sudah double update ya Kak
"Tak masalah Tuan Vino. Ini sudah malam dan waktunya untuk Stella pulang. Terima kasih atas jamuannya."Hanya dengan menganggukkan kepala, Raja lalu mengandeng Stella dan mengajaknya keluar dari gedung itu.Stella hanya tersenyum saat melihat wajah Vino yang nampak pias. Bukannya jahat, tetapi saat ini Stella sama sekali memang tak memperdulikan mantan kekasihnya itu, karena saat ini hatinya sudah merasa sangat bahagia.Selama berada di pesta ini, Raja sudah menyelamatkan dia sebanyak dua kali. Satu saat akan terjatuh tadi dan kemudian saat bisa lepas dari Vino.Jujur, saat tadi Vino menceritakan kisah hidupnya saat berusaha memantaskan diri untuk Stella, saat itu juga terbit perasaan iba. Hingga dan rasanya tak enak untuk langsung pergi begitu saja, kedatangan Raja yang tiba tiba malah membuatnya begitu tenang."Ini masih sore Tuan Raja," ucap salah seorang kolega saat Raja melintas masih dengan mengandeng tangan Stella."Haha ... Ada sedikit urusan yang mendadak." Raja menjawab den
Wajah Raja langsung nampak pias dan menghentikan aktivitas nya bermain ponsel. "Aku cemburu?" Pria itu terkekeh sesaat. "Kalau benar apa salah?"*"Kak Stella nggak mampir dulu?" Jeny bertanya sembari berdiri di samping mobil Stella. Saat ini Stella sudah duduk di kursi kemudinya, setelah Raja turun dan saat ini berdiri juga tepat di samping Jeny."Emm----"Stella tersenyum manis dan dengan segera ingin menjawab pertanyaan dari Jeny itu, tetapi ketika Stella masih bergumam, Raja malah menyambar terlebih dahulu."Ini sudah malam Jeny. Tak baik bagi seorang wanita pulang sendiri terlalu larut," ucap Raja dengan wajah dingin.Jeny mengerucutkan bibirnya dan sesaat menatap malas pada sang kakak, lalu melihat pada arloji mewah yang melingkar di tangannya."Ini masih pukul sepuluh malam Kak." Protes Jeny."Iya itu sudah malam! Cepatlah pulang, Stella. Atau buat diantar sama anak buahku?" Sepertinya Raja begitu khawatir pada Stella, dengan wajah yang tak bersahabat.Membuat Jeny menarik sala
"Stella. Dia memang sungguh unik." Setalah telah sampai di kamarnya, Raja segera membaringkan tubuhnya di ranjang, sambil memejamkan matanya.Senyum terkembang di bibir pria tampan pemilik manik mata hitam putih pekat itu. Membayangkan nama wanita yang baru saja dia sebut."Ah ... Kenapa aku malah membayangkan Stella?" Nata Raja terbuka dibarengi dengan kekehan.Sepertinya pria itu masih juga belum sadar dengan perasaanya pada Stella. Wanita cantik yang malam ini membuat hatinya seperti roller coaster."Lebih baik aku tidur dan tak terbawa oleh suasana."Raja bangkit dan akan segera menuju ke kamar mandi untuk membersihkan diri dan ingin segera untuk istirahat. Tetapi langkahnya terhenti saat ponsel yang ada di nakas berdering, menandakan sebuah panggilan masuk."Siapa malam malam begini?" tanya Raja sambil berjalan menuju kembali ke arah nakas. "Apa itu Stella?"Dan lagi, pikirannya saat ini malah tertuju pada Stella yang mungkin saja saat ini memang belum sampai rumah. Sekedar inf
"Kakak harus jaga kesehatan dong. Sudah aku bilang kan jangan forsir diri pada pekerjaan saja." Rara mengomel saat menjenguk Satria yang memang sedang sakit di rumah.Satria malah terkekeh melihat adiknya yang sejak datang tadi memang terus berbicara tanpa putus. "Kenapa setelah menikah dengan Arjuna, kamu jadi bawel ya?" ucap Satria yang memang merasa pusing.Sejak kemarin Satria memang merasa drop, memang benar dia kecapekan karena terus bekerja seperti tak kenal lelah. Sehingga akhirnya tubuhnya tak bisa menerima hal itu. Sedangkan Rara tahu karena mendapat telepon dari salah satu asisten rumah tangga di kediaman keluarga Wijaya.Rara mendengus dan malah memelototi sang kakak. "Ya ampun, Kak. Aku ini kan nggak bawel. Semua hanya demi kebaikan Kak Satria saja." Rara terus menyiapkan semangkuk bubur ayam pada kakaknya. "Kalau bukan aku, lalu siapa lagi? Toh kakak juga sampai sekarang nggak mau nikah, nggak punya juga malah," ucap Rara sambil sedikit bercanda.Satria menghela nafas pa
Bab 192"Ah iya, Kak Sarah, kakaknya Nizam, akan dipersunting oleh salah satu karyawan Jaya Corp.," ucap Rara memberikan kabar.Kening Satria langsung berkerut mendengar hal itu. "Ra ... Seharunya kamu tak berhubungan lagi dengan keluarga itu. Kakak tak suka."Wajah Satria yang tadi nampak bersahabat, saat ini malah mulai mengeras.Degh'kenapa kakak masih berkeras hati seperti itu?' Sesaat Rara bergumam dalam hati."Kenapa Kak? Itu kah sudah masa lalu, mereka juga sudah meminta maaf." Rara bertanya dengan suara lirih. "Dan lagi pula, Kak Sarah saat ini juga bekerja di Jaya Corp."Rara memang belum membicarakan tentang hal ini pada Satria dulu, bukan karena apa apa, tetapi karena memang dia lupa. Saat memberikan pekerjaan untuk Sarah itu, saat itu memang sedang riweh untuk acara persiapan pernikahan Rara dan Arjuna. Jadi rasanya tak ada waktu untuk membicarakan hal itu. Ditambah lagi Rara berpikir jika hal yang dia ambil juga tidak salah.Satria nyatanya malah membuka mulutnya lebar-
"Apa kamu benar benar sudah siap menikah dengan Ardi?" Bu Endang bertanya pada Sarah yang sedang menunggu kedatangan keluarga Ardi saat itu. "Apa nggak lebih baik hanya tunangan saja dulu, Sarah?" Wanita paruh baya itu nampak khawatir.Sejak tadi dia memegang telapak tangan sang anak sembari berharap cemas menatap ke arah luar rumah kontrakan."Siap, Bu. Doakan saja ya." Sarah tersenyum penuh arti. "Sepertinya Mas Ardi memang jodoh Sarah. lagian usia Sarah kan juga semakin bertambah, Bu. Rasanya tak enak kalau masih tetap sendiri."Sarah yang memakai kebaya warna putih dengan make up sederhana polesan sendiri, nampak ayu saat ini. Karena memang dasarnya dia sudah cantik. Sengaja juga dia tak memakai jasa salon demi mengirit uang. Karena memang Andi pun tak memberikan padanya uang sama sekali.Bu Endang menghela nafas dalam, menyadari jika usia sang putri saat ini memang sudah hampir tiga puluh tahun. Untuk ukuran gadis apa lagi orang tak punya seperti mereka, termasuk dipanggil perawa
"Menikah itu tak hanya melihat enaknya aja Sarah. Semua butuh perimbangan matang. Tahu tentang keluarganya satu sama lain harus menjadi yang utama. Ini bukan untuk sementara, tetapi untuk selamanya," ucap Bu Endang terus berusaha untuk mengingatkan. "Jangan seperti membeli kucing dalam karung. Agar tak menyesal di kemudian hari." Bu Endang pun tak lupa berkaca pada kejadian pernikahan Rara dan Nizam dulu. Bukan karena dia kaget jika tenyata tiba tiba Rara yang dianggap miskin malah ternyata seorang anak dari pemilik kerajaan bisnis paling tersohor di Nusantara ini. Bukan itu.Tetapi lebih karena perlakuan buruknya dan juga anak anaknya dulu pada Rara. Dia yang sekarang sudah banyak berubah, pun menjadi sangat takut dengan yang dinamakan karma. Takut jika ada kejadian buruk yang nanti akan berimbas pada kehidupan anak anaknya Ketika menikah.Meski hal itu terus membayangi pikirannya, tetapi dia tak mau mengatakan hal ini pada Nizam dan juga Sarah. Takut jika hanya membuat mereka kepik
Bu Endang hatinya makin merasa tak enak, hanya saja melihat Sarah yang nampak bahagia, dia tak bisa lagi protes. 'Semoga kamu benar benar bahagia dengan Ardi, Sarah.'Bu Endang meremas tangan Sarah yang duduk tepat berada di sampingnya, ada rasa yang tak bisa diungkapkan saat ini. Air mata sudah menggantung di pelupuk mata. Wanita paruh baya itu dengan sekuat tenaga agar bulir bening hangat itu jangan sampai menetes di pipi."Ibu tenang ya," ucap Sarah sambil berbisik di telinga ibunya. "Meski sudah menikah, Sarah akan sering datang kesini Bu."Dalam pikiran Sarah, sang ibu menangis dan sejak tadi terus menangguhkan pernikahannya karena tak ingin Sarah pergi dari rumah saja. Itu lah kenapa dia pun menenangkan hati sang ibu."Benar begitu kan Mas? Jika nanti kita sudah menikah, maka aku masih boleh mengunjungi ibu?" Sarah pun bertanya pada Ardi, demi untuk menenangkan pikiran Bu Endang."Tentu saja." Tanpa menunggu sepersekian detik, Ardi pun memberikan jawaban disertai dengan senyuman