Beranda / Rumah Tangga / Mari Bercerai, Tuan CEO Arogan! / Bab 85: Akan menjadi Pertemuan Terakhir

Share

Bab 85: Akan menjadi Pertemuan Terakhir

Penulis: Salwa Maulidya
last update Terakhir Diperbarui: 2024-11-09 21:16:26

Viona menolehkan kepalanya perlahan, tatapannya menelusuri wajah Mark, mencoba menembus dinginnya sikap pria itu yang baru saja melontarkan pertanyaan yang menyayat relung jiwanya. Napasnya terhembus kasar, meresapi kegetiran yang selama ini terpendam.

“Bersikap seperti apa?” tanyanya pelan, suaranya lembut namun penuh beban yang tak terucapkan.

“Seperti ini. Seperti mengabaikanku, seolah aku hanya bayang-bayang yang tak pernah berarti dalam hidupmu,” jawab Mark, nadanya dingin, namun sorot matanya mencerminkan kekecewaan yang tak mampu ia sembunyikan. “Apa kau sedang balas dendam padaku?”

Viona menggelengkan kepala, gerakannya lambat, nyaris tak kasatmata, seolah setiap helaan napas adalah perjuangan untuk menahan beban yang tak terlihat.

“Aku bukan manusia pendendam, Mark. Aku hanya… lelah.” Suaranya mengandung sebersit getir, seperti angin yang menyusup lewat celah-celah luka yang tak pernah sembuh.

Mata Viona menatap Mark, dingin dan datar, seakan hati yang dulu penuh cinta kini t
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • Mari Bercerai, Tuan CEO Arogan!   Bab 86: Tidak Terima

    Waktu telah menunjuk angka tujuh malam ketika Mark tiba di apartemen Stella.Malam itu membawa suasana muram yang menggantung di udara, seolah semesta pun memahami niat Mark untuk mengakhiri semua keraguan yang menjeratnya, membebaskan dirinya dari rasa bersalah yang selama ini menekan dadanya dalam diam.“Mark! Akhirnya kau datang,” seru Stella dengan senyum cerah yang menghiasi bibirnya, seolah kedatangannya adalah angin segar di tengah keheningan.Mata Stella berbinar penuh harap, namun tatapan Mark tetap datar, dingin seperti angin malam yang menyelusup tanpa ampun.“Stella. Aku tidak bisa berlama-lama di sini. Aku hanya ingin menyelesaikan semuanya,” ucap Mark, suaranya tanpa basa-basi, seakan setiap kata adalah keputusan yang telah lama ia pendam, kini menyeruak tanpa ampun.Raut wajah Stella berubah. Senyumnya memudar, dan keningnya berkerut bingung. “Apa maksudmu, Mark? Menyelesaikan apa?” tanyanya, nada suaranya mengandung kepedihan yang ia coba sembunyikan, namun tak mampu.

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-09
  • Mari Bercerai, Tuan CEO Arogan!   Bab 87: Muntah Darah

    “Viona?” Suara Mark bergema, menyusuri ruangan kosong yang sunyi. Setiap panggilan seolah tenggelam dalam kesunyian yang menggantung, dan hatinya mulai diliputi keresahan.Ia melangkah semakin cepat, mencari sosok sang istri yang biasanya menyambutnya dengan senyum lembut, tetapi kini terasa bagai bayang-bayang yang tak terjangkau.Ia berhenti sejenak di dapur, menemui Merry yang tengah membersihkan piring. “Merry, di mana Viona?” tanyanya, nadanya tak mampu menyembunyikan ketakutan yang mulai merambat.“Nona Viona tadi masuk ke dalam kamarnya, Tuan,” jawab Merry dengan suara pelan, seakan merasakan ketegangan yang melingkupi Mark.Tanpa ragu, Mark bergegas menuju kamar, setengah berlari, hingga panggilannya terhenti oleh suara lirih dari kamar mandi.“Viona?” Suaranya gemetar saat mendengar suara mual-mual yang lemah dari balik pintu.Dengan cemas, ia melangkah masuk dan mendapati Viona, tubuhnya tersandar lemah di tepi wastafel, wajahnya pucat bak kapas yang kehilangan warna.“Viona

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-09
  • Mari Bercerai, Tuan CEO Arogan!   Bab 88: Rasa Bersalah Mark

    Viona membuka matanya perlahan saat fajar mulai mengusik malam yang masih membungkus tubuhnya dalam kesunyian.Keheningan pagi terasa begitu asing, namun bau obat-obatan yang menusuk hidungnya segera mengingatkannya pada kenyataan: ia berada di rumah sakit.Dinding-dinding putih yang dingin, seakan menahan setiap keluhan yang keluar dari bibirnya, semakin meyakinkan dirinya bahwa ia tak lagi berada di dalam pelukan rumah yang hangat.Ia perlahan menoleh ke samping, menemukan Mark terlelap dalam posisi yang tak lazim, duduk dengan tubuh yang kaku, kepala tertunduk dan napasnya yang teratur namun terdengar berat. Sebuah pemandangan yang tak biasa.Viona mengerutkan keningnya, matanya yang lelah meneliti sosok suaminya yang sedang tertidur dalam keheningan ini. “Mark?” suara Viona keluar dalam bisikan lembut, seakan takut mengganggu ketenangan yang melingkupi pria itu.Dengan hati-hati, ia mengulurkan tangan yang masih terasa lemah untuk mengusap pucuk kepala Mark yang tertunduk.Sebuah

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-09
  • Mari Bercerai, Tuan CEO Arogan!   Bab 89: Belajar menjadi Suami yang Baik

    “Apa yang kau inginkan?”Viona, yang tengah mengunyah potongan jeruk dengan semburat segar membasahi bibirnya, menoleh perlahan ke arah Mark.Sejenak matanya bersirobok dengan tatapan lelaki itu, penuh tanya yang samar-samar menyelinap di balik nada bicaranya.“Apa?” bibirnya bergerak pelan, suaranya terselubung keheranan, seakan pertanyaan itu datang dari dunia lain, begitu asing dan mengganggu keheningan.“Apa yang sedang kau inginkan? Aku membaca di internet, katanya ibu hamil sering kali menginginkan sesuatu yang tak pernah ia lakukan sebelumnya atau sesuatu yang tak pernah ia miliki,” ucap Mark, suaranya terdengar datar, namun sorot matanya seolah memeriksa relung-relung rahasia di balik hati Viona.Ada seberkas harapan yang tak terucap, seolah ia mencari celah di mana dirinya bisa menyelami hasrat tersembunyi sang istri.Viona menaikkan alis, tampak bingung, namun ada kilatan geli di matanya. "Sebenarnya aku masih bingung dengan pertanyaanmu. Tapi, aku akan menjawabnya. Aku tida

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-10
  • Mari Bercerai, Tuan CEO Arogan!   Bab 90: Sama saja

    Viona menarik napas dalam-dalam, seperti ingin menyerap seluruh udara di sekelilingnya, sebelum akhirnya matanya menatap tajam ke dalam mata Mark yang duduk di depannya.Ada keteguhan di sana, seolah setiap kata yang akan diucapkannya adalah penantian panjang yang telah mengendap di hatinya.“Sebenarnya, aku hanya ingin kau mencintaiku, Mark. Tetap seperti ini, sampai selamanya. Jangan membuatku sakit hati lagi karena kau lebih mementingkan wanita lain daripada istrimu sendiri,” ucapnya, suaranya tegas, namun ada keremangan emosi yang tak dapat disembunyikan, seakan kalimat itu adalah bunga yang mekar di tengah hujan badai, begitu rapuh dan penuh kepedihan.Mark menatapnya, wajahnya terdiam sejenak, seperti terhenti oleh beratnya kata-kata Viona. Ia melihat keseriusan di balik mata wanita itu, yang seolah menuntut lebih dari sekadar jawaban biasa.“Apakah permintaanku terlalu berat, Mark?” Viona bertanya, nada suaranya rendah namun penuh harap, seperti seseorang yang menanti pelukan d

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-10
  • Mari Bercerai, Tuan CEO Arogan!   Bab 91: Debat Kecil

    "Sebentar lagi Lina akan tiba. Sebaiknya kau istirahat saja. Aku ingin berbincang dengannya."Kata-katanya itu terdengar lebih ringan dari yang ia rasakan, namun matanya tetap bersinar, seolah ada harapan yang tak ingin padam meskipun begitu banyak bara yang membakar.Mark menggelengkan kepalanya, seolah menantang kenyataan dengan keteguhan yang aneh. “Aku akan menemanimu, dengan siapa pun kau berbincang, aku akan ikut bergabung.”Suaranya tegas, tapi ada ketegangan yang menguar, seperti jembatan yang siap runtuh hanya dengan sentuhan yang salah.Ia tak ingin terlihat lemah, tak ingin menunjukkan ketakutannya, meski di dalam hatinya, keraguan itu sudah menggerogoti segalanya.Viona menggaruk alisnya mendengarnya, sedikit terkejut. Namun, ia hanya menghela napas panjang. Apa lagi yang bisa ia lakukan?Ia tahu percuma saja melawan, Mark akan menolaknya lagi. Sebuah keluhan terpendam di dalam hatinya, tak tersampaikan. Bagaimana bisa ia melawan takdir yang sudah begitu kuat menggenggam m

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-10
  • Mari Bercerai, Tuan CEO Arogan!   Bab 92: Apa Kau Mencintainya?

    Setelah dua jam yang terasa seperti helaian waktu yang lembut namun penuh riak, Lina pun berpamitan dengan suara yang selembut sutra, meninggalkan jejak kehangatan di ruangan yang perlahan-lahan menjadi sunyi.Viona tersenyum kecil, melambaikan tangan, sementara Mark hanya menatapnya dengan sorot dingin yang hampir mengiris udara.Pandangan matanya, seperti batu karang yang menentang ombak, tertuju pada Viona dengan ketenangan yang mengaburkan kegelisahan di baliknya.“Apa gunanya berteman dengan wanita seperti dia,” ujarnya, suaranya penuh nada tajam yang menusuk, seperti bayang-bayang yang tak mau enyah dari senja. “Cerewet, tak pernah tahu kapan harus diam.”Viona menghela napas panjang, seolah mencoba menghembuskan kekakuan yang memenuhi ruangan.Ia menatap Mark yang tampak terpaku pada amarahnya terhadap Lina, perempuan yang tak henti-hentinya beradu kata dengannya setiap kali bertemu.“Jika bukan Lina, dengan siapa lagi aku bisa berbagi canda dan cerita?” jawabnya, lembut namun

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-11
  • Mari Bercerai, Tuan CEO Arogan!   Bab 93: Silakan Membenciku Sesukamu

    “Kenapa lama sekali menjawab pertanyaan yang menurutku sangat mudah untuk dijawab,” ucapnya dengan nada datar, nada yang seperti palu menghantam setiap keraguan yang berusaha Mark sembunyikan.Mark mengangkat kepalanya, menatap sang ayah dengan tatapan penuh pertanyaan dan kekesalan yang terpendam. “Justru aku bingung dengan pertanyaanmu itu, Ayah,” gumamnya, suaranya dipenuhi kekecewaan yang nyaris tak tertahan. “Kau masih mempertanyakan perasaanku pada Viona, seolah aku tak punya hati.”Alex mendengus, pandangannya penuh dengan ketegasan yang tak tergoyahkan, seakan setiap kata yang akan ia ucapkan telah lama dipendam dalam diam.“Karena kau telah mengkhianatinya, Mark,” ujar Alex, setiap katanya tajam seperti belati yang mengiris langsung ke sanubari Mark. “Aku tak akan bertanya tentang perasaanmu jika saja kau benar-benar menghargai istrimu.”Kata-kata itu menghantam Mark dengan keras, membuat tangan Mark mengepal erat, seolah mencoba menahan badai amarah yang berkecamuk dalam dir

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-12

Bab terbaru

  • Mari Bercerai, Tuan CEO Arogan!   Our Happy Ending

    Suara tawa riang mengisi ruang keluarga. Mark duduk di lantai beralas karpet, kedua bayi kembarnya berada di pelukannya. Di sebelahnya, Viona tertawa kecil sambil merapikan seragam anak sulung mereka, Leo, yang sedang bersiap berangkat ke sekolah.“Ayah, aku sudah besar. Aku bisa pasang sepatu sendiri,” ucap Alleta dengan penuh percaya diri, meski tali sepatunya masih belum terikat sempurna.Mark tersenyum sambil mengangkat salah satu bayi, yang memekik kegirangan. “Benar, Nak, Ayah sekarang sibuk sama dua jagoan kecil ini. Kamu harus bantu Mama, ya?”Alleta mengangguk dengan wajah ceria, lalu melompat-lompat di tempat. “Iya, Pa. Nanti aku belajar cara mengganti popok juga!”Viona tertawa sambil menggelengkan kepala. "Kau kakak yang baik untuk kedua adikmu, Alleta.”Alleta mengecup pipi ibunya, bahagia mendapatkan pujiannya.Salah satu bayi menoleh ke arah Mark dan berseru, “Ayah!” sambil meraih wajahnya dengan tangan mungilnya. Yang satunya tidak mau kalah dan berseru, “Ibu!” dengan

  • Mari Bercerai, Tuan CEO Arogan!   Kehadiran Keluarga Baru

    Satu tahun kemudian …."Ayah, lihat boneka Letta!" seru Alleta dengan suara riang, mengangkat boneka Barbie bergaun merah berkilauan. Matanya berbinar-binar, pipinya memerah karena kegirangan.Mark menunduk, mengangkat Alleta ke pangkuannya. "Siapa yang memberikan ini, hm?" tanyanya sambil tersenyum lebar."Kakek Alex!" jawab Alleta antusias, memeluk boneka itu erat. "Kata Kakek, ini spesial!""Spesial sekali, ya? Kamu harus bilang terima kasih sama Kakek Alex," ujar Mark, mengusap rambut anak perempuannya yang lebat dan hitam.Alleta bangkit dari pangkuan Mark berjalan cepat mengecup pipi Alex, "Thank you, grand Pa!" celoteh Alleta dengan suara cerianya.Alex, yang duduk di sofa bersebelahan dengan Viona, hanya terkekeh. "Anak ini benar-benar tahu bagaimana mencuri hati seorang kakek," katanya sambil mengangguk puas."Ayah saja yang terlalu memanjakannya." goda Viona sambil membawa nampan berisi minuman hangat. Bayi mungil mereka kini sedang aktif-aktifnya. Namanya Alleta, ceria dan

  • Mari Bercerai, Tuan CEO Arogan!   Nama yang Indah

    Mark terbangun dengan mata yang terasa berat. Ia melihat ke sekeliling kamar dengan bingung, suara tangisan bayi membelah keheningan malam. Pukul tiga pagi, pikirnya sambil mengusap wajah yang lelah."Viona?" panggilnya pelan, tapi tidak ada jawaban. Ia berbalik, menemukan sisi ranjang Viona kosong.Mark bergegas keluar kamar, menuju suara tangisan itu. Di ruang bayi, ia melihat Viona dengan sabar menggendong bayi mereka, menepuk-nepuk punggungnya yang mungil dengan lembut."Kenapa kau tidak membangunkanku?" tanya Mark, suaranya serak.Viona menoleh dengan senyum lelah tapi lembut. "Kau sudah terlalu capek, Mark. Biar aku yang mengurusnya.""Tidak, ini juga tanggung jawabku," kata Mark tegas, lalu mendekat untuk mengambil bayi mereka. Namun begitu bayi itu berpindah ke pelukannya, tangisannya malah semakin kencang."Kenapa dia makin menangis? Aku sudah pegang dengan benar, kan?" tanya Mark panik, mengayun-ayunkan bayi mereka dengan canggung.Suara melengking yang memekakkan telinga b

  • Mari Bercerai, Tuan CEO Arogan!   Bab 115: Dia telah Lahir

    Viona merasakan kontraksi yang begitu kuat saat sedang duduk di sofa. Tiba-tiba, aliran hangat merembes ke bawah, membuatnya panik."Mark!" panggilnya dengan suara gemetar. "Air ketubanku pecah!"Mark, yang sedang membaca laporan di ruang kerjanya, langsung berlari ke ruang tamu dengan wajah panik. "Apa? Pecah? Apa yang harus kita lakukan?!" Serangkaian pertanyaan meluncur tanpa henti dari mulutnya.Mark mendekat namun tak tahu harus apa. Rasa panik menguasai pikirannya. "Bagaimana ini?" Sakitkah?" Pertanyaan konyol Mark malah keluar melihat wajah puas istrinya yang kembali merasakan kontraksi."Rumah sakit, Mark! Kita harus segera ke rumah sakit!" kata Viona, mencoba tetap tenang meski rasa sakit mulai menusuk.Mark mengangguk, lalu berlari ke sana kemari, mengambil kunci mobil, tas bayi, dan bahkan jas kerjanya."Di mana kunci mobil? Ah, ini! Tas? Apa kita butuh pakaian? Kenapa pakaianku yang kubawa? Ya Tuhan, aku bahkan tidak tahu apa yang harus aku lakukan!"Viona tersenyum lemah

  • Mari Bercerai, Tuan CEO Arogan!   Bab 114: Debat Kecil

    Di sebuah toko perlengkapan bayi yang megah, Mark dan Viona sibuk memilih barang untuk menyambut kelahiran buah hati mereka.Usia kehamilan Viona sudah menginjak sembilan bulan, dan pasangan itu tengah dipenuhi suka cita.Mereka sengaja tidak mengetahui jenis kelamin bayi mereka, berharap mendapatkan kejutan yang manis saat kelahiran tiba.Mark memegang sepasang sepatu bayi mungil berwarna putih di tangannya. Ia memandangi sepatu itu dengan tatapan penuh rasa bangga. "Bagaimana menurutmu? Sepatu ini sempurna, bukan?"Viona yang sedang memeriksa selimut bayi bermotif bunga menoleh, alisnya terangkat. "Putih lagi, Mark? Kita sudah punya lebih dari cukup barang putih. Haruskan semuanya berwarna polos?""Putih itu elegan dan netral," Mark menjawab sambil mengangkat bahu, senyumnya lebar. "Lagipula, kita tidak tahu jenis kelamin bayi. Putih adalah pilihan yang paling aman."Viona menghela napas panjang, meletakkan selimut yang sedang ia periksa. "Mark, bayi kita juga butuh warna! Hidup itu

  • Mari Bercerai, Tuan CEO Arogan!   Bab 113: Kabar Kematian

    Mark sedang berdiri di depan jendela besar kantornya. Langit mendung di luar, menggambarkan suasana kota yang penuh hiruk-pikuk.Ia memutar gelas kopi di tangannya, pikirannya melayang. Suara ketukan pintu memecah lamunannya."Masuk," katanya tegas, tanpa menoleh.Ben, sekretaris pribadinya, masuk dengan langkah hati-hati. Wajahnya tampak lebih serius dari biasanya.“Tuan Mark, ada kabar penting yang perlu Anda ketahui,” ucap Ben dengan nada pelan tapi jelas. Ben tampak ragu namun ia harus melakukan ini.Mark mengangkat alis dan memutar tubuhnya, menatap Ben dengan ekspresi datar. “Apa itu, Ben?”Ben menelan ludah, seolah mencari cara terbaik untuk menyampaikan berita tersebut. “Tuan saya tahu anda tidak mau mendengar laporan tentang nona Stella, namun kali ini anda harus mendengarkan. Stella … dia sudah tiada.”Mark mengerutkan kening, matanya menyipit. “Maksudmu … sudah tiada? Jelaskan, Ben.”Ben menarik napas dalam sebelum melanjutkan. “Kondisinya semakin memburuk di rumah sakit te

  • Mari Bercerai, Tuan CEO Arogan!   Bab 112: Kau Seorang Pembunuh!

    Pagi itu, sinar matahari menembus jendela besar di ruang tamu. Viona sedang merapikan bunga di vas ketika bel pintu berbunyi.Ia berjalan menuju pintu dan membuka perlahan, menatap sosok yang sudah familiar berdiri di depan rumah.“Ayah,” sapanya lembut. Senyum kecil menghiasi wajahnya.Alex lega melihat senyum segar Viona. Mereka berdua berpelukan dan Viona mengajak masuk mertuanya itu.Alex, dengan jas abu-abu yang rapi, mengangguk singkat. “Pagi, Viona. Maaf datang tanpa memberi tahu. Aku sengaja datang untuk melihat keadaanmu."“Tidak perlu memberi tahu juga tidak masalah, Ayah. Silakan masuk. Aku akan menyiapkan teh hijau kesukaanmu," senyum akrab keduanya bagai ayah dan anak. Viona mempersilahkan ayah mertuanya itu duduk di sofa.Alex melangkah masuk, memperhatikan interior rumah yang terasa hangat dan nyaman. Bahagia melihat keadaan menantunya yang sehat. Ia duduk di sofa, sementara Viona menuangkan teh hangat untuknya.“Ada sesuatu yang ingin Ayah bicarakan?” Viona bertanya, d

  • Mari Bercerai, Tuan CEO Arogan!   Bab 111: Permintaan Maaf, Sekali lagi

    Pintu rumah megah itu terbuka dengan suara klik lembut, memperlihatkan sosok Mark yang baru saja pulang.Jas hitamnya masih rapi, meskipun ekspresi wajahnya terlihat tegang. Ia meletakkan tas kerjanya di meja ruang tamu tanpa berkata apa-apa.“Mark,” suara Viona yang lembut menyambutnya dari sofa. Wanita itu menoleh dari dokumen yang sedang ia baca, wajahnya menyiratkan kekhawatiran.Mark mengangguk singkat. “Ada apa?” tanyanya dengan nada datar, meskipun matanya sedikit melunak saat melihat Viona.Hati Mark perih melihat istrinya yang hamil dan selama ini ia acuhkan. Viona mendekat dan debar kerinduan Mark membuncah melihat wajah cantik penuh kesabaran Viona.Viona menatapnya ragu sejenak sebelum akhirnya berbicara, memilih kata-katanya dengan hati-hati.“Mila meneleponku tadi siang. Dia … memarahiku, katanya semua ini salahku karena aku yang membuat putrinya kesusahan dan sakit. Jujur Mark, apa benar kau menutup akses Stella di rumah sakitmu?”Mark menghela napas berat, kemudian dud

  • Mari Bercerai, Tuan CEO Arogan!   Bab 110: Inikah yang Disebut Karma?

    Langit pagi yang cerah terasa kontras dengan suasana hati Mila yang kacau balau.Stella terbaring lemah di ruang perawatan sebuah rumah sakit biasa, jauh dari kenyamanan fasilitas rumah sakit mewah milik Mark. Nafas Stella masih berat, namun kondisinya perlahan stabil.Ranjang kecil dengan kasur yang tidak nyaman jauh dari kata mewah seperti yang biasa Milla terima dari rumah sakit sebelumnya.Mila sedih menatap putrinya berjajar dalam ruangan besar bersama pasien lain yang entah sakit apa.Tirai untuk privasi ruangan pasien memang mampu menutup tubuh putrinya agar tidak terlihat pasien lain tetapi malah membuat ia sangat kegerahan.Apalagi kamar mandi yang digunakan juga bersama. Mila tidak yakin keadaan putrinya membaik dengan segala fasilitas minim yang ia lihat saat ini.Mila sampai tidak bisa menyembunyikan kemarahan dan frustasinya. Ia menggenggam erat ponselnya, mencoba menghubungi Mark lagi untuk yang kesekian kalinya, tetapi tidak ada jawaban. Mila tahu Mark dengan sengaja me

DMCA.com Protection Status