Bab 26Ah sial, itu bukan bunyi biasa. Bukan desiran angin. Lebih tepatnya itu teriakan beberapa gagak yang mengamuk. Seperti di hutan kala bersama Feli dulu. Aku berharap itu cuman gagak biasa, bukan kumpulan Suanggi yang tengah berpatroli."Ini sulit, Karina," celoteh Kennar yang sedang berdiri lalu jongkok lagi mengejar tikus itu. "Cuma satu ekor, tapi sulit kutangkap," Kennar mengeluh."Kau harus mematikan tikus itu, kita tidak aman sekarang.""Kenapa?""Dengar, Kennar. Beberapa gagak di luar sana, bisa saja adalah jelmaan orang tua Feli.""Tidak mungkin, Karina!" ujar Kennar yang kini membuat perangkap baru yaitu membuka lebar pintu lemari kemudian mendesak posisi si tikus agar terpaksa masuk ke dalamnya. Jawaban Kennar membuatku jengkel, "Kaum Suanggi mempunyai naluri yang hebat, mereka tahu jika ada salah satu anggota keluarganya dalam bahaya."Kennar tak menjawab, tapi malah meloncat girang saat tikus itu masuk perangkap. Terkunci di dalam lemari."Jadi bagaimana sekarang?""
Bab 27Sepasang Suanggi melangkah masuk. Yang satu wanita telanjang, berwajah keriput dengan rambut berombak panjang hingga ke betis. Yang satu lagi pria tua dengan kedua bola mata menyala seperti bola-bola api."Mau apa kalian??!!" teriakku ketakutan, sementara Kennar justru kembali memungut pisau berdarah tadi lalu mengancam kedua Suanggi yang tengah bergerak maju."Berhenti di situ dan jangan maju lagi!!!" Kennar mengacungkan pisau ke depan.Kedua Suanggi itu sama sekali tak menggubris. Mereka terus mendekati kami, semakin dekat hingga setiap detil tubuhnya terlihat jelas. Tentu saja Kennar begitu jijik dengan kebugilan mereka."Hey you, go back home and dress up!!!" seru Kennar pada si Suanggi wanita.Suanggi itu malah menyeringai marah, mungkin karena tak paham bahasa inggris, sedangkan Kennar hanya menjaga tutur jadi tidak tega memakai bahasa indonesia."Jangan berbicara apapun pada mereka," ujarku pada Kennar."Tell me, why?""Percuma saja, Kennar. Dalam jelmaan yang sesempurna
Bab 28Di depan pintu kamar di mana jasad Feli berada, sudah berdiri dua karyawan Villa. Wajah mereka yang terlihat tegang dan bingung membuat kami mempercepat langkah."Apa yang terjadi?" Kennar memelototi mereka."Ah, Tuan. Itu ... tikus itu sedang berusaha masuk ke lubang perut wanita yang dibawa Tuan sore tadi. Kami mengecek keamanan Villa dan menemukan pintu kamar terbuka sedangkan Tuan tidak ada di dalam.""Tolong jangan sebarkan apa yang kalian lihat ini. Aku akan menjelaskannya nanti." "Baik, Tuan. Apa anda perlu bantuan?" tanya salah satunya."Ayolah jangan membuang waktu. Kita harus segera melenyapkan Feli." Aku menimbrung pembicaraan mereka."Baiklah," ucap kedua karyawan Villa itu dengan anggukan setuju.Di atas dipan, tubuh Feli masih teronggok dengan lubang besar di perut. Lubang yang telah ditimbuni ramuan, gunting, pisau, peniti dan jarum. Tentu sulit bagi si tikus untuk masuk ke dalamnya. "Bagaimana tikus ini bisa keluar dari lemari? Aku bahkan telah mengunci lemari
Bab 29Beberapa hari setelah itu, Kennar memberitahukan kabar gembira. Pak Geri sembuh total. Tentu ini membuat heran para tim medis yang menanganinya di Singapura. Bagaimana tidak? Dari hasil rontgen, banyak organ dalam yang rusak parah dan sulit disembuhkan. Tapi toh secara ajaib dia sembuh.Sukar dimengerti secara medis. Namun, bisa dijelaskan dengan cara yang berbeda.Jadi saat kami melenyapkan Feli, tanpa sengaja kami juga telah menyembuhkan Pak Geri. Saat Suanggi binasa maka semua santet yang dia lakukan pada orang lain akan musnah pula.Itulah sebabnya aku bersikeras untuk terus berfokus agar Feli cepat dilenyapkan. Karena aku tahu, Pak Geri hanyalah salah satu korbannya. Di luar sana, ada banyak orang yang juga diserang oleh Suanggi itu. Diteror dan organ dalam mereka dimakan. Mereka adalah teman kost, tetangga dan sesama karyawan yang tidak berani melawannya.Aku yakin, kini mereka semua kembali normal. Sehat seperti sedia kala dan aku bahagia telah berperan di atas semuanya
Bab 30Dua bulan setelahnya, banyak hal berubah.Kantor tua itu akhirnya kami jual. Kantor yang baru jauh lebih modern, bahkan cenderung mewah. Tidak ada lagi lorong-lorong gelap dan blind spot yang menakutkan. Semua sudut kantor nampak terang dan segar. Berdinding kaca dan banyak ventilasi udara. Sistem kerja pun jauh lebih canggih. Buku daftar hadir karyawan beralih ke 'finger print attendance'. Marketing sistem juga menggunakan internet bukan lagi koneksi manual.Dan, tentu saja aku bukan lagi karyawan, tapi owner cantik yang selalu mendampingi sang direktur. Satu hal penting yang belum terisi yaitu posisi manager yang dulu dipegang oleh Feli. Untuk posisi ini, kami tidak merekrut sembarang orang karena membutuhkan pengalaman dan keahlian khusus.Sampai saat ini, kami masih menyeleksi beberapa kandidat yang diajukan oleh sebuah biro personalia. Biro yang merekomendasikan sosok-sosok unggul dalam dunia kerja.Aku masih berkutat dengan layar laptop saat Kennar masuk ke ruang direkt
Bab 31Seminggu kemudian, aku dan Kennar tengah berdiskusi ringan saat Helga memanggil lewat sambungan intercom antar ruangan."Selamat pagi, ya bagaimana?" Kennar menjepit telepon di antara telinga dan bahu."Tuan, seorang wanita hendak bertemu anda. Apa sudah buat janji dengannya?" Suara Helga seperti biasa terdengar nyaring."Ya, Helga. Dia calon manager yang baru. Tolong antar dia ke sini.""Siap, Tuan."Tok ... tok ..."Silahkan masuk." Aku menyahut pelan, sementara Kennar sibuk mempersiapkan surat kontrak kerja.Helga mendorong pintu, lalu seorang wanita dengan tinggi sekitar 160 cm melangkah masuk. Helga mengedipkan mata dan memamerkan senyum kekuningan sebelum menutup pintu dan berlalu pergi."Selamat pagi, saya Ellen." Wanita itu memberi salam."Ya, Ellen, duduk di sini." Aku menunjuk pada kursi putar berukuran sedang yang ada di depan meja kami.Ellen tersenyum ramah lalu menarik kursi dan mendudukinya. Dia cantik dan elegan. Kulit kuning langsat, berbulu mata lentik dan hid
Bab 1Aku mengamati patung yang terakhir. Remang sekali sehingga sulit menilik benda itu. Terpaksa kumaksimalkan daya pandang."Hiii ...." Aku terperanjat lalu otomatis mundur jauh. Mata patung itu hidup. Bergerak seperti netra manusia. Sialnya aku merasa tidak asing. Tapi mata siapa? Aku maju lagi setelah menguatkan diri, mendekati patung manusia tersebut."Kau belum pulang?"Deg! Jantung ini serasa berhenti. Suara Feli mengejutkanku."Ah, ya, belum!" jawabku kaget. Rasa takut dan bingung bercampur. Sejak kapan wanita paruh baya itu di sini? Bukankah dia sudah pulang dari tadi? Aneh.Kututup patung tadi dengan selembar kain. Mencegah agar debu tidak melekat. Kemudian aku merogoh kunci motor dari saku celana, berniat bergegas keluar kantor."Aku pulang duluan, ya. Masih mau di sini?" tanyaku pada Feli."Ya," sahutnya ketus. Kami bertemu pandang. Bola matanya berkeliaran tanpa arah. Jadi kupercepat langkah, meninggalkannya tanpa niat menoleh lagi. Aku terpaku saat kulihat tidak ada
Bab 2Sinar mentari pagi, menyusup dari cela pepohonan.Para tetangga sibuk menata pekarangan. Mereka menyiram halaman, walau belum tengah hari sudah kering dan berdebu lagi. Anak-anak di gang kami pun telah segar, berpakaian seragam. Mereka biasa berjalan kaki ke sekolah, melewati setiap rumah dan menegur siapa saja."Met pagi, Kak Karina!" seru mereka bersamaan setelah hitungan ketiga dari anak yang paling besar. "Selamat pagi, Dek!" balasku dengan melambaikan kedua tangan pada mereka. Aktivitas berikut adalah memanaskan mesin motor di halaman, rutinitasku sebelum ke kantor. Tidak lupa, menyulap si matic beroda dua itu jadi kilap.Sementara di meja beranda sudah ada secangkir kopi dan sepiring penuh sukun goreng. Kia, adik laki-lakiku, menyiapkan sarapan itu. Sekejap, dua potong penganan itu kubabat habis. Sangat gurih. Ingin tambah lagi dan tanganku meraih piring. Tapi???Tapi ... raib!!! Sepiring sukun amblas tak berjejak.Aku menunduk, menengok ke bawah meja. Jangan sampai suku
Bab 31Seminggu kemudian, aku dan Kennar tengah berdiskusi ringan saat Helga memanggil lewat sambungan intercom antar ruangan."Selamat pagi, ya bagaimana?" Kennar menjepit telepon di antara telinga dan bahu."Tuan, seorang wanita hendak bertemu anda. Apa sudah buat janji dengannya?" Suara Helga seperti biasa terdengar nyaring."Ya, Helga. Dia calon manager yang baru. Tolong antar dia ke sini.""Siap, Tuan."Tok ... tok ..."Silahkan masuk." Aku menyahut pelan, sementara Kennar sibuk mempersiapkan surat kontrak kerja.Helga mendorong pintu, lalu seorang wanita dengan tinggi sekitar 160 cm melangkah masuk. Helga mengedipkan mata dan memamerkan senyum kekuningan sebelum menutup pintu dan berlalu pergi."Selamat pagi, saya Ellen." Wanita itu memberi salam."Ya, Ellen, duduk di sini." Aku menunjuk pada kursi putar berukuran sedang yang ada di depan meja kami.Ellen tersenyum ramah lalu menarik kursi dan mendudukinya. Dia cantik dan elegan. Kulit kuning langsat, berbulu mata lentik dan hid
Bab 30Dua bulan setelahnya, banyak hal berubah.Kantor tua itu akhirnya kami jual. Kantor yang baru jauh lebih modern, bahkan cenderung mewah. Tidak ada lagi lorong-lorong gelap dan blind spot yang menakutkan. Semua sudut kantor nampak terang dan segar. Berdinding kaca dan banyak ventilasi udara. Sistem kerja pun jauh lebih canggih. Buku daftar hadir karyawan beralih ke 'finger print attendance'. Marketing sistem juga menggunakan internet bukan lagi koneksi manual.Dan, tentu saja aku bukan lagi karyawan, tapi owner cantik yang selalu mendampingi sang direktur. Satu hal penting yang belum terisi yaitu posisi manager yang dulu dipegang oleh Feli. Untuk posisi ini, kami tidak merekrut sembarang orang karena membutuhkan pengalaman dan keahlian khusus.Sampai saat ini, kami masih menyeleksi beberapa kandidat yang diajukan oleh sebuah biro personalia. Biro yang merekomendasikan sosok-sosok unggul dalam dunia kerja.Aku masih berkutat dengan layar laptop saat Kennar masuk ke ruang direkt
Bab 29Beberapa hari setelah itu, Kennar memberitahukan kabar gembira. Pak Geri sembuh total. Tentu ini membuat heran para tim medis yang menanganinya di Singapura. Bagaimana tidak? Dari hasil rontgen, banyak organ dalam yang rusak parah dan sulit disembuhkan. Tapi toh secara ajaib dia sembuh.Sukar dimengerti secara medis. Namun, bisa dijelaskan dengan cara yang berbeda.Jadi saat kami melenyapkan Feli, tanpa sengaja kami juga telah menyembuhkan Pak Geri. Saat Suanggi binasa maka semua santet yang dia lakukan pada orang lain akan musnah pula.Itulah sebabnya aku bersikeras untuk terus berfokus agar Feli cepat dilenyapkan. Karena aku tahu, Pak Geri hanyalah salah satu korbannya. Di luar sana, ada banyak orang yang juga diserang oleh Suanggi itu. Diteror dan organ dalam mereka dimakan. Mereka adalah teman kost, tetangga dan sesama karyawan yang tidak berani melawannya.Aku yakin, kini mereka semua kembali normal. Sehat seperti sedia kala dan aku bahagia telah berperan di atas semuanya
Bab 28Di depan pintu kamar di mana jasad Feli berada, sudah berdiri dua karyawan Villa. Wajah mereka yang terlihat tegang dan bingung membuat kami mempercepat langkah."Apa yang terjadi?" Kennar memelototi mereka."Ah, Tuan. Itu ... tikus itu sedang berusaha masuk ke lubang perut wanita yang dibawa Tuan sore tadi. Kami mengecek keamanan Villa dan menemukan pintu kamar terbuka sedangkan Tuan tidak ada di dalam.""Tolong jangan sebarkan apa yang kalian lihat ini. Aku akan menjelaskannya nanti." "Baik, Tuan. Apa anda perlu bantuan?" tanya salah satunya."Ayolah jangan membuang waktu. Kita harus segera melenyapkan Feli." Aku menimbrung pembicaraan mereka."Baiklah," ucap kedua karyawan Villa itu dengan anggukan setuju.Di atas dipan, tubuh Feli masih teronggok dengan lubang besar di perut. Lubang yang telah ditimbuni ramuan, gunting, pisau, peniti dan jarum. Tentu sulit bagi si tikus untuk masuk ke dalamnya. "Bagaimana tikus ini bisa keluar dari lemari? Aku bahkan telah mengunci lemari
Bab 27Sepasang Suanggi melangkah masuk. Yang satu wanita telanjang, berwajah keriput dengan rambut berombak panjang hingga ke betis. Yang satu lagi pria tua dengan kedua bola mata menyala seperti bola-bola api."Mau apa kalian??!!" teriakku ketakutan, sementara Kennar justru kembali memungut pisau berdarah tadi lalu mengancam kedua Suanggi yang tengah bergerak maju."Berhenti di situ dan jangan maju lagi!!!" Kennar mengacungkan pisau ke depan.Kedua Suanggi itu sama sekali tak menggubris. Mereka terus mendekati kami, semakin dekat hingga setiap detil tubuhnya terlihat jelas. Tentu saja Kennar begitu jijik dengan kebugilan mereka."Hey you, go back home and dress up!!!" seru Kennar pada si Suanggi wanita.Suanggi itu malah menyeringai marah, mungkin karena tak paham bahasa inggris, sedangkan Kennar hanya menjaga tutur jadi tidak tega memakai bahasa indonesia."Jangan berbicara apapun pada mereka," ujarku pada Kennar."Tell me, why?""Percuma saja, Kennar. Dalam jelmaan yang sesempurna
Bab 26Ah sial, itu bukan bunyi biasa. Bukan desiran angin. Lebih tepatnya itu teriakan beberapa gagak yang mengamuk. Seperti di hutan kala bersama Feli dulu. Aku berharap itu cuman gagak biasa, bukan kumpulan Suanggi yang tengah berpatroli."Ini sulit, Karina," celoteh Kennar yang sedang berdiri lalu jongkok lagi mengejar tikus itu. "Cuma satu ekor, tapi sulit kutangkap," Kennar mengeluh."Kau harus mematikan tikus itu, kita tidak aman sekarang.""Kenapa?""Dengar, Kennar. Beberapa gagak di luar sana, bisa saja adalah jelmaan orang tua Feli.""Tidak mungkin, Karina!" ujar Kennar yang kini membuat perangkap baru yaitu membuka lebar pintu lemari kemudian mendesak posisi si tikus agar terpaksa masuk ke dalamnya. Jawaban Kennar membuatku jengkel, "Kaum Suanggi mempunyai naluri yang hebat, mereka tahu jika ada salah satu anggota keluarganya dalam bahaya."Kennar tak menjawab, tapi malah meloncat girang saat tikus itu masuk perangkap. Terkunci di dalam lemari."Jadi bagaimana sekarang?""
Bab 25Villa itu sungguh terawat. Dibangun menghadap lautan dengan sentuhan tradisional, yaitu semua bagiannya berbahan kayu. Setiap kamar dilengkapi kolam renang pribadi di depannya.Hanya ada tiga karyawan di sana, mereka bekerja dan menetap di Villa itu. Dengan ramah, mereka menyambut kami bertiga."Ah, kau sangat mirip Bu Keni," bisik salah seorang, padaku. Kennar mendengar itu, lalu menatapku sesaat. Ia ingin menanggapi, tapi cepat dibatalkan, karena fokus kami harus tertuju pada Feli.Kennar dan Feli menapaki tangga kayu menuju kamar pribadi Kennar. Sementara aku, membuka tas dengan hati-hati. Kukeluarkan ornamen yang berada di bagian atas lalu menutup kembali tas ini. Dua jam lamanya, aku sibuk menata ornamen-ornamen itu ke titik yang pas. Menukar posisi patung di beberapa sudut dan mengganti benda ukiran dengan anyaman. Setelah itu aku menelepon Feli juga Kennar yang tak tahu sedang apa di dalam sana."Aku pamit duluan yah, ini sudah jam lima sore," ucapku beralibi agar Feli
Bab 24Pagi ini suasana kantor sedikit berbeda. Kantor terdengar riuh ketika aku datang. "Happy birthday.""Met Ultah.""Moga panjang umur.""Enteng jodoh yah, Tuan."Kennar tampak ceria menyambut ucapan para karyawan. Tampan, seperti biasanya. Ada juga Feli yang terus menempel mesra di sisi Kennar."Mat berbahagia, Kennar. God bless you abundantly." Aku memberi ucapan setelah melihat Feli sibuk menyiapkan keberangkatan kami semua."Thank you, Dear! Kau ikut?" tanyanya sembari menunjuk ke arah bus wisata di mana para karyawan berdesakan masuk."Tentu," ucapku lalu berlari kecil menuju pintu belakang bus, di mana beberapa kursi masih tersisa di sana.Ya, kami akan berpiknik ke pantai dan kantor diliburkan karena Kennar berulang tahun hari ini. Setiap karyawan mengajak serta pasangan mereka, mesra.Om Roni dengan istri dan tiga anaknya, gaduh di leret depan. Linse dan calon suaminya, duduk mesra di leret ke dua. Ferdy si office boy, pun menggandeng pacar barunya yang pemalu. Lalu kulih
Bab 23Kikikikk ... kikikk ... kikikk ... aiiinnggg ....Tak ada manusia yang bisa menentukan takdirnya sendiri. Lahir adalah karya penciptaan Tuhan. Jika bisa mengubah alur, kupilih jadi manusia normal. Namun, jika bisa terlahir kedua kali, kupilih tetap lahir sebagai Suanggi. Masa kecilku sangat tak biasa. Kualami hal-hal yang berbeda dengan anak normal lainnya. Tubuh manusiaku dan ruh Suanggiku sering beradu untuk mencari jati diri. Jadi, aku hidup dalam dua karakter itu.Saat tidur, ruhku selalu keluar dengan lapar. Berjalan juga terbang. Mengelilingi hutan sampai area pedesaan. Meneliti setiap rumah, mengawasi manusia di dalamnya. Meneror mereka dan mengambil darah secara magis. Itu lezat.Karena cuma SD dan SMP yang ada di pusat desa, maka aku hanya mengenyam sampai di jenjang itu saja. Dulu itu aku melayang terbang dari rumah, lalu berjalan kaki saat mendekati sekolah. Guru atau teman yang tak kusukai, pasti kuteror di malam hari. Itulah permainan dan kesenangan sejati.Setel