Menjelang siang dikantor..
Sepasang tangan mungil memeluk kaki Dendi dari belakang. Bulatan kepalanya menyentuh bagian tekuk lutut laki-laki yang sedang berbincang dengan Sutomo manager bagian keuangan perusahaan Devano. Memang mereka hanya mengobrol santai karena baru saja bubar dari rapat yang dipimpin oleh Kasandra.Dendi tentu saja terperanjat merasakan pelukan mungil dikakinya. Sontak ia menghentikan obrolan dengan Sutomo dan mengalihkan pandangan kepada bocah kecil itu.“Rehan..?” Dendi berseru tertahan begitu mengetahui siapa yang sedang memeluk kakinya itu.“Papa...!!” Suara polos Rehan menyapa dan mata bulatnya menatap dengan wajah menengadah kepada Dendi.“Duuuh... Senangnya bertemu Papa..!” Teriak Devano yang berdiri bersama Andini beberapa meter dari Dendi. Dendi membungkukkan badannya dan meraih tubuh Rehan lalu menaikkan keatas gendongannya. Bocah itu terlihat sangat bahagia b(Siang dirumah makan.)Mereka berempat sudah sampai disebuah restoran mewah yang sering menjadi langganan makan siang mereka. Mereka langsung memilih posisi meja yang berada dipojok rumah makan itu.Tak lama kemudian seorang pelayan datang membawa buku menu dan ia dengan sabar berdiri menunggu tamunya memilih menu makanan yang ditawarkan dirumah makan itu.“Mau makan apa sayang ?” Tanya Devano sambil membolak-balik buku menu itu.Kasandra yang duduk disamping Devano merapatkan tubuh kebadan suaminya itu seraya ikut memilih. Ia menunjuk-nunjuk beberapa gambar makanan yang ingin mereka pesan.“Sialan perempuan ini, ia selalu saja bisa menggaet laki-laki tampan dan berduit. Uuuh...” Andini merutuk didalam hatinya. Ia merasa iri kepada nasib Kasandra yang menurutnya selalu beruntung.Dendi melirik Andini dengan ekor matanya. Suasana terasa sangat garing dan kurang bersahabat.“Kamu mau makan apa An..?” Dendi bertanya
Jadi...? Kalau bukan aku istrimu, lalu siapa..? Kasandra...??!!”Duaar...Bagaikan petir yang tiba-tiba datang menyambar, Devano terlonjak kaget mendengar teriakan Andini yang cukup keras. Ia tidak menyangka kalau Andini akan berkata demikian. Devano marah mendengar Andini menuduh istrinya sembarangan. Namun ia bersabar karena ingin mengetahui lebih banyak lagi informasi tentang Kasandra dan Dendi dari pertengkaran itu.“Tak beres ini perempuan. Masa baru kenal sama istriku dia sudah berani menuduh demikian.” Geram Devano dalam hati.“Sudahlah Andini, tidak baik ribut dirumah orang. Kamu tidak tahu sopan santun...!” Dengus Dendi dengan wajah makin memerah marah. Lelaki itu bersiap untuk melangkah menuju kamarnya.“Kamu laki-laki yang tidak tahu malu. Tidak punya etika. Sudah tahu Kasandra itu sudah menikah dengan sahabatmu sendiri, dan kamu sengaja datang kemari untuk kembali memadu kasih dengan mantan kekasihm
(Silva, bisa nggak kita ketemu dirumah makan biasa siang ini)Sending....Devano mengirim pesan kepada Dr. Silva sahabat kecilnya yang juga tinggal di Surabaya. Kebetulan ia sudah sampai dikantor cabang Surabaya dan butuh teman untuk bicara.(Kamu di Surabaya Dev ? Baiklah nanti kita ketemu ditempat biasa)Silva membalas pesan dari Devano dan langsung mengirimkannya.Seperti biasa jika Devano sedang berada di Surabaya ia akan mengajak Silva makan bersama. Mereka sering mengobrol tentang masa kecil yang telah mereka lalui bersama. Walaupun sekarang mereka sudah sama-sama berumah tangga namun mereka masih bersahabat dan saling bertukar pikiran.Pagi sudah merangkak siang. Devano bersiap meninggalkan kantornya untuk memenuhi janji bertemu dengan Dr. Silva sahabat kecilnya.“Hei, selamat siang calon Bapak...!” Suara ceria Dr. Silva membuyarkan lamunan Devano yang sibuk memainkan gawainya untuk mengusir kejenuhan.“Lama bang
Devano tak mampu mengendalikan rasa kecewa dihatinya. Cintanya yang suci dikhianati begitu saja oleh istri yang sangat ia cintai. Dan lebih membuat Devano sakit adalah, selingkuhan istrinya tak lain tak bukan adalah sahabatnya sendiri yang sudah dianggapnya seperti saudara.“Sabar ya Dev. Aku yakin kamu bisa melewati semua ini.” Dr. Silva sudah berada disamping Devano yang tertunduk lesu diatas sebuah bangku panjang yang ada disebuah taman disamping area parkir rumah sakit tersebut.“Apa yang harus aku lakukan Sil ?” Tanya Devano dengan suara serak. Ia menundukkan kepalanya karena merasa malu menatap wajah sahabatnya dari kecil itu.“Aku rasa semua ada hikmahnya Dev.” Sahut Dr. Silva terdengar bijak. Kalimat Dr. Silva barusan sanggup membuat Devano mengangkat kembali wajahnya dan menatap Dr. Silva penuh pertanyaan dalam benaknya.“Hikmah apa maksudmu ?” Tanya Devano tak mengerti.“Kamu anak satu-satunya d
“Siang Pak”“Selamat siang !” Devano membalas sapaan beberapa karyawannya yang berpapasan dengannya dipintu masuk kantor cabangnya yang berada dikota Surabaya.Semalam Devano tidak bisa tidur hingga ia harus kesiangan tiba dikantornya.“Ada tamu dari Jakarta Pak !” Lapor Lilis yang bertugas dibagian penerima tamu.“Tamu dari Jakarta ?” Devano mengerutkan dahinya.“Dimana dia ?”“Ada diruang tunggu Pak. Dia sudah menunggu sekitar dua jam.” Jawab Lilis menerangkan.“Baiklah, saya akan kesana !” Sahut Devano langsung menuju ruang tunggu yang dimaksud Lilis.“Selamat siang !” Sapa Devano kepada seorang wanita yang duduk diruang tunggu dengan posisi membelakang kearah pintu masuk.Wanita itu membalikkan badan dan menoleh ke arah Devano.“Andini ?”“Deeev...!!”Andini langsung bangkit dan spontan memeluk Devano
“Dev, temani aku disini. Aku tidak punya tempat mengadu selain padamu. Dendi saja bisa memberikan perhatian kepada Kasandra, kenapa kamu tidak berbuat sama kepadaku.” Tutur Andini dengan desahan basah suaranya sembari duduk disisi tempat tidur dan memeluk pinggang Devano dengan posisi wajahnya menyentuh bawah perut lelaki itu.Devano merasa ada yang bergerak dibawah pusarnya. Benda itu menegang dan terangsang dengan hebat. Hal itu juga dirasakan oleh Andini, seakan sebuah tongkat pendek yang semakin keras menekan jidatnya.“Aku merindukan belaian seorang laki-laki yang tidak kudapatkan dari Dendi, kurasa kamu juga begitu Dev. Kita bernasib sama.” Andini semakin berani dan mencium bagian vital Devano walaupun terhalang kain celana Devano.“Maaf An. Ini tidak boleh terjadi !” Sahut Devano segera mengusir bayangan erotis yang hampir saja menguasai benaknya. Ia melepaskan lingkaran tangan Andini dipinggangnya dan berjalan mundur b
Andini mempersiapkan diri menyambut kedatangan Devano yang akan mengajaknya dinner.Sebuah gaun berwarna kuning emas berleher rendah dan pas badan membuat penampilan Andini super seksi malam itu. Bahan gaun silk yang berkilau menempel begitu manis membalut kulit Andini yang putih bersih. Gaun tanpa kerah dengan leher lumayan rendah membuat buah dada Andini terlihat lebih menonjol dan merangsang. Ditambah lagi dengan desain busana yang super ketat mencetak body Andini yang aduhai dengan tinggi badan 163 cm. Pinggul Andini yang memang tergolong besar begitu terlihat sempurna ditambah dengan high hill yang ia kenakan dengan warna senada. Malam itu Andini berdandan habis-habisan layaknya bagaikan seorang perawan yang akan dilamar bujang.Ia juga merias wajahnya dengan sentuhan warna yang serasi padan dengan busana yang ia kenakan malam itu. Brush on dan bulu mata palsu tidak ketinggalan menyempurnakan penampilannya. Rambut Andini yang cukup panjang ia biar tergerai jatuh diata
Didalam mobil Devano tidak bisa diam. Kini Dr. Silva yang menjadi objek sasarannya hingga Dr. Silva kerepotan dan kesulitan mengendalikan laju kendaraanya. Devano terus merengsek mendekati Dr. Silva, meraba-raba dada dan menciumi wajah serta bibir Dr. Silva dengan membabi buta.“Apa-apaan sih kamu Deev...!” Teriak Dr. Silva kewalahan menghadapi serangan Devano. Dengan tangan kirinya Dr. Silva berusaha mendorong wajah Devano dan tangan kanan mengendalikan setir mobil.“Aku sudah tidak tahan Sil... Berhentilah dulu disini, kita lakukan sebentar Sil..!” Bagaikan anak kecil Devano terus merengek. Bahkan ia mulai berusaha membuka pakaiannya sendiri.“Hentikan Deeev....!”“Plaak..!”Satu tamparan lagi mendarat dipipi Devano. Namun Devano seperti tidak merasakan itu. Ia terus menyerang Dr. Silva dengan berusaha memeluk dan menciumi dokter muda yang sedang menyetir mobil tersebut. Laju mobil tersendat-sendat bahk
Upacara pemakaman Kasandra cukup menguras air mata. Dendi dan Devano turut serta menyambut jenazah Kasandra dan membaringkannya di liang lahat. Ucapan doa tak putusnya mereka penjatkan kepada Tuhan yang maha esa agar Kasandra mendapat ampunan atas segala kesalahan yang telah ia perbuat selama hidup di dunia.Setelah tanah di timbun, mereka duduk mengitari gundukan tanah yang masih basah. Devano mengusap papan nisan Kasandra dengan hati nelangsa.“Selamat jalan istriku, semoga arwahmu tenang di sana.” ucap Devano lirih.Sebelum meninggalkan pusara Kasandra mereka semua memanjatkan doa bersama yang di pimpin oleh Rio.*Tiga bulan berikutnya Devano menikah dengan dengan Dr. Silva yang pesta pernikahannya di samakan dengan Andini dan Rio. Mereka hanya menggelar pesta sederhana namun cukup hikmat dan penuh bahagia.Devano dan Dr. Silva menempati sebuah kamar di rumah Mirna. Hal itu adalah permintaan Mirna dan Sofina agar mereka bisa mengasuh Dea
Satu jam kemudian Dr. Silva dan Andini sudah sampai di halaman rumah sakit. Hari sudah mulai gelap lampu halaman rumah sakit di nyalakan dengan sinar temaram.Dengan bergegas mereka memasuki gedung rumah sakit dan setengah berlari menuju ruangan Kasandra.Di sana sudah terlihat Devano, Dendi dan Rio serta Dr. Veno mengelilingi tempat tidur Kasandra. Kasandra berbicara terbata-bata dan ia kini sedang memegang tangan Devano. Suaranya lirih kadang tidak jelas terdengar.“Ada apa Ven?” tanya Dr. Silva kepada Veno yang berdiri di bagian kepala Kasandra.“Terminal lucidity !” ujar Dr. Veno tapi lirih berbisik ke telinga Dr. Silva.“Haaah..??” Dr. Silva berteriak tertahan lalu menutup mulutnya dengan telapak tangannya.Sebagai Dokter tentu ia tahu istilah terminal lucidity yang barusan di sebutkan oleh teman sejawatnya itu.Terminal lucidity adalah istilah bagi pasien yang tiba-tiba sehat tapi akan meninggal dalam
“Oh Andini ingin bertemu? Ada apa ya?” Dr. Silva baru memeriksa ponselnya setelah keluar dari ruangan Kasandra, dan melihat Andini mengirim pesan untuk bertemu dengannya.Andini juga mengirimkan lokasi yang nampaknya di pantai tempat ia dan Kasandra pernah bertemu sebelum ia berangkat ke Amerika.(Otw)Send...Dr. Silva segera membalas pesan Andini mengatakan bahwa dirinya sedang menuju ke tempat Andini menunggu. Ia lalu berpamitan kepada Dr. Veno dan langsung dengan mobilnya menuju lokasi yang di kirimkan Andini.Jalanan yang cukup macet menjelang sore itu membuat perjalanan sedikit terhalang.Sementara itu Andini masih menunggu kedatangan Dr. Silva di tepi pantai. Ia menikmati suasana sore yang cukup cerah di pantai yang tidak terlalu ramai itu.Hanya beberapa orang saja nampak bermain di bibir pantai sekedar berkejaran dengan ombak. Kebanyakan dari mereka adalah pasangan muda mudi yang mungkin tengah mengukir janji.Hampir
"Aku tidak tahu harus berdiri di mana dan berpihak kepada siapa.” ucap Andini lirih sambil menyeruput orange jus di depannya. Kemelut nampak bergayut di matanya yang menerawang memandang arah tak tentu.Rio yang duduk berhadapan dengannya yang hanya di pisahkan oleh sebuah meja, terlihat mengangkat bahunya. Lelaki itu masih membolak-balik album menu makanan yang ingin ia pesan untuk hidangan siang itu.Tak lama kemudian Rio menemukan menu yang sesuai dengan seleranya lalu memanggil pelayan dan memesannya. Andini yang sudah terlebih dahulu memesan makanan untuknya, kini sibuk mengaduk-aduk orange jus. Pikirannya menerawang memikirkan Devano dan Dr. Silva. Andini merasa, mereka berdua sudah menjadi bagian dari dirinya. Kalau salah satu dari mereka bersedih, Andini pun akan merasa kehilangan kegembiraannya.“Aku juga tak habis pikir kenapa Silva berpaling secepat itu dari Dev. Kabarnya Silva akan menikah dengan Dokter Veno.” sambung Andini dengan nada p
Siang itu Dr. Veno memanggil keluarga terdekat dari Kasandra yang merupakan pasiennya. Mereka di kumpulkan di ruang kerjanya guna untuk membicarakan langkah-langkah yang memungkinkan untuk merangsang kesadaran Kasandra yang hampir dua minggu mengalami koma.Di dalam ruangan itu sudah duduk Devano sebagai suami pasien dan Dendi yang menggendong Dean. Tak lama kemudian Dr. Silva masuk dan langsung di persilahkan oleh Dr. Veno untuk duduk di sebelahnya. Dr. Silva segera menduduki kursi yang telah di sediakan Dr. Veno untuknya, tanpa menoleh apalagi menyapa Devano yang telah lebih dahulu berada disana.“Baiklah, saya akan menjabarkan kondisi terkini dari pasien yang bernama Nyonya Kasandra.” ucap Dr. Veno memulai pembicaraan.“Secara medis, kami dari pihak rumah sakit telah melakukan serangkaian usaha penyembuhan dan pemulihan kesadaran dari pasien kami, Nyonya Kasandra.”“Tapi perlu saudara-saudara ketahui bahwa, pengobatan medis tidak
Tok tok tok...Pintu ruang kerja Devano diketuk.“Masuk!” teriak Devano dari dalam tanpa mengangkat wajahnya. Pagi itu ia cukup sibuk dengan pekerjaannya yang sudah beberapa hari ia tinggalkan.“Dev!”Sapaan yang barusan menerpa pendengarannya membuat Devano segera memalingkan wajah dari layar laptop yang ada di mejanya ke sumber suara barusan.“Silva...!!” teriak Devano hampir tak percaya. Wajahnya langsung sumringah.Seminggu yang lalu Dr. Silva sudah berangkat ke Amerika untuk mengikuti study program terbaru bayi tabung. Sejak kepergian Dr. Silva, mereka putus kontak karena Dr. Silva telah mengganti semua saluran informasi kepadanya. Kepada Sofina Mama-nya, Dr. Silva juga berpesan agar tidak memberi tahu Devano nomor kontaknya di Amerika.“Kamu sudah pulang, Sil?” ucap Devano dengan mata berbinar.“Iya Dev. Aku mendengar berita tentang tragedi yang menimpa Kasandra dan putranya Dean. Aku memutuskan pulang untuk menjenguk mereka.” jawab Dr. Silva.Sejena
"Saaan! Tunggu...!” seru Devano berusaha mengejar bayangan Kasandra yang menghilang ke sebuah pintu yang Devano tidak tahu kemana arahnya.Yang ia lihat hanyalah Kasandra yang cantik dan segar, tanpa ada noda darah sedikitpun ditubuhnya.Seruan Devano mengagetkan Rio yang berdiri tidak begitu jauh darinya. Ia mengikuti langkah Devano yang berjalan perlahan menuju sebuah sudut ruangan yang menembus ke sebuah lorong yang agak gelap.“Kak!” Rio langsung menepuk bahu Devano dari belakang hingga lelaki itu tersentak kaget.“Astagfirullah!” seru Devano berteriak seketika.“Apa yang Kakak lihat? tanya Rio sambil menarik tangan Devano menuju ruang tunggu kembali.“Aku melihat Kasandra memanggilku.” jawab Devano jujur.“Itu hanya halusinasi, Kak. Karena Kak Dev cukup kaget dan tertekan dengan tragedi ini.” ungkap Rio menjelaskan yang langsung dijawab dengan anggukkan kepala Devano tanda setuju deng
Tubuh mungil Dean segera di sambut oleh para perawat yang sudah menunggu kedatangannya di halaman rumah sakit. Polisi ternyata bergerak sangat cepat, begitu mendapat laporan dari Pak RT, mereka segera menghubungi pihak rumah sakit yang paling dekat dengan lokasi kejadian. Korban dipastikan dilarikan ke rumah sakit tersebut.Dengan kereta dorong beberapa orang perawat langsung membawa Dean ke ruang operasi yang sudah ditunggu seorang dokter senior disana. Beruntung, dokter itu belum pulang karena baru saja melakukan operasi mendadak terhadap seorang wanita hamil yang baru saja mendapat kecelakaan, hingga di dini hari menjelang subuh itu, Dean langsung bisa ditangani dengan baik. Beberapa pecahan kaca yang bersarang ditubuhnya langsung dikeluarkan. Lukanya segera di jahit.Tak lama kemudian Kasandra di antar beberapa warga telah sampai pula di rumah sakit itu. Dengan setengah berlari para perawat mendorong dipan tempat Kasandra dibaringkan menuju ruang operasi. Para petugas
"Sepertinya suara tangisan dari berasal dari rumah ini, Jon!” seru Udin satpam komplek perumahan itu menunjuk rumah Kasandra yang pintu pagarnya tertutup rapat.“Iya, ini kan rumah Mbak Sandra yang pernah kita grebek beberapa bulan yang lalu. Sekarang ia tinggal berdua saja dengan anaknya yang masih bayi disini.” ucap Jono mengingat kejadian ketika Kasandra dan Dendi pernah mereka usir bersama warga lainnya dari komplek itu.“Tapi kok sepi, Din. Jangan-jangan kita salah dengar.” sahut Jono teman seprofesinya itu sambil menghadapkan telinganya ke arah rumah Kasandra.“Jangan-jangaan...!! Hiiii...!” Udin mengangkat kedua bahunya yang bergidik ngeri.“Apaan kamu ini Din, kita harus memeriksanya. Mana tahuan terjadi sesuatu yang membahayakan. Ini tanggung jawab kita, Diiiin!” seru Jono sambil menjewer telinga si Udin hingga lelaki ceking itu menjerit kesakitan.“Apa-apaan kamu ah Jon! Pake jewer-jewer s