"Hah?" Rayhan refleks mengusap-usap sekitar mulutnya. Dan malah ditertawakan oleh Bella. Pertanda wanita itu mengerjainya. "Jangan sembarangan, ya. Aku kalau tidur nggak pernah ngiler." "Kamu mana tahu kamu ngiler apa enggak. Kan kamu tidur." "Ya pokoknya aku tahu kalau aku nggak pernah ngiler." Rayhan menegaskan dengan kesal. Bella tertawa dan mengangguk-angguk. "Iya, iya, percaya kok." "Kamu ngapain ke sini? Ada yang mau dibicarain?" tanya Rayhan. "Kamu pasti nggak cek hape kamu, ya? Aku teleponin dari tadi nggak diangkat.""Iya, tadi aku habis selesai rapat. Maaf, belum sempet cek hape. Emang ada yang penting, ya?"Bella menggeleng. "Bukan hal yang terlalu penting juga, kok. Cuma aja, kata Melissa, Mike mau ngajakin kita buat double date nanti malam. Kamu bisa nggak?" "Double date?" Bella mengangguk-angguk. "Iya. Tapi kalau kamu capek juga, nggak apa-apa, kita nggak usah ikut." "Kamu pengen ikut?""Aku ngikut kamu aja," kata Bella santai."Ya udah, aku bisa kok," jawab Rayha
Mike melotot. "Udah berangkat? Mama berangkat dari subuh apa gimana?" Dia mengecek jam tangannya. "Sekarang aja masih terlalu pagi buat berangkat kerja. Nah mama udah berangkat dari tadi? Jangan-jangan mama tidur sambil jalan ya, Om?"Vicko yang sangat mengenal tabiat keponakannya itu hanya bisa geleng-geleng kepala sambil terus tersenyum saja."Boleh nggak, kalau aku pindah aja kerja di kantor Om Vicko? Capek banget diomelin mama terus." Mike mengeluh betapa cerewetnya sang mama. "Om sih, enak. Nggak perlu tiap hari ke kantor nggak ada yang ngomelin." Vicko malah tertawa. "Padahal Om juga pengen ada yang cerewet dan mengomeli Om." Mike pun nyengir. Dia tak bermaksud menyinggung Vicko yang berstatus duda itu. "Hehehe ... yang sabar ya, Om. Ya udah, aku berangkat dulu, Om. Nanti mama bakalan ngamuk-ngamuk kalau aku datengnya telat." "Hati-hati." Mike pun melenggang pergi. Seperginya Mike, Vicko mendapat telepon dari seseorang. "Halo? Oh, Pak Kenzo." Vicko tampak sangat senang mend
Bella bermaksud mau mendekati Rayhan, tapi Daniel melarangnya. "Mau ke mana? Mau ke tempatnya Rayhan?" "Iya.""Nggak usahlah. Kamu lihat sendiri kan, dia? Dia lagi sibuk pertemuan sama kliennya. Apa kamu mau ganggu?" "Tapi ...." "Kamu takut Rayhan cemburu? Aku pikir, dia nggak cemburu deh, sama kamu. Kamu lihat kan tadi, ekspresinya biasa-biasa aja. Itu tandanya dia percaya sama kamu," kata Daniel yang sebenarnya dia yakin kalau Rayhan cemburu. Bella masih khawatir, tapi Daniel terus membujuknya. "Udahlah, nggak apa-apa. Rayhan pasti ngerti kok, kalau kita cuma mau makan siang biasa aja. Kayaknya di sini tempatnya udah penuh deh, gimana kalau kita cari tempat lain aja buat makan?" Bella masih terus memandang ke tempat Rayhan yang sedang berbicara serius dengan orang yang diyakini Bella merupakan orang penting itu. "Yuk." Daniel merangkul Bella dan mengajaknya pergi, tujuannya pasti supaya Bella tidak bertemu dengan Rayhan. Saat Bella dan Daniel keluar, Rayhan menegakkan kepalany
Mobil Bella melaju membelah keramaian kota Jakarta. Dia sedang dalam perjalanan menuju tempat janjiannya dengan Rayhan malam ini. Jam digital di ponselnya menunjukkan waktu yang hampir merapat ke pukul tujuh malam. Bella semakin tak sabar untuk segera sampai ke sana dan menjelaskan semuanya tentang pertemuannya dengan Daniel tadi siang. Kenyataan bahwa sampai sekarang Rayhan tidak menelepon atau membalas chat-nya membuatnya khawatir akan ada kesalahpahaman di antara mereka. Sebuah panggilan masuk ke ponselnya. Bella mengira itu adalah telepon dari Rayhan, tapi ternyata bukan. Evellyn yang meneleponnya. "Halo, Ma. Kenapa?" Bella sudah membelokkan mobilnya ke halaman Sweet Cafe saat menerima telepon dari mamanya. "Bella, ini saya," terdengar suara seorang perempuan di ujung telepon. Bella pun langsung mengenali suara tersebut. "Kak Maya? Kok Kakak pegang hape mama?" "Saya hanya mau memberitahu, kalau sekarang Bu Direktur ada di rumah sakit." Wanita bernama Maya yang merupakan sekre
Seseorang bersepatu hitam mengkilat dengan celana panjang berwarna selaras, berjalan dengan langkah santai di sebuah lorong rumah sakit. Setelah berjalan jauh, dia berhenti di depan sebuah ruang rawat inap VIP. Dia buka pintu tersebu dan masuk ke dalam. Evellyn sedang tertidur dan tidak menyadari ada seseorang yang masuk ke ruang inapnya. Dia sedang sendirian saat ini. Laki-laki itu terlihat meletakkan sekeranjang buah-buahan segar di atas sebuh meja kaca yang berada di ruangan tersebut. Lalu dengan langkah perlahan, dia mendekati Evellyn yang masih tertidur dan berdiri di sebelahnya. Entah karena merasa ada yang datang atau karena memang kebetulan terbangun, Evellyn membuka matanya. Dan saat melihat di sebelahnya mendadak ada orang selain Bella, dia tampak terkejut. Lebih tepatnya kehadiran orang ini tidak diharapkannya. "Kamu?" Rayhan tersenyum tipis. Sangat tipis sampai tak terlihat kalau dia sedang tersenyum. Paling tidak, dia sudah berusaha tetap bersikap ramah daripada harus
"Lebih baik Bella nggak pernah tahu sampai kapan pun. Iya, dia nggak boleh tahu tentang penyakit aku, Ra. Aku harap kamu jangan bocorin apa-apa ke dia," pinta Rayhan dengan sungguh-sungguh. "Tapi, Ray---" "Bella nggak boleh tahu. Okey?" Rayhan menegaskan sekali lagi. "Kamu bisa jaga rahasia kan, kali ini? Aku yakin kamu bisa, karena kamu juga udah pernah menyembunyikan sesuatu dari aku." Sebenarnya Naura kurang setuju kali ini. Mengingat masalah sebelumnya betapa hancurnya Rayhan saat mengetahui penyakitnya, Naura juga yakin hal itu pasti akan terjadi juga pada Bella. Sekarang atau nanti akan sama saja. Walaupun tidak mau membayangkan kemungkinan terburuk, tapi jika Bella tahu lebih awal, dia bisa mempersiapkan dirinya. Ibarat apabila seseorang berjalan dan tahu di depannya ada lubang, orang itu tidak akan jatuh ke lubang tersebut. Akan tetapi jika Rayhan yang memintanya untuk tidak mengatakan apa-apa, Naura tak bisa menolak. Mungkin saja Rayhan sudah mempersiapkan waktu yang tepa
Rayhan merasa sedih. Dulu saat mengatakan janji untuk tidak akan pernah meninggalkan Bella lagi apapun yang terjadi, dia sangat yakin. Tapi kenapa sekarang dia ragu? "Kamu nggak lupa sama janji kamu, kan?" "Hm. Aku nggak lupa, kok." Bella merasakan ada yang aneh, lalu melepaskan pelukannya dan mengamati tubuh Rayhan dengan seksama. Dia bahkan memegang-megang pipi Rayhan. "Kenapa, sih? Kok ngelihatinnya gitu banget?" "Kok kamu kurusan ya, Ray?" tanya Bella setelah mengamati dan merasakan pelukannya tadi.Rayhan mengakui belakangan ini dia tidak napsu makan. Kalau pun makan itu pun dia paksakan dan tidak sebanyak biasanya. Jadi wajar jika mungkin berat badannya turun, karena dia juga kadang lupa makan saat sedang sibuk bekerja. Atau mungkin dia kurus karena penyakitnya? "Masa sih?" Rayhan pura-pura tidak tahu. "Enggak, kok. Perasaan kamu aja kali." "Kamu pasti sering ngelewatin makan karena terlalu sibuk, kan? Tadi kamu udah makan siang belum?" Bella langsung menginterogasi.Rayha
Vicko yang ada di sebelahnya hanya bisa menghela napas. "Awalnya Papa memang nggak tahu. Tapi setelah Papa ketemu langsung, Papa lumayan kaget juga, sih.""Terus Papa sengaja mempertemukan Tante Sofia dan Om Hilman?"Vicko mengangguk. "Sudah dua puluh tahun mereka bercerai, dan tante kamu masih tetap sendiri sejak itu. Kak Hilman pun hanya pernah menikah sebentar lalu bercerai, dan menduda sampai sekarang. Papa pikir mungkin mereka masih belum bisa melupakan satu sama lain. Jadi nggak ada salahnya Papa mempertemukan mereka kembali.""Papa mau berlagak jadi mak comblang buat mereka?"Mendengar kata 'mak comblang' membuat Vicko tertawa geli. "Bisa dibilang begitu. Papa pikir mereka nggak akan secepat ini memutuskan untuk kembali bersama. Tapi jujur, Papa senang kalau tante kamu bisa rujuk lagi dengan mantan suaminya. Dia nggak akan sendirian lagi seenggaknya."Rayhan menatap papanya penuh makna. "Apa Papa juga mau aku comblangin sama mantan Papa?"Vicko tahu ke mana arah pembicaraan ini
Mike sedang sibuk dengan ponselnya---membaca berita di internet dalam keadaan tenang. Tiba-tiba ada keributan datang dan mengganggu ketenangannya. Empat anak kecil---dua perempuan dan dua laki-laki yang semuanya masih kecil-kecil berlari menghampirinya. "PAPA!!!!" Mike kaget dan buru-buru meletakkan ponselnya dan menyambut kedatangan mereka. "Ada apa? Kenapa ribut-ribut?" tanya Mike. "Kalian nggak sekolah?" "Aku belum sekolah, Pa," kata salah satu anak perempuannya yang masih kecil. "Aku masih tiga tahun." "Maksud Papa, kakak-kakak kamu itu." Mike menunjuk ketiga anaknya yang lainnya. "Kenapa kalian nggak sekolah?" "Ini kan hari Minggu, Pa," kata salah satu anak laki-lakinya. "Papa aja santai-santai di rumah, nggak kerja." "Apa?" Mike bengong. "Masa Papa nggak tahu kalau hari ini hari Minggu? Ih, ternyata Papa kita payah." Mike langsung kesal. "Hei, biar payah gini, aku ini papa kalian, tahu. Kalau Papa nggak ada, nggak mungkin kalian bakalan ada." Mike mengatakan hal-hal yan
Sepuluh Tahun Kemudian .... Bella sedang menjalani syuting film terbarunya di sebuah taman bermain. Dia berdialog panjang sekali, sampai-sampai harus mengulang sampai tiga kali karena salah terus. Dan di take ke tiga-nya .... "Kamu nggak tahu kenapa aku melakukan ini?" kata Bella dalam dialognya bersama seorang pria yang menjadi lawan mainnya. "Sudah 15 tahun aku menunggu kamu, tapi apa? Kamu hanya memberikan janji-janji tapi nggak pernah menepatinya. Kalau kamu terus seperti ini, mendingan kita---" "MAMA!!!!" Dialog Bella lagi-lagi terputus, kali ini bukan karena Bella lupa dialognya, melainkan ada yang memanggilnya di luar syuting. Dua anak laki-laki memakai seragam SD dan seorang anak perempuan memakai seragam TK berlari ke arahnya dan memasuki lokasi syuting. Mereka bertiga mendekati Bella. "CUT! CUT! CUT!!" teriak sutradara. "Aduh, ada apa lagi sih, itu?!" Sutradara mulai frustrasg "Mama, ayo pulang!" rengek salah seorang anak laki-lakinya yang kembar. "Iya, Mama!" si kemb
Daniel melihat ke foto yang dirobek Naura, lalu tersenyum kecil. "Nyerah?" Naura terdiam, memandangi fotonya yang sudah terpisah dengan foto Rayhan. "Menurut kamu?" "Aku juga udah berusaha sekuat tenaga untuk mendapatkan apa yang aku mau. Tapi memang, ada hal-hal yang seharusnya memang bukan menjadi milik kita. Sekeras apapun usaha kita untuk ngejar dia, kalau emang dia bukan milik kita, pasti akan tetep ninggalin kita." Naura masih diam, memandangi foto Rayhan. "Gimana kalau aku nyaranin, mendingan kamu mulai lupain dia?" tanya Daniel. "Emang itu yang mau aku lakuin sekarang," jawab Naura. "Aku udah cukup bahagia Rayhan sekarang sembuh. Aku juga bahagia, kalau Rayhan bahagia." Daniel menoleh, memandangi Naura dengan tatapan aneh. Sebuah pemikiran pun terlintas di benaknya. "Ra?" "Iya, kenapa?" "Kamu mau ikut aku ke Sidney?" tanya Daniel tiba-tiba. Naura memandang Daniel---bingung. "Sidney?" "Aku bakal bantu kamu buat bisa ngelupain Rayhan sepenuhnya," ujar Daniel. "Untuk m
Satu tahun kemudian .... Bella berlari-lari sambil membawa sepatu hak tingginya. Dia berlari di atas rerumputan hijau yang subur, dan berkali-kali dia menginjak tanah becek karena sepertinya habis hujan deras tadi malam. Tentu saja dia sangat kesusahan berlari apalagi dengan mengenakan sepatu hak tinggi, makanya dia memutuskan untuk telanjang kaki saja.Setelah lari-lari dan menghadapi beberapa rintangan, seperti tanah becek, genangan air, dan lain-lain, Bella sampai juga di tempat tujuan. Sebuah pohon besar yang sudah tidak asing lagi untuknya. Napasnya terengah-engah dan hampir saja dia tidak bisa bernapas karena terlalu lelah."Terlambat dua menit, lima puluh tiga detik," kata seseorang.Bella berteriak kesal. "HEI!"Seseorang berdiri membelakangi Bella sambil menatap pohon besar tua di depan matanya yang daunnya tampak lebat dan hijau subur. Rayhan memutar tubuhnya dan tersenyum jahil padanya. "Aku kan udah bilang, aku nggak punya banyak waktu. Aku suruh kamu dateng dalam waktu l
FlashbackRayhan dan Vicko menghabiskan akhir pekannya dengan pergi memancing sesuai rencana. Tempat yang mereka pilih untuk acara memancing adalah sebuah sungai besar yang terletak di tepi hutan. Air sungai yang jernih serta dikelilingi banyak bebatuan, menjadikan tempat itu sangat nyaman untuk bersantai sambil memancing. "Udaranya seger ya, Pa?" Rayhan yang duduk di atas bebatuan sambil memegang kail pancingnya, berkata pada sang papa yang juga melakukan hal yang sama di sebelahnya. "Iya, kebetulan cuaca agak mendung jadi nggak panas. Mudah-mudahan aja nggak hujan." Vicko menengadah ke langit dan melihat gumpalan awan abu-abu yang tersebar di langit sejak pagi tadi. "Sebenernya ya, Pa. Dari pada mancing, aku lebih suka nyemplung aja ke sungai terus berenang." Rayhan berkata sembari tertawa. "Aku udah lupa kapan terakhir kali mandi di sungai." "Waktu kamu kelas 1 SD dan Papa bawa kamu pulang sambil dijewer kupingnya." Vicko menjawab sekaligus mengingatkan. Jawaban Vicko sukses m
Sambungan flashback"Aku janji nggak akan lupa sama pelajaran sekolah kok, Ma." Bella memberikan pembelaan. "Sekolah tetep jadi yang utama buat aku. Lagian, kita pacarannya nggak akan macem-macem, kok."Rayhan mengangguk lagi, mengiyakan ucapan Bella. "Betul, Mama---emm maksud saya Tante. Kita berdua nggak akan ngelakuin hal-hal yang aneh, kok.""Saya sudah menyuruh kamu diam, ya." Evellyn melotot ke arah Rayhan. "Kenapa kamu main nyerobot saja dari tadi? Diam."Rayhan menutup mulutnya rapat-rapat dan kembali menganggukkan kepalanya.Evellyn kembali menatap ke arah putrinya. "Bella, kamu nggak pacaran aja nilai kamu sudah jelek. Kamu bahkan menempati urutan ke tiga terendah di kelas kamu. Apalagi sekarang kamu sok-sok an pacaran segala? Mau jadi apa kamu nanti? Sebenarnya kamu ke sekolah buat belajar apa buat pacaran, sih?""Aku janji bakal rajin belajar kalau Mama ngijinin aku sama Rayhan pacaran, Ma." Bella tetap bersikeras. "Kamu pikir Mama percaya? Pokoknya Mama nggak setuju kali
Bella kembali ke lantai dasar dan sampai di lapangan basket sekolah. Dulu, tempat itu selalu ramai tiap kali jam istirahat karena ada banyak murid laki-laki yang bermain basket di sana dan para murid perempuan menjadi penonton.Di sisi yang lain, dulu pernah ada sebuah panggung hiburan di sana saat pentas seni sekolah. Di panggung itu dulu Bella dan Rayhan berduet menyanyikan lagu sampai tragedi Rayhan lupa lirik dan semua teman-temannya melempari mereka dengan segala macam benda yang ada termasuk sepatu.Pengalaman yang tak akan pernah terlupakan oleh Bella."Bella!"Bella menoleh lagi mendengar namanya disebut. Lalu dia seolah berada di masa belasan tahun yang lalu, saat hujan turun ketika pelajaran olahraga.Rayhan remaja membawakan payung berwarna kuning dan menghampiri Bella remaja yang sedang asik menikmati hujan pertama di lapangan, sementara semua teman-temannya berteduh."Kamu ngapain hujan-hujanan?" tanya Rayhan remaja sambil memayungi Bella remaja yang seragam olahraganya s
Hari ini tiba-tiba Bella ingin mengunjungi SMA tempatnya dulu bersekolah. Setelah berkali-kali hanya lewat dan lebih sering mengunjungi taman belakangnya yang merupakan tempat kencan favoritnya bersama Rayhan, kali ini Bella menyempatkan mendatangi sekolah lamanya dan menyapa beberapa guru yang dulu pernah mengajarnya di kelas. SMA Pelangi---papan nama itu masih tetap terpampang dengan jelas di atas pintu gerbang. Bella sengaja datang di saat jam pelajaran berlangsung karena dia ingin berjalan-jalan di sekolah tanpa ada keramaian. Ketika melangkahkan kakinya memasuki halaman sekolah, Bella langsung bernostalgia tentang masa-masa SMA nya dulu. Seolah dia melihat dirinya sendiri yang memakai seragam SMA sedang berlarian bersama teman-temannya---dengan tawa candanya. Senyuman Bella mengembang saat dia mulai teringat masa remajanya dulu. Dia melanjutkan langkahnya menuju serambi sekolah. Suasana sangat sepi seperti yang dia harapkan dikarenakan proses belajar mengajar masih berlangsung
Bella memarkir mobilnya di tepi jalan dengan lampu sein sebelah kiri menyala. Di dalam ada Daniel yang duduk di sebelahnya. Suara kendaraan berlalu lalang menjadi latar belakang."Sebelumnya aku mau minta maaf sama kamu, Bel." Daniel membuka percakapan mereka. "Aku minta maaf karena udah minta kamu buat ketemu sama mama aku. Aku juga nggak tahu ternyata mamaku kayak gitu. Aku pikir dia minta mau ketemu kamu buat tujuan yang baik. Nggak tahunya ...." Daniel benar-benar menyesalkan semuanya."Nggak apa-apa. Aku ngerti, kok." Bella berusaha memahami perasaan Daniel, walaupun dia merasa sedikit tersinggung dengan ucapan Catherine tempo hari. "Aku juga minta maaf mewakili mama aku, Bel. Aku janji, aku bakal kasih pengertian lagi ke mama. Aku nggak akan nyerah biar mama aku bisa terima kamu.""Dan." Bella berusaha menjelaskan. "Aku yang harus minta maaf ke kamu. Mungkin selama ini aku terkesan ngasih harapan palsu ke kamu."Daniel seolah tahu apa yang akan dikatakan Bella selanjutnya, tamp