Mendengar ucapan Fandy membuat Nissa menatap ke arahnya, “Dokter mau bantu saya? Terus gimana saya balikin uang Dokter nanti? Sementara saya memang udah nggak punya uang lagi. Untuk biaya operasi Arul tadi malam aja, saya udah pinjem duit temen saya, Dokter,”
Nissa tidak repot menutupi ketidakmampuannya. Bukan untuk mendapatkan rasa iba, tapi Nissa berpikir realistis kalau dirinya memang membutuhkan banyak biaya. Ia memang sungguh tidak berdaya kali ini. “Tapi saya nggak akan nyerah buat cari biaya untuk adik dan ibu saya. Kira-kira operasinya kapan dilakukan, Dokter?” “Tergantung reaksi pasien, karena itu pasti akan sangat sakit. Operasi akan dilakukan segera setelah kamu menandatangani surat pengambilan tindakan. Kalau hari ini reaksi yang dialami adik kamu fatal, mungkin malam nanti operasi sudah akan dilakukan,” “Secepat itu?” Nissa semakin bingung.Nissa masih membatu mendengar pernyataan cinta sekaligus lamaran di tengah kacaunya pikiran Nissa tentang biaya rumah sakit ibu dan adiknya yang tinggi.Mata Nissa bahkan tidak berkedip saat mendengar sambil memandang Fandy yang terus bicara.‘Nes, aku udah balik. Aku kangen sama kamu. Ayo kita nikah. Aku bakalan ganti semua penderitaan kamu dengan bahagia sampai kita tua nanti,’Alih-alih menjawab dan memikirkan tawaran Dokter Fandy, Nalar Nissa malah langsung memutar ulang kalimat Dimas yang terus ia simpan di benaknya. Ia pun melamun di depan Dokter Fandy.“Nissa, kamu bisa dengar apa yang saya bilang, kan?” panggilan Dokter Fandy kali ini berhasil membuat Nissa terbangun dari lamunannya.“Ah, iya, Dokter?”“Kamu dengar semua yang saya bilang ke kamu, kan?” Dokter Fandy mengulangi pertanyaannya.Nissa mengambil napas dalam sebelum menjawab, “Ya, saya dengar semua yang Dokt
Ia melihat Zaky berdiri di samping mobil sambil memandang ke arahnya. ‘Ternyata Dimas benar. Dia nggak buat hal bodoh sama Zaky,’ hati Nissa sedikit lega mengingat Dimas begitu gentleman dan tidak mengambil kesempatan buruk pada Zaky ketika Zaky mabuk. Nissa merasa tidak perlu mengatakan apa pun dan ingin mengabaikannya saja, tapi ketika Nissa ingin melewatinya, Zaky malah memanggil. “Nissa, aku mau ngomong sama kamu,” raut dan nadanya bicara jelas lirih. “Mau ngomong apa? Aku nggak punya banyak waktu, aku harus ketemu ibu aku,” tapi Nissa menjawab ketus. “Kata orang di kantor polisi, kamu yang bawa aku ke hotel dan bebasin aku pakai jaminan?” Zaky ingin jawaban ‘ya’ agar ia bisa melanjutkan kalimat memalukan selanjutnya, “Itu artinya kamu masih sayang aku, kan, Nis? Kamu masih peduli sama aku, kan?” “Kita balikan lagi dan ulangi hubungan kita dari awal, ya? Kita nggak jadi batalin rencana nikahan kita, ya?” Nissa menaikk
[Yang pertama, saya mendapatkan laporan tentang kedatangan Wakil Presdir Lesmana Sampurna—Akbar Lesmana. Nona Nissa terlihat memiliki sedikit perdebatan dengan orang tersebut. Dan setelah Wakil Presdir Lesmana Sampurna itu pergi, Nona Nissa terlihat memakan makanan yang dibawa orang tersebut.][Yang kedua, di kantin rumah sakit. Tim saya melaporkan kalau Nona Nissa sedang berbincang serius dengan salah satu dokter yang menangani adik dan ibu Nona Nissa, namanya Dokter Fandy. Dari yang bisa didengar saat itu, Dokter Fandy menawarkan bantuan biaya penanganan rumah sakit untuk ibu dan adik Nona Nissa dengan syarat pernikahan.]Kali ini Dimas membelalakkan matanya geram sambil mendengarkan, “Terus bicara!”[Tim saya yang saat itu menyamar menjadi Cleaning Service di area itu, tidak terlalu jelas mendengar. Tapi dia yakin kalau Nona Nissa tidak menjawab setuju dan malah meminta waktu dalam sehari, karena operasi lanjutan adiknya harus dilakukan sebe
“Iya, Bu. Tapi awalnya memang karena kami nggak lagi satu pemikiran dan mutusin pisah aja. Aku baru tau kalau Zaky suka main perempuan setelah kami putus,” Nissa pun menjawab.“Ibu juga sebenarnya nggak yakin banget. Tapi waktu itu ibu sama Arul nggak sengaja lihat Zaky gandeng dan peluk perempuan dari cafe remang-remang. Arul duluan yang ngelihat itu waktu kami keluar dari minimarket,”“Arul mau marah waktu itu, tapi ibu ngelarang karena nggak mau gangguin kamu yang fokus kerja. Dan berharap kalau kami salah lihat orang. Ternyata kejadiannya malah begini. Maafin kami karena nggak kasih tau kamu lebih cepat,”Nyonya Gina menyesali keputusan untuk tidak memberitahukan kenakalan Zaky sejak lama. Tapi nyatanya Nissa malah tersenyum.“Aku dijauhi dari Zaky karena Tuhan tau kalau Ibu cemasin aku. Jadi jangan nyesal karena semua ini nggak ada hubungannya sama Ibu atau Arul. Ini udah takdir terbaik buat kita, Bu,&r
“Dokter, jangan terus minta maaf sama saya. Dokter nggak punya kewajiban buat bantuin saya, dan Dokter nggak hutang apa pun sama saya,” Nissa berusaha membesarkan hati Dokter Fandy."Mungkin memang saya belum rezeki dibantu Dokter, dan Dokter juga belum dibolehin takdir ngelamar anak gadis orang dengan cara begitu,""Stay positif thinking, Dokter. Anggap aja semua masa sulit yang terjadi di hidup kita adalah tangga menuju bahagia, termasuk masalah saya dan masalah yang Dokter Fandy alami ini,"Fandy mengubah senyum mirisnya menjadi senyum bahagia. Mendengar Nissa berucap seperti itu malunya semakin besar, tapi itu tidak mengalahkan rasa beruntung sudah bertemu dan mengenal perempuan seistimewa Nissa."Kenapa kamu sebijak dan sempurna ini, sih? Gimana bisa saya nggak jatuh cinta sama kamu, Nissa?""Jadi kamu gimana? Kamu mau cari uang sebanyak itu dari mana, Nissa? Saya benar-benar minta maaf sama kamu," Fandy berucap lagi."Saya
Air mata Nissa mengalir dalam diam, tapi kepalanya masih tegak agar ia tidak terlihat lemah sekalipun di dalamnya sudah hancur. Pikirannya kacau. Ia tidak berdaya menjalani semua tekanan yang datang padanya hanya dalam beberapa hari saja.'Tuhan, apa Kamu mau aku ngambil jalan ke sana? Kenapa dari dulu Kamu selalu jadi musuh aku, sih? Kalau Kamu mau bujuk aku biar tunduk sama Kamu, nggak begini juga jalannya!''Kenapa Kamu selalu buat aku nggak berdaya gini?'Sambil menatap awan putih tebal yang bergelombang di atas langit, Nissa seakan menjerit dalam hati, menyalahkan Tuhan atas nasibnya yang selalu berakhir menyedihkan.'Kenapa Kamu terus sudutin aku sampai nggak punya pilihan lain lagi?' akhirnya Nissa menunduk. Mengusap air matanya dengan perlahan dan pasrah.Kini langkah gontainya sudah tahu ke mana arah ia ingin berhenti.*Kantor Sagala Corporation."Kamu yakin dokter itu udah nyerah sama Nissa? Kalau begitu, kembalikan
“Akmal, Capucinno dingin sama camilan, nggak pakai lama!” Satu kalimat pesanan Dimas langsung terdengar sesaat pintu lift depan ruangan terbuka dan Dimas keluar dari sana.“Camilannya yang gimana, Pak?” Akmal yang bingung bertanya lagi. Jelas ia takut melakukan kesalahan.Nissa yang berada di sana langsung sungkan pada Akmal, “Nggak usah, Pak. Saya cuma sebentar di sini, “Dimas, jangan ngerepotin orang. Aku cuma sebentar mau ngobrol penting sama kamu!” sambung Nissa mengomeli Dimas.Akmal terperangah dan termangu. Ia tidak percaya ada orang yang bisa mengomeli bosnya yang kaku itu, dan itu juga hanya seorang wanita biasa seperti Nissa.“Nggak jadi. Kamu keluar aja!” Dimas langsung membatalkan perintah pada Akmal setelah terkena omelan kekasihnya, tentu saja Dimas tidak ingin membuat Nissa kesal karena ia sudah sangat senang kalau Nissa menginjakkan kakinya di kantor.“Akmal, saya tam
Tapi Nissa malah kaget dan langsung mengecek ke ponselnya. Nissa tercengang melihat nominal di akunnya yang selama ini tidak pernah ia bayangkan akan sebanyak itu.Nissa menyebut 100 juta, tapi yang terlihat malah angka 300 juta.“Aku belum bilang setuju, kan? Kenapa kamu langsung main kirim aja? Lagian ini banyak banget, Dimas!”“Kalau nolak, ya, tinggal kamu balikin aja uangnya lagi ke aku sekarang. Beres.” Dimas berucap santai tanpa beban di hadapan Nissa, tapi hatinya benar-benar bergemuruh, berharap Nissa setuju menerima tawarannya.Nissa kembali menunduk. Bingungnya semakin bertambah ketika Dimas menyudutkannya dengan pilihan, sementara kutukan ibunya nyata jika ia menikah degan Dimas nanti. Tapi Nissa sendiri memang tidak punya waktu lagi.“Dimas, apa kamu beneran mau ngajak aku nikah? Sebenarnya kamu itu mau apa, sih?” Nissa mengangkat wajahnya menatap Dimas dengan sejuta kegundahan hati, “Kal
Hari membosankan di rumah sakit berakhir, hingga tibalah semuanya di hari ini. Tepatnya di hotel bertaraf Internasional milik keluarga Sunny. Saat ini sedang diadakan acara yang meriah tapi itu hanya dihadiri orang-orang tertentu saja, bahkan tidak ada peliput media di sana. Pasalnya, hari ini merupakan hari bahagia Adimas dan Nissa yang sejak awal memang belum mengadakan resepsi pernikahan mereka.Para tamu yang datang tidak hanya dari kalangan pebisnis terdekat saja. Ada juga beberapa petinggi keamanan negara seperti kakek dan keluarga Rama lainnya. Dan juga, beberapa orang dengan penampilan serba hitam yang merupakan kerabat Sunny dan itu jelas bukan orang sembarangan.Tempat resepsi pernikahan dan juga para tamu undangan yang terbuat khusus ini juga atas saran dari Sunny. Itu karena setelah Nissa mengungkapkan apa yang ia dengar dari Akbar tentang identitasnya memiliki ayah yang tidak biasa. Setelah berdiskusi dengan keluarganya, Sunny menyarankan pada Adimas agar istrinya itu ber
Setelah tiba di rumah sakit, Dimas harus menjalani operasi perut dan dirawat intensif. Tiga hari pasca operasi ia dinyatakan koma, tapi syukurlah pada akhirnya ia kembali membuka mata dan bangun. Tepat satu minggu, barulah ia dibolehkan untuk berpindah ke ruang rawat biasa.Selain Jay dan Nyonya Risti, hanya Rama yang terlihat berbolak-balik berada di depan ruangannya. Dan ketika sudah dinyatakan pulih dan bisa dijenguk, Dimas melihat wajah Rama ketika menjenguknya dan itu membuat Dimas tersenyum.Rama yang saat ini sudah lebih baik dan duduk di atas kursi rodanya, duduk di samping ranjang pasien Dimas. "Lo nggak apa-apa, Ram?" tanya Dimas dengan nada pelan, bahkan senyumnya juga terlihat dipaksakan.“Nggak terbalik nih pertanyaannya? Yang lagi rebahan siapa, bro?” Rama menjawab dengan candaan, “Gimana keadaan Lo, Mas? Gue senang lihat Lo bangun. Gue takut karena udah semingguan ini Lo koma dan lemah terus.” Sambungnya mulai berucap sedih.“Gue masih kuat bercanda sama Lo, kok. Tapi
Rama dan Dimas tergeletak tidak berdaya. Keduanya meregang sakit yang tiada tara. Sementara itu Akbar yang sudah bangkit, mendekati mereka dan menambah sakitnya.Seperti manusia tanpa hati, Akbar menendang tubuh Dimas dan Rama berkali-kali seolah keduanya hanyalah sekarung sampah yang wajar ditendang keras untuk menjauh.“Nissa punya aku. Nissa milik aku. Kalian harus mati!” kalimat ini terus Akbar gumamkan dengan ekspresi senyuman yang mengerikan. Ya, itu adalah kepribadian jahatnya yang jelas muncul saat ini.Sambil tertawa dan terus menggumamkan kepemilikannya atas Nissa, Akbar tidak sedikitpun menaruh ampun pada Rama dan Dimas yang setengah mati menahan kesakitan.Ia berhenti menghajar dua pria malang itu untuk memeriksa isi senjata api di tangannya.“Hmm, pas banget pelurunya tinggal dua. Cukup buat bunuh Lo berdua, haha!” tawanya mengejek, “Tapi sebenarnya nggak pakai peluru Lo juga, sebentar lagi Lo pada mati.”“Tapi kayaknya gue nggak mau ambil resiko kalau nanti Lo berdua jad
Di area pergudangan penyimpanan barang bekas perkapalan yang sudah tidak dioperasikan lagi. Di sanalah semua orang berkumpul setelah mengikuti arah laju mobil yang membawa Akbar dan Nissa.Dengan petunjuk yang Jay berikan, Dimas dan Rama tiba di tempat tersebut.“Apa nggak berlebih banget ngepung Akbar sampai beginian?” Rama bertanya dengan ekspresi rumit, “Harusnya kita tanya dulu baik-baik, kan? Karena selama ini gue pribadi nggak punya masalah sama Akbar.” Sambungnya mengutarakan kebimbangan.“Kalau Lo cuma mau tanya doing, ngapain Lo yang heboh pakai acara minta bantuan militer juga?” Dimas mengomentari, “Lagian ngapain dia kabur waktu anggota Jay mau periksa mereka sesuai protokol keamanan? Kalau nggak punya salah, si brengsek itu ngapain lari sampai ke sini?” Dimas memberikan penilaian tepat.“Gue mau turun sekarang!” sambungnya dan langsung turun dari Lamborghini Rama, menuju kerumunan petugas keamanan gabungan di depan sana.“Jay, gimana?” Dimas langsung bertanya pada Jay saat
Akbar baru saja membantu Nissa untuk berpindah langkah dengan hati-hati. Tidak lupa juga ia membenahi jaket tebal dan penutup kepala Nissa agar tidak terkena angin pelabuhan yang berhembus kencang.“Terima kasih.” Nissa berucap singkat dan mulai berjalan. Tapi langkahnya terhenti dan ia menoleh pada Akbar yang diam di belakangnya, “kamu kenapa?” tanyanya.“Ngapain kamu balik lihat aku? Aku cuma pengen lihat punggung kamu waktu jalan. Sama kayak yang kamu lakuin ke aku tiap kali kamu tinggalin aku. Aku mau mastiin perasaan aku kali ini. Kenapa rasanya beda banget kayak gini.” Akbar menjawab dengan senyumnya yang putus asa. Entah mengapa ia merasa kacau dan bimbang, padahal ia sudah membawa Nissa sampai ke daratan ini.Nissa hanya tertegun tidak mengerti. Hatinya juga kacau saat ini. Melangkahkan kakinya lagi di daratan Pulau Jawa itu membuatnya bimbang. Ia ingin sekali kabur dan meminta tolong untuk dijauhkan dari Akbar dan kembali ke Dimas, tapi mengingat kondisinya yang tidak memungk
‘Adimas, aku baru saja mendapatkan informasi tentang kapal asing yang terdaftar dengan nama Akbar Lesmana memasuki perairan Teluk Jakarta. Diduga kapal tersebut akan menuju Tanjung Priok.’‘Anak buahku mengkonfirmasi kapal tersebut berisi kurang dari sepuluh awak di antaranya terdapat seorang wanita mengandung. Anak buahku tidak mengenal wanita itu karena wajahnya ditutupi topi berpenutup. Tapi itu sangat mencurigakan.’‘Laporan anak buahku kali ini mereka anggap penting karena sebelumnya Akbar Lesmana tidak pernah membawa wanita keluar pulau, tapi ini malah membawa wanita dengan perut yang besar. Kusarankan kau segera ke sana bagaimana pun caranya. Aku juga akan memerintahkan pasukanku yang berada di sana untuk mengintai pria berbahaya itu.’Itu adalah beberapa pesan dari Sunny, sahabat Adimas yang memiliki koneksi tidak terbatas. Selama ini para anak buah yang ditugaskannya mengintai Akbar Lesmana yang dicurigai berkaitan dengan hilangnya Nissa, tidak mendapatkan informasi apapun ka
8 bulan terlalu begitu cepat. Keadaan sudah tentu sangat banyak mengalami perubahan, baik itu di kota yang ditinggalkan Nissa, atau pulau yang ditempatinya saat ini. Yang tidak berubah hanyalah prinsip Akbar yang tetap memenjarakannya di sana.Seiring berjalannya hari dan perkembangan kehamilan Nissa, Akbar mengisi rumah mereka dengan berbagai alat kesehatan yang canggih. Seperti yang diharapkan, Nissa tidak perlu keluar pulau untuk memeriksakan kandungannya. Karena ia sudah bisa melakukan pemeriksaan ultrasonografi atau USG dengan bantuan Dokter Riza.Sementara itu yang terjadi di kota sana sungguh tidak mungkin dibayangkan oleh Nissa. Meskipun Akbar bolak-balik keluar masuk pulau, tapi ia tidak pernah menyampaikan apapun yang terjadi selama delapan bulan terakhir.Banyak hal yang sudah terjadi di sana seperti, kabar meninggalnya Nyonya Gina karena tidak sanggup menahan beban kerinduan dan kekhawatiran yang besar pada putrinya. Nyonya Gina meninggal tepat setelah empat bulan pencari
Setelah mencoba berdamai dengan keadaan yang tidak bisa ditawar pada Akbar, Nissa menyerah melawan, sekalipun rindu pada rumah dan orang-orang tersayang begitu besar, dan kemarahannya pada Akbar tidak terelakkan.Namun, yang membuatnya tidak ingin berdebat lagi adalah alasan keselamatan orang-orang yang ia sayang, ketika nanti identitas Nissa ditemukan pihak yang memburunya, bukan tidak mungkin keselamatan Dimas dan yang lain akan terancam.Nissa mulai membiasakan hidup sehat untuk bayinya. Ia berhenti mencoba lari dari penjara alam yang dibuatkan Akbar padanya. Ia tidak lagi mencoba berenang dan mengalahkan ombak tengah pantai. Jika pagi, Nissa berjalan sendirian mengelilingi pantai dan setelah lelah, ia duduk di pinggir pantai, menatap kosong ke arah laut yang batasnya tidak terlihat. Jika sudah lelah, ia masuk dan berdiam di meja belajarnya, menulis buku harian yang mungkin suatu saat akan dibaca anaknya.Sedangkan Akbar membiarkan hal itu. Semua yang dilakukan Nissa atau pun yang
Di dalam kamar Nissa, tampak Dokter Riza tengah menambahkan cairan berwarna kuning ke dalam botol infus Nissa. Di sampingnya, ada Akbar hanya diam tidak berkata-kata.Nissa yang masih lemah untuk berdebat juga hanya diam, tidak ingin bertanya pada Akbar tentang orang tuanya dulu. Tapi sekarang hati dan pikirannya merasa ingin terpuaskan dengan berbagai informasi tentang keadaannya sendiri.Saat Dokter Riza terlihat akan pergi, tangannya tertahan oleh Nissa yang memandangnya dengan sedih lalu berkata, “Tolong jelaskan tentang kandungan saya, Dokter.”Akbar yang mengerti terlihat menghela napas berat. Ia pun berpindah duduk, sedikit menggeser agar Dokter Riza duduk di sebelah Nissa.“Maafkan saya karena tidak memberitahukan semua ini pada anda sejak awal. Seperti yang saya sampaikan ke Tuan Akbar sebelumnya, hasil pemeriksaan darah menunjukkan kalau anda positif mengandung, Mbak Nissa.” Dokter Riza menerangkan keadaan yang sebenarnya, “Kira-kira kalau boleh tau, hari pertama haid terakh