Share

Bab 51.

Penulis: Ahgisa
last update Terakhir Diperbarui: 2024-11-08 19:51:06

Suara heels setinggi tujuh senti menggema di seluruh ruangan, menarik perhatian banyak orang di lobi perkantoran itu. Sepasang kaki jenjang dalam balutan kemeja rapi itu menyita pandangan siapa pun yang lewat. Wanita cantik bak bintang film Hollywood itu melangkah dengan penuh percaya diri, membuat semua mata tertuju padanya.

Keluarga besar Adnan memang terkenal akan pesona dan keanggunannya. Setiap kali salah satu dari mereka muncul, tak ada yang mampu mengalihkan perhatian.

Namun, dia tak pernah di kenali dalam keluarga Adnan. Sosok wanita ini pun langsung menghidupkan suasana di lobi.

"Halo, saya Lana dari kantor cabang New York. Bisakah saya bertemu dengan Tuan Kai?" tanyanya dengan ramah namun tegas kepada dua petugas concierge.

Salah satu dari mereka segera tersenyum sopan dan menanggapi, "Apa Anda sudah membuat janji?"

“Belum. Tapi bisakah Anda menanyakan apakah saya bisa menemuinya atau tidak?” Lana bertanya dengan ekspresi tenang, namun sorot matanya terlihat mantap.

"Silak
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP
Komen (1)
goodnovel comment avatar
Dwi Handayani
lanjut kak semangat nulisnya
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

  • Mari Bercerai, Paman Kai!   Bab 52.

    “Awalnya mungkin tidak baik, Sera. Tapi, Tuhan tahu umatnya yang mana yang berusaha. Ibu yakin, baik kamu dan Kai sudah berusaha. Maaf kalau misalnya usaha Kai kurang maksimal. Tapi, Ibu yakin. Sangat yakin kalau anak ibu itu juga sedang mengusahakan yang terbaik. Jangan lelah dulu ya, Ra. Ibu, mohon.”Sera hanya diam. Permintaan itu terdengar tulus dari seorang wanita yang harus kehilangan suaminya hanya demi menemui menantunya di rumah sakit.Perasaan bersalah masih menghinggapi hatinya. Seandainya hari itu Sera tidak perlu kabur dan meminta cerai saja, mungkin tidak akan panjang begini urusannya. Tidak ada Papanya yang harus kembali mengalami masalah jantung, tidak juga ibunya yang harus terkena stroke.Apalagi, Ibu dan Papa mertuanya harus mengalami kecelakaan tragis itu.“Apa arti kata seandainya, kalau semuanya tidak bisa di ulang, Ra.” “Sera tersenyum kecut. Bingo! Ibu mertuanya memang seperti cenayang, tahu apa yang ada di pikirannya.“Semuanya sudah takdir. kalau sudah begitu

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-09
  • Mari Bercerai, Paman Kai!   Bab 53.

    Elli masuk ke dalam kamar dan menemukan Mamanya yang memang sedikit membaik, sedang menatapnya. Tangan dan kakinya sudah kembali ke posisi semula, meski bicara masih belum sempurna.Terapi yang dijalaninya sedikit membuahkan hasil. Elli tahu, ini semua berkat perawat yang menjaga Mama dan Papanya secara bergantian. Semua fasilitas yang diberikan keluarga Adnan memang tidak main-main, hingga kesembuhan ibunya terasa lebih cepat dari umumnya.Tidak ada alasan ia harus marah pada Sera, karena meskipun semua ini ulah Sera, anak itu tetap bertanggung jawab penuh meski jarang datang.Tapi, Elli merasa tidak puas. Sebagai anak pertama adiknya itu terlalu merasa di atas angin. Anak yang nilainya pas-pasan dan lebih banyak membuat malu orang tua itu, rasanya tampak bersinar hanya karena menikahi pria kaya. Sedangkan dirinya yang berusaha mati-matian pun, masih tidak menghasilkan apapun.“Mama cari anak mama yang selalu Mama banggakan itu?” ucap Elli dengan nada ketus, tak mampu menahan kekecew

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-09
  • Mari Bercerai, Paman Kai!   Bab 54.

    Wanita yang tampak jauh lebih tua dari usianya itu duduk lemah. Sakit yang ia derita selama dua bulan terakhir menggerogoti tubuhnya, membuatnya kurus dan pucat. Matanya yang lelah bertemu tatap dengan putri bungsunya yang kini menatapnya dengan mata berkaca-kaca.“Mama…” suara lirih Sera terdengar, dan tanpa menunggu, ia langsung menghambur ke pelukan ibunya. Wanita itu mendekap putrinya erat dan mengecup keningnya berulang kali. "Maafin Mama, Ra... Maafin Papa."Tangis Sera pecah, isaknya tertahan di bahu ibunya. “Sera yang harus minta maaf, Ma… Sera yang bikin Mama dan Papa jadi begini…” katanya dengan bahu yang bergetar hebat.Kai, berdiri tak jauh, memperhatikan dengan tatapan tak terbaca. Ia ingin mendekat dan menenangkan istrinya, namun tatapan tajam Fara—ibu mertuanya—membuatnya berhenti sejenak. Mata Fara memancarkan ketidaksukaan yang begitu jelas. Namun, Kai tak acuh dan memilih untuk mendekat, menyeret kursi untuk Sera dan menuntunnya duduk, lalu perlahan menyeka air mata

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-09
  • Mari Bercerai, Paman Kai!   Bab 55.

    Fara duduk sambil menyesap air hangat di tangannya. Irama detak jantung itu bagai musik yang mengalun memenuhi indera pendengarannya. Wanita itu kemudian memasuki ruangan suaminya dan duduk di sampingnya.“Bukannya sakit hidup seperti ini, Dan.” Fara menatap suaminya sendu. Pria yang entah sejak kapan berubah menjadi kasar dan penuh ambisi itu, sudah lama sosok Dani yang penyayang itu di rindukan Fara. Berharap suaminya berubah seperti saat awal-awal mereka menikah, tapi rasanya mustahil.“Pergilah, Dan. Anak-anak akan baik-baik saja denganku. Ikhlaskan. Kamu memangnya tidak ingin tidur dengan damai? Semuanya ini pasti menyakitkan dan melelahkan kan, Dan?”Fara bukannya tidak ingin suaminya itu bangun, tapi rasanya setelah mendengar penjelasan dokter, keadaan Dani yang tak akan sempurna seperti sebelumnya pasti akan membuat pria ini akan semakin tertekan.Fara mengingat hari dimana ia mengatakan bagaimana kondisi Sera setelah tidak pulang semalaman.“Aku sudah bilang, didik anak-ana

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-10
  • Mari Bercerai, Paman Kai!   Bab 56.

    Sera kembali ke rumah yang seperti sangkar emas baginya. Penuh kemewahan tapi membuat hatinya hampa.Halaman yang luas itu, memang asri karena ditumbuhi dengan bunga yang ditanam atas perintah ibu mertuanya.Perasaan dingin yang menyeruak itu perlahan menghangat saat tangan besar terasa memenuhi sela jemarinya yang kosong. Pria di sampingnya bahkan sudah memberikan senyum kecil di sudut bibirnya.‘Ini benar Mas Kai? Rasanya kayak mimpi.’ Hatinya masih bergolak sesekali ketika mendapati perlakuan berbeda Kai.Pria itu banyak berubah sejak menemui Mamanya. Bahkan, pria itu kini menarik tangannya lembut.Di pintu, Diani sudah merentangkan tangannya, seolah ia sudah siap menyambut Sera.“Ibu, kangen banget sama kamu, Ra.” Pelukan Diani erat. Wanita itu tulus mengatakannya karena ia memang kesepian di rumah besar peninggalan orang tua Samudera itu.Sera tersenyum, “Sera juga kangen jalan-jalan sama Ibu.”Wanita itu mengurai pelukannya lalu membenarkan anak-panak rambut Sera, “mulai sekaran

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-11
  • Mari Bercerai, Paman Kai!   Bab 57.

    Sera menatap kolam renang yang tersaji di depan jendela kamarnya. Rasanya menenangkan melihat air biru itu bergerak mengikuti angin.Tiba-tiba sebuah tangan sudah memeluknya dan mengusap perutnya lembut. Lehernya pun terasa hangat karena sapuan halus nafas pria yang kini sudah membenamkan wajahnya di ceruk leher Sera.Geli, tapi Sera membiarkannya. Sera menyukai aroma menenangkan pria di belakangnya. Aroma yang selalu menenangkannya itu sempat menghilang sehingga membuatnya gelisah di banyak waktu.Pria itu kemudian mengecup tengkuknya sebelum mengecup pipi Sera.“Ra, aku janji mau berubah. Jangan bilang kalimat itu lagi, ya?” tanya Kai dengan suara yang masih saja datar, tapi terdengar hangat di telinga Sera.“Tergantung. Kalau kamu nyuekin aku lagi, aku gak pakai ngomong, Mas. Aku kabur langsung aja.”Kai segera membalik istrinya dan menatapnya dalam. “Coba aja, aku pastikan kamu nyesel.”Sera mencebik, “kamu yang akan nyesel, Mas. Hidupmu gak akan tenang memperlakukan aku kayak git

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-11
  • Mari Bercerai, Paman Kai!   Bab 58.

    Ketiganya kini sudah berada di pemakaman yang memiliki fasilitas cukup bagus.Diani menghela nafasnya panjang. Sudah lama dia tidak lagi menginjakkan kaki di sana. Beberapa tahun ke belakang, ia bahkan belum pernah mengunjungi saudaranya yang sudah lebih dulu pergi.Kini, sepertinya ia akan lebih sering datang ke sana. Menemui pujaan hatinya yang pergi lebih dulu.“Ayo, Bu.” Ajakan Kai itu disertai dengan tangan yang sudah menggamit mesra tangan sang Ibu. Menantunya juga sudah merangkul lengannya, seolah ikut memberikan ketenangan pada Diani yang lututnya terasa bergetar. Kepercayaan dirinya untuk menemui suaminya memudar.Otaknya seolah menolak kenyataan bahwa suaminya itu telah tiada. Langkah kecilnya terhenti sempurna saat dari jauh ia melihat batu nisan baru di makam yang dulu beberapa kali dikunjunginya.Air matanya tak lagi bisa dibendung. Meski tak bersuara, air mata itu sudah menganak sungai. Pertahanan diri Diani roboh. Setelah dekat, wanita itu segera memeluk gundukan tan

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-12
  • Mari Bercerai, Paman Kai!   Bab 59.

    Kai terdiam di sudut ranjang. Matanya melihat ke arah karpet dengan tatapan kosong.Sera yang baru saja mandi untuk menghilangkan rasa lengket karena banyak berkeringat selama beraktivitas di luar, menghentikan langkahnya. Ia melihat suaminya itu kembali tidak bersemangat.Sosoknya menjelma menjadi Kai yang seperti biasanya, diam dan tidak banyak bicara. Entah apa yang ada di pikirannya, tapi semenjak kepulangan mereka dari makam. SIfat Kai seolah berubah ke setelan awal saat bersama Sera.Sera memberanikan diri untuk mendekat, setidaknya kini ia sudah tidak lagi menjadi Sera yang hanya mau menerima dan diam saat suaminya menganggap dirinya tak ada.“Mas,” sapa Sera dengan tepukan di pundak pria itu.Kai tampak melihat ke arah istrinya dan tersenyum manis. “Sudah harum. Segar?”Sera mengangguk saja.Kai pun memeluk istrinya dan menyandarkan kepalanya di perut buncit sang istri. Pria itu tampak menghela nafas sesekali.“Kenapa, Mas?”Kai menggeleng.“Mas ingat almarhum Papa?” ucap Sera

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-13

Bab terbaru

  • Mari Bercerai, Paman Kai!   151 - S2

    Abel duduk di bangku taman sekolah, jauh dari keramaian anak-anak yang sibuk bermain. Matanya tertuju pada Anna yang sedang asyik berlari-lari bersama seorang anak laki-laki. Tawanya begitu lepas, membuat Abel sejenak terpaku. Ia merogoh sakunya dan mengeluarkan selembar foto kecil yang sudah mulai lusuh di tepinya. Dengan hati-hati, ia memandang gambar itu. Seolah terpanggil oleh ingatan masa lalu, pikirannya melayang pada sebuah momen beberapa tahun silam. FlashbackAbel kecil menangis tersedu-sedu di kamar tidurnya. Matanya sembab, wajahnya memerah. Lukas berdiri di samping tempat tidur, kebingungan harus melakukan apa. “Aku mau lihat Ibu,” rengek Abel sambil memeluk bantalnya erat. Lukas menghela napas panjang. Ia tahu tangis Abel ini berbeda dari biasanya, lebih menyayat hati. “Abel, Ibu nggak ada di sini...” katanya dengan lembut, meski ada kekesalan di dalam suaranya. “Aku mau lihat!” tuntut Abel dengan suara parau. Lukas akhirnya mengalah. Ia pergi ke ruang kerjan

  • Mari Bercerai, Paman Kai!   150 - S2

    Lukas membuka pintu rumahnya dengan gerakan lambat, menunjukkan keletihan yang terpancar dari wajahnya. Jam di dinding menunjukkan pukul sepuluh malam, namun rumah masih menyala terang. Di ruang tamu, Nana berdiri dengan senyum tipis menyambut majikannya yang baru pulang. Tanpa banyak bicara, Lukas melempar tas kerjanya ke sofa dan segera membuka dasi yang sedari tadi terasa menyesakkan lehernya. Sepatu kulit yang biasa ia rawat dengan baik kali ini dilepas begitu saja di dekat pintu. "Abel gimana?" tanyanya singkat, nada suaranya datar tetapi jelas memancarkan kekhawatiran yang selalu tersembunyi di balik sikapnya. "Apa yang dia lakukan di sekolah hari ini?" Nana mulai memunguti barang-barang Lukas yang berserakan dengan rapi. "Semua baik, Mas. Abel menyelesaikan tugas sekolahnya dengan baik, dan dia juga menggambar lagi hari ini." Sambil berbicara, Nana mengeluarkan buku gambar dari meja dapur dan membukanya di hadapan Lukas. "Ini beberapa yang dia buat. Oh, dan katanya ad

  • Mari Bercerai, Paman Kai!   149 - S2

    Sesampainya di rumah, Anna segera berlari dan mencari mamanya. Sementara itu, Raiden menempel erat pada Bu Dyah, babysitter yang setia menemani mereka. Bocah kecil itu menolak melepaskan pelukan dari wanita paruh baya yang sudah seperti nenek baginya. Begitu menemukan Sera sedang duduk bersantai di ruang keluarga, Anna langsung menceritakan pengalamannya dengan penuh semangat. "Mama! Abel itu nyebelin banget!" keluh Anna, mendudukkan diri di sebelah mamanya dengan wajah cemberut. Sera yang sedang menikmati secangkir teh, tersenyum tipis mendengar keluhan putrinya. "Kenapa nyebelin? Ada apa lagi sama Abel, Ann?" tanyanya lembut, sambil membelai rambut Anna. "Dia itu, Ma, nggak mau jawab kalau aku ajak ngobrol. Ditanya ini, cuma bilang 'iya'. Ditanya itu, cuma bilang 'nggak'. Tapi sama perempuan yang jemput dia, Abel itu senyum-senyum. Bahkan ngomong duluan, protes lagi!" Anna menjelaskan dengan nada kesal. Sera tertegun. “Perempuan? Siapa Ann? Mbaknya mungkin,” tanyanya, kini

  • Mari Bercerai, Paman Kai!   148 - S2

    Di dalam ruang kelas yang mulai lengang, Anna duduk dengan tangan terlipat di atas meja, dagunya bertumpu pada lengannya. Raut wajahnya memancarkan kebosanan yang tak tersembunyikan. Gadis kecil berusia tujuh tahun itu mengayun-ayunkan kakinya, menunggu jemputan yang baru saja berangkat dari sekolah adiknya. Suara dari pengeras suara tiba-tiba menggema, memecah keheningan. "Abel Adnan Candra, silakan menuju ruang tunggu." Anna mendongak, matanya berbinar seketika. Ia meraih tas sekolahnya dan berdiri, seolah sudah tahu apa yang akan dilakukannya. Dari sudut pandangnya, ia melihat anak lelaki dengan wajah datar berjalan perlahan menuju ruang tunggu. Itu Abel, anak yang beberapa hari lalu berkenalan dengannya di acara penyambutan murid baru. Tanpa ragu, Anna berlari kecil menghampirinya. "Hai, Abel!" Anna menyapa ceria, senyum lebarnya merekah. Abel berhenti dan menoleh dengan ekspresi datar yang sama seperti sebelumnya. "Hai," jawabnya singkat, hampir tanpa nada. Anna memi

  • Mari Bercerai, Paman Kai!   147 - S2

    Malam itu, keheningan rumah Kai dan Sera hanya dipecahkan oleh suara lembut detak jam di dinding. Sera berbaring di pelukan Kai, tubuhnya bersandar nyaman di dada suaminya yang hangat. Kai sesekali mengecup puncak kepala Sera, memberikan rasa tenang di tengah kerisauan istrinya. Tangannya dengan lembut mengusap perut Sera yang kini tampak lebih besar dibanding kehamilan sebelumnya. "Kamu pasti masih mikirin Abel, ya?" Kai membuka percakapan, suaranya rendah dan lembut. Sera mengangguk pelan tanpa menoleh, matanya menerawang ke arah langit-langit. "Aku gak bisa berhenti mikirin dia, Mas. Wajahnya, caranya jalan, bahkan tatapan matanya... dia kayaknya tenang banget, Mas. Gak kayak anak-anak lain. Aku ngerasa dia kayak nyimpan sesuatu di dalam dirinya. Bukan sotoy nih ya, Mas. Tapi kalau Mas lihat Abel, Mas pasti tau maksud aku." Kai menghela napas panjang. "Itu kayaknya wajar, Ra. Setauku dari cerita Kak Ruby atau Kak Elle, Lukas ngebesarin Abel sendirian. Katanya dia di rawat c

  • Mari Bercerai, Paman Kai!   146 - S2

    Enam tahun berlalu begitu cepat, membawa banyak perubahan dalam kehidupan Sera dan keluarganya. Anna kini telah tumbuh menjadi gadis kecil yang cantik dan ceria. Di usianya yang ketujuh, ia akan memasuki sekolah dasar. Hari itu adalah hari pertama Anna di sekolah barunya, dan pesta penyambutan murid baru terlihat begitu meriah. Sera, yang sedang mengandung anak ketiganya dengan usia kandungan enam bulan, menemani Anna seorang diri karena Kai sedang sibuk. Adik pertama Anna, seorang bocah laki-laki bernama Raiden yang kini berusia empat tahun, berada di taman kanak-kanak bersama dengan baby sitternya. Sera berusaha mengimbangi semangat Anna, meski jelas ia mulai kepayahan dengan perutnya yang semakin membesar. Anna berlari kecil ke arah panggung dekorasi yang penuh warna, meninggalkan Sera beberapa langkah di belakang. Saat Sera mencoba mempercepat langkahnya, tubuhnya kehilangan keseimbangan. Ia hampir terjatuh ketika tiba-tiba sebuah tangan kokoh menopangnya dengan sigap. "A

  • Mari Bercerai, Paman Kai!   145 - S2

    Suasana bandara internasional London terasa sibuk seperti biasanya, tetapi perhatian Sera dan Kai hanya tertuju pada satu hal, Anna. Begitu melihat bayi kecil itu digendong Diani, mata Sera langsung berbinar, sementara Anna dengan ekspresi antusias mulai menggeliat, mengulurkan tangannya ke arah kedua orang tuanya. Kai dan Sera segera menghampiri Diani, menyambut Anna dengan pelukan hangat. Anna yang sudah lama tidak bertemu ayah dan ibunya tampak senang, bahkan mengoceh dengan suara kecil yang menggemaskan. “Aduh, anak cantik ini rindu sama Papa sama Mama, ya?” Kai menggoda sambil mencium pipi Anna. Diani tersenyum melihat kehangatan itu. “Nah, sekarang kalian sudah balik, Anna nggak bakal nangis lagi minta ketemu ayah ibunya.” Senyum Sera dan Kai pun mengembang, meskipun dalam hati mereka, ada rasa sakit yang juga untuk Elli. Bagaimana tidak, mereka pun tidak bisa membayangkan jika harus berpisah dengan Anna dalam keadaan seperti kemarin. Rasanya pasti menyesakkan.Setelah b

  • Mari Bercerai, Paman Kai!   144 - S2

    Saat Sera dan Kai tiba di rumah bersama Fara, suasana terasa berbeda. Pintu rumah tidak terkunci, dan udara di dalam ruangan terasa berat, seolah ada sesuatu yang salah. Mereka mempercepat langkah kaki karena hati mereka mulai dipenuhi rasa cemas. “Ra, kayaknya ada yang nggak beres,” gumam Kai sambil melangkah ke ruang tamu. Begitu masuk, mereka terkejut melihat pemandangan yang ada di depan mata. Elli terduduk di lantai, wajahnya tertutup kedua tangannya, bahunya terguncang karena tangis yang tak henti. Raquel ada di sampingnya, mencoba menenangkannya, tetapi air mata Raquel sendiri juga mengalir deras. Sera mendekat dengan cepat, hatinya berdebar kencang. “Kak! Ada apa?! Kenapa?!” Namun, sebelum jawaban keluar dari bibir Raquel, Elli tiba-tiba ambruk ke lantai. Sera menjerit, langsung berlutut di samping adiknya. “Kak!” Sera mengguncang tubuh Elli yang sudah tidak sadarkan diri. Raquel segera mengambil alih, menggenggam tangan Elli dan memeriksa denyut nadinya. “Dia pi

  • Mari Bercerai, Paman Kai!   143 - S2

    Elli duduk di sofa apartemen kecil mereka, memeluk Abel erat di pangkuannya. Wajahnya pucat, tubuhnya terlihat lemah akibat kehamilan muda yang sedang ia jalani. Namun, matanya tetap waspada. Di sampingnya, Raquel berdiri dengan posisi tegang, matanya tak lepas dari pintu apartemen yang terkunci rapat. ‘Aku gak suka firasat ini, Ell,’ pikir Raquel. ‘Aku takut Lukas gak akan berhenti sampai dia ngedapetin apa yang dia mau. Maaf… kita harus relakan Abel. kamu lebih penting saat ini.’Elli mengusap kepala kecil Abel, mencoba menenangkan dirinya dan bayinya yang tak mengerti apa-apa. “Kak, Abel tidak akan ke mana-mana. Dia anakku. Aku gak akan nyerahin dia gitu saja.” Raquel hendak merespons ketika suara ketukan keras di pintu menggema, memecah keheningan ruangan. Ketukan itu berulang, semakin keras, seakan ingin merobohkan pintu. Raquel dan Elli saling berpandangan, jantung mereka berdebar kencang. “Buka pintunya!” Suara Lukas terdengar dari balik pintu, dingin dan penuh ancaman.

DMCA.com Protection Status