Setelah berada di depan kamar kakaknya, Billy segera memencet bel dan tidak lama setelah itu pintu kamar terbuka dan ternyata yang membuka pintu Adalah Shela."Kalian ... Kenapa bisa bersama?" tanya Shela dengan wajah terkejut. Lebih terkejut lagi ketika pandangannya terarah ke bawah, ke arah tangan Billy dan Nindy yang saling bertautan."Siapa Shel?" Tiba-tiba saja terdengar suara lantang dari dalam yang Nindy yakini adalah suara Kakak Billy, Sania."Billy dan temannya, Kak," jawab Shela dengan lantang juga agar suaranya terdengar sampai ke dalam."Minggir. Kamu menghalangi jalan."Secara spontan, Shela menggeser tubuhnya ke dinding.Ketika Billy akan melangkah masuk, Shela segera mencekal sikunya dan pemandangan itu dilihat oleh Nindy. "Aku mau bicara sama kamu.""Bicara aja di sini.""Aku mau bicara berdua aja di luar."Billy melirik sebentar pada Nindy, kemudian berkata, "Oke, kita bicara di luar." Setelah mengatakan itu, Billy beralih pada Nindy. "Kamu masuk dulu, aku mau bicara
Ketika Nindy akan melangkah setelah berbalik, tangannya tiba-tiba dicekal pria itu."Tunggu dulu, aku belum selesai bicara."Nindy segera menoleh dengan tatapan tajam. "Lepasin tangan aku."Pria itu segera menarik tangannya, kemudian berkata, "Maaf, aku nggak ada maksud apa-apa. Aku cuma mau—"Belum selesai pria itu bicara, tiba-tiba Billy datang dari arah belakang. "Kalian sedang apa?"Nindy dan pria itu menoleh bersamaan dan ketika melihat Billy yang datang, Nindy segera menghampiri dan berdiri di sampingnya."Eh, Bill. Tadi aku mencarimu. Kebetulan liat Nindy, jadi nyapa dia sebentar."Billy menatap pria itu sebentar, kemudian berkata, "Ada apa mencariku?" tanya Billy sambil merengkuh pinggang Nindy.Saat melihat itu, pria yang bernama Adi tampak mengerutkan kening. "Kalian balikan lagi?"Adi adalah teman satu kampus Billy sekaligus sepupu Stela. Dia salah satu teman Billy yang pernah ikut dalam taruhan untuk mendapatkan Nindy 6 tahun lalu."Ya," jawab Billy tegas."Terus, bagaima
"Billy, aku mau pulang, udah malem." Sekarang sudah pukul 9 malam. Dia takut orang tuanya mencarinya. Walaupun, ibunya belum menghubunginya, tapi dia takut ibunya sedang menunggu di rumah. Apalagi, dia keluar sejak pagi dan belum kembali sampai sekarang. "Nanti dulu." Billy menghampiri Nindy yang sejak tadi berdiri di dekat ranjang usai masuk ke dalam kamar. Setelah berada di depan Nindy, Billy melingkarkan tangan di pinggangnya. "Aku masih kangen sama kamu." Nindy mendongak. "Tapi, aku harus pulang." "Nanti aku anter kamu jam 10." "Kalau gitu, aku ganti baju dulu." Tidak mungkin dia pulang dengan mengenakan gaun, ibunya pasti bertanya macam-macam nanti. Jadi, lebih baik dia memakai kembali baju yang tadi pagi dia pakai. "Iya." Sambil menunggu Nindy berganti baju, Billy melepas jas, dasi kupu-kupu serta vestnya hingga hanya menyisakan kemeja warna putih. Setelah meletakkan semua itu di sofa single, Billy duduk di tepi ranjang sambil menggulung lengan kemejanya. Kurang lebih 10
Kontak mata keduanya terputus ketika Billy tiba-tiba memajukan wajahnya dan memagut bibir merah Nindy.Namun, tautan itu tidak berlangsung lama karena tiba-tiba saja Billy berhenti. "Maaf. Kita harus berhenti." Billy akhirnya menarik dirinya dan berdiri dengan tegak di samping ranjang. "Sebaiknya, aku antar kamu pulang sekarang."Hampir saja mereka terlena. Beruntung, akal sehat Billy masih berfungsi dan akhirnya dia tersadar tepat waktu. Jika tidak, mereka pasti kembali melakukan kesalahan seperti 6 tahun lalu."Iya."Dengan wajah canggung dan malu, Nindy bangun, kemudian turun dari ranjang."Pakai ini." Billy menyodorkan jas miliknya, kemudian membantu memakaikan jas itu ke tubuh Nindy. "Lain kali, jangan pakai celana sependek ini kalau keluar rumah," ucap Billy setelah selesai memastikan tubuh Nindy tertutupi dengan jasnya. "Aku nggak suka.""Iya, maaf."Setelah itu, Billy menggandeng tangan Nindy, kemudian menariknya keluar.Mereka tidak tahu, kalau sejak tadi ada seseorang yang m
"Nin, kamu dari mana saja? Kenapa baru pulang?"Nindy segera membalik tubuhnya ke belakang usai mendengar pertanyaan ibunya. "Itu, Ma ... tadi Nindy habis pergi ke ..."Melihat Nindy tampak kebingungan menjawab pertanyaannya, Ibu Nindy seketika memicing. "Jangan bilang kamu habis dateng ke acara pernikahan mantan kamu?"Wajah Nindy seketika menegang. Namun, secepat kali dia menarik senyuman lebar agar ibunya tidak menyadari perubahan di wajahnya. "Nggak, Ma. Tadi Nindy minta anter sama Dimas ke rumah Rere."Rere adalah teman kuliah Nindy yang satu jurusan dengannya."Kamu nggak bohong, kan?" Tatapan Ibu Nindy semakin memicing ke arah anaknya."Nggak, Ma. Beneran.""Ingat, ya, Nin. Mama nggak mau kamu ketemu mantan kamu itu lagi. Kamu harus menjauhinya dan jangan pernah berhubungan sama dia lagi."Melihat ibunya begitu tidak menyukai Billy, Nindy semakin ragu untuk memberitahukan mengenai hubungan mereka. Terlebih ibunya sudah salah paham pada Billy dan mengira kalau kekasihnya itu sud
Warning...!!!! Part ini hanya untuk yang usianya di atas 18+. Adegan di dalamnya TIDAK untuk DITIRU ataupun DICONTOH ...!!!!! Rate khusus 18+, selain usia itu dilarang keras mengintip, apalagi membaca ..!!! ======================= Sementara itu di kamarnya, Nindy tiba-tiba menjadi cemas ketika panggilan vidio mereka tiba-tiba terputus. Saat mencoba melakukan panggilan vidio lagi, ponsel Billy sudah tidak aktif. Pikiran buruk pun mulai bermunculan di kepalanya, terlebih ketika mengingat perkataan Shela sebelum panggilan terputus. "Lepas, Shel!" ujar Billy sambil mendorong tubuh Shela menjauh. "Jangan sembarangan memelukku." Tiba-tiba saja Shela tertawa. "Kenapa kamu dorong aku? Memangnya kamu nggak tertarik sama tubuh aku?" Setelah mengatakan itu, Shela mulai menurunkan kerah gaunnya yang lebar sampai sebatas bahu. "Aku bakal kasih kamu semuanya, asalkan kamu mau menikah sama aku." Billy tiba-tiba menutup hidungnya ketika mencium aroma alkohol yang sangat kuat dari mulut S
"Kenapa diam aja? Kamu nggak mau masuk?" Billy menatap heran pada Nindy yang sejak tadi hanya berdiri di dekat pintu setelah dia masuk ke dalam apartemennya. "M-mau," jawab Nindy tergagap. Dia kemudian melangkah masuk dengan pelan sambil mengedarkan pandangan ke sekeliling. Tidak ada yang berubah dari apartemen Billy. Semuanya masih sama seperti yang dulu. Tidak terasa sudah 6 tahun dia tidak ke sana. Terakhir kali dia menginjakkan kaki di apartemen itu adalah seminggu sebelum keduanya putus. "Jadi, kamu tinggal di sini sekarang?" tanya Nindy, masih memperhatikan setiap sudut ruangan tamu. "Ya. Setelah pulang dari Singapore, aku tinggal di sini." Sambil menjawab Billy berjalan menuju ruangan santai diikuti Nindy di belakangnya. "Kenapa tinggal di sini? Kenapa nggak tinggal di rumah orang tua kamu?" Billy berhenti sejenak, lalu membalik tubuhnya menghadap Nindy. "Karena di sini banyak kenangan kita berdua." Tatapan keduanya beradu, ingatan keduanya seketika melayang pada
Nindy pun tidak bertanya lagi dan memutuskan untuk mengikuti langkah Billy menuju kamarnya. Tiba di kamar, Billy meminta Nindy untuk duduk di tepi ranjang. Meskipun ragu, Nindy tetap menuruti perkataan kekasihnya. Billy tampak membungkuk di depan nakas, lalu mengeluarkan sebuah kotak beludru dengan ukuran sedang yang dihiasi sebuah pita berwarna merah. "Ini untuk kamu," ucap Billy setelah duduk di sebelah Nindy. "Ini apa?" Billy tersenyum lembut, kemudian berkata, "Buka aja." Dengan wajah ragu, Nindy mengambil kotak beludru berukuran besar itu dari tangan Billy, kemudian membukanya perlahan. Matanya membelalak ketika melihat isi di dalamnya. Sebuah kalung berlian yang memiliki desain unik yang sudah pernah Nindy lihat sebelumnya. Kalung itu adalah kalung yang pernah Billy beli bersamanya saat di mal Surabaya. Namun, yang membuat Nindy bingung, kenapa Billy memberikan kalung itu padanya. "Ini bukannya kalung waktu itu? Kenapa kau kasih aku? Bukannya kamu mau kasih buat Shela?"