“Lalu kenapa kalian belum pulang juga?”“Dokter menyarankan untuk kita bisa merawat Oliver di rumah sakit selama beberapa waktu. Untuk melakukan pemeriksaan lebih dalam pada Oliver, terutama di bagian CT Scan dan juga foto toraksnya. Sebab menurut dokter, untuk anak umuran segitu, masih sangat rentan jika sampai terjadi sesuatu. Dan mereka kurang bisa memperlihatkan apa yang mereka rasakan. Apakah itu rasa sakit atau semacamnya.”“Kau menyetujuinya tanpa bertanya dulu padaku?”“Akhirnya aku setuju agar Oliver bisa dirawat inap di Rumah Sakit ini selama satu sampai dua hari ke depan. Demi kebaikannya juga….”“Apa kamu yakin, kalau Oliver sudah baik-baik saja? Kalau memang dia baik-baik saja, kenapa dokter meminta hal seperti itu?” tanya Olivia yang masih terlihat begitu cemas dengan kondisi putranya.“Iya sayang… kamu tidak perlu khawatir lagi. Lagipula, Kak Giandra juga sudah Memastikan kondisi Oliver sendiri. Rehan menambahkan.“Kak Giandra? Maksudnya Kak Giandra itu, kakak kamu yang
Rehan mengirimkan seorang sopir dan juga mobil untuk menjemput istrinya Olivia. Walaupun Olivia sebenarnya bisa mengendarai mobil sendiri dan pergi ke rumah sakit tempat di mana dirinya dan Oliver berada.Tapi waktu yang sudah cukup malam, dan kepadatan lalu lintas saat ini membuat Rehan khawatir jika harus membiarkan istrinya itu menyopir sendirian di tengah kepanikannya terhadap kondisi Oliver saat ini.Setelah menelepon seorang sopir untuk menjemput sang istri, Rehan kemudian kembali fokus pada kondisi Oliver. Balita itu sepertinya baik-baik saja saat ini dan cukup tenang.Bisa dilihat Jika dia masih sibuk bermain dengan mainan yang sempat diberikan oleh Rehan sebelumnya kepada Oliver untuk menenangkannya selama menjalani pemeriksaan.“Tuan Rehan, Mari ikut kami. Adik Oliver akan segera kami antar ke ruang perawatan.” Seorang perawat kemudian mendekati Rehan dan memberitahukan hal tersebut pada pria itu.Rehan hanya menganggukkan kepala dan mengikuti langkah kaki dari si perawat te
“Baiklah, kita sudah sampai di ruangan. Jika perlu apa-apa, Anda bisa menekan bel yang ada di samping ranjang pasien. Apa ada yang masih mau ditanyakan lagi Tuan?” tanya si perawat itu kemudian.“Oh tidak… tidak perlu. Terima kasih untuk semuanya. Nanti saya akan menekan bel jika memang butuh sesuatu. Sekali lagi terima kasih.” Setelah mengatakan hal tersebut, si perawat kemudian keluar dari ruang rawat inap Oliver dan meninggalkan Oliver berdua hanya dengan Rehan saja.Sementara itu, di rumahnya kini Olivia sibuk dengan berbagai keperluan yang akan dia bawa untuk ke rumah sakit.Terlebih keperluan dari putranya, Oliver. Dia memang sempat kesal dengan Rehan, sang suami yang dia anggap sangat ceroboh karena telah membiarkan anaknya sampai mendapatkan bahaya seperti ini. Namun demikian, setelah mendapatkan kabar bahwa anaknya baik – baik saja dan Rehan juga dengan sangat b bertanggung jawab langsung membawa Oliver untuk ke rumah sakit dan memastikan bahwa putra mereka bisa mendapatkan
Giandra yang masih kepikiran dengan kondisi dari Amora, kemudian berusaha untuk menghubungi gadis itu dan menanyakan seperti apa kabarnya saat ini.Tapi sayangnya, Amora sama sekali tidak menggubris telepon Giandra tersebut. Bahkan gadis itu mengabaikan pesan yang dikirimkan oleh Giandra kepada dirinya.Sudah berpuluh pesan yang dikirimkan oleh pria tersebut kepada Amora, tapi tidak ada satu pun yang dibaca ataupun direspons oleh gadis itu. Membuat Giandra jadi semakin khawatir dan terpikirkan dengan keadaan Amora Saat ini. Apalagi pertemuan antara Amora dengan Rehan yang terjadi secara tidak sengaja, bukanlah pertemuan yang baik. Rehan secara jelas mengatakan dan menunjukkan kebenciannya terhadap Amora. Dan Giandra yakin, sedikit banyak, Amora pasti kemarahan dan kekesalan setelah pertemuannya dengan Rehan hari ini."Kamu benar-benar membuat aku sama sekali tidak bisa hidup dengan tenang. Selalu saja aku terpikirkan dengan dirimu. Mengkhawatirkan kamu. Dan bahkan membayangkan kamu.
Bagaimana Giandra bisa tahu? Karena ada perawat yang memberitahukan kepadanya bahwa sang keponakan sudah dimasukkan ke dalam ruang perawatan sesuai dengan instruksi darinya.Yang menyebalkan adalah, ketika perawat tersebut mengatakan jika Oliver adalah keponakan dari Giandra.Sementara Giandra sendiri merasa bahwa Rehan saja sudah bukan menjadi adiknya. Apalagi Oliver, yang bukan sama sekali darah daging dari Rehan.Melainkan anak dari Olivia, yang sedang hamil ketika dia dinikahi oleh Rehan saat itu.Tapi sepertinya Olivia tidak mengenali dirinya. Hal itu terlihat dari ekspresi wajah wanita tersebut, yang terlihat biasa saja saat berpapasan dengan Giandra. Wajar sebenarnya, karena memang mereka belum pernah bertemu secara langsung satu kali pun. Giandra sendiri hanya sempat mendengar soal rumor yang mengatakan bahwa Olivia telah hamil lebih dulu sebelum menikah dengan Rehan.Oh sial, sekali lagi langkah Giandra harus tertahan, karena berurusan dengan keluarga Dwipangga. Padahal dia
Dia bahkan tidak peduli lagi, jika sampai besok pagi dia harus terlambat masuk ke rumah sakit dan mendapat omelan dari dokter Giandra.Di tempat lainnya, Giandra sudah memacu mobilnya untuk menuju ke apartemen milik Amora. Sepanjang perjalanan menuju apartemen gadis itu, dokter muda tersebut harus terus mencoba untuk menghubungi Amora. Yang terus-menerus juga tidak berhasil.Semua telepon yang masuk ke dalam ponsel Gadis itu, hanya dijawab oleh operator. Dan pesan yang dikirimkan oleh Giandra juga tidak dibalas satu pun Sampai detik ini. Rasanya Giandra sangat frustrasi melihat Apa yang dilakukan oleh Amora.Begitu sampai ke gedung apartemen milik Amora, Diandra sudah tidak membawa waktu lagi.Dia langsung naik ke lantai tempat apartemen Amora berada dan menekan bel pintunya berulang kali. Sayangnya, sama sekali tidak ada respons dari Amora yang dia temukan. Rumah itu seolah kosong dan tak berpenghuni. Kemudian Giandra kembali mencoba untuk menghubungi Amora melalui ponselnya. Yang
Terlihat ada beberapa orang yang menjaga pintu di bagian depan bar tersebut, untuk memeriksa identitas para tamu yang datang dan memasuki bar tersebut. Untuk memastikan saja, dokter muda itu kemudian mendekati petugas yang menjaga pintu masuk bar itu, untuk kemudian menunjukkan foto dari Amora dan menanyakan apakah gadis itu memang ada di dalam Bar tersebut atau tidak.Hal ini dirasakan Giandra jauh lebih efektif, dibandingkan harus dirinya sendiri yang langsung masuk ke dalam bar dan mencari keberadaan seorang Amora. Ukuran dan luas dari bar itu yang cukup besar. Menjadi alasan kenapa Giandra akhirnya memutuskan hal tersebut. Dan benar saja, ketika dia akhirnya bertanya kepada petugas tersebut. Rupanya si petugas mengenali gadis yang ada di dalam foto yang ditunjukkan oleh Giandra.Dia bisa ingat hal itu, karena gadis tersebut memiliki penampilan yang sangat berbeda dari pengunjung bar lainnya."Permisi. Maaf aku mengganggu waktu kalian bekerja tapi kalau aku boleh minta bantuan, a
Di dalam bar itu rupanya sangat ramai dan penuh sesak oleh pengunjung dari berbagai profesi, kalangan, dan juga umur. Bahkan dari berbagai negara pun ada sepertinya. Terkenalnya bar tersebut dan letaknya yang memang berada di tengah pusat kota, membuat bar tersebut lebih mudah dijangkau oleh banyak pengunjung dari berbagai tempat.Terutama jika mereka adalah turis asing yang memang tidak terlalu mengerti jalan-jalan di Singapura seperti biasanya. Yang mana mereka akan lebih cenderung untuk mencari sebuah lokasi bar yang terdekat dengan hotel tempat mereka menginap.Tak butuh waktu lama juga sebenarnya, untuk Giandra bisa menemukan sosok Amora di tengah kebisingan dan lampu yang begitu kelap-kelip di dalam bar tersebut.Suara dentuman musik yang begitu keras dan terdengar sangat memekakkan telinga, membuat Giandra rasanya ingin sekali segera pergi dari lokasi ini dengan membawa Amora kembali ke apartemennya.Dia pun mendekati Amora yang masih terlihat minum-minum dan sudah cukup mabuk
“Sayang? Udah bangun?"Amora yang baru saja akan membuka matanya dari tidur, sedikit terkejut dengan suara suaminya. Terdengar sangat serak dan dekat. Tatkala ia menoleh, senyum tampan suaminya menyambut dirinya.Giandra tertawa kecil. Laki-laki dewasa yang baru saja kembali dari kantin itu sedang menggendong sang buah hati. Tampaknya juga bayi lucu yang menurun dari ibunya sedang ikut tertidur juga. Terlihat dari mata kecil yang tertutup rapat. Dan bibir yang maju ."Kamu haus nggak?" tanya Giandra sembari berjalan ke arah box bayi dan menempatkan kembali putranya di sana. Kemudian berbalik dan duduk di sisi kanan ranjang rumah sakit istrinya. Rambut lepek di atas dahi ia usap lembut."Sedikit," jawab Amora dengan senyum manis. Senyumnya semakin sumringah ketika Giandra dengan cepat mengambilkan minum untuknya."Mau duduk dulu?" tawar Giandra yang di balas anggukan lemah dari Amora. Setelah mendudukkan diri, barulah Amora meminum air yang disodorkan oleh Giandra."Kamu mau pulang sek
Giandra benar-benar menjadi ayah dan suami siaga saat ini. Bahkan istrinya saja sampai bosan melihat wajahnya dan berulang kali meminta agar dokter tersebut pergi.“Ini jam istirahat, lebih baik kamu makan siang,” bujuk Amora yang khawatir dengan kesehatan suaminya.“Aku ingin bersama anak kita dulu,” jawabnya.Laki-laki itu menggendong sang buah hati dan memainkan pipi Ghazam yang masih merah. Ia benar-benar dibuat gemas dengan bayi mungil tersebut.Saat tengah menggendong tiba-tiba bayi itu menangis dan membuat Giandra panik bukan main. Amora yang reaksi suaminya lantas tertawa pelan.“Ghazam, lapar, ya?” tanya Giandra seraya menyerahkan bayi tersebut ke Amora.“Makan siang, lalu ke sini kalau sudah tidak ada pasien lagi,” ujar Amora dan dengan terpaksa akhirnya Giandra setuju. Sebelum makan siang Giandra menyempatkan diri mencium kening istrinya terlebih dahulu, lalu pergi.Giandra tampak seperti orang sinting saat ini karena suasana hatinya benar-benar baik. Ia menyapa beberapa pe
Setelah perceraian Rehan dan Olivia, Giandra dan Amora akhirnya memutuskan meninggalkan keluarga Dwipangga. Awalnya keluarga Dwipangga tidak setuju dan dia bertengkar hebat dengan Sofia. Tapi tidak ada yang bisa mengalahkan kekeraskepalaan Giandra. Dia membawa Amora kembali ke Singapura meninggalkan semuanya di Indonesia.Beberapa bulan kemudian.Amora menahan keluh saat kakinya mulai sakit. Ia tetap kelihatan kuat walau kakinya pegal luar biasa, lagi pula ini adalah salahnya yang ingin berbelanja di saat umur kandungannya sudah memasuki usia sembilan bulan.“Kamu tidak apa-apa?” tanya Giandra yang sepertinya paham dengan keadaan istrinya tersebut.“Tidak apa-apa, Giandra,” jawabnya dengan tersenyum manis.Laki-laki tampan tersebut menghela nafas berat, ia berjalan cepat hingga membuat Amora terkejut karena wanita itu tidak dapat mengikutinya, tapi tidak lama Giandra kembali dengan membawa kursi plastik.“Duduk dulu,” kata Giandra dan Amora menurut. Laki-laki tersebut berjongkok di de
Akhirnya proses perceraian Olivia dengan Rehan berjalan lancar. Tampaknya tidak ada yang merasa sedih atau berat hati jika keduanya berpisah. Sofia malah tampak senang. Jelas saja, karena wanita itu memang sudah lama ingin agar Rehan bercerai dengan Olivia. Sisanya tidak ada yang berkomentar sama sekali.Sementara Oliver yang masih tidak paham kalau kedua orang tuanya sudah bercerai juga santai-santai saja ketika melihat Olivia pergi meninggalkan mansion sambil menyeret dua buah koper. Sepertinya faktor terbiasa ditinggal pergi oleh Olivia membuat anak itu berpikir kalau ibunya pergi dalam rangka melakukan liburan, bukan karena telah berpisah dengan ayah sambungnya.Setelah menanda tangani surat perceraian itu, Rehan tidak pulang semalaman dan baru pulang esok harinya setelah menghabiskan waktu dengan mabuk-mabukan di bar. Ia mabuk bukan karena sedih akan bercerai dengan Olivia, tentu ia juga akan dengan senang hati menceraikan wanita itu jika saja tak ada Oliver yang membuat pria itu
Olivia masih yakin kalau suaminya itu sedang bersama dengan Anna. Tentu pemikiran ini muncul karena dia merasa Rehan sedang membalas dendam karena dirinya yang tidak pulang beberapa hari guna menghabiskan waktu bersama Randika, dan tentu saja pria itu tidak akan sudi jika hanya berdiam diri di rumah saja dan menunggu kepulangannya. Jadi, memang lebih masuk akal jika Rehan menghabiskan waktunya di luar bersama dengan wanita lain, dan tentu wanita itu adalah Anna. Memang siapa lagi wanita yang saat ini sedang dekat dengan Rehan?Lagi pula, sejak kepulangannya, tidak hanya Rehan yang tak tampak, Anna juga tidak datang ke mansion ini. Sesuatu yang patut dicurigai oleh Olivia.Ketika sarapan tadi pagi pun yang hadir di meja makan hanya Olivia dan kedua mertuanya. Amora dan Giandra absen hadir di meja makan karena alasan kesehatan Amora yang sedang tidak bagus. Wanita itu kembali mengalami mual yang hebat dan membuat Giandra jadi mengambil cuti guna merawat istrinya yang tengah hamil muda i
Setelah menunggu semalaman sampai pagi tiba, Olivia tidak juga mendapati Rehan berada di mansion ini. Ia curiga kalau pria itu sengaja tidak pulang untuk menghindarinya. Atau bisa saja pria itu memang pergi untuk bersenang-senang dengan wanita lain.“Apa dia menghabiskan waktu dengan dokter itu dan saking senangnya dia sampai tidak berniat pulang lagi? Atau jangan-jangan mereka sudah merencanakan pernikahan?” tanya Olivia kepada diri sendiri.Wajar jika Olivia berpikir begitu, karena malam ketika Anna berpamitan kepada keluarga Dwipangga ini Olivia tidak berada di rumah, wanita itu begitu sibuk menghabiskan waktunya di tempat tinggal Randika. Berada di rumah dengan kehadiran Anna sesekali ke rumah itu, terlebih saat Giandra masih sakit dan cuti bekerja membuat Olivia jadi gerah.Dia beralasan ingin menjenguk Giandra, tapi tujuannya tentu saja untuk mencuri-curi waktu bersama Rehan dan mengambil hati wanita tua itu yang ingin sekali menjadikannya menantu, batin Olivia jika teringat bag
Setelah beberapa hari ini Amora tidak diserang rasa mual yang hebat seperti sebelum-sebelumnya, sekarang rasa mual itu mulai datang lagi. Sejak pagi Amora sudah berkali-kali ke kamar mandi, berusaha memuntahkan isi perutnya. Namun tidak ada yang ke luar selain cairan bening yang terasa pahit di tenggorokannya. Giandra yang tidak tega melihat Amora yang berbaring lemas di ranjang menjadi dilema untuk pergi kerja atau izin libur agar bisa merawat Amora.Giandra akhirnya membatalkan niatnya untuk pergi kerja dan memelepon ke rumah sakit. Sebenarnya sebelum Amora diserang rasa mual yang hebat itu Giandra sudah berpakaian rapi seperti biasanya. Namun, saat ini jasnya sudah tergeletak di sofa di kamarnya, lengan baju yang sudah dikancingnya pun sudah digulung sampai siku, dan dasinya sudah dilepas, bahkan kancing kerah bajunya juga sudah dicopot. Giandra kini bertransformasi menjadi suami yang siaga. Dia memijat tengkuk Amora ketika lagi-lagi perempuan itu merasakan perutnya bergejolak.“Ma
Randika membolakan matanya saat mendengar kata-kata yang keluar dari mulut Olivia. Sebenarnya bukan baru kali ini saja dia mendengar Olivia mengucapkan kata kalau ia ingin cerai dengan Rehan, Randika sudah mendengarnya berulang kali. Tapi, saat ini yanh membuat Randika cukup terkejut adalah karena dari raut wajahnya tampak kalau Olivia tidak main-main dengan apa yang diucapkannya. Wanita itu kelihatan sangat serius dan sudah yakin kalau akan meminta cerai dari Rehan."Kau yakin dengan apa yang kau ucapkan itu, Honey?" tanya Randika dengan kening mengernyit.Olivia mengangguk yakin. Wajahnya terlihat begitu tegas dan tidak sedikit pun tampak kebimbangan atau kecengengan di sana, sangat jauh berbeda dengan Olivia yang ketika pertama kali mengatakan ingin bercerai itu menyampaikan kepada Randika sambil menangis. "Ya, aku sangat yakin," tegas Olivia.Randika bangkit dari tidurnya dan duduk menghadap ke arah Olivia. Kemudian dia meyakinkan wanita itu untuk memikirkan ulang keputusannya dan
Sebenarnya Giandra tak punya rencana untuk mengajak Amora pergi ke rumah ibu Anna. Mana mungkin di saat perasaan bersalah yang dideritanya karena merasa telah mengkhianati Amora sebab Anna yang menyatakan cinta kepadanya membuat pria itu mengambil keputusan untuk mengajak sang istri bertemu dengan orang tua wanita itu? Giandra tak segila itu.Namun, entah bagaimana ceritanya, pagi-pagi sebelum Amora mengatakan kepadanya kalau wanita hamil itu ingin makan seblak, sebuah pesan mendarat di handphone nya. Pesan dari Anna.Dokter AnnaPagi Dokter GiandraMaaf jika membuat Dokter tidak nyamanSaya hanya ingin menyampaikan maaf dan terima kasih sekali lagiTerutama untuk AmoraOh iya, tadi saya sudah menyampaikan kepada ibu kalau Amora ingin makan seblakDan Ibu meminta agar Dokter Giandra dan Amora datang ke rumahIbu bilang akan membuatkan seblak sebagai rasa terima kasihSemoga Dokter berkenan menerima kebaikan kamiGiandra menghela napas. Saat pesan itu datang kepadanya, jelas dia tidak