Bab 156"Selamat pagi Nona. Eh ... maaf. Nyonya Rara."ucap Linda yang kemudian menunduk dan meminta maaf. Rara terkekeh melihat hal itu. "Pagi Linda. Sepertinya memang harus mulai dibiasakan ya." Pagi ini, setelah dua minggu Rara memang baru masuk ke kantor lagi hari ini. Sedangkan kemarin memang semua hanya dihandle oleh Linda. Rara hanya menerima laporan saja."Apa deadline hari ini, Lin?" Rara kembali bertanya sambil menyenderkan kepalanya di kursi."Pagi hari tidak begitu sibuk, Nyonya. Hanya nanti siang sekira pukul 11 ada meeting dengan Mandiri Corp." Linda dengan cermat membacakan agenda Rara hari ini.Rara menganggukkan kepalanya. "Oke. Terima kasih." Rona kebahagiaan terlihat dengan jelas di wajahnya. Seperti sebuah impian yang menjadi nyata, semua kini terwujud dan ada dalam gengamannya. Menjadi seorang CEO yang sukses, mempunyai keluarga yang utuh dan juga memiliki seorang suami yang begitu mencintainya.Bahkan dulu ketika hidup sebagai istri dari Nizam, dia sudah perna
"Selamat siang Nyonya Arjuna Pranama. Apa saya boleh masuk?" Arjuna menyembulkan kepalanya di pintu ruangan kantor Rara sambil tersenyum menampakkan gigi putihnya.Rara kaget dan sontak tersenyum, sedangkan Linda yang kini berada di dalam ruangan itu juga nampak menjadi kikuk."S-saya permisi dulu, Nyonya." Linda mulai membereskan dokumen dan berjalan sedikit menjauh dari meja kerja Rara."Santai saja Linda. Apa semua sudah selesai?" Rara nampak masih tenang saja."Untuk saat ini sudah Nyonya. Tidak ada lagi sampai esok hari." Tangan cekatan Linda kini membawa semua dokumen."Oke, kalau begitu terima kasih banyak ya."Linda mengangguk dan keluar dari ruangan itu setelah menunduk juga pada Arjuna yang tadi bediri tak jauh dari pintu."Sudah selesai?" Arjuna berjalan mendekati sang istri dengan wajah sumringah. Pria itu kemudian menatap Rara penuh cinta. "Kamu begitu cantik, Sayang."Seperti tak sadar Arjuna berkata seperti itu, saat Rara belum menjawab . Seperti terhipnotis pada wanita
"Ini tentang Raja, Ra. Harus bagaimana lagi sih agar aku bisa mendapatkan hatinya?"Rara malah tertawa mendengar curhatan dari sahabatnya itu. "Eh ... Kok kamu malah ketawa sih, Ra?" ucap Stella dengan wajah kesal.Rara masih terbahak sambil menutup bibirnya. "Ya karena kamu lucu sih, Stell. Mana nih yang katanya Stella si penakluk pria? Baru segini doang udah mau nyerah. Cemen banget ih!"Stella menghembuskan nafasnya kasar sembari memutar bola matanya dengan malas. "Jahat banget sih kamu, Ra. Mentang mentang udah dapat sekelas Arjuna!" seru Stella sambil menyilang akan kedua tangannya di dada.Rara kembali terkekeh dan sesaat kemudian menjawil dagu Stella yang lancip. "Ya ampun .. gitu aja kok pakai ngambek segala sih cantik. Sensi amat. Lagi dapet?" Rara kembali menggoda Stella.Selama bertahun-tahun mereka menjalin hubungan pertemanan, baru kali ini memang Rara melihat seorang Stella galau karena cinta seorang pria.Padahal sejak SMA dulu, justru Stella lah yang paling sering me
"Apa kamu baik-baik saja Sayang?" Arjuna nampak begitu panik saat ini. Rara menganggukkan kepala dan tersenyum tipis. "Sepertinya hanya masuk angin dan kecapekan saja," jawab Rara yang kemudian langsung beranjak ke ranjang.Tenyata jawaban dari Rara itu tak memuaskan rasa penasaran Arjuna. Pria itu masih nampak begitu panik. "Mau minum obat? Apa mau aku pijit? Atau mau dipanggil kan dokter?" Arjuna mengikuti sang istri yang sudah berbaring di ranjang.Rara menggelengkan kepalanya. "Tidak perlu, Kak. Sepertinya aku hanya perlu istirahat.""Tentu ... Aku akan terus menemani kamu Sayang." Setelah membenarkan selimut dan mengecup kening Rara, Arjuna pun ikut berbaring di samping sang istri sambil memeluk dari belakang. "Istirahatlah, Sayang. Aku mencintaimu."Saat tadi Rara mual dan lari kembali masuk ke dalam rumah, Arjuna baru saja keluar dari kamar anak anak. Dia dan juga Handi langsung panik melihat kondisi Rara. Hanya saja Rara terus meyakinkan kedua pria tersebut jika dia hanya sed
"Akhirnya ... Aku bisa segera mewujudkan impian semua orang."Ya ... tadi ketika ke apotik Rara memang membeli beberapa alat test kehamilan. Bukan hanya satu, tapi kali ini tiga alat sekaligus dengan merek dagang yang berbeda langsung dicoba oleh Rara."Kak Juna dan anak anak pasti sangat bahagia nanti." Rara memejamkan matanya karena merasa begitu bahagia.Karena sudah pernah hamil sebelumnya, sedikit banyak Rara mengerti tanda tanda kehamilan. Sudah sehari memang dia telat datang bulan. Lalu ketika rasa mual itu mulai melanda, Rara pun menjadi semakin yakin. Tetapi dia tetap tak mau gegabah sebelum mengecek, akhirnya apa yang dia pikirkan kini telah menjadi kenyataan."Linda, tolong bilang ke ibu kantin untuk mengratiskan semua makan siang para karyawan hari ini. Semua makanan yang tersedia dihitung saja." Rara yang baru saja keluar dari toilet langsung memberikan tugas untuk Linda.Seperti biasa Linda langsung mengangguk. "Dalam rangka apa ini Nyonya?" Tetapi tak ayal dia juga pen
"Jangan Ma. Tolong biarkan saya sendiri yang mengatakan hal ini pada Kak Juna."Rara berkata sambil mengulum senyum di bibirnya. Dia bahkan sudah bisa membayangkan seperti apa nanti reaksi dari suaminya itu. Yasmin pun mengangguk Dan tersenyum tipis. "Baik Sayang. Mama menyerahkan semuanya sama kamu. Satu hal yang pasti, mama begitu bahagia saat ini. Terima kasih ban ya."Obrolan melalui sambungan telepon itu pun diakhiri. Saat itu Yasmin kembali berteriak dan memeluk Rudi yang nampaknya masih kikuk."Ada apa sih, Ma. Kok kamu kelihatan begitu bahagia?" Rudi bertanya sambil tersenyum. "Hem ... Apa di ulang tahun kali ini kamu mau hadiah yang istimewa dari Papa?" Rudi mencoba untuk menebak. Karena memang biasanya ketika ulang tahun seperti ini, Yasmin memang tak lupa selalu meminta apa yang dia inginkan, seperti anak kecil Dan tentu saja hal itu harus dikabulkan oleh Rudi.Tapi kali ini Yasmin malah dengan cepat menggelengkan kepalanya. Rudi mengernyitkan dahinya, " kenapa begitu?" ta
"Maaf! Maaf banget telat dikit. Tadi jalanan begitu macet dan aku juga lupa jatuh kunci mobil, jadinya agak lama dikit," ucap Stella dengan nafas terengah engah karena memang wanita cantik itu lari begitu kencang dari area parkir sampai ke dalam restoran mewah ini yang jaraknya sih memang lumayan. "Nggak apa apa kan? Belum ad Sepuluh menit kok."Stella kembali berucap sambil menunjukkan deretan gigi putihnya yang begitu rapi.Seorang pria tampan dengan pakaian rapi hanya tersenyum tipis dan mengangguk saja melihat kelakuan Stella yang sepertinya sedikit salah tingkah. "Silahkan duduk."Pria tersebut tak lain adalah Raja Sanjaya, pewaris pertama keluarga Sanjaya. Siang Ini Stella dan juga Raja memang berjanji untuk bertemu. Raja lah yang mengundang Stella, untuk membicarakan masalah brand ambasador tentang produk terbaru yang dikeluarkan oleh perusahaan Raja."Kamu nggak marah kan?" Stella nampak masih sedikit tak enak sembari menebarkan posisi duduknya."Tidak masalah," jawab Raja masi
"Aku akan menyetujui perjanjian itu, jika kamu mau mencoba pacaran denganku."Stella seperti begitu gampang mengucapkan kalimat itu, wanita cantik yang siang ini menggunakan dress warna putih selutut itu tersenyum dikulum. Kedua telapak kakinya yang ada di bawah meja terus saja dua gerak gerakkan. Stella tentu bukanlah seorang wanita cantik yang hanya mengandalkan kecantikan luar dan menampilkan yang luar biasa saja. Tetapi dia juga memiliki inner beauty dan kecerdasan yang tinggi. Ketika dia merasa banyak usahanya untuk mendapatkan Raja pupus, maka dia pun tak kehilangan akal. Lewat perjanjian kerjasama yang satu ini, dia tak ingin uang. Tetapi menginginkan agar bisa lebih dekat dengan Raja."Mak ...sudnya?" Raja membuka mulutnya lebar sambil mengerutkan alisnya. Belum habis rasa kagetnya, saat ini dia harus lebih kaget lagi dengan syarat yang diajukan oleh sang artis. Sehingga rasanya dia tak ingin jika apa yang baru saja didengar itu benar adanya.Stella mendecib dan tersenyum ke
"Selamat menempuh hidup baru ya, Raja, Stella. Doa kami semua yang terbaik untuk kamu. Semoga segera memiliki momongan."Rara kembali memberikan selamat pada sahabatnya ini, kali ini saat Raja dan Stella baru saja tadi mengungkapkan janji suci pernikahan. Setelah dua bulan yang lalu mereka juga menggelar acara pertunangan yang mewah."Terima kasih banyak ya. Tanpa kalian,mungkin kali ini kami pun belum bisa bersatu." Stella terus mengenggam tangan Rara. Sahabat yang memang menjadi support utama hubungannya dengan Raja. "Sepetinya para baby gemoy ini nunggu Tante dan Om nya resmi dulu, baru mau launching nih."Stella mengelus perut Rara yang begitu buncit. Rara dan Arjuna yang berada di sampingnya pun terkekeh. "Bisa jadi seperti itu. Karena harusnya HPL kemarin."Ya, memang meski telah terlewat HPL sehari, tetapi Rara belum merasakan tanda tanda kehamilan yang datang. Itu Lah kenapa hari ini dia kekeh untuk datang ke pesta pernikahan itu. "Ah iya, kak Satria juga akan segera melamar
"Bu, Mas Ardi tumben banget sih jam segini belum keluar kamar ya?" Dita yang baru duduk di meja makan, bertanya pada sang ibu sambil menoleh pada kamar sang kakak, yang sejak kemarin sore tak terbuka sama sekali."Iya, dari pulang kerja sudah nggak keluar. Nggak makan malam juga kan?"Ketika Bu Mira masih terdiam, Dewi malah menimpali ucapan adiknya itu. "Halah ... Paling dia itu masih meratapi si Sarah itu," ucap Bu Mira ketus. "Dasar Cemen!"Bu Mira sebenarnya juga sedikit merasa khawatir dengan Ardi. Karena memang setelah Sarah pergi dari rumah ini, putranya itu bahkan tak pernah mau makan. Ardi yang biasanya begitu hangat dengan keluarga, berubah menjadi Ardi yang tertutup dan begitu muram.Padahal ini bukanlah untuk pertama kalinya Ardi menalak istrinya, Sarah adalah yang ketiga, tetapi sungguh saat ini berbeda.Biasanya Ardi biasa saja dan seperti tak lagi memikirkan tentang mantan mantan istrinya itu."Aku kok khawatir ya Bu sama Ardi. Dia itu kayaknya patah hati banget deh keh
"Selamat ya Stella, aku benar benar ikut bahagia. Kalian memang pasangan yang sangat serasi loh." Rara mencium pipi kanan kiri sahabatnya yang malam ini terlihat begitu cantik dalam balutan dres warna putih itu. "Ini semua nggak akan pernah terjadi tanpa bantuan kamu Ra. Pokoknya terima kasih banget loh." Stella memeluk Rara. "Kamu memang sahabat terbaikku."Air mata telah menumpuk di pelupuk mata, tetapi tangis bahagia itu memang sengaja ditekan oleh Stella, karena takut merusak riasan. Malam ini adalah malam pertunangan Stella dengan Raja Sanjaya. Hanya satu hari berselang dari acara jumpa pers yang berakhir menyenangkan itu, keluarga Sanjaya menggelar pesta pertunangan keduanya dengan begitu mewah."Nggak juga. Lebih tepatnya aku hanya perantara sih, yang berperan penting tentu masih tetap Tuhan. Gimana, enak rasanya lebih wow kan, jika cinta di dapat setelah begitu banyak rintangan?" Rara kembali berucap.Kali ini tidak hanya Stella yang tertawa, tetapi Raja juga. Raja pun ter
"Raja?!" Stella langsung memekik, saat melihat sosok yang saat ini paling ingin dia hindari berjalan masuk dari pintu keluar. Raja tidak sendiri, tetapi saat ini pria tampan itu bersama dengan Sinta dan juga Jeni."Hei mau apa dia ke sini? Apa kamu bilang juga sama si Raja jika saat ini kamu mengadakan konversi press?" Romi pun langsung bertanya sembari berbisik. Pria kemayu itu benar-benar tak menyangka sama sekali, jika Raja datang. Bukan apa-apa, tetapi setelah tadi Stella mengambil keputusan bahwa akan menjauhi Raja, dan sekarang Raja datang kembali, itu berarti Romi harus kembali menghadapi Stella yang banyak masalah dan banyak pikiran. Dan, itu berarti juga Stella pun akan menunda beberapa jadwal shooting, karena tak bisa fokus untuk melakonkan perannya. Semua itu tentu saja berimbas pada Romi yang merupakan manajernya."Entahlah, Rom. Aku tak tahu." Stella menjawab sembari menggelengkan kepalanya.Stella yang memang menghindari Raja, ingin segera pergi dari ruangan itu. Teta
"Duh kenapa aku jadi grogi banget gini sih ROM?" tanya Stella, yang sebentar lagi akan melakukan jumpa pers, pada manajernya yang kemayu itu. Romi menepuk-nepuk pundak sang artis. "Ih kamu ini kayak apa aja sih Stella? Kamu ini kan artis besar, masa sih gini aja Kamu demam panggung? Nggak level banget sih."Apa yang dikatakan oleh Romi itu tadi, sebenarnya bukanlah sebuah ejekan. Tetapi Romi melakukan hal itu untuk memantik semangat Stella yang sepertinya memang telah mulai mengendur."Romi, ini kan bukan sandiwara atau film-film yang sering aku bintangi. Ini nyata Romi, ini hal yang benar-benar terjadi dalam hidupku. Jadi rasanya wajar dong jika aku grogi banget seperti ini." Stella mengelak. Romi memutar bola matanya dengan malas. Dia tahu jika memang konferensi pers yang akan diadakan oleh Stella ini, seperti suatu hal yang tidak diinginkan oleh hatinya Stella. Tetapi artis cantik itu memaksakan kehendak."Makanya dong Stella, Aku kan udah bilang sama kamu, jangan bohongin hati
Brak brak brak"Dewi bangun!" Pagi buta itu, Bu Mira sudah menggedor pintu kamar Dewi. Setelahnya, wanita itu ganti menggedor kamar Dita, yang terletak tepat di samping kamar Dewi.Brak BrakBrak"Dita bangun kamu. Ini sudah siang! Kamu itu anak gadis, jadi jangan bangun siang-siang!" eriak bu Mira dengan penuh emosi.Merasa tak mendapatkan respon sama sekali dari kedua putrinya, bu Mira pun kembali menggedor dengan keras pintu kamar itu, dengan teriakan yang sangat melengking di pagi hari."Duh ternyata repot banget kalau nggak ada Sarah. Ngapain sih Ardi kemarin itu sampai menalak Sarah? Coba saja ada Sarah, pasti aku sekarang masih tidur dan mainan hp di kamar." Bu Mira begitu emosi dengan dirinya sendiri saat ini.Sejak kemarin malam setelah kepergian Sarah, wanita paruh baya itu tak dapat memejamkan matanya sama sekali. sSepertinya dia merasakan apa yang sedang dirasakan oleh Ardi saat ini. Rasa penyesalan karena telah mengusir Sarah dari rumah ini."Seharusnya Ardi juga menge
"Dasar perempuan jalang! Cepat pergi kamu dari rumah ini!" Bu Mira kembali berteriak, saat itu Ardi pun sedikit kaget. "Cepat pergi atau kuse-ret kamu!!"Bu Mira sudah akan maju untuk menyeret Stella, sedangkan Dewi dan Dita mengikuti di belakangnya."Hentikan Bu!" Yang berteriak ternyata bukan Sarah, tetapi Ardi. "Jangan lagi menghina Sarah."Raut wajah para anggota keluarga itu nampak terkejut dengan ucapan pria itu. Kemudian Ardi menoleh pada Sarah. "Pergilah Sarah. Semoga kamu bisa mendapatkan ganti yang lebih baik dariku. Maafkan aku ya."Sarah sedikit kaget juga dengan perubahan sikap Ardi yang begitu drastis setelah mengucapkan kata talak tadi. Dia sempat berpikir jika mungkin mantan suaminya itu menyesal karena telah mengakhiri hubungan itu. Tetapi sejurus kemudian seperti ada yang kembali mengingatkan pada Sarah. Seperti apa sikap Ardi, yang selama mereka menikah malah sama sekali tak pernah memperlakukan dia seperti layaknya seorang istri."Tentu Mas. Tuhan tak pernah tidur.
"Terima kasih telah terus bersama dengan Sarah, Bu. Jika tak ada ibu, mungkin Sarah sudah semakin hilang arah." Sarah kemudian memeluk ibunya .Tak terkira rasa terima kasih Sarah pada sang ibu. Karena memang tak ada lagi tempat kita kembali selain pada ibu. Wanita yang benar benar menyayangi kita apa adanya tanpa balas jasa.Terhitung sudah dua hari Sarah kembali pulang ke rumah kontrakan Bu Endang. Setelah kemarin ditalak Ardi dan diusir dari rumah mantan suaminya itu. Untung saja pernikahan mereka hanya pernikahan siri alias secara agama, jadi tak perlu repot repot menuju ke pengadilan agama. Tak butuh proses lama untuk menjadikan Sarah berstatus menjadi janda.Kadang memang banyak hal rasanya seperti membuat kita kecewa, seakan Tuhan tak menuruti segala keinginan kita. Padahal sebenarnya semua itu adalah berkah, karena Tuhan nyatanya tidak memberikan apa yang kita inginkan, tetapi apa yang kita butuhkan."Maaf ya, dulu ibu sempat melarang karena kamu hanya akan dinikahi di balik t
"Kamu nggak kerja, Sarah?" Bu Endang bertanya pada Sarah setelah mereka berdua baru saja selesai melaksanakan salat subuh.Sarah mencium punggung tangan ibunya dengan takdzim. "Belum untuk sekarang Bu. Mungkin besok." Sarah berkata sambil tersenyum manis."Jika memang kamu sudah tak nyaman kerja disana, lebih baik kamu cari kerja di tempat lain saja, Sarah." Raut wajah wanita paruh baya itu nampak khawatir.Tak salah jika akhirnya Bu Endang jadi mengkhawatirkan tentang tempat kerja Sarah. Setelah kini Sarah tak lagi menjadi istri Ardi, Bu Endang merasa takut jika Sarah tak akan nyaman bekerja satu kantor dengan sang mantan suami. Apa lagi mengingat jika hubungan yang pernah terjalin dulu begitu tidak baik.Sarah tersenyum penuh artis, ditepuknya telapak tangan Bu Endang yang sejak tadi masih digenggamnya. "Sarah belum memikirkan hal itu Bu. Nanti malam saja." Ada hal yang tentu saja disembunyikan oleh Sarah. Apa lagi jika bukan rasa sakit hati. Hanya saja tentu wanita itu tak ingin me