Dalam perjalanan menuju gudang bawah tanah, aku menyadari bahwa hampir semua anak muda di desa ini adalah laki-laki.Hanya ada beberapa perempuan, itu pun semuanya sudah lanjut usia.Seolah menyadari kebingunganku, nenek itu berkata, "Para perempuan pergi ke pasar hari ini, mereka baru akan pulang sore nanti.""Di desa ini nggak membedakan perempuan dan laki-laki. Banyak pekerjaan rumah yang justru dilakukan oleh laki-laki."Aku sedikit terkejut dan bertanya, "Jadi perempuan nggak turun ke ladang?""Para pria di desa kami sangat sayang pada perempuan, mana tega menyuruh mereka turun ke ladang?"Sambil berbicara, entah sudah berapa lama kami berjalan hingga akhirnya tiba di gudang bawah tanah.Rasa sakit di perutku perlahan mulai mereda.Saat itulah, aku mulai merasa ada yang aneh."Nenek, kenapa gudang bawah tanah kalian begitu jauh dari rumah?""Kenapa obat yang dipakai sehari-hari nggak disimpan di rumah saja?"Ekspresi nenek itu berubah menjadi kaku. Tanpa sadar, aku memundurkan la
"Ada orang di sana?"“Coba lihat, kok bisa meninggal begitu saja?""Aku rasa ini bukan dibunuh manusia ... anehnya lagi, nggak ada bekas darah sama sekali."Tiba-tiba terdengar percakapan dari luar pintu.Aku berdiri kaku di dalam gudang bawah tanah, seperti terpaku ke lantai, bertatapan dengan nenek itu."Hei, nenek! Apa yang kalian lakukan di sini? Cepat ikut kami untuk penyelidikan!"Dua pria berseragam polisi berjalan mendekati nenek itu.Ada yang meninggal?Nenek segera mengganti ekspresi wajahnya dengan senyuman dan melangkah menghampiri mereka, bahkan mengajakku untuk ikut keluar.Aku keluar dengan raut wajah tegang, tidak mungkin aku bisa tersenyum dalam situasi seperti ini.Dari percakapan antara polisi dan nenek, aku mulai memahami situasinya.Seorang perempuan muda, berusia sekitar dua puluh tahunan, ditemukan tewas di desa ini.Dia baru menikah ke desa ini dua tahun lalu.Hari ini, suaminya pulang dari luar desa dan menemukan istrinya tergeletak di halaman rumah.Tubuh pere
"Kenapa kamu mau mencari jalan ke gudang bawah tanah? Kamu juga mau mendapatkan kitab itu?"Aku memandangnya dengan penuh kewaspadaan.Namun, Benson hanya menggelengkan kepala, sambil berkata, "Orang yang sudah mati nggak bisa dihidupkan kembali. Nggak ada yang berhak mengorbankan nyawa orang lain demi menyelamatkan satu nyawa.""Aku percaya ayahku juga nggak ingin hidup seperti ini."Usai bicara, dia menyeka air mata yang mulai menggenang di matanya, lalu tatapannya menjadi teguh."Sekarang kamu hanya bisa percaya padaku, karena akulah yang melapor polisi hari ini.""Begitu banyak perempuan yang menghilang, tapi ini pertama kalinya polisi datang ke desa ini.""Orang yang mati itu adalah perempuan yang dulu kusukai saat SMA."Seketika, keinginan untuk kepo menjadi terasa berat dan menyakitkan.Perempuan yang dia sukai saat SMA, kini telah menjadi istri orang lain.Dan bahkan terbunuh dengan begitu tragis oleh neneknya sendiri di desa ini.Aku juga segera menyadarinya.Terlepas dari ap
Nada bicara Kakek Wulon semakin cepat dan terburu-buru.Namun, belum sempat dia melanjutkan, tiba-tiba suaranya terpotong, "Nak, kenapa kamu malah ke sini?""Sudah malam begini, jangan keluyuran sembarangan. Desa ini berbahaya sekali sekarang.""Aku dan cucuku sudah menunggumu pulang untuk makan malam ... "Nenek berjalan mendekat untuk menarikku.Kakek Wulon langsung berpura-pura pikun, bergumam, "Aduh, sudah tua ... otak ini semakin nggak bisa diandalkan ... ""Bisa-bisanya lupa menaruh barang di mana."Dia lalu berbalik menuju dalam rumah. Sementara itu, nenek mencengkeram tanganku dengan sangat kuat, aku dipaksa kembali ke rumahnya."Apa yang diberikan kakek tua itu padamu?"Tanya nenek sambil melirik ransel yang diberikan Kakek Wulon padaku."Nggak ada," jawabku sambil menyembunyikan ransel di belakang tubuhku.Mata keruhnya menatapku tajam, tapi kemudian dia tak menanyakannya lagi.Aku tahu dia menyimpan kecurigaan, tetapi memilih tidak mempertanyakannya lagi. Mungkin agar aku
"Hanya dengan dirimu, kamu mau mengancamku?"Dia kehilangan kesabaran, tubuhnya bergerak semakin cepat. Dalam sekejap, dia sudah berada tepat di hadapanku. Tangannya langsung menjulur ke arah leherku, mencengkeram leherku dengan kuat.Semuanya terjadi begitu cepat sehingga aku tidak sempat bereaksi. Rasanya seluruh kekuatan tubuhku menghilang. Pisau dapur di tanganku terlepas dan jatuh ke lantai."Sangat disayangkan, aku masih berpikir dengan memakanmu, aku bisa sepenuhnya menjadi manusia. Tapi sepertinya aku hanya bisa membunuhmu saja."Ucapnya dengan suara dingin dan tajam, seperti ular berbisa, membuat rasa takut di hatiku semakin menggelagar.Saat aku berada di ambang kematian, terdengar suara lain dari arah pintu masuk ruang bawah tanah."Lepaskan dia!"Itu suara polisi yang kutemui sebelumnya.Kemunculannya yang tiba-tiba mengalihkan perhatian manusia kelabang ini.Aku segera menarik napas panjang, menghirup udara segar dan dengan sisa tenaga, aku menendangnya keras hingga dia t
Akhirnya, pintu ruang bawah tanah terbuka, memperlihatkan kegelapan pekat di dalamnya.Manusia kelabang tampaknya tak lagi bergerak, tetapi sebagai seorang gadis perawan, aku menjadi umpan yang paling sempurna.Langkahku perlahan memasuki ruang bawah tanah, menapaki setiap langkah dengan hati-hati.Dari dalam terdengar suara berdecit, suara air liur manusia kelabang yang mengerikan, seolah dia akan menerkamku kapan saja.Namun, aku baru berjalan beberapa langkah, kegelapan sudah hampir sepenuhnya menelanku. Ini jelas seperti menyerahkan diri ke dalam sarang macam.Aku berbalik, memberi isyarat pada Benson untuk menyerahkan pisau kecil kepadaku.Di sisi lain, nenek semakin meronta dengan keras, tetapi usahanya sia-sia.Saat bau darah mulai memenuhi udara ...Pong!Manusia kelabang kehilangan akal sehat sepenuhnya, melesat keluar dengan brutal.Benson dengan sigap menyiramkan darah segar ke arahnya."Siiiiii ... aarrggg ... aaaaaa ... "Tubuh manusia kelabang itu langsung jatuh ke lantai
Menjelang akhir tahun, aku ditugaskan ke daerah Bet untuk merekam beberapa materi. Di daerah ini ada banyak desa dengan kisah-kisah aneh yang beredar.Aku duduk di atas kereta hijau tua, perhatianku tertuju pada seorang pria di dekatku.Pria itu menutupi tubuhnya rapat-rapat, selain wajahnya, tidak ada bagian tubuh lain yang terlihat.Dia diam membisu, seperti mayat yang dibalut kain kafan dan ditinggalkan begitu saja.Aku berbincang santai dengan seorang pemuda di sebelahku.Tiba-tiba, seorang nenek yang duduk di dekat jendela membuka suara. Wajahnya penuh kerutan yang dalam, menyerupai daging asap yang telah dikeringkan.Dia berkata, "Mau ke Desa Kelabang? Kamu ... pasti akan suka di sana."Belum sempat aku bertanya lebih jauh, tiba-tiba pria itu mendongak.Nenek itu melirik ke arah pria itu dengan pandangan tajam.Aku pun penasaran dan bertanya, "Desa kelabang?"Nenek itu menjawab pelan, "Benar, Desa Kelabang."Aku mengernyitkan kening dan bertanya lagi, "Apa ada yang aneh dari tem
Sekelilingku menjadi gelap gulita.Aku terkejut dan tidak tahu harus berbuat apa, hanya bisa berdeham untuk menenangkan diri."Ini hanya cerita legenda wisata Desa Kelabang. Kalau kelabang benar-benar sebahaya itu, penduduk desa pasti sudah membasminya dengan pestisida."Namun, nenek itu tetap menatapku dengan sorot mata yang aneh, tak bergerak sedikit pun."Tapi, penduduk desa nggak akan rela membasmi kelabang itu."Kenapa?"Daging kelabang bisa menyembuhkan banyak penyakit kalu dimakan.""Dan harganya bisa dijual mahal."Seketika, bulu kudukku berdiri.Aku melirik pria di sebelahku.Wajahnya pucat seperti selembar kertas. Anehnya, meski malam ini cukup sejuk, keringat mulai membasahi dahinya.Saat kami saling berpandangan, tiba-tiba dia berdiri.Dengan panik, dia mengambil barang bawaannya dan berjalan cepat menuju pintu gerbong.Apa yang terjadi?Dia tak seharusnya turun di stasiun ini!Aku jelas melihat stasiun tujuannya saat petugas memeriksa tiket tadi.Seketika, mataku tertuju p
Akhirnya, pintu ruang bawah tanah terbuka, memperlihatkan kegelapan pekat di dalamnya.Manusia kelabang tampaknya tak lagi bergerak, tetapi sebagai seorang gadis perawan, aku menjadi umpan yang paling sempurna.Langkahku perlahan memasuki ruang bawah tanah, menapaki setiap langkah dengan hati-hati.Dari dalam terdengar suara berdecit, suara air liur manusia kelabang yang mengerikan, seolah dia akan menerkamku kapan saja.Namun, aku baru berjalan beberapa langkah, kegelapan sudah hampir sepenuhnya menelanku. Ini jelas seperti menyerahkan diri ke dalam sarang macam.Aku berbalik, memberi isyarat pada Benson untuk menyerahkan pisau kecil kepadaku.Di sisi lain, nenek semakin meronta dengan keras, tetapi usahanya sia-sia.Saat bau darah mulai memenuhi udara ...Pong!Manusia kelabang kehilangan akal sehat sepenuhnya, melesat keluar dengan brutal.Benson dengan sigap menyiramkan darah segar ke arahnya."Siiiiii ... aarrggg ... aaaaaa ... "Tubuh manusia kelabang itu langsung jatuh ke lantai
"Hanya dengan dirimu, kamu mau mengancamku?"Dia kehilangan kesabaran, tubuhnya bergerak semakin cepat. Dalam sekejap, dia sudah berada tepat di hadapanku. Tangannya langsung menjulur ke arah leherku, mencengkeram leherku dengan kuat.Semuanya terjadi begitu cepat sehingga aku tidak sempat bereaksi. Rasanya seluruh kekuatan tubuhku menghilang. Pisau dapur di tanganku terlepas dan jatuh ke lantai."Sangat disayangkan, aku masih berpikir dengan memakanmu, aku bisa sepenuhnya menjadi manusia. Tapi sepertinya aku hanya bisa membunuhmu saja."Ucapnya dengan suara dingin dan tajam, seperti ular berbisa, membuat rasa takut di hatiku semakin menggelagar.Saat aku berada di ambang kematian, terdengar suara lain dari arah pintu masuk ruang bawah tanah."Lepaskan dia!"Itu suara polisi yang kutemui sebelumnya.Kemunculannya yang tiba-tiba mengalihkan perhatian manusia kelabang ini.Aku segera menarik napas panjang, menghirup udara segar dan dengan sisa tenaga, aku menendangnya keras hingga dia t
Nada bicara Kakek Wulon semakin cepat dan terburu-buru.Namun, belum sempat dia melanjutkan, tiba-tiba suaranya terpotong, "Nak, kenapa kamu malah ke sini?""Sudah malam begini, jangan keluyuran sembarangan. Desa ini berbahaya sekali sekarang.""Aku dan cucuku sudah menunggumu pulang untuk makan malam ... "Nenek berjalan mendekat untuk menarikku.Kakek Wulon langsung berpura-pura pikun, bergumam, "Aduh, sudah tua ... otak ini semakin nggak bisa diandalkan ... ""Bisa-bisanya lupa menaruh barang di mana."Dia lalu berbalik menuju dalam rumah. Sementara itu, nenek mencengkeram tanganku dengan sangat kuat, aku dipaksa kembali ke rumahnya."Apa yang diberikan kakek tua itu padamu?"Tanya nenek sambil melirik ransel yang diberikan Kakek Wulon padaku."Nggak ada," jawabku sambil menyembunyikan ransel di belakang tubuhku.Mata keruhnya menatapku tajam, tapi kemudian dia tak menanyakannya lagi.Aku tahu dia menyimpan kecurigaan, tetapi memilih tidak mempertanyakannya lagi. Mungkin agar aku
"Kenapa kamu mau mencari jalan ke gudang bawah tanah? Kamu juga mau mendapatkan kitab itu?"Aku memandangnya dengan penuh kewaspadaan.Namun, Benson hanya menggelengkan kepala, sambil berkata, "Orang yang sudah mati nggak bisa dihidupkan kembali. Nggak ada yang berhak mengorbankan nyawa orang lain demi menyelamatkan satu nyawa.""Aku percaya ayahku juga nggak ingin hidup seperti ini."Usai bicara, dia menyeka air mata yang mulai menggenang di matanya, lalu tatapannya menjadi teguh."Sekarang kamu hanya bisa percaya padaku, karena akulah yang melapor polisi hari ini.""Begitu banyak perempuan yang menghilang, tapi ini pertama kalinya polisi datang ke desa ini.""Orang yang mati itu adalah perempuan yang dulu kusukai saat SMA."Seketika, keinginan untuk kepo menjadi terasa berat dan menyakitkan.Perempuan yang dia sukai saat SMA, kini telah menjadi istri orang lain.Dan bahkan terbunuh dengan begitu tragis oleh neneknya sendiri di desa ini.Aku juga segera menyadarinya.Terlepas dari ap
"Ada orang di sana?"“Coba lihat, kok bisa meninggal begitu saja?""Aku rasa ini bukan dibunuh manusia ... anehnya lagi, nggak ada bekas darah sama sekali."Tiba-tiba terdengar percakapan dari luar pintu.Aku berdiri kaku di dalam gudang bawah tanah, seperti terpaku ke lantai, bertatapan dengan nenek itu."Hei, nenek! Apa yang kalian lakukan di sini? Cepat ikut kami untuk penyelidikan!"Dua pria berseragam polisi berjalan mendekati nenek itu.Ada yang meninggal?Nenek segera mengganti ekspresi wajahnya dengan senyuman dan melangkah menghampiri mereka, bahkan mengajakku untuk ikut keluar.Aku keluar dengan raut wajah tegang, tidak mungkin aku bisa tersenyum dalam situasi seperti ini.Dari percakapan antara polisi dan nenek, aku mulai memahami situasinya.Seorang perempuan muda, berusia sekitar dua puluh tahunan, ditemukan tewas di desa ini.Dia baru menikah ke desa ini dua tahun lalu.Hari ini, suaminya pulang dari luar desa dan menemukan istrinya tergeletak di halaman rumah.Tubuh pere
Dalam perjalanan menuju gudang bawah tanah, aku menyadari bahwa hampir semua anak muda di desa ini adalah laki-laki.Hanya ada beberapa perempuan, itu pun semuanya sudah lanjut usia.Seolah menyadari kebingunganku, nenek itu berkata, "Para perempuan pergi ke pasar hari ini, mereka baru akan pulang sore nanti.""Di desa ini nggak membedakan perempuan dan laki-laki. Banyak pekerjaan rumah yang justru dilakukan oleh laki-laki."Aku sedikit terkejut dan bertanya, "Jadi perempuan nggak turun ke ladang?""Para pria di desa kami sangat sayang pada perempuan, mana tega menyuruh mereka turun ke ladang?"Sambil berbicara, entah sudah berapa lama kami berjalan hingga akhirnya tiba di gudang bawah tanah.Rasa sakit di perutku perlahan mulai mereda.Saat itulah, aku mulai merasa ada yang aneh."Nenek, kenapa gudang bawah tanah kalian begitu jauh dari rumah?""Kenapa obat yang dipakai sehari-hari nggak disimpan di rumah saja?"Ekspresi nenek itu berubah menjadi kaku. Tanpa sadar, aku memundurkan la
Ini tubuh manusia yang dipenuhi kelabang!Mereka sedang melahap tubuhku.Siapapun ... tolong aku!Tolong selamatkan aku!Saat aku kembali sadar, yang kulihat bukan lagi anak tangga tempatku terjatuh, melainkan sebuah rumah kayu sederhana.Aku segera membuka bajuku untuk memeriksa tubuhku.Kulitku terlihat mulus dan rata, hanya terlihat urat biru yang samar di bawahnya.Namun, pergelangan kaki kananku dibalut perban.Sesekali terasa rasa nyeri."Aduh, perban ini baru saja kubalut, kenapa dilepas lagi?"Terdengar suara yang familiar memasuki kamar. Melihat tanganku yang sedang bersiap untuk melepas perban, tiba-tiba wanita tua itu datang menghentikanku.Dia adalah nenek yang kutemui di kereta.Bagaimana dia bisa ada di sini ... ?Sebuah dugaan berani muncul di benakku.Apakah dia yang sengaja memancingku ke sini?Apakah semua yang terjadi, termasuk cerita manusia kelabangnya adalah jebakan untukku?Dengan paksa, aku mendorong nenek itu, sambil menahan rasa sakit, aku melepas perban di p
Sekelilingku menjadi gelap gulita.Aku terkejut dan tidak tahu harus berbuat apa, hanya bisa berdeham untuk menenangkan diri."Ini hanya cerita legenda wisata Desa Kelabang. Kalau kelabang benar-benar sebahaya itu, penduduk desa pasti sudah membasminya dengan pestisida."Namun, nenek itu tetap menatapku dengan sorot mata yang aneh, tak bergerak sedikit pun."Tapi, penduduk desa nggak akan rela membasmi kelabang itu."Kenapa?"Daging kelabang bisa menyembuhkan banyak penyakit kalu dimakan.""Dan harganya bisa dijual mahal."Seketika, bulu kudukku berdiri.Aku melirik pria di sebelahku.Wajahnya pucat seperti selembar kertas. Anehnya, meski malam ini cukup sejuk, keringat mulai membasahi dahinya.Saat kami saling berpandangan, tiba-tiba dia berdiri.Dengan panik, dia mengambil barang bawaannya dan berjalan cepat menuju pintu gerbong.Apa yang terjadi?Dia tak seharusnya turun di stasiun ini!Aku jelas melihat stasiun tujuannya saat petugas memeriksa tiket tadi.Seketika, mataku tertuju p
Menjelang akhir tahun, aku ditugaskan ke daerah Bet untuk merekam beberapa materi. Di daerah ini ada banyak desa dengan kisah-kisah aneh yang beredar.Aku duduk di atas kereta hijau tua, perhatianku tertuju pada seorang pria di dekatku.Pria itu menutupi tubuhnya rapat-rapat, selain wajahnya, tidak ada bagian tubuh lain yang terlihat.Dia diam membisu, seperti mayat yang dibalut kain kafan dan ditinggalkan begitu saja.Aku berbincang santai dengan seorang pemuda di sebelahku.Tiba-tiba, seorang nenek yang duduk di dekat jendela membuka suara. Wajahnya penuh kerutan yang dalam, menyerupai daging asap yang telah dikeringkan.Dia berkata, "Mau ke Desa Kelabang? Kamu ... pasti akan suka di sana."Belum sempat aku bertanya lebih jauh, tiba-tiba pria itu mendongak.Nenek itu melirik ke arah pria itu dengan pandangan tajam.Aku pun penasaran dan bertanya, "Desa kelabang?"Nenek itu menjawab pelan, "Benar, Desa Kelabang."Aku mengernyitkan kening dan bertanya lagi, "Apa ada yang aneh dari tem