. Tubuh tegapnya berdiri sambil bersedekap dada menghadap ke tembok. Sangat sulit untuknya bisa masuk ke ruangan ini. Baru kali ini ia bersyukur atas koneksi orang tuanya."Niko, saya tidak bisa mengatakan lebih. Ini sudah melanggar privasi dan jika ada yang mengetahuinya saya bisa dilaporkan."Wajah ketakutan dan tatapan penuh harap yang dilihat Niko mampu menggoyahkan pendiriannya. "Pak, saya tidak meminta banyak, hanya informasi saja. Apakah itu susah?"Pengacara yang bicara pada Niko tersebut langsung menggelengkan kepala dengan tangan memijit pelipis. "Informasi yang kamu inginkan adalah milik seorang pengusaha yang memiliki pengaruh yang cukup besar. Reputasi saya dipertaruhkan di sini saya rasa saya sudah cukup membalas kebaikan orang tua kamu."Entah sejak kapan Niko berubah menjadi pemaksa dan tidak peduli akan orang sekitar. Ia memanfaatkan jasa orang tuanya pada pengacara yang menangani kontrak Nea dan Acie
"Aku datang untuk meminta maaf, salahku yang sudah terbuai sama nafsu dan meninggalkan Kak Galen di pelaminan. Ale, benar-benar menyesal." Wajah datar Aciel semakin mengintimidasi wanita yang menyebut dirinya Ale itu. Ia menunduk dengan jari yang memainkan gantungan tas miliknya. Kejadian empat tahun silam kembali terputar di memori Aciel, saat Ale dan Galen memutuskan untuk menikah. Keduanya menjalin kasih cukup lama dan memutuskan menikah di usia yang menurut Aciel cukup muda. Galen saat itu berusia 27 tahun dan Ale 24 tahun. "Kenapa baru muncul sekarang? Kamu tahu dampak yang harus dirasakan Galen? Sampai saat ini dia belum membuka hati untuk siapa pun. Ale, kamu saat itu memang masih sangat muda, tapi itu tidak membuatmu terbebas dari kesalahan!" tegas Aciel dengan badan sedikit dicondongkan ke depan. Tatapan mata Ale masih melihat gantungan kuncinya. "Ale menyesal, setelah kejadian itu hidup Ale langsung hancur. Ale kena tipu dan rugi ratusan juta." Ingin sekali Aciel tertawa
Suara deburan ombak dan burung-burung yang berterbangan terus terdengar beriringan matahari yang tenggelam meninggalkan bumi hingga mengeluarkan sinar jingga yang memanjakan mata. Suasana dan suara ini menenangkan jiwa, terlebih lagi pada pria yang kembali teringat akan masa lalu. Hinaan, ocehan, pertanyaan, serta tangisan yang semula menguasai kepala langsung hilang."Ternyata masih sama." Suara itu membuat Galen menoleh kaget. "Ngapain ke sini?" ketusnya sembari menggeser duduknya. "Kak Galen masih marah?" tanya seorang wanita yang duduk meluruskan kakinya hingga deburan ombak membasahi kakinya."Perempuan tidak berkelas macam apa itu?" sindir Galen sambil membuang muka. Wanita itu berusaha mendekat walaupun sang pria terus menjauh. "Kak Galen, kenapa sih?""Kamu yang kenapa? Sudah bagus menghilang kenapa harus balik lagi?" tegas Galen dengan menaikkan dagunya sedikit. "Apa tidak ada ruang di hidup Kak Galen untuk Ale? Kak? Apa kakak sudah menemukan orang baru?" tanya Ale bertu
"El, kamu dan Nea harus bicarakan mengenai pernikahan kalian pada orang tua Nea secepatnya. Niko mulai mengumpulkan bukti menjatuhkanmu. Bahkan, dia sudah tahu Pak Broto yang membuat kamu meminta Nea untuk menikah." Galen memberikan beberapa foto yang menunjukkan Niko menemui sekretaris Pak Broto.Aciel mengacak rambut kasar sambil membuang semua foto-foto itu ke lantai. "Sial! Kenapa dia tidak berhenti?" geram Aciel. "Kamu secepatnya harus membatalkan kontrak pernikahan itu dan berkata jujur dengan orang tua Nea dan juga Tante Dayana sebelum terlambat."Niko sama sekali tidak membiarkan Aciel dapat bernapas lega. Ia pun bangkit dan membalikkan tubuh. Bola mata yang berputar hingga terhenti saat bertemu dengan netra hitam Nea. "Nea?" gumam Aciel dengan kepala yang beralih ke kiri Nea. "Rea?" Kedua kakak beradik itu berdiri sambil memandangi Aciel yang terlihat kaget. Terlebih lagi Rea yang masih bingung dengan apa yang terjadi. Nea yang langsung menoleh ke kiri, makanan yang dipega
Sesuai permintaan Nea, sejak pagi Rea sudah mengawasi setiap gerak-gerik Omar dan Indri. Tidak ada yang aneh, malahan Indri yang merasa risih dengan Rea yang selalu mengikuti ke mana ia pergi. "Re, ada masalah apa sih? Kenapa ikutin ibu mulu?" protes Indri.Rea tidak menghiraukannya, ia malah sibuk dengan ponsel seakan dirinya sibuk padahal setelah itu kembali melihat ke arah ibunya tiada henti. "Kamu mau uang?" tanya Indri, teringat akan anak tetangga yang bertingkah persis seperti Rea karena menginginkan uang jajan lebih. Tatapan Rea langsung teralihkan dari ponsel. "Ha? Ibu bilang apa?" Indri berdecak kesal. "Kamu kenapa? Dari tadi sikapnya aneh banget. Kamu butuh uang jajan lebih?" tanya Indri. Sang anak pun menggeleng. "Cuma lihat ibu lagi masak apa. Lagian kak Nea baru ngirim uang jajan banyak, ngapain minta ke ibu lagi.""Yaudah, kamu tolongin ambil daun jeruk di kulkas." Rea pun langsung bangkit dari duduknya mengambil daun jeruk sesuai perintah sang ibu. Saat berbalik,
Suara gedoran pintu yang terus terdengar membuat orang rumah langsung berdecak kesal. Indri berjalan dengan hentakan kaki yang cukup kuat berjalan ke pintu rumah akan tetapi ditahan oleh Nea."Bu, biar Nea saja yang keluar," bujuk Nea.Indri menghempaskan kasar tangan Nea hingga tubuh sang anak terhuyung ke belakang. "Duduk saja di dalam jangan keluar!" tegasnya. Nea langsung mengeluarkan ponselnya dan mencoba menelepon sang suami akan tetapi tidak diangkat hingga akhirnya suara pintu terbuka menampilkan wajah Aciel. "Ngapain kamu ke sini?" tanya Indri dengan nada tinggi. "Bu, dengarkan penjelasan El terlebih dahulu, El akui awal pernikahan kami salah dan telah memaksa Nea untuk menikahi saya—"Indri mengangkat telapak tangannya memberi kode pada Aciel untuk berhenti bicara. "Sudah, saya hanya ingin dengan pengakuan itu. Semuanya sudah jelas, kenapa masih di sini? Silakan pulang, masalah hutang akan saya bayar besok. Silakan pergi dan jangan pernah kembali!" Tangan Indri menarik ga
"Di mana Kak El?" tanya Rea pada Galen yang baru saja datang dengan tas ransel yang seperti tidak ada isinya itu. Mata Rea masih berkeliling melihat keberadaan sosok Aciel. "Kakak nggak ngajak Kak El? Bukannya Rea minta tolong untuk mempertemukan Rea dengan Kak El?" Galen menghela napas. "El di rumah, dia nggak mau diajak bicara. Aku udah coba ngajak dia ke sini tapi nggak ada jawaban. Lebih baik kita tunggu saja mana tahu El akan datang." Harapan satu-satunya akan hubungan mereka adalah cara Aciel membujuk sang ibu. Indri saat ini memang sangat marah akan tetapi perlahan wanita itu akan mendengarkan Nea ataupun Aciel.Cukup lama mereka menunggu, setengah jam lagi kereta aka berangkat tapi tidak ada tanda-tanda keberadaan Aciel hingga pria itu terlihat sedang berjalan ke arah sini dengan wajah datarnya. "Itu Kak El!" Rea membenarkan ransel di punggungnya dan berlari menghampiri Aciel."Kak El, cepat Rea mau bicara!" Rea menarik tangan Aciel dan duduk di kursi yang tidak banyak oran
Nea melirik ke sekeliling, sekiranya dirasa sudah aman barulah ia mengunci pintu kamar dan mengambil ponsel yang diberikan Rea tempo hari. Ya, setelah kejadian tersebut, Indri menyita ponsel Nea dan membuatnya sangat sulit untuk berkomunikasi dengan Aciel. Untuk keluar saja Nea harus ditemani terlebih dahulu. Hidup Nea jauh dari kata nyaman. Setelah mencari kontak yang ingin dihubungi, barulah Nea langsung menempelkan ponsel ke telinga dan menunggu sang penerima menjawab panggilan Nea."Halo, Ne? Syukurlah akhirnya kamu hubungi aku." Suara yang sudah lama tidak didengar oleh Nea. Hanya suaranya baru terdengar membuat Nea sangat bahagia. Ia langsung mencari posisi nyaman untuk bicara pada orang tersebut. "Iya, mas. Kemarin mau hubungi mas, tapi ibu ngikutin aku Mulu sekarang ibu sedang tidur dan kebetulan ayah duduk di luar, jadi bisa hubungi mas.""Gimana kabar kamu? Semuanya baik, kan?" tanya Aciel. "Nea baik-baik saja, tidak ada masalah hanya kemarahan ibu yang belum reda. Mas g