“Sedang menikmati hari libur?”
Nathalie melebarkan mata. Suara yang tidak begitu asing baginya itu kemudian terkekeh pelan.
“Apa aku mengganggu waktumu bersama dengan pria itu?”
Belum sempat Nathalie menjawab, seseorang yang ada pada sambungan telepon tersebut kembali bersuara.
Wanita dengan surai panjang itu menyapu pandangan ke sekitar, membiarkan pria yang duduk di sebelahnya penasaran.
“Kau melihatku?”
“Ya. Siapa pria itu? Wajahnya lumayan juga. Kekasih barumu?”
Dengan tangan yang masih memegang ponsel, Nathalie melirik Jordi dari ujung mata. Pria yang memiliki darah asing tersebut tampak mempesona jika dilihat dari dekat. Bahkan hanya dengan keberadaannya, perhatian wanita-wanita yang ada di taman ini seolah tertarik padanya. Mereka berbisik dan kadang juga tertawa, mencuri-curi pandangan pada Jordi.
Nathalie yang melihat jika Jordi tidak menyadari hal tersebut hanya memutar
“Kita bertemu lagi di hari senin.”Suara yang tidak begitu asing itu mendekat. Nathalie menoleh, mendapati Jordi berjalan ke arahnya dengan senyum lebar hingga kedua matanya menyipit. Salah satu tangannya memegang kopi panas yang mungkin baru saja ia beli dari kafetaria. Aroma sedap khas menyeruak masuk menembus hidung wanita itu sehingga ia merasa tenang dalam sesaat.“Kopi?”Pria itu mendekatkan sedotan ke arah Nathalie, yang dibalas dengan gelengan pelan dari wanita itu. Menolak.“Aku tidak akan marah jika kau hanya mencicipinya sedikit.” Jordi kembali mendekatkan ujung gelasnya ke bibir wanita itu. Menunggu Nathalie untuk bergerak selanjutnya.Dan yang dilakukan wanita itu hanya menghela napas pelan. Ia mendongak, mengarahkan pandangan pada sang pria. Membuat Jordi mengangkat sebelah alisnya.“Terima kasih,” kata wanita itu lalu berbalik meninggalkan Jordi. Berjalan mendahuluinya.&l
Rena mengetuk-ngetuk meja kerjanya dengan tidak sabar, matanya terus tertuju pada pintu ruangan kepala redaksi yang tertutup rapat. Siapa pun yang melihatnya sekarang, pasti berpikir ada yang aneh dengan wanita itu. Nyatanya, ia sejak tadi sibuk menunggu seseorang keluar dari ruangan tersebut.Dan ketika pintu berwarna cokelat gelap itu terbuka, sosok yang ia nanti-nantikan sejak tadi muncul dengan wajah seperti biasanya. Tampan. Bak titisan Dewa.Buru-buru Rena bengkit dari kursi dan mendekati Jordi. Sementara Jordi yang melihat Rena berjalan padanya hanya mengernyit.“Jordi … apa yang kau bicarakan bersama dengan kepala redaksi?”Wajah manis wanita itu memancar rasa keingintahuan.“Kenapa kau tidak tanyakan sendiri pada kepala redaksi?” Pria itu menarik tipis sudut bibirnya. Menatap wanita itu sekilas sebelum akhirnya melanjutkan langkah kakinya.Rena yang mematung dalam beberapa saat itu kemudian kembali ter
“Tuan Kai, rencana pembangunan restoran tersebut sudah ditentukan. Apa Anda benar-benar ingin membatalkan tempatnya? Kenapa Anda berubah pikiran?”Pria paruh baya dengan jas cokelat tua yang duduk di samping kiri Kai itu menatap sang atasan dengan penuh tanya. Memperhatikan wajah Kai dari jarak dekat sembari mencari tahu masalah yang ada pada diri pria itu. Namun, ia sama sekali tidak menemukan apa pun di sana, wajah Kai dengan tatapan dingin yang menusuk seolah menjadi jawaban.“Aku tahu.” Kai mengembuskan napas pendek, lalu kembali berucap, “Tapi keputusanku tidak pernah berubah. Kita akan tetap ganti lokasi dan melakukan semua dari awal.”Pria dengan kharisma yang menguar jelas tersebut lantas meletakkan kembali dokumen yang ada di tangan. Melirik tanpa minat pada dokumen tersebut, sebelum tatapannya menatap depan. Diikuti suasana yang mengalun tenang.“T-tempat itu adalah pilihan yang strategis. Bagaimana mung
Nathalie merasa lega ketika Jordi mulai menghentikan mobilnya di basement, ia dan pria itu sampai ke NDN dengan tepat meski membutuhkan waktu sekitar dua puluh menit. Tidak ada yang berbicara di antara keduanya sampai Jordi memulai pembicaraan. “Setelah ini kau mau ke mana?” “Pulang.” Wanita itu menjawab cepat sembari terus berjalan. Sementara pria yang kini sedang menatapnya intens tersebut hanya menghela napas. Cukup terbiasa dengan sikap Nathalie yang satu ini. Namun kali ini, ia merasa Nathalie menjadi sedikit dingin dari biasanya. Wanita itu bahkan tidak menatap dirinya yang jelas-jelas berada di samping meski hanya melirik sekilas. “Bukankah seharusnya kau pergi meliput sekarang?” Tiba-tiba saja wanita itu teringat akan satu hal. Dengan segera ia menyalakan ponsel, matanya langsung terbelalak. “Lebih baik kau cepat bergerak,” kata Nathalie, menarik lengan pria itu untuk berjalan cepat. Hampir berlari. Membiarkan Jordi yang ada di belakan
Tidak ada yang lebih menyenangkan bagi Kai selain menikmati wajah indah yang disuguhkan padanya. Wajah yang sangat ia rindukan hingga tidak dapat berpikir jernih dalam beberapa tahun terakhir.Sejenak, ia merasa bahwa Nathalie melupakan keberadaannya. Wanita itu sibuk menikmati makanan sehingga mengabaikan dirinya yang jauh lebih menarik daripada dunia dan seisinya pun.Namun, hal itu adalah pemandangan yang langka bagi Kai. Ia tidak akan mengacaukannya. Kedua mata kelamnya menyusuri setiap sudut dari rumah makan yang mereka masuki. Meski terdapat sedikit perubahan sejak terakhir kali ia ke sini, nuansa yang ada di dalamnya tetap sama. Sebuah rumah makan kecil yang memiliki daya tarik tersendiri dan menyimpan banyak kenangan berharga.Kai masih mengingat dengan jelas saat Nathalie membawa dirinya kemari. Wanita itu terus memaksa dirinya untuk masuk ke dalam meski ia terus menolak. Namun, saat melihat wajah kecewa yang tiba-tiba muncul dari wajah kekasihnya, Kai
“Ada sesuatu yang ingin aku tunjukkan padamu.”Gerakan jemari Nathalie seketika berhenti. Ia lanjut mendongak, memandangi Kai yang kini memasang wajah serius.“Apa?” Ia menurunkan ponsel. Menunggu jawaban dengan raut tenang.Namun, hanya dibalas dengan senyuman tipis yang kini terpatri pada wajah tampan yang ada di hadapannya....Tidak salah lagi. Kai membawa Nathalie di rumah besarnya. Bangunan megah itu tampak tak berpenghuni sebelum pemiliknya kembali. Sangat sepi.Sembari menyandarkan kepala di pinggir jendela, Nathalie terus sibuk dengan pikirannya. Menatap jalanan dalam diam. Hingga pria yang ada di sebelahnya itu menoleh. Memanggil nama wanita yang masih saja melamun meski mobil yang mereka tumpangi telah berhenti sejak menit lalu.“Kenapa kau membawaku kemari? Apa yang ingin kau tunjukkan?” tanya wanita itu seraya menatap intens ke arah Kai.Cukup lama Kai tak segera
“Hal itu berawal ketika aku mendapat perintah dari ayahku.”Kai menarik napas dalam. Kali ini ia harus menceritakan semua yang terjadi pada dirinya. Tidak ingin menutupi apapun dari Nathalie. Karena ia hanya bisa mengandalkan kesempatan ini untuk membuat wanita itu tidak pergi darinya.“Kau pasti tidak menyangka. Ayahku, seseorang yang kau lihat dari luar sangat lembut itu sebenarnya adalah pemimpin mafia di China.”Mata Nathalie seketika terbelalak. Antara terkejut dan tidak percaya.“Aku tidak berbohong,” lanjut pria itu kala ia menyadari raut wajah Nathalie yang berubah drastis.Mengetahui jika Nathalie hanya diam, Kai kembali meneruskan ceritanya.“Di umurnya yang sudah mulai menua, dia memutuskan untuk mengalihkan kepemimpinan tugasnya padaku.”“Dan kau tidak menolak?” sela Nathalie kemudian.Kai menggeleng. “Aku menolak, Thalia. Saat itu aku langsung menola
Pagi-pagi sekali, Nathalie disuguhkan oleh pemandangan seorang pemimpin Hyden yang tengah mondar-mandir memeriksa sesuatu di atas kompor. Celemek biru tua polos yang melekat membuat Kai terlihat seperti juru masak yang andal. Tidak menyadari kedatangan Nathalie, karena ia sibuk memeriksa rasa buah hasil dari tangannya tersebut. Lalu, beberapa bumbu terlihat dituangkan lagi.“Kai ….”Sesaat mengerjap. Barulah beberapa detik, pria itu membalikkan badan. Tersenyum tipis.“Oh, kau sudah bangun?” Kai bertanya. Meski ia tahu jika pertanyaan yang ia lontarkan tidak perlu dijawab.Dan wanita yang berjarak tiga meter di hadapannya itu mengangguk, melirik sekilas pada kesibukan pria itu.“Aku membuat sup kaki ayam. Makanan kesukaanmu di pagi hari," ujar Kai ketika menyadari ke mana arah pandangan Nathalie menelisik.Nathalie kembali mengangguk. Ikut melempar senyum.“Terlihat lezat. Tapi maaf, sepertin