Hari ini Giandra dan Amora berencana pergi ke salah satu tempat di Bali, yaitu Pura Tanah Lot. Semalam Giandra mengajak Amora untuk berkunjung ke Pura Tanah Lot. Itu sebabnya mereka bangun pagi-pagi sekali dan sudah bersiap untuk datang ke tempat yang berlokasi di Desa Beraban tersebut.Amora memakai maxi dress warna lilac lengan pendek dengan belahan kaki one shoulder, sedangkan Giandra memakai kemeja berwarna senada dengan dress Amora dan dipadukan dengan celana chino selutut warna putih. Amora juga memakai floppy hat berbahan serat wol, dan Giandra sendiri hanya memakai kacamata hitam. Sepatu putih menjadi pilihan mereka. Amora sempat memilih untuk mengenakan sandal, tapi Gianda dengan cepat menolak.“Agar lebih leluasa berjalan-jaan, sebaiknya kita pakai sepatu saja, untuk menghindari kaki cantikmu ini dari luka nantinya,” jelas Giandra sambil berjongkok di hadapan Amora yang duduk di pinggir ranjang.Giandra sendiri sudah menyiapkan sepatu sneaker dengan ukuran yang pas di kaki A
Tepat di saat Rehan mengunci pintu kamarnya agar dia tak lagi ceroboh memaksa masuk ke kamar mantan istrinya, ponselnya berdering. Ah, bukan ponselnya ternyata karena ponsel miliknya ada di kantung celananya.“Olivia pergi tanpa membawa ponselnya?” Rehan menghampiri ponsel yang terus berbunyi itu. Ada nama Randika di layarnya. Tak berselang lama, suaranya berhenti karena Rehan tak kunjung mengangkatnya.Di saat Rehan bertanya-tanya maksud telepon itu, suara denting telepon membuatnya melihat lagi ke arah layar. Ada pesan masuk berupa notif yang sempat ia lihat sekejap sebelum ponsel gelap.[Sayang, aku tunggu di kamarku, ya. Jangan lupa pakai baju yang cantik.]Demi apa pun yang bisa ia ingat, Rehan langsung membanting ponsel Olivia ke lantai. Sejauh itukah hubungan yang dilakukan istrinya itu. Tadinya, ia berpikir kalau Olivia hanya sedang nostalgia karena wajah orang itu mirip sekali dengan mendiang Liam.Ia tak pernah berpikir kalau ternyata perselingkuhan ini sudah sampai ke tahap
Paginya, semua tampak berantakan. Giandra bangun dengan penyesalan yang baru saja ia sadari. Amora tidak ada di sampingnya sejak ia membuka mata setelah malam pertama mereka yang penuh dengan amarah. Satu hal yang ia tahu, setelah ini hubungannya dengan Amora tak akan baik-baik saja.Sebenarnya ia sama sekali tak ingin melakukan hal itu kepada Amora, terlebih dengan paksaan. Ia ingin mendapatkannya di saat Amora sudah mencintainya dan mereka melakukan kewajiban itu dengan dasar ibadah, bukan nafsu semata.Sayangnya, semua rencananya berakhir ketika tanpa ia prediksi jika istrinya menghabiskan waktu bersama adiknya yang juga mantan suami itu. Giandra juga tahu kalau Amora dan Rehan tak mungkin melakukan hal yang tak ia inginkan, tapi melihat Rehan yang mabuk dan kondisi Amora yang berantakan, dirinya kalap. Semua logikanya dikalahkan oleh amarah.Giandra bangun dan langsung membersihkan diri. Setelah itu, ia mencari keberadaan istrinya di sekitar kamar hotel, tapi tak ada pertanda kala
Giandra kebingungan mencari keberadaan Amora di Bali yang seramai ini. Jika ditilik lagi, ia menyesal karena tak langsung mengejarnya dan malah sibuk bertengkar dengan Rehan. Ini semua memang salahnya. Hanya karena cemburu dan marah, ia meluapkan segalanya, bahkan sampai mencuri haknya sebagai suami dengan paksa.Dalam kekalutannya, Giandra bertemu salah seorang pria yang duduk sendirian di tepi pantai dengan tebing yang tinggi-tinggi. Semula Giandra tak menghiraukannya, tapi melihat gerak-geriknya terlihat mencurigakan. Pria itu malah berdiri dan seolah akan menceburkan dirinya ke laut. Sontak, Giandra mendekat dan bicara padanya.“Maaf, apa yang Anda lakukan di sini? Jangan bilang kalau Anda mau menjatuhkan diri ke bawah sana.” Giandra bicara sambil memegang tangan pria itu.Pria itu kaget dan berusaha melepaskan diri dari cekalan tangan Giandra. Di saat orang itu berontak, Giandra jadi semakin yakin kalau apa yang ia pikirkan itu benar. Dengan sekuat tenaga ia menarik pria itu sema
Waktu penerbangan Rehan dan Amora akhirnya tiba juga. Keduanya bersiap naik ke pesawat, dan entah kebetulan apa lagi yang melanda mereka karena ternyata tempat duduk mereka bersebelahan, meski tidak di baris yang sama dan terpisah jalan setapak untuk pramugari berlalu lalang, mereka tetap berada di bangku yang bersebelahan.Selama penerbangan, Amora agak sedikit risi karena sadar kalau Rehan sering mencuri lihat ke arahnya. Pria itu bahkan akan melontarkan pertanyaan untuk memulai percakapan."Apa Giandra akan menyusul pulang ke Jakarta karena pekerjaannya?" tanya Rehan yang masih penasaran kenapa Amora pulang sendiri.Amora melirik sekilas ke arah Rehan. "Iya, masih ada yang perlu dia urus.""Tapi bukankah waktu liburan kalian masih beberapa hari lagi?" Rehan kembali melempar pertanyaan."Kau juga sama," jawab Amora singkat."Kita sedang membahas soal kau dan Giandra," tegas Rehan dengan punggung yang sudah ditegakkan."Kenapa harus? Aku tidak perlu menjawab semua pertanyaan tidak pe
Di dalam pesawat, sambil menatap ke luar jendela dan dengan tangan yang terkepal kuat, Giandra membayangkan kalau saat ini Amora mungkin sedang menangis karena kesalahan yang sudah diperbuatnya. Pastilah dirinya sudah menimbulkan luka yang entah bagaimana harus dia sembuhkan di hati wanita yang sangat dicintainya itu."Maaf, Amora. Maafkan aku," ucap Giandra penuh penyesalan. Giandra tahu kalau apa yang sudah ia perbuat ini akan menyebabkan kehancuran dalam rumah tangganya. Semula ia kira bisa meminta maaf dengan benar, tapi jangankan meminta maaf, bertemu setelah kejadian itu pun tidak.Di mana lagi ia akan menemukan wanita seperti istrinya itu. Kalau Amora meninggalkannya, maka sudah dipastikan ia akan sangat hancur. Ia memang serakah karena sejak awal pernikahan ini adalah pernikahan yang ditujukan untuk membalas dendam. Seiring berjalannya waktu, entah kenapa malah semakin sulit bagi Giandra melihat Amora mulai mendekati Rehan lagi meski ia tahu itu hanya upaya untuk menghancurka
Rehan tersentak mendengar perintah ibunya itu. Biar bagaimanapun, ia sama sekali belum kepikiran untuk menceraikan Olivia. Sebesar apa pun kesalahannya, Rehan tidak pernah memikirkan untuk melepasnya begitu saja.Kenapa? Apa karena cinta? Tentu bukan. Jawaban yang didapat hatinya itu hanya karena Oliver. Ia tidak mau Oliver diasuh oleh Olivia dan selingkuhannya itu. Sekarang saja di saat banyak yang mengurus anak itu, Olivia sering ceroboh dan menelantarkan anaknya sendiri. Bagaimana jika Oliver jauh dari keluarga ini? Membayangkannya saja sudah membuat Rehan gemetar.“Bu, aku sama sekali tak ingin berpisah dari Olivia. Jadi, tolong jangan ikut campur dengan masalahku kali ini.” Rehan menatap ibunya dengan pandangan mengiba. Dulu pernah sekali rumah tangganya hancur atas campur tangan Sofia, kini ia akan menentukan sendiri jalan hidupnya.“Apa kamu bilang? Ikut campur? Kamu mau mempertahankan wanita tak tahu diri itu? Entah apa yang kamu pikirkan, tapi Ibu tidak sudi memiliki menantu
“Hei, Kak. Apa yang akan kau lakukan sekarang?” tanya Rehan yang mengekori Giandra sampai ke garasi mobil mereka. Pagi ini setelah mereka mendapatkan wejangan dari Erlangga, keduanya tampak diam saja.“Apa maksudmu?” Giandra tak mengerti arah pembicaraan adiknya itu.“Soal Amora. Apa kau yakin akan membiarkannya terus berada di luar rumah ini? Apa kau akan segera menceraikannya?”Giandra menghadap ke arah Rehan dengan mata yang nyalang. Baginya, pertanyaan yang diajukan Rehan sama sekali tak perlu ia jawab. Namun, melihat rasa penasaran adiknya yang besar itu, Giandra malah ingin tahu apa yang mendasari pertanyaan itu. Apa itu adalah bentuk simpati atau sebaliknya, ia malah senang jika rumah tangganya juga hancur?“Pertanyaan itu apa perlu aku balik? Apa kau akan tetap menceraikan istrimu yang selingkuh itu? Pikirkan saja urusan dalam rumah tanggamu dan jangan masuk ke ranah yang tidak boleh kau lewati. Aku dan Amora akan tetap menjaga pernikahan kami sampai mati. Jadi, jangan pernah
“Sayang? Udah bangun?"Amora yang baru saja akan membuka matanya dari tidur, sedikit terkejut dengan suara suaminya. Terdengar sangat serak dan dekat. Tatkala ia menoleh, senyum tampan suaminya menyambut dirinya.Giandra tertawa kecil. Laki-laki dewasa yang baru saja kembali dari kantin itu sedang menggendong sang buah hati. Tampaknya juga bayi lucu yang menurun dari ibunya sedang ikut tertidur juga. Terlihat dari mata kecil yang tertutup rapat. Dan bibir yang maju ."Kamu haus nggak?" tanya Giandra sembari berjalan ke arah box bayi dan menempatkan kembali putranya di sana. Kemudian berbalik dan duduk di sisi kanan ranjang rumah sakit istrinya. Rambut lepek di atas dahi ia usap lembut."Sedikit," jawab Amora dengan senyum manis. Senyumnya semakin sumringah ketika Giandra dengan cepat mengambilkan minum untuknya."Mau duduk dulu?" tawar Giandra yang di balas anggukan lemah dari Amora. Setelah mendudukkan diri, barulah Amora meminum air yang disodorkan oleh Giandra."Kamu mau pulang sek
Giandra benar-benar menjadi ayah dan suami siaga saat ini. Bahkan istrinya saja sampai bosan melihat wajahnya dan berulang kali meminta agar dokter tersebut pergi.“Ini jam istirahat, lebih baik kamu makan siang,” bujuk Amora yang khawatir dengan kesehatan suaminya.“Aku ingin bersama anak kita dulu,” jawabnya.Laki-laki itu menggendong sang buah hati dan memainkan pipi Ghazam yang masih merah. Ia benar-benar dibuat gemas dengan bayi mungil tersebut.Saat tengah menggendong tiba-tiba bayi itu menangis dan membuat Giandra panik bukan main. Amora yang reaksi suaminya lantas tertawa pelan.“Ghazam, lapar, ya?” tanya Giandra seraya menyerahkan bayi tersebut ke Amora.“Makan siang, lalu ke sini kalau sudah tidak ada pasien lagi,” ujar Amora dan dengan terpaksa akhirnya Giandra setuju. Sebelum makan siang Giandra menyempatkan diri mencium kening istrinya terlebih dahulu, lalu pergi.Giandra tampak seperti orang sinting saat ini karena suasana hatinya benar-benar baik. Ia menyapa beberapa pe
Setelah perceraian Rehan dan Olivia, Giandra dan Amora akhirnya memutuskan meninggalkan keluarga Dwipangga. Awalnya keluarga Dwipangga tidak setuju dan dia bertengkar hebat dengan Sofia. Tapi tidak ada yang bisa mengalahkan kekeraskepalaan Giandra. Dia membawa Amora kembali ke Singapura meninggalkan semuanya di Indonesia.Beberapa bulan kemudian.Amora menahan keluh saat kakinya mulai sakit. Ia tetap kelihatan kuat walau kakinya pegal luar biasa, lagi pula ini adalah salahnya yang ingin berbelanja di saat umur kandungannya sudah memasuki usia sembilan bulan.“Kamu tidak apa-apa?” tanya Giandra yang sepertinya paham dengan keadaan istrinya tersebut.“Tidak apa-apa, Giandra,” jawabnya dengan tersenyum manis.Laki-laki tampan tersebut menghela nafas berat, ia berjalan cepat hingga membuat Amora terkejut karena wanita itu tidak dapat mengikutinya, tapi tidak lama Giandra kembali dengan membawa kursi plastik.“Duduk dulu,” kata Giandra dan Amora menurut. Laki-laki tersebut berjongkok di de
Akhirnya proses perceraian Olivia dengan Rehan berjalan lancar. Tampaknya tidak ada yang merasa sedih atau berat hati jika keduanya berpisah. Sofia malah tampak senang. Jelas saja, karena wanita itu memang sudah lama ingin agar Rehan bercerai dengan Olivia. Sisanya tidak ada yang berkomentar sama sekali.Sementara Oliver yang masih tidak paham kalau kedua orang tuanya sudah bercerai juga santai-santai saja ketika melihat Olivia pergi meninggalkan mansion sambil menyeret dua buah koper. Sepertinya faktor terbiasa ditinggal pergi oleh Olivia membuat anak itu berpikir kalau ibunya pergi dalam rangka melakukan liburan, bukan karena telah berpisah dengan ayah sambungnya.Setelah menanda tangani surat perceraian itu, Rehan tidak pulang semalaman dan baru pulang esok harinya setelah menghabiskan waktu dengan mabuk-mabukan di bar. Ia mabuk bukan karena sedih akan bercerai dengan Olivia, tentu ia juga akan dengan senang hati menceraikan wanita itu jika saja tak ada Oliver yang membuat pria itu
Olivia masih yakin kalau suaminya itu sedang bersama dengan Anna. Tentu pemikiran ini muncul karena dia merasa Rehan sedang membalas dendam karena dirinya yang tidak pulang beberapa hari guna menghabiskan waktu bersama Randika, dan tentu saja pria itu tidak akan sudi jika hanya berdiam diri di rumah saja dan menunggu kepulangannya. Jadi, memang lebih masuk akal jika Rehan menghabiskan waktunya di luar bersama dengan wanita lain, dan tentu wanita itu adalah Anna. Memang siapa lagi wanita yang saat ini sedang dekat dengan Rehan?Lagi pula, sejak kepulangannya, tidak hanya Rehan yang tak tampak, Anna juga tidak datang ke mansion ini. Sesuatu yang patut dicurigai oleh Olivia.Ketika sarapan tadi pagi pun yang hadir di meja makan hanya Olivia dan kedua mertuanya. Amora dan Giandra absen hadir di meja makan karena alasan kesehatan Amora yang sedang tidak bagus. Wanita itu kembali mengalami mual yang hebat dan membuat Giandra jadi mengambil cuti guna merawat istrinya yang tengah hamil muda i
Setelah menunggu semalaman sampai pagi tiba, Olivia tidak juga mendapati Rehan berada di mansion ini. Ia curiga kalau pria itu sengaja tidak pulang untuk menghindarinya. Atau bisa saja pria itu memang pergi untuk bersenang-senang dengan wanita lain.“Apa dia menghabiskan waktu dengan dokter itu dan saking senangnya dia sampai tidak berniat pulang lagi? Atau jangan-jangan mereka sudah merencanakan pernikahan?” tanya Olivia kepada diri sendiri.Wajar jika Olivia berpikir begitu, karena malam ketika Anna berpamitan kepada keluarga Dwipangga ini Olivia tidak berada di rumah, wanita itu begitu sibuk menghabiskan waktunya di tempat tinggal Randika. Berada di rumah dengan kehadiran Anna sesekali ke rumah itu, terlebih saat Giandra masih sakit dan cuti bekerja membuat Olivia jadi gerah.Dia beralasan ingin menjenguk Giandra, tapi tujuannya tentu saja untuk mencuri-curi waktu bersama Rehan dan mengambil hati wanita tua itu yang ingin sekali menjadikannya menantu, batin Olivia jika teringat bag
Setelah beberapa hari ini Amora tidak diserang rasa mual yang hebat seperti sebelum-sebelumnya, sekarang rasa mual itu mulai datang lagi. Sejak pagi Amora sudah berkali-kali ke kamar mandi, berusaha memuntahkan isi perutnya. Namun tidak ada yang ke luar selain cairan bening yang terasa pahit di tenggorokannya. Giandra yang tidak tega melihat Amora yang berbaring lemas di ranjang menjadi dilema untuk pergi kerja atau izin libur agar bisa merawat Amora.Giandra akhirnya membatalkan niatnya untuk pergi kerja dan memelepon ke rumah sakit. Sebenarnya sebelum Amora diserang rasa mual yang hebat itu Giandra sudah berpakaian rapi seperti biasanya. Namun, saat ini jasnya sudah tergeletak di sofa di kamarnya, lengan baju yang sudah dikancingnya pun sudah digulung sampai siku, dan dasinya sudah dilepas, bahkan kancing kerah bajunya juga sudah dicopot. Giandra kini bertransformasi menjadi suami yang siaga. Dia memijat tengkuk Amora ketika lagi-lagi perempuan itu merasakan perutnya bergejolak.“Ma
Randika membolakan matanya saat mendengar kata-kata yang keluar dari mulut Olivia. Sebenarnya bukan baru kali ini saja dia mendengar Olivia mengucapkan kata kalau ia ingin cerai dengan Rehan, Randika sudah mendengarnya berulang kali. Tapi, saat ini yanh membuat Randika cukup terkejut adalah karena dari raut wajahnya tampak kalau Olivia tidak main-main dengan apa yang diucapkannya. Wanita itu kelihatan sangat serius dan sudah yakin kalau akan meminta cerai dari Rehan."Kau yakin dengan apa yang kau ucapkan itu, Honey?" tanya Randika dengan kening mengernyit.Olivia mengangguk yakin. Wajahnya terlihat begitu tegas dan tidak sedikit pun tampak kebimbangan atau kecengengan di sana, sangat jauh berbeda dengan Olivia yang ketika pertama kali mengatakan ingin bercerai itu menyampaikan kepada Randika sambil menangis. "Ya, aku sangat yakin," tegas Olivia.Randika bangkit dari tidurnya dan duduk menghadap ke arah Olivia. Kemudian dia meyakinkan wanita itu untuk memikirkan ulang keputusannya dan
Sebenarnya Giandra tak punya rencana untuk mengajak Amora pergi ke rumah ibu Anna. Mana mungkin di saat perasaan bersalah yang dideritanya karena merasa telah mengkhianati Amora sebab Anna yang menyatakan cinta kepadanya membuat pria itu mengambil keputusan untuk mengajak sang istri bertemu dengan orang tua wanita itu? Giandra tak segila itu.Namun, entah bagaimana ceritanya, pagi-pagi sebelum Amora mengatakan kepadanya kalau wanita hamil itu ingin makan seblak, sebuah pesan mendarat di handphone nya. Pesan dari Anna.Dokter AnnaPagi Dokter GiandraMaaf jika membuat Dokter tidak nyamanSaya hanya ingin menyampaikan maaf dan terima kasih sekali lagiTerutama untuk AmoraOh iya, tadi saya sudah menyampaikan kepada ibu kalau Amora ingin makan seblakDan Ibu meminta agar Dokter Giandra dan Amora datang ke rumahIbu bilang akan membuatkan seblak sebagai rasa terima kasihSemoga Dokter berkenan menerima kebaikan kamiGiandra menghela napas. Saat pesan itu datang kepadanya, jelas dia tidak