Share

Mari Berpisah, Mas
Mari Berpisah, Mas
Author: Yunda Arsya

bab 1

Author: Yunda Arsya
last update Last Updated: 2022-05-23 17:03:49

"Mari berpisah, Mas," ucap Tania pada suaminya saat mereka tengah menikmati makan malam.

Sedangkan Hanif tersentak kaget dengan ucapan istrinya. Tidak ada masalah apapun kenapa istrinya tiba-tiba meminta bercerai.

"Kamu kenapa?" tanyanya sambil menatap tajam ke arah istrinya. Tania yang ditatap seperti itu seketika menundukkan pandangannya dan menyembunyikan tangisannya.

"Tania?" ucap Hanif lembut sambil memegang tangan Tania.

"Selama kita menikah, aku baru tahu kalau kamu tidak pernah mencintaiku. Hatimu sudah terikat dengan almarhum Mbak Murni," ucap Tania.

"Kamu tahu darimana?" tanya Hanif yang sedikit kaget dengan ucapan istrinya. Sebab selama ini ia tidak pernah menceritakan pada siapapun, bahkan ia juga tidak menulis apapun di buku.

"Kamu tidak perlu tahu. Intinya, aku tidak mau hidup sebagai bayang-bayang Mbak Murni," ucap Tania sambil menatap lekat ke arah Hanif.

Pipinya kini basah dan masih terlihat sisa air mata di sana.

"Maaf," ucap Hanif.

"Tak perlu meminta maaf, karena di sini kamu tidak bersalah."

"Apa tidak ada jalan lain selain perpisahan?" tanya Hanif sambil menatap istrinya. Istrinya yang ia nikahi dua tahun lalu dan sampai sekarang belum dikaruniai anak.

"Maaf, Mas. Aku tidak bisa hidup bersama lelaki yang tidak mencintaiku. Aku wanita normal, selain mencintai aku juga ingin dicintai," jawab Tania.

Alasan yang masuk akal, tetapi hati tak bisa dipaksakan. Adapun untuk berpisah, rasanya sangat sulit, selama ini Hanif sangat bergantung pada Tania.

Bukan karena Hanif tidak bekerja, tetapi ia tidak bisa melakukan semuanya sendiri.

"Kamu mau kemana, Tania?" tanya Hanif saat melihat istrinya pergi dan tidak melanjutkan makannya.

"Aku akan bersiap untuk pergi dari sini," jawab Tania.

"Apa tidak bisa ditunda besok?" tanya Hanif.

Tania sedikit tersentak, walau kata iya dari permintaannya untuk berpisah belum dijawab, tetapi ucapan suaminya barusan telah membuktikan kalau Hanif menyetujui perpisahan ini.

Walau bagaimanapun perpisahan tetaplah sakit.

"Baiklah, aku cuma mau beres-beres dulu."

"Lanjutkan makan, nanti saja beres bajunya," ucap Hanif.

Tania mengangguk, lalu ia kembali duduk dan menyantap makannya dengan tidak berselera.

Suasana di ruang makan terasa hening, hanya ada suara sendok yang beradu dengan piring.

Tania cepat-cepat menghabiskan makannya lalu membawa piring kotornya ke dapur.

Sedangkan Hanif sendiri terpaku melihat istrinya pergi.

Ia tidak menginginkan perpisahan ini tetapi ia tidak bisa memaksakan cinta.

Murni tidak bisa digantikan oleh siapapun, saat ini itulah yang Hanif rasa.

***

"Aku tidur di kamar sebelah," ucap Tania sambil melangkah pergi setelah memasukkan semua bajunya ke dalam koper.

"Kenapa? Saat ini kamar ini masih milikmu," ucap Hanif secara tidak langsung menahan istrinya.

Jujur saja, ia belum sanggup ditinggal Tania, tetapi bibirnya terasa kelu untuk sekedar menahan kepergian istrinya.

"Kamu benar, Mas. Tetapi mulai besok, kamar ini bukan lagi milikku."

"Tania."

"Ya..."

"Kamu beneran mau berpisah?" tanya Hanif lembut.

"Sepertinya sesuatu yang tepat, karena pernikahan kita tidak ada cinta."

"Kalau aku bilang, aku mencintaimu, apa kamu akan percaya?"

Tania tertawa mendengar ucapan suaminya.

"Jangan kaya gini, kamu malah membuatku merasa berat dengan perpisahan ini," ucap Tania.

Suasana kembali hening, tetapi tidakkah ia tahu kalau Hanif juga merasa berat.

Hidup bersama selama dua tahun bukanlah waktu yang singkat, walaupun tidak ada cinta di mata Hanif, tetapi selama dua tahun ini hubungan mereka baik-baik saja, tidak konflik yang memberatkan.

Hanif sendiri memerankan perannya sebagai seorang suami dengan sangat baik, bahkan orang lain yang melihat mereka berdua keluarga yang bahagia. Sampai-sampai Tania sendiri mengira Hanif sangat mencintainya.

Tetapi semua itu harus sirna ketika Tania tak sengaja mengetahui isi hati suaminya selama ini.

***

"Malam ini tidurlah di sini," pinta Hanif.

"Tidak. Aku tidur di kamar sebelah saja. Selamat malam," ucap Tania sambil melangkah pergi.

Ada rasa sesak di dada, tetapi semua itu tidaklah sesakit ketika ia mengetahui sebuah kebenaran.

Hanif meremas rambutnya. Ingin sekali beranjak lalu memeluk istrinya dari belakang tetapi badan rasanya sulit bergerak, ia hanya bisa memandangi tubuh istrinya yang menghilang dari balik pintu dengan perasaan tak menentu.

***

Malam ini mata terasa sangat sulit untuk dipejamkan, dan hal itu yang dialami oleh dua manusia yang dilanda perasaan tak menentu.

Mereka serumah tetapi terhalang oleh sebuah dinding.

Perasaan Hanif benar-benar kacau, ia tidak tahu apa yang tengah ia rasa, ntah itu cinta atau perasaan bersalah, ia sendiri juga tidak tahu.

Karena tak kunjung mengantuk, lalu ia membuka ponsel dan kebetulan mendapati istrinya tengah ON.

Ingin sekali mengirim pesan, tetapi rasanya terlalu gengsi. Ia hanya bisa mengetik dan ragu untuk dikirim.

Kirim enggak ya? Pikir Hanif.

Kirim sajalah, biasanya juga kaya gini, gumamnya kemudian.

[Kenapa belum tidur]

Terkirim dan tak lama kemudian sebuah balasan ia terima.

[Belum ngantuk]

[Jangan tidur terlalu malam. Jaga kesehatan, aku nggak mau kamu sakit]

[Iya. Ini masih ada perlu sama teman]

[Teman cewek apa cowok]

Hanif mendadak kepo, biasanya ia tidak pernah menanyakan hal seperti ini.

[Cewek. Ya sudah ya, aku mau tidur]

[Semoga mimpi indah]

Setelah itu karena tidak ada balasan, Ia meletakkan kembali ponselnya.

Rasanya ia ingin menghampiri istrinya, mengetuk pintu dan meminta maaf yang sebesar-besarnya dan menjalani hidup seperti semula, sebelum istrinya mengetahui kebenaran tentang hatinya, tetapi apa mungkin hal itu terulang lagi.

Terlihat dari sorot mata istrinya, ia tahu kalau Tania tengah merasakan kecewa yang mendalam. Hanif takut, apa yang nanti ia lakukan malah akan membuat istrinya semakin sakit.

Ia hanya bisa membalikkan badan dan tak bisa memejamkan mata. Ia belum bisa membayangkan kalau esok ia harus kehilangan Tania.

Di tempat lain...

Tania merasakan hal yang sama, mata nya sangat sulit terpejam.

Pandangannya menerawang jauh ke sana, teringat awal mula ia bertemu Hanif, lalu berputar pada rumah tangga mereka.

Awal yang indah, keluarga yang harmonis, itulah yang ia rasa dulu, sampai semua terpatahkan oleh sebuah kenyataan.

Almarhum Mbak Murni, seorang wanita yang sudah meninggal lebih dari lima tahun lamanya itu ternyata masih saja bertahta di hati suaminya.

Perempuan berkulit putih, wajah cantik dan tutur kata yang lembut, mungkin itu yang membuat suaminya masih mencintai wanita itu.

Ternyata menggantikan wanita baik sangatlah sulit, sekeras apapun ia dan sebaik apapun ia memerankan diri sebagai seorang istri, nyatanya tidak cukup untuk membuka hati suaminya.

Tania menghela nafas panjang, kembali, rasa sesak di dada sangat terasa. Tetapi ia harus mengambil keputusan, akan jauh lebih menyakitkan kalau masih terus bersama orang yang terkurung dalam masa lalu.

Pernikahan memang bukan sebuah mainan, tetapi perasaan tidak bisa dibohongi. Rasa sakit ketika menjalani perpisahan mungkin tidak akan membutuhkan waktu yang lama untuk menyembuhkan, tetapi rasa sakit ketika bertahan bersama orang yang tidak mencintai kita, akan semakin lama terasa.

Lalu Tania mengambil foto yang tersimpan rapi, foto pernikahannya dua tahun yang lalu, di mana saat itu orangtuanya masih ada dan berdiri di samping mereka.

Tak terasa satu tetes air mata jatuh di pelupuk matanya.

"Maafin Tania, Abah, Umi. Mungkin jalan Tania ini salah, tetapi Tania ingin meraih bahagia Tania sendiri, semoga Abah sama Umi mengerti posisi Tania saat ini. Tenang di sana ya," ucap Tania.

***

Pagi sekali, Tania menyiapkan makanan untuk suaminya, acaranya setelah ini ia akan meninggalkan rumah ini.

Setelah selesai, lalu ia membawa diri ke kamar dan mengambil koper.

"Sudah sarapan?" tanya Hanif yang langsung masuk begitu saja saat melihat istrinya di dalam kamar. Pintu kamar pun terbuka lebar.

"Sudah, Mas," bohong Tania. Ia sama sekali tidak berselera untuk makan, ia hanya menyiapkan makanan untuk suaminya tanpa menyentuh makanan itu sedikitpun.

"Kamu jadi pergi?"

Tania mengangguk, lalu ia mulai menyeret koper.

"Tania?"

"Ya..."

"Jangan pergi," ucap Hanif.

Tania termangu mendengar ucapan suaminya. Sejenak langkahnya tertahan dan ia menatap ke arah suaminya, sesaat mata mereka beradu pandang ditengah kebisuan.

Related chapters

  • Mari Berpisah, Mas   bab 2

    "Aku tidak bisa," jawab Tania."Kenapa?""Akan jauh lebih sakit ketika aku mencoba bertahan. Tolong kamu mengerti aku.""Kalau kamu pergi, lalu aku bagaimana? Tidak ada yang menyiapkan sarapanku, tidak ada yang menyiapkan baju kerjaku, tidak ada yang menemaniku, intinya tidak akan ada yang mengurusku lagi," jawab Hanif, tetapi bukan itu maksudnya, ada sesuatu yang sulit ia ungkapkan. Semua yang ia ucapkan hanya alasan semata."Kamu bisa cari asisten, gaji mu cukup kok untuk bayar asisten," jawab Tania."Tapi rasanya beda.""Sama saja, kamu harus terbiasa hidup tanpaku," jawab Tania sambil melihat jam. Sudah siang, ia belum menemukan tempat tinggal yang pas setelah keluar dari rumah ini, sedangkan rumah peninggalan orangtuanya sudah ditempati oleh kakak kandungnya yang ekonominya bisa dikatakan cukup untuk sekedar mengisi perut.Ia tidak mungkin pulang ke sana, ia tidak mau membebani hidup kakaknya."Aku yang akan urus surat perpisahan kita, Mas. Jangan khawatir, aku masih punya tabung

    Last Updated : 2022-06-25
  • Mari Berpisah, Mas   bab 3

    Setelah pencarian dibeberapa tempat, akhirnya Tania mendapatkan kontrakan yang cocok untuknya dan sesuai kemampuannya, walaupun bisa dikatakan kontrakan kecil dan tidak sebesar rumah yang ia tempati selama ini tetapi ia bersyukur bisa mempunyai tempat tinggal.Setelah itu ia membereskan rumah itu dan memasukkan bajunya ke dalam almari. Tania sama sekali belum membuka ponsel, bukan tidak mau tetapi ia belum sempat.Kontrakan ini terlalu banyak debu karena jarang ditempati, maka dari itu ia akan membersihkan dulu sebelum ia mengistirahatkan tubuh.Setelah ini ia berniat menghubungi temannya yang berjanji akan mencarikannya pekerjaan. Selepas ia berpisah dengan Hanif tidak ada lagi yang memberinya nafkah, ia harus bekerja untuk bisa memenuhi kebutuhannya sendiri.***Rentetan panggilan tak terjawab memenuhi layar ponsel Tania saat ia berniat menghubungi temannya, siapa lagi kalau bukan Hanif yang menelponnya sampai beberapa kali.Ia hanya bisa menghela nafas panjang, bingung dengan suam

    Last Updated : 2022-06-25
  • Mari Berpisah, Mas   bab 4

    Telepon Tania matikan begitu saja dan tanpa mengucapkan salam seperti biasanya. Ia tidak mau terbuai oleh bujuk rayu Hanif yang nantinya akan membuat hatinya goyah.Ia tidak akan menemui Ibu mertuanya tersebut, walau bagaimanapun, ia sudah berpisah dengan Hanif. Biarlah Hanif sendiri yang akan menjelaskan pada ibunya perihal perpisahan ini. Dia anaknya dan sudah menjadi tugasnya untuk memberi tahu ibunya, bukan dirinya yang notabennya adalah seorang menantu.Tak mau pikirannya terganggu, lalu ia melanjutkan bekerja. Ia harus menyibukkan diri untuk bisa melupakan semuanya.***"Murni, sulit sekali menghapus namamu dari hati ini. Sekuat apapun aku mencoba, nyatanya semakin kuat saja rasa cintaku padamu.""Murni, raga ini memang sudah ada yang memiliki tetapi percayalah, hatiku masih terus bersamamu, tak akan terganti walaupun oleh seorang Tania. Kamu tahu, dia istri yang baik buatku tetapi aku sama sekali tak mencintainya. Hatiku masih tertawan olehmu. Kamu tenang di sana ya? Tunggu ak

    Last Updated : 2022-06-25
  • Mari Berpisah, Mas   bab 5

    "Mbah meminta saya datang ke sini ada keperluan apa, ya?" tanya Hanif pada inti maksud kedatangannya kemari. Bukan maksud ia mengalihkan pembicaraan tetapi kedatangannya ke sini bukan untuk membahas rumah tangganya tetapi karena mendapat telepon dari Mbak Nanik, tetangga Mbah War."Mbah pengen menemui anak Mbah. Bisa kamu antar Mbah ke sana?" Hanif nampak berpikir, bukan maksudnya menolak tetapi ia tidak mau Mbah War merasakan kecewa seperti yang sudah-sudah. Anak Mbah War yang bernama Anton itu tidak pernah menganggap Mbah War sebagai ibunya.Ia merasa cuma menjadi angkat maka dari itu setelah ia tahu, ia sama sekali tidak pernah peduli lagi terhadap kehidupan Mbah War.Masa lalu yang kelam, membuat Mbah War tidak ingin menikah dan hanya mengangkat anak yang terbuang. Selama ini ia hanya mempunyai dua anak angkat, yang satu Hanif dan yang satu Anton.Anton sendiri ditemukan saat masih bayi dan kemungkinan besar memang sengaja dibuang oleh orangtua kandungnya, berbeda dengan Hanif.H

    Last Updated : 2022-06-25
  • Mari Berpisah, Mas   bab 6

    Awalnya ia ingin marah-marah terhadap Tania, tetapi ketika melihat wajah teduh dari wanita yang menghampirinya tersebut, mendadak amarah itu sirna seketika.Apalagi ketika melihat wajah pucat Tania, ia semakin merasa iba. "Ada apa?" tanya Tania dingin. Ia terpaksa menemui Hanif, ia takut Hanif akan nekat menemui atasannya dan ia akan dipecat dari pekerjaan ini. Ia membutuhkan uang untuk menyambung hidupnya."Duduklah." Hanif memerintah sambil tatapannya tak lepas dari istrinya."Aku masih sibuk. Kamu tahu restoran ini sangat ramai.""Aku akan meminta izin pada atasanmu," jawab Hanif."Tidak perlu. Kamu hanya akan membuat masalah buatku dikemudian hari."Hanif menatap tak percaya pada wanita dihadapannya. Kemana Tania yang selama ini ia kenal, Tania yang lembut, Tania yang peduli, Tania yang selalu nurut apa kata suami."Tak usah menatapku seperti itu. Cepat katakan apa mau mu. Aku tidak bisa berlama-lama di sini," ketus Tania."Kamu kenapa?" tanya Hanif dengan tatapan masih tak perca

    Last Updated : 2022-09-21
  • Mari Berpisah, Mas   bab 7

    "Maaf," ucap Hanif sambil melepas pelukan itu. Jujur saja, saat memeluk Tania tadi, ada perasaan yang sulit diungkapkan.Perasaan yang sebelumnya belum pernah ia rasakan selama ia bersama Tania selama ini. Entah itu cinta atau rindu yang terlalu dalam, Hanif mencoba mencerna, mencoba memahami apa yang kini ia rasa tetapi sangat sulit. Ia tak menemukan jawaban itu dalam dirinya."Tidak apa-apa," jawab Tania sambil berlalu. Jujur saja, ia juga gugup. Dulu sebelum semuanya terkuak, berlama-lama dalam dekapan suaminya adalah sesuatu yang sangat ia sukai. Dalam dekapan suaminya, ia merasa terlindungi, merasa dicintai dan tempat paling nyaman ketika ia merasakan lelah seharian.Tetapi semua itu hanyalah semu, kenyamanan yang ia dapatkan pada lelaki itu hanya ia saja yang merasa, tidak dengan Hanif.Setelah itu ia kembali ke belakang dan ternyata terdapat Bu Rina di sana. Tania takut, tidak biasanya Bu Rina mendatangi karyawan saat mereka tengah bekerja. Apa ada sesuatu? Atau kedatangan Bu

    Last Updated : 2022-09-21
  • Mari Berpisah, Mas   bab 8

    "Kamu terlihat cantik malam ini," bisik Hanif."Kamu jangan macam-macam," jawab Tania. Tubuhnya kini bergetar hebat, tampak sekali wajahnya pucat pasi.Walaupun hal yang lebih dari ini pernah ia rasakan tetapi kini rasanya berbeda dan dalam situasi yang tidak sama.Hanif tersenyum. Ntah kenapa ia tidak bisa menahan diri, lalu membawa tubuhnya semakin dekat dan tanpa sekat.Tanpa menunggu apapun, Hanif langsung memeluk tubuh istrinya dengan sangat erat. Tak bisa dipungkiri, ia begitu sangat merindukan Tania.Hari-harinya terasa kosong tanpa ada wanita itu di hidupnya. Sedangkan Tania mencoba melepaskan pelukan itu."Biarkan sejenak aku di sini. Aku benar-benar rindu," ucap Hanif pelan."Tetapi kita tidak ada hubungan apapun lagi, Mas.""Kata siapa? Kamu masih istriku, dan selama ini aku belum menjatuhkan talak untukmu. Kita masih muhrim."Tania diam, tak lama kemudian, pelukan itu Hanif lepaskan. Ia tatap lekat wajah cantik wanitanya itu, terlihat pucat pasi.Tania benar-benar ketakuta

    Last Updated : 2022-09-21
  • Mari Berpisah, Mas   bab 9

    Semenjak kejadian beberapa waktu lalu yang melihat kebersamaan Tania dengan pria lain, Hanif sama sekali tidak mencoba menghubungi dan menemui Tania.Malam itu ia langsung pulang dan membuang bunga itu ke tong sampah. Ia sama sekali tak menegur Tania dan berlalu begitu saja. Bahkan untuk sekedar menemui saja ia sudah tidak mau.Malam itu hatinya benar-benar hancur. Untuk kali kedua ia merasakan rasa sakit yang mendalam. Ingin kembali membina rumahtangga tapi sepertinya mustahil.Ia sadar, sudah seharusnya dirinya membiarkan Tania bahagia dengan hidupnya yang baru bukan malah egois seperti itu.Walau rasa cinta itu sudah ia sadari, tetapi ia belum yakin kalau Tania akan mempercayai ucapannya.Selain itu, sampai saat ini ia sendiri belum tahu, darimana Tania tahu perihal perasaannya selama ini. Apa ada orang dibalik semua ini?"Hanif menyerah, Bu," ucap Hanif saat ia tengah menceritakan isi hatinya pada sang Ibu, juga menceritakan peristiwa beberapa hari yang lalu.Sedangkan ibunya hany

    Last Updated : 2022-09-22

Latest chapter

  • Mari Berpisah, Mas   bab 80

    "Ibumu di kampung menitipkan uang untukku. Sebenarnya kita tidak ada urusan apa-apa, tetapi bukankah amanat harus tetap disampaikan, ya?" tanya Hanif santai dan seolah tak menggubris Randi yang menatapnya dengan sinis."Kamu dari sana?""Ya."Randi membuang muka, sudah sangat lama ia tak pernah mengunjungi ibunya itu, bahkan menghubungi saja juga tak pernah. Mendadak ia merasa rindu pada orangtuanya tersebut."Aku ambilkan uangnya dulu, sebab uangnya berada di rumah. Kamu tinggal di mana sekarang?" tanya Hanif."Aku tidak ingin ada orang yang tau di mana keberadaanku sekarang, jika kamu mau, aku tunggu kamu di sini."Hanif menatap heran, Randi sungguh benar-benar berubah. Ia bahkan sampai tak mengerti, ada apa dengan lelaki di hadapannya ini."Kamu baik-baik saja?" Hanif menatap penuh curiga, tapi secepat kilat ia mengalihkan pembicaraan agar lelaki di depannya itu tidak menaruh curiga."Kamu terlihat kecapean, makanya aku bertanya seperti itu," ucap Hanif lagi."Iya, aku lagi bingung

  • Mari Berpisah, Mas   bab 79

    Hanif pulang sendiri karena Kakak iparnya harus menjalani serangkaian pemeriksaan. Apalagi luka yang dialami, terbilang cukup parah.Benar dugaannya, jika iparnya itu belum diperiksa tenaga kesehatan. Setelah sedikit didesak, Zaki mengakui kalau setelah kecelakaan wakt itu, dirinya langsung beranjak pulang.Tapi Kakak iparnya itu tidak mengatakan alasan apa pun kecuali merasa tak perlu diperiksa."Mas Zaki mana, Mas?" tanya Tania saat melihat suaminya berjalan ke arahnya."Dia dirawat. Lukanya terbilang cukup parah."Tania diam, ia sudah menduga. Tapi memang lebih baik jika kakaknya dirawat agar lekas sembuh."Vino dibawa ke rumah saja, tidak mungkin kamu tinggal di sini," ucap Hanif."Iya, Mas."Setelahnya, Tania pun beranjak ke arah ponakannya tersebut dan mengajaknya berkemas, ia juga memberi tahu alasannya. Keponakannya sudah besar, maka dari itu, Tania memberi tahu kondisi ayahnya saat ini.***"Kamu tidak kerja, Mas?" tanya Tania saat mereka telah sampai di rumah."Aku izin, sel

  • Mari Berpisah, Mas   bab 78

    "Aw!" pekik Hanif saat istrinya mencoba membersihkan lukanya. Walaupun bukan Dokter, Tania tahu cara membersihkan luka itu, dulu dirinya pernah diajari oleh ibunya."Ini ceritanya gimana sih, Mas?" tanya Tania. Kini ia duduk di samping suaminya dan membersihkan darah itu, setelahnya ia meneteskan obat merah pada luka itu."Pas jalan, aku enggak tahu kalau ada botol pecah," jawab Hanif sambil meringis kesakitan."Apa perlu kita bawa ke rumah sakit, Mas?""Tidak. Nanti juga sembuh kok.""Aku beli nasinya dulu, ya? Setelah itu kita pulang."Hanif mengangguk. Kini ia melihat kakinya yang terluka, jika dipakaikan sepatu, maka akan semakin terasa sakit. Masa iya tidak kerja lagi, ia kan habis libur panjang.***"Mas," panggil Tania saat suaminya fokus pada kemudi."Iya.""Aku tadi lihat Mbak Murni diseret orang.""Kapan?" tanya Hanif sambil menoleh ke arah istrinya."Tadi, Mas. Tapi saat aku ingin ke sana, kamu malah kena pecahan kaca."Hanif diam, bukan maksud apa, ia tak mau membahas mant

  • Mari Berpisah, Mas   bab 77

    "Apa ada saksinya, Mas, yang melihat kejadian itu?" tanya Tania saat ia sudah sampai di kediaman kakaknya. Melihat kondisi kakaknya, membuat Tania merasa prihatin. Bagaimana tidak, apa yang diucapkan Kakak iparnya itu tidak sesuai realita.Sewaktu di telepon Kakak iparnya mengatakan jika Zaki tidak apa-apa tetapi kenyataannya tidak seperti itu. Di hadapan Tania, tubuh kakaknya itu mengalami banyak luka. Apalagi di lengan kirinya, goresannya cukup parah."Tadi ada yang melihat plat mobilnya, ada juga yang mengejar tetapi tidak kekejar," jawab Zaki sambil meringis kesakitan saat luka itu terasa nyut-nyutan."Bawa ke rumah sakit saja, Mas. Itu lukanya cukup parah loh," tawar Hanif. Dirinya pun sama seperti istrinya, tidak tega melihat kondisi kakaknya seperti ini."Tadi sudah dibawa ke Puskesmas terdekat. Ini sudah tidak apa-apa kok," jawab Zaki yang merasa tak enak dengan adiknya. Terpaksa ia harus berbohong karena tidak mungkin berkata sejujurnya. Mereka sudah mau membantu membenahi ge

  • Mari Berpisah, Mas   bab 76

    "Sekali lagi kamu menghina istri saya, maka mulut Anda akan saya sumpal dengan sandal ini!" bentak Hanif sambil menunjukkan sandal yang ia pakai."Ini Murni, kan?" tanya wanita itu yang seperti kebingungan."Dia Tania, bukan Murni!" tegas Hanif yang masin tak terima, apalagi melihat anaknya meringsut ketakutan saat melihat wanita itu marah-marah."Jadi bukan Murni?" tanyanya lagi memastikan."Apa mata Ibu sudah rabun sehingga tidak bisa membedakan mana Murni dan mana orang lain?" tanya Tania pelan tapi terdengar nyelekit."Saya rasa Ibu terlalu muda jika harus pikun," ucapnya lagi.Sedangkan wania itu tergagap menahan malu karena merasa salah sasaran. Kini ia lebih memilih menundukkan kepalanya tanpa berani menatap dua manusia di depannya."Maaf," ucap wanita itu. "Kata maaf mudah saja dilontarkan, tapi apa Ibu tahu imbas dari ucapan Ibu ini, anak saya ketakutan dan saya takut mempengaruhi mentalnya," jawab Tania sambil menatap tajam. Ia benar-benar tidak tahu siapa wanita ini, selam

  • Mari Berpisah, Mas   bab 75

    "Sekarang coba kamu lihat, mana ada aku tanggapi pesan Laura. Cemburu boleh, Sayang, tapi lihat-lihat juga," ucap Hanif pelan karena tak ingin membangunkan sang anak kalau sampai ia berbicara keras."Apanya yang dilihat, Mas? Aku dengar sendiri apa yang diucapkannya. Beruntung saja aku sendiri yang mengangkat teleponnya," sungut Tania. Kini emosinya ia luapkan pada Hanif, ia hanya ingin Hanif tahu kalau dirinya tidak suka ada perempuan lain yang menghubungi suaminya kecuali masalah pekerjaan, apalagi mendengar apa yang dikatakan Laura, ia seperti menangkap kalau wanita itu mengejar-ngejar suaminya."Terus aku harus bagaimana? Aku tidak melakukan apapun loh," bela Hanif. Berbicara pada orang yang tengah cemburu memang sangat sulit, maka harus ekstra sabar saat menghadapinya karena sedikit saja salah bicara, imbasnya akan panjang, dan hal itu yang sering terjadi saat ini."Aku enggak tahu, pokoknya aku enggak suka aja," jawab Tania.Hanif semakin mendekatkan tubuhnya lalu meraih jemar

  • Mari Berpisah, Mas   bab 74

    "Lanjut saja, Mas," ucap Murni saat suaminya itu menghentikan motornya sejenak. Sama seperti yang ada dalam pikiran istrinya, sepertinya ia tak asing dengan corak baju itu, tapi hatinya mengatakan mungkin saja yang punya baju model itu banyak dan bukan satu orang saja.Menempuh waktu seperempat jam untuk keduanya sampai di kontrakan mereka. Kontrakan itu terlihat kecil dan tidak seperti rumah ibunya yang besar, tetapi Murni menerima, mungkin dengan ini konflik bersama suaminya bisa lebih dihindari."Semoga betah," ucap Randi sambil membantu anaknya turun dari motor. "Aku akan betah, Mas, selagi aku bisa bersama kamu terus," jawab Murni. Kini mereka masuk ke rumah tersebut, dan di sana semuanya sudah tersusun rapi. Randi memang sengaja membersihkan dahulu sebelum memboyong anak istrinya ke sini.Kontrakan itu terdiri dari dua kamar dan satu ruang tamu, kamar mandi pun berada di belakang dekat dengan dapur."Farel kamarnya di sana, ya?" ucap Randi sambil membawa anak sambungnya tersebu

  • Mari Berpisah, Mas   bab 73

    Mendengar ucapan suaminya, Tania tak kuasa menahan air matanya. Kini dengan cepat ia pergi dari hadapan Hanif dan mengurung diri di kamar.Hanif yang sadar akan ucapannya lantas mendekati istrinya."Sayang, maafin aku," ucap Hanif lembut sambil meraih pundak istrinya."Kamu tidak salah, akunya saja yang bebal dan tak bisa dibilangin," jawab Tania dengan isak tangisnya. Kini ia menunduk, sakit banget dikatain seperti itu apalagi selama ini Hanif nyaris tak pernah berkata kasar padanya."Maksudku bukan itu." Hanif berkata pelan sambil meraih tubuh istrinya dan membawanya ke dalam dekapan."Aku akan kembalikan uang ini pada ibunya Mas Randi, kalau dia mau minta tolong, biar pada orang baik yang mau menolongnya," ucap Tania dan langsung beranjak. Kini ia usap air mata itu."Jangan seperti ini, Tania," ucap Hanif sambil menahan kepergian istrinya. Bukan tak mau dimintai tolong, tapi Hanif lebih menjaga rumah tangganya, ia tak mau sampai kejadian waktu dulu terulang lagi. "Sayang, aku mint

  • Mari Berpisah, Mas   bab 72

    "Aku ke sini untuk mengambil anak suamiku," ucap wanita itu yang tak lain adalah Via. Dia tak datang sendiri tetapi datang bersama wanita paruh baya, Murni sendiri tahu siapa wanita di sebelahnya karena memang tak pernah bertemu."Dia anakku," jawab Murni yang paham akan maksud perempuan itu. Seketika ia teringat akan ucapan mantan suaminya yang mengatakan jika sampai kapanpun ia tetap ayahnya Farel."Kamu tidak lupa kan, jika Beni adalah ayah anakmu, kurasa ingatanmu masih kuat, jadi Beni menyuruhku untuk membawa Farel," jawab Via dengan sesantai mungkin."Aku tidak akan memberikan anakku.""Kamu jangan lupa, Murni, jika dia juga anak Beni, dan Beni juga berhak atas anak itu," ketus Via."Tapi aku yang mengurusnya, aku yang memberi kasih sayang, bukan Beni," tekan Murni."Kalau kamu tidak mau memberikan anak itu padaku, maka biar Beni sendiri yang akan mengambilnya," jawab Via dan langsung beranjak, tapi wanita di sampingnya itu tak mengikuti langkah Via tetapi malah mendekat ke arah

DMCA.com Protection Status