Share

Kabar Miring Lainnya

Penulis: Minang KW
last update Terakhir Diperbarui: 2022-01-13 01:08:03

Ketiga perahu itu akhirnya meninggalkan tepian, Mantiko Sati hanya bisa tersenyum dan melambaikan tangannya sebab ada satu dua di antara para wanita yang menumpang di ketiga perahu yang melambaikan tangan kepadanya.

‘Yaah,’ pikir sang pemuda. ‘Lebih baik menunggu saja dan semoga apa yang dikatakan si Uda tadi benar adanya.’

Sepertinya tepian yang satu ini memang menjadi satu titik penjemputan atau tempat menunggu orang-orang yang akan menggunakan jasa perahu. Di sisi di mana Mantiko Sati berdiri terdapat semacam pagar dari ikatan batang-batang bambu.

Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • Mantiko Sati - Kitab 1: Harimau Dewa   Hal yang Menjadi Pikiran

    ‘Sungguh,’ bisik Mantiko Sati di dalam hatinya. ‘Ini bukanlah hal yang ingin aku dengar. Hanya saja, tidak mungkin pula aku mengabaikan hal ini begitu saja.’“Kau sepertinya pemuda yang baik,” ujar pria 40 tahun itu. “Yang begitu mudahnya beringan tangan membantu orang lain bahkan tanpa diminta. Itu sebabnya aku katakan hal ini kepadamu, agar nanti, saat kau tiba di wilayah pusat Kerajaan Minanga, kau tidak mudah terpedaya.”“Itu benar, anak muda,” ujar wanita setengah baya itu sembari mengusap-usap kepala anak laki-lakinya. “Apa yang dikatakan si Munar itu benar adanya. Kau terlalu baik, itu sebabnya aku heran saat kau membantuku mengangkat karung goni itu tadi. Lagi pula, aku rasa,” ia memandang pada beberapa orang yang ada di sekitar sana. “Semua orang di sini pasti setuju denganku, bahwa kau memiliki wajah yang sangat indah.”Mantiko Sati tersenyum, lantas menghela napas dala

    Terakhir Diperbarui : 2022-01-13
  • Mantiko Sati - Kitab 1: Harimau Dewa   Mengumpulkan Informasi

    Perahu besar dan panjang itu meluncur tenang mengikuti arus sungai, semakin lama semakin jauh tepian yang tadi itu mereka tinggalkan. Dan sesekali, Mantiko Sati mengerahkan sedikit tenaga dalamnya untuk mendorong perahu itu dengan batang bambu di tangannya.Ia tidak bermaksud untuk pamer kekuatan dengan kenyataan tidak seorang pun yang menyadari. Tujuan pemuda itu hanyalah untuk mempersingkat waktu perjalanan mereka. Sebab, orang-orang ini berniat untuk berdagang di balai yang ada di Singkarak nanti sedangkan matahari sudah terlihat di ufuk timur. Tentu, jika mereka sampai terlambat, orang-orang ini akan merugi jadinya.“Aku tidak pernah melihatmu sebelumnya,&rdq

    Terakhir Diperbarui : 2022-01-14
  • Mantiko Sati - Kitab 1: Harimau Dewa   Silsilah

    “Ooh, dewa…”Mantiko Sati dapat merasakan kesedihan yang begitu besar dari orang-orang di dalam perahu dengan apa yang baru saja diucapkan oleh Mak Utiah. Seolah-olah, mereka telah kehilangan harapan besar sekaligus harapan terakhir yang mereka harapkan untuk dapat mengubah kondisi nagari Minanga ini seperti sepuluh tahun yang lalu.“Be—benarkah itu, Tiah?” tanya Munar dengan wajah yang seolah kehilangan gairah hidupnya.“Itulah yang aku dengar,” ujar Mak Utiah dengan hempasan napas yang begitu panjang dan berat.

    Terakhir Diperbarui : 2022-01-14
  • Mantiko Sati - Kitab 1: Harimau Dewa   Benang Merah

    “Dari apa yang pernah saya dengar sebelumnya,” ujar Mantiko Sati, “bahwa sifat Ratu Mudo berubah setelah kematian Paduko Rajo, dan sebelumnya dia adalah seorang gadis yang baik hati dan halus budi bahasanya.”“Ya, kau tidak salah mendengar,” ucap Mak Utiah. “Tiga tahun yang lalu, dia masihlah menjadi seorang putri yang sangat dicintai hampir semua orang yang ada di Nagari Minanga ini. Dia cantik, dia lembut dalam bertutur kata, halus budi bahasa—pendek kata, kau sebutlah semua yang indah-indah dan baik-baik tentang seseorang, itu ada pada dirinya.”“Lalu,” ujar Mantiko Sati. “Apakah ini ada kaitann

    Terakhir Diperbarui : 2022-01-14
  • Mantiko Sati - Kitab 1: Harimau Dewa   Rimbo Mati

    “Benar juga!” ujar Mak Utiah. “Kita akan memasuki kawasan Rimbo Mati, tetaplah tenang. Dan lebih baik kalian menundukkan wajah.”Semua orang yang ada di dalam perahu itu tentu sudah mengetahui perihal tersebut, terkecuali bagi Mantiko Sati sendiri yang hanya bisa kebingungan dengan apa yang diucapkan oleh pria setengah baya itu.Mak Utiah melangkah ke belakang, mendekati si pemuda rupawan.“Apa yang sesungguhnya sedang terjadi?” tanya sang pemuda dengan suara yang dipelan-pelankan.

    Terakhir Diperbarui : 2022-01-15
  • Mantiko Sati - Kitab 1: Harimau Dewa   Bertarung di Atas Perahu

    “Keluarkan uang kalian…!” titah si penyamun kedua dengan suara yang menggelegar.Para penumpang perahu semakin menggigil terutama gadis yang sedang diperhatikan oleh si penyamun pertama.Penyamun yang satu itu terkekeh seraya mengusap-usap paha sang gadis.“To—tolong,” ucap sang gadis dengan tertunduk dan suara yang bergetar. “Ja—jangan sakiti saya.”“Keluarkan…!” teriak si penyamun

    Terakhir Diperbarui : 2022-01-15
  • Mantiko Sati - Kitab 1: Harimau Dewa   Sampai ke Akar

    Tap-tap-tap!Tendangan beruntun dapat ditahan oleh Mantiko Sati dengan rentetan jurus telapak tangannya.Si penyamun kedua berputar kencang meski tubuhnya masih mengambang di udara.Whuut!Takk!Si pemuda rupawan menyilangkan dua tangan di atas kepalanya, menahan serangan tendangan berputar yang lebih ganas dari si penyamun kedua.

    Terakhir Diperbarui : 2022-01-15
  • Mantiko Sati - Kitab 1: Harimau Dewa   Tidak Ada Pilihan

    Si penyamun yang baru saja mendarat di sampan sisi kiri itu terkejut karena tahu-tahu Mantiko Sati telah melesat ke arah dirinya bahkan dengan meluncurkan satu tendangan keras yang telak mengenai dadanya.Krakk!Penyamun yang satu itu bahkan tidak sempat untuk sekadar melenguh, mungkin pula ia langsung pingsan sebab tak terlihat jelas di wajahnya yang tertutup topeng. Tubuh itu terpental jauh ke belakang dan tercebur ke dalam sungai.Begitu tendangannya mengenai sasaran, Mantiko Sati memutar tubuhnya sedemikian rupa, lalu berakhir dengan melesatkan tendangan lai

    Terakhir Diperbarui : 2022-01-15

Bab terbaru

  • Mantiko Sati - Kitab 1: Harimau Dewa   Selamanya

    Berulang kali Mantiko Sati menemukan bahwa sang istri selalu menoleh ke arah belakang. ‘Ya, tentu saja ini adalah sesuatu yang berat bagi Pandan Sahalai,’ pikirnya.“Apakah engkau menyesal?”Puti Pandan Sahalai sedikit terkejut dengan pertanyaan suaminya itu. Ia tersenyum, lalu merapatkan duduknya dan menyandarkan kepalanya ke bahu sang suami.Tatapan keduanya saling bertemu.“Kalau engkau memang merasa keberatan dengan semua ini,” ujar Mantiko Sati. “Lebih baik kita kembali lagi saja.”“Tidak,” ucap Puti Pandan Sahalai. “Aku sudah berjanji padamu, Suamiku. Ke mana pun engkau pergi, maka aku akan menyertaimu.”Mantiko Sati tersenyum, ia memberanikan diri mengecup kening sang istri. Kembali tatapan mereka saling bertemu. Senyum keduanya semakin lebar, saling memuji hanya dengan tatapan yang saling menjelajah wajah masing-masing.Dan kemudian, dua b

  • Mantiko Sati - Kitab 1: Harimau Dewa   Kegembiraan

    Balai Pertemuan adalah sebuah ruangan besar yang ada di lantai terbawah di Istana Minanga. Berada di tengah-tengah, dan sekaligus merupakan ruangan paling luas di antara ruangan lainnya.Pagi itu, semua unsur yang menjadi penyokong keutuhan istana itu sendiri telah hadir di ruangan tersebut, duduk rapi di sisi kiri dan kanan, masing-masing membelakangi dinding. Sembilan Cadiak Pandai—yang sesungguhnya sekarang hanya tersisa delapan orang saja, sebab yang seorang telah dibunuh oleh Angku Mudo Bakaluang Perak ketika yang seorang itu hendak menemui si Kuciang Ameh di penjara bawah tanah.Lalu, ada Tujuh Hulubalang Kerajaan. Di antara mereka semua, hanya Datuk Rao saja yang ditemani istrinya, yakni Gadih Cimpago yang merupakan istri ketiga sang datuk. Gadih Cimpago sendiri sebelumnya juga masih berada di dalam istana tersebut.Hadir pula Datuak Nan Ampek yang merupakan perwakilan dari empat penjuru negeri Minanga. Para pemuka adat, pemimpin be

  • Mantiko Sati - Kitab 1: Harimau Dewa   Ikrar

    Sang ratu tiba-tiba turun dari ranjangnya, ia lantas mendekati Mantiko Sati. Dengan gerak tubuh yang memang masih terlihat lemah, Ratu Mudo berjongkok di hadapan sang pemuda, lantas membawa sang pemuda untuk kembali berdiri.Ibu Suri dan si Kuciang Ameh saling pandang dalam senyuman. Ya, sepertinya kekhawatiran sang Ibu Suri sendiri tidak terjadi.“Berdirilah, Sati,” ujar sang ratu seraya menangkup bahu sang pemuda. “Tidak pantas engkau berlutut di hadapanku.”“Paduko, s—saya…”Sang pemuda merasakan betapa jantungnya berdetak lebih cepat. Memandangi wajah jelita itu dari jarak yang sangat dekat bukanlah hal yang mudah. Terlalu membuat jengah wajah sang pemuda sendiri. Belum lagi aroma wangi yang begitu lembut dan membuai dari tubuh sang ratu. Semua itu memanggang khayalan sang pemuda dengan lebih membara lagi.“Dan,” Ratu Mudo menjulurkan tangannya, mengusap pipi sang pemuda. “Mulai

  • Mantiko Sati - Kitab 1: Harimau Dewa   Syarat

    “Lalu, bagaimana keputusanmu, Sati?”Sekali lagi, Mantiko Sati memandangi wajah indah di hadapannya itu. Ia menghela napas panjang-panjang.‘Datuk Masuga benar,’ pikirnya. ‘Siapa laki-laki di dunia ini yang tidak tergoda pada kecantikan Ratu Mudo? Siapa laki-laki di dunia ini yang tak hendak menjadikan Paduko Ratu sebagai istrinya?’Tidak ada!“Entahlah,” sang pemuda rupawan mendesah halus. “Mungkin Bundo Kanduang benar, semua ini adalah takdir.”Semua orang tersenyum dan saling pandang terhadap satu sama lain, terutama sang Ratu Mudo sendiri yang sesungguhnya memang sudah terpikat pada pemuda tersebut.Selama ini, sang ratu memang berada di bawah pengaruh Teluh Pengikat Jiwa yang seolah merenggut kepribadian yang sesungguhnya dari sang ratu. Hanya saja, selama itu pula ia sesungguhnya masih bisa mengingat dengan baik—meski tidak seluruhnya—bahwa ia menaruh

  • Mantiko Sati - Kitab 1: Harimau Dewa   Pohon dan Buah yang Baik

    Dengan masih berlutut di hadapan sang ratu, Mantiko Sati berkata, “Sebelum saya menanggapi tentang hukuman ke atas diri saya itu,” ujarnya, “izinkan saya bertanya beberapa hal terlebih dahulu.”“Silakan,” kata Ibu Suri. “Kami pasti akan menjawab semua pertanyaanmu, Buyung.”“Apakah tidak aneh,” kata sang pemuda, “seorang dari keluarga kerajaan mengambil orang biasa—seperti saya, sebagai pasangan hidupnya?”“Bagaimana menurutmu, Pandan?” tanya si Kuciang Ameh.Sang ratu tersenyum. “Kurasa tidak ada yang aneh di sana.”“Tapi, tidakkah masyarakat luas akan mengolok-olok hal ini nantinya?” ungkap Mantiko Sati. “Seorang ratu menikahi laki-laki biasa?”“Yaa, mungkin saja hal demikian akan berlaku di tengah-tengah masyarakat,” jawab sang ratu. “Tapi, kupikir itu bukan satu persoalan. Lagi pula, semua rakyat

  • Mantiko Sati - Kitab 1: Harimau Dewa   Hukuman Seumur Hidup

    “Sekarang engkau tahu bukan apa yang aku maksudkan?” ujar sang ratu.“Sungguh,” Mantiko Sati masih menekur dengan wajah merah menegang. “H—hamba terpaksa melakukan hal memalukan seperti itu, Paduko.”“Beritahu aku,” kata Ibu Suri. “Apa sebenarnya yang sudah terjadi?” ia melirik pula pada si Kuciang Ameh yang ia pikir pasti mengetahui sesuatu.Si Kuciang Ameh menyentuh bahu sang kakak, ia memberikan isyarat dengan gerakan matanya agar sang kakak tenang dan mendengar saja apa yang akan dilakukan sang Ratu Mudo terhadap Mantiko Sati.“Sepertinya hukumanmu semakin bertambah, Sati,” ujar Ratu Mudo. “Sudah kukatakan kau tidak perlu berhamba-hamba di hadapanku, bukan?”“I—iya, benar. Maaf,” sang pemuda masih saja menunduk dan tidak berani berdiri, tetap dalam posisi berlutut. “Akan tetapi, sungguh, saya terpaksa melakukan semua itu. Tidak ada

  • Mantiko Sati - Kitab 1: Harimau Dewa   Gugup

    “Ermm, nama asli hamba, Buyung Kacinduaan, Paduko,” kembali Mantiko Sati menundukkan kepalanya.“Aku tahu,” kata Ratu Mudo. “Mak Enek Masuga sudah menjelaskan semuanya kepadaku. Juga, tentang namamu, silsilah keluargamu. Tapi, apa kau keberatan jika aku memanggilmu dengan nama Sati saja?”“T—tidak,” Mantiko Sati menggeleng cepat, persis seperti seorang bocah yang sedang dimarahi ibunya. “Sama sekali h—hamba tidak keberatan, Paduko.”“Uni lihat sendiri, kan?” ujar si Kuciang Ameh, lalu tertawa-tawa sembari menutupi mulutnya dan menggeleng-gelengkan kepala. “Persis seperti Sialang Babega.”Memang seperti itulah yang dilihat oleh Ibu Suri, hanya saja, ia tak hendak membuat sang pemuda berlama-lama dalam kondisi tegang dan gugup seperti itu.“Hentikan Masuga!” ucap Ibu Suri sedikit lantang. “Kau lihat wajah pemuda ini, merah seperti udang d

  • Mantiko Sati - Kitab 1: Harimau Dewa   Sang Ratu Telah Siuman

    Tepat ketika sang rembulan berada di titik tertingginya, dua orang dayang mendatangi kamar di mana Mantiko Sati beristirahat. Mereka mengetuk-ngetuk pintu kamar tersebut, dan itu mengejutkan sang pemuda yang sudah terlelap sebelumnya.Setelah dipersilakan masuk, barulah kedua dayang muda mendorong pelan pintu berdaun ganda dan penuh ukiran tersebut.“Ada apa?” tanya sang pemuda setelah ia bangkit dan duduk di sisi pembaringan. “Apakah ada hal buruk yang telah terjadi?”Kedua dayang saling pandang. Masing-masing seolah meminta yang lainnya untuk menyampaikan berita yang mereka punya kepada si pemuda belia.Ya, lantaran wajah nan rupawan itu yang membuat kedua dayang muda menjadi salah tingkah. Mantiko Sati menyadari hal ini, itu bisa terlihat dari gerik tubuh keduanya yang gugup, dan wajah mereka yang memerah. Padahal, Mantiko Sati tidak sedang telanjang, ia memakai pakaian utuh.“Kamu saja!” bisi

  • Mantiko Sati - Kitab 1: Harimau Dewa   Hal yang Telah Lama Hilang

    Makan malam kali ini mungkin adalah makan malam pertama yang berlangsung dengan penuh keceriaan dan keakraban dalam kebersamaan.Sebagaimana budaya leluhur Minangkabau yakni Minanga itu sendiri, semua makanan itu dihidangkan di lantai, setiap orang pun duduk di lantai beralaskan ambal atau permadani. Dan terkhusus bagi sang Ibu Suri, ia duduk beralaskan sebuah bantal persegi.Bundo Kanduang, si Kuciang Ameh, Sembilan Cadiak Pandai, Enam Hulubalang Kerajaan, Gadih Cimpago, Mantiko Sati, si Kumbang Janti yang ditemani oleh anaknya, si Talago.Semua mereka bersantap dengan duduk bersila di lantai ruang tengah lantai dua dengan dilayani oleh sejumlah dayang yang hilir-mudik menyajikan berbagai jenis lauk-pauk dan sayur-mayur.Hanya si Kumbang Janti seorang yang duduk di kursi disebabkan kondisi kedua kaki dan tangannya yang belum sembuh. Ia disuapi oleh sang anak. Hampir semua mata memandang kagum pada si Talago yang begitu telaten menyuapi a

DMCA.com Protection Status