Di sisi lain, Rehan yang baru saja masuk ke ruang rawat ayahnya mendengar kalimat yang dilontarkan oleh kakaknya, Giandra. Dari kejauhan saja dia sudah mendengar teriakan ibunya dan ketika masuk dia dikejutkan dengan keberadaan Amora dan Giandra. Tubuh lelaki itu membeku, pandangannya mendadak berubah menjadi kosong.Suasana di ruang rawat Erlangga mendadak menjadi sunyi. Setelah pernyataan yang disampaikan oleh Giandra itu, atmosfer di sana serasa mencekam.Sofia yang masih terguncang akan fakta yang disampaikan oleh putranya sendiri mulai menunjukkan reaksi. Awalnya Amora dan Giandra heran lantaran Sofia mendadak tertawa."Kalian asti mengada-ngada. Hahaha! Apa kalian pikir aku mudah ditipu dengan omong kosong itu?!"Amora yakin terkejutnya wanita tua itu sudah cukup mengguncang batinnya.Mau bagaimanapun, siapa yang akan menyangka kalau putra sulung yang dibangga-banggakan oleh keluarga Dwipangga akan menikahi mantan istri saudara sendiri."Terserah Ibu mau percaya atau tidak, yan
Rehan tidak terima karena ucapannya diabaikan begitu saja. Lantas dia balas mendorong sang kakak. "Kamu sudah kehilangan akal! Percuma dengan semua pencapaianmu sekarang," tukasnya. Lalu, dia beralih menatap Amora."Apa ini rencanamu, hah? Membuat kami, keluarga Dwipangga semakin berjarak dan terpecah belah?! Apa ini balasanmu?!"Amora mendelik tidak terima. Dia baru membuka mulut untuk membela diri, tetapi sudah didahului oleh Dokter Giandra."Jangan bawa-bawa masalah keluarga dalam hal ini! Aku bahkan sudah tidak menganggap Dwipangga adalah keluargaku sejak lama, bahkan sebelum aku bertemu dengan Amora," ujarnya dingin."Apa urusanmu sampai mengaturku dengan siapa aku harus menikah? Dia mantan istrimu atau bukan, itu tidak ada hubungannya dengan niatku untuk menikahinya."Bukan hanya Rehan, Amora sendiri terkesiap mendengar pengakuan Dokter Giandra. Ucapan lelaki itu sama sekali tidak bisa ditebak."Aku... apa katamu?" Rehan tergagap."Sudah gila, ternyata kamu juga buta." Telunjuk
Kembali ke waktu saat ini, Amora merenung memandang keluar jendela kafe.“Apa yang kamu pikirkan?” Randika menjentikkan jarinya menarik Amora dari lamunannya.Amora mendongak menatapnya sambil mengerjap.“Apa yang kamu katakan?” Dia tampak tenggelam dalam lamunannya hingga lupa apa yang dikatakan Randika.Randika menghela napas menyandarkan punggungnya di sandar kursi.“Bagaimana kalau aku memanfaatkan Olivia untuk membalaskan dendammu?”Amora mengerutkan keningnya.“Tidak perlu. Kamu tidak perlu ikut campur dalam masalah ini. tidak ada hubungannya dengan kamu. Jangan mengorbankan masa depan pada wanita yang sudah menikah.”Randika mengangkat bahu acuh tak acuh.“Tidak masalah. Lagi pula aku bosan dan ingin sedikit bermain-main,” ujarnya mengedipkan sebelah matanya pada Amora.“Aku dengar mantan suami kamu sangat mencintai istrinya. memberinya pelajaran cukup untuk membalas penderitaanmu di masa lalu.”Amora tetap menggelengkan kepalanya tegas.“Randika, jika karena kamu merasa kasiha
Senyum di wajah Randika menghilang ketika seorang wanita dengan malu-malu mendekatinya dan duduk di depannya.“Amora sudah pergi?”“Bukankah kamu sudah liat dia pergi?” balas Randika acuh tak acuh.Olivia menyelipkan rambutnya di belakang telinganya menatap pria di depannya.“Kamu benar-benar bersaudara dengan Amora?”“Iya.”“Kapan kalian pertama kali bertemu?”“Lima tahun yang lalu. kenapa?”Ekspresi Olivia tampak cemberut.“kenapa dia tidak memberitahuku kalau dia punya sepupu yang mirip dengan Liam,” keluhnya.Randika menatapnya dingin.“Kenapa? Kamu tidak jadi mengambil suami Amora dan bersama denganku?” cemoohnya dingin.Ekspresi Olivia berubah panik dan cemas.“Tidak—! Maksudku bukan seperti itu!” Olivia berkata salah tingkah dan malu. Tiba-tiba matanya seketika melebar.“bagaimana kamu tahu Rehan adalah mantan suami Amora.”“Kenapa? Tidak suka? Curiga sama aku membalas dendam Amora sama kamu?”Olivia menggelengkan kepala panik melihat sikap Randika menjadi tidak ramah/“Tidak,
Randika menatap Olivia yang masih menangis dengan jengkel.“Berhenti menangis, apa kamu ingin semua orang memarahiku?” desisnya dengan suara pelan.Olivia menatapnya dengan mata berkaca-kaca, kemudian menundukkan kepalanya dengan pundak bergetar. isakannya berhenti.Melihat itu, orang-orang di sekitar itu menegur Randika lagi.Randika menarik napas dalam-dalam mencoba menahan kejengkelannya.“Apa yang harus aku lakukan agar kamu berhenti menangis?” ujarnya mencoba tersenyum.Olivia mendongak menatapnya mata hitamnya yang basah.“Aku hanya ingin kamu tidak akan marah padaku lagi. Aku ingin kita bersama,” bisiknya dengan suara lirih.Randika ingin mendengus keras-keras di depan wanita itu.Bagaimana bisa ada orang yang begitu memuakkan seperti Olivia. Dia berlagak polos tapi berselingkuh dengan pria lain di belakang suaminya.Randika mencoba menahan dirinya dan tersenyum.“Baiklah kalau itu mau kamu. aku tidak akan marah lagi padamu dan akan terus bersamamu, apa itu membuat kamu puas?”
Olivia seperti seorang remaja yang baru jatuh cinta menganggukkan kepalanya membalas pertanyaan Randika.Randika tersenyum, namun sorot matanya terlihat licik.“Kalau begitu, bagaimana kalau kita jalan-jalan? Masih terlalu awal untuk pulang, bukan?”Olivia tidak memikirkan suami dan putranya langsung mengangguk dengan antusias.Senyum di wajah Randika mengembang.....Rehan masih dalam keadaan marah menuju belakang rumah sakit untuk menenangkan dirinya. namun dia selalu teringat pada mantan istrinya dan kakak laki-lakinya. “Sialan!” Dia menendang tong sampah dengan marah hingga tong sampah itu terlempar beberapa meter dan sampahnya jatuh berserakan di atas tanah.Amarahnya masih belum juga reda, dia meninju dinding di dekatnya. Rasa sakit di buku-buku jarinya sedikit menjernihkan kepalan.“Sialan Amora!” Dia merutuk kesal melepaskan kancing kemejanya. Dia bersandar di dinding sambil memejamkan mata untuk menenangkan dirinya.Dia sungguh tidak menyangka hubungan Amora dan Giandra akan
“Olivia, apa yang sedang kamu lakukan di belakangku?” Rehan menggertak gigi kesal menendang ban mobilnya menyebabkan mobil itu membunyikan alarm.Orang-orang di tempat parkir menoleh ke arah Rehan dengan penasaran.Rehan acuh tak acuh membuka pintu mobilnya meninggalkan rumah sakit untuk menjemput putranya.....Olivia menghabiskan sepanjang waktu bersama Randika hingga dia lupa waktu. Dia pulang ke rumah dengan perasaan bahagia membawa kantong belanja dari mal.Olivia masih dalam euforia kebahagiaan hingga tidak pernah memikirkan putra dan suaminya. Dia bersenandung masuk ke dalam rumah.“Dari mana saja kamu.”Olivia tersentak ketika sebuah terdengar suara tiba-tiba begitu dia memasuki ruang tamu. Dia menoleh dan melihat suaminya duduk di sofa sambil menyilangkan tangan di depan dada, menatapnya tajam.“Rehan ....” Olivia tiba-tiba menjadi gugup dan tersenyum menyapa suaminya.“Sayang, kapan kamu pulang? apa operasi ayah berjalan lancar?” dia mendekati Rehan mencoba bersikap seperti
“Sayang, teganya kamu melakukan ini padaku dan menuduhku ....” ujarnya lirih.“Aku hanya ... aku hanya sedang banyak pikiran karena operasi ayah dan ibu kamu yang terus menyindirku karena tidak kunjung memberi keluarga Dwipangga seorang anak,” lanjutnya kemudian terisak.“Apa salah jika aku ingin menenangkan diri ....”Mendengar kata-kata Olivia dan istrinya menangis, kemarahan Rehan tiba-tiba surut.“Sayang ....”“Aku tahu kamu sudah baik padaku selama ini dan membantuku membesarkan Oliver, tapi ....” Suara Olivia terdengar parau.“Aku bukan mesin penghasil anak untuk memenuhi harapan keluargamu. Aku tahu Oliver bukan anak kandung kamu dan bukan darah daging keluarga Dwipangga. Tapi!” dia mendongak menatap Rehan tajam namun mengalirkan air mata.“Apa aku yang minta menikah dengan kamu?! kamu yang ingin menikah dengan aku dan menceraikan Amora! Tapi apa yang aku dapatkan setelah menikah dengan kamu? Ibumu terus menuntutku dan menyindirku tanpa henti! Jika kamu dan keluarga kamu tidak
“Sayang? Udah bangun?"Amora yang baru saja akan membuka matanya dari tidur, sedikit terkejut dengan suara suaminya. Terdengar sangat serak dan dekat. Tatkala ia menoleh, senyum tampan suaminya menyambut dirinya.Giandra tertawa kecil. Laki-laki dewasa yang baru saja kembali dari kantin itu sedang menggendong sang buah hati. Tampaknya juga bayi lucu yang menurun dari ibunya sedang ikut tertidur juga. Terlihat dari mata kecil yang tertutup rapat. Dan bibir yang maju ."Kamu haus nggak?" tanya Giandra sembari berjalan ke arah box bayi dan menempatkan kembali putranya di sana. Kemudian berbalik dan duduk di sisi kanan ranjang rumah sakit istrinya. Rambut lepek di atas dahi ia usap lembut."Sedikit," jawab Amora dengan senyum manis. Senyumnya semakin sumringah ketika Giandra dengan cepat mengambilkan minum untuknya."Mau duduk dulu?" tawar Giandra yang di balas anggukan lemah dari Amora. Setelah mendudukkan diri, barulah Amora meminum air yang disodorkan oleh Giandra."Kamu mau pulang sek
Giandra benar-benar menjadi ayah dan suami siaga saat ini. Bahkan istrinya saja sampai bosan melihat wajahnya dan berulang kali meminta agar dokter tersebut pergi.“Ini jam istirahat, lebih baik kamu makan siang,” bujuk Amora yang khawatir dengan kesehatan suaminya.“Aku ingin bersama anak kita dulu,” jawabnya.Laki-laki itu menggendong sang buah hati dan memainkan pipi Ghazam yang masih merah. Ia benar-benar dibuat gemas dengan bayi mungil tersebut.Saat tengah menggendong tiba-tiba bayi itu menangis dan membuat Giandra panik bukan main. Amora yang reaksi suaminya lantas tertawa pelan.“Ghazam, lapar, ya?” tanya Giandra seraya menyerahkan bayi tersebut ke Amora.“Makan siang, lalu ke sini kalau sudah tidak ada pasien lagi,” ujar Amora dan dengan terpaksa akhirnya Giandra setuju. Sebelum makan siang Giandra menyempatkan diri mencium kening istrinya terlebih dahulu, lalu pergi.Giandra tampak seperti orang sinting saat ini karena suasana hatinya benar-benar baik. Ia menyapa beberapa pe
Setelah perceraian Rehan dan Olivia, Giandra dan Amora akhirnya memutuskan meninggalkan keluarga Dwipangga. Awalnya keluarga Dwipangga tidak setuju dan dia bertengkar hebat dengan Sofia. Tapi tidak ada yang bisa mengalahkan kekeraskepalaan Giandra. Dia membawa Amora kembali ke Singapura meninggalkan semuanya di Indonesia.Beberapa bulan kemudian.Amora menahan keluh saat kakinya mulai sakit. Ia tetap kelihatan kuat walau kakinya pegal luar biasa, lagi pula ini adalah salahnya yang ingin berbelanja di saat umur kandungannya sudah memasuki usia sembilan bulan.“Kamu tidak apa-apa?” tanya Giandra yang sepertinya paham dengan keadaan istrinya tersebut.“Tidak apa-apa, Giandra,” jawabnya dengan tersenyum manis.Laki-laki tampan tersebut menghela nafas berat, ia berjalan cepat hingga membuat Amora terkejut karena wanita itu tidak dapat mengikutinya, tapi tidak lama Giandra kembali dengan membawa kursi plastik.“Duduk dulu,” kata Giandra dan Amora menurut. Laki-laki tersebut berjongkok di de
Akhirnya proses perceraian Olivia dengan Rehan berjalan lancar. Tampaknya tidak ada yang merasa sedih atau berat hati jika keduanya berpisah. Sofia malah tampak senang. Jelas saja, karena wanita itu memang sudah lama ingin agar Rehan bercerai dengan Olivia. Sisanya tidak ada yang berkomentar sama sekali.Sementara Oliver yang masih tidak paham kalau kedua orang tuanya sudah bercerai juga santai-santai saja ketika melihat Olivia pergi meninggalkan mansion sambil menyeret dua buah koper. Sepertinya faktor terbiasa ditinggal pergi oleh Olivia membuat anak itu berpikir kalau ibunya pergi dalam rangka melakukan liburan, bukan karena telah berpisah dengan ayah sambungnya.Setelah menanda tangani surat perceraian itu, Rehan tidak pulang semalaman dan baru pulang esok harinya setelah menghabiskan waktu dengan mabuk-mabukan di bar. Ia mabuk bukan karena sedih akan bercerai dengan Olivia, tentu ia juga akan dengan senang hati menceraikan wanita itu jika saja tak ada Oliver yang membuat pria itu
Olivia masih yakin kalau suaminya itu sedang bersama dengan Anna. Tentu pemikiran ini muncul karena dia merasa Rehan sedang membalas dendam karena dirinya yang tidak pulang beberapa hari guna menghabiskan waktu bersama Randika, dan tentu saja pria itu tidak akan sudi jika hanya berdiam diri di rumah saja dan menunggu kepulangannya. Jadi, memang lebih masuk akal jika Rehan menghabiskan waktunya di luar bersama dengan wanita lain, dan tentu wanita itu adalah Anna. Memang siapa lagi wanita yang saat ini sedang dekat dengan Rehan?Lagi pula, sejak kepulangannya, tidak hanya Rehan yang tak tampak, Anna juga tidak datang ke mansion ini. Sesuatu yang patut dicurigai oleh Olivia.Ketika sarapan tadi pagi pun yang hadir di meja makan hanya Olivia dan kedua mertuanya. Amora dan Giandra absen hadir di meja makan karena alasan kesehatan Amora yang sedang tidak bagus. Wanita itu kembali mengalami mual yang hebat dan membuat Giandra jadi mengambil cuti guna merawat istrinya yang tengah hamil muda i
Setelah menunggu semalaman sampai pagi tiba, Olivia tidak juga mendapati Rehan berada di mansion ini. Ia curiga kalau pria itu sengaja tidak pulang untuk menghindarinya. Atau bisa saja pria itu memang pergi untuk bersenang-senang dengan wanita lain.“Apa dia menghabiskan waktu dengan dokter itu dan saking senangnya dia sampai tidak berniat pulang lagi? Atau jangan-jangan mereka sudah merencanakan pernikahan?” tanya Olivia kepada diri sendiri.Wajar jika Olivia berpikir begitu, karena malam ketika Anna berpamitan kepada keluarga Dwipangga ini Olivia tidak berada di rumah, wanita itu begitu sibuk menghabiskan waktunya di tempat tinggal Randika. Berada di rumah dengan kehadiran Anna sesekali ke rumah itu, terlebih saat Giandra masih sakit dan cuti bekerja membuat Olivia jadi gerah.Dia beralasan ingin menjenguk Giandra, tapi tujuannya tentu saja untuk mencuri-curi waktu bersama Rehan dan mengambil hati wanita tua itu yang ingin sekali menjadikannya menantu, batin Olivia jika teringat bag
Setelah beberapa hari ini Amora tidak diserang rasa mual yang hebat seperti sebelum-sebelumnya, sekarang rasa mual itu mulai datang lagi. Sejak pagi Amora sudah berkali-kali ke kamar mandi, berusaha memuntahkan isi perutnya. Namun tidak ada yang ke luar selain cairan bening yang terasa pahit di tenggorokannya. Giandra yang tidak tega melihat Amora yang berbaring lemas di ranjang menjadi dilema untuk pergi kerja atau izin libur agar bisa merawat Amora.Giandra akhirnya membatalkan niatnya untuk pergi kerja dan memelepon ke rumah sakit. Sebenarnya sebelum Amora diserang rasa mual yang hebat itu Giandra sudah berpakaian rapi seperti biasanya. Namun, saat ini jasnya sudah tergeletak di sofa di kamarnya, lengan baju yang sudah dikancingnya pun sudah digulung sampai siku, dan dasinya sudah dilepas, bahkan kancing kerah bajunya juga sudah dicopot. Giandra kini bertransformasi menjadi suami yang siaga. Dia memijat tengkuk Amora ketika lagi-lagi perempuan itu merasakan perutnya bergejolak.“Ma
Randika membolakan matanya saat mendengar kata-kata yang keluar dari mulut Olivia. Sebenarnya bukan baru kali ini saja dia mendengar Olivia mengucapkan kata kalau ia ingin cerai dengan Rehan, Randika sudah mendengarnya berulang kali. Tapi, saat ini yanh membuat Randika cukup terkejut adalah karena dari raut wajahnya tampak kalau Olivia tidak main-main dengan apa yang diucapkannya. Wanita itu kelihatan sangat serius dan sudah yakin kalau akan meminta cerai dari Rehan."Kau yakin dengan apa yang kau ucapkan itu, Honey?" tanya Randika dengan kening mengernyit.Olivia mengangguk yakin. Wajahnya terlihat begitu tegas dan tidak sedikit pun tampak kebimbangan atau kecengengan di sana, sangat jauh berbeda dengan Olivia yang ketika pertama kali mengatakan ingin bercerai itu menyampaikan kepada Randika sambil menangis. "Ya, aku sangat yakin," tegas Olivia.Randika bangkit dari tidurnya dan duduk menghadap ke arah Olivia. Kemudian dia meyakinkan wanita itu untuk memikirkan ulang keputusannya dan
Sebenarnya Giandra tak punya rencana untuk mengajak Amora pergi ke rumah ibu Anna. Mana mungkin di saat perasaan bersalah yang dideritanya karena merasa telah mengkhianati Amora sebab Anna yang menyatakan cinta kepadanya membuat pria itu mengambil keputusan untuk mengajak sang istri bertemu dengan orang tua wanita itu? Giandra tak segila itu.Namun, entah bagaimana ceritanya, pagi-pagi sebelum Amora mengatakan kepadanya kalau wanita hamil itu ingin makan seblak, sebuah pesan mendarat di handphone nya. Pesan dari Anna.Dokter AnnaPagi Dokter GiandraMaaf jika membuat Dokter tidak nyamanSaya hanya ingin menyampaikan maaf dan terima kasih sekali lagiTerutama untuk AmoraOh iya, tadi saya sudah menyampaikan kepada ibu kalau Amora ingin makan seblakDan Ibu meminta agar Dokter Giandra dan Amora datang ke rumahIbu bilang akan membuatkan seblak sebagai rasa terima kasihSemoga Dokter berkenan menerima kebaikan kamiGiandra menghela napas. Saat pesan itu datang kepadanya, jelas dia tidak