"Jika kamu memang berniat ingin serius dengan Rara, aku memberikan restu. Tetapi dengan sebuah catatan, jika sampai kamu menelantarkan dia, maka aku akan mengakhiri hidup kamu Juna."Rara langsung membelalakkan mata mendengar apa yang dikatakan oleh sang kakak itu. Dia begitu kaget dan terkejut. " Apa ini berarti ... kakak merestui hubungan kami?" Wanita cantik itu nampak masih belum percaya dengan apa yang baru saja dia dengar.Satria menghembuskan nafasnya kasar, kemudian pria tampan ini pun mengubah posisi duduknya. Kini dia bersandar pada sofa."Apa ada yang kurang jelas Juna?"Bukannya menjawab pertanyaan Rara, tetapi Satria malah bertanya pada Arjuna."Cukup jelas." Arjuna menjawab dengan cepat dan singkat.Arjuna sebenarnya pun merasa kaget dengan Satria yang begitu gampang memberikan restu pada hubungannya dengan Rara. Padahal sebelumnya sang sahabat seperti begitu menentang hubungan itu. Tetapi dia tahu pasti, Satria bukan orang yang suka bercanda dan berbelit-belit, dia suk
"Akhirnya." Arjuna saat ini sudah kembali sampai di rumah, dia masih terus tersenyum sepanjang perjalanan tadi bahkan sampai sekarang. Euforia kebahagiaan itu masih seperti melekat dalam dirinya.Tak ada perasaan lain selain bahagia saat ini, seperti sebuah impian dan cita-cita yang baru saja digapai, Arjuna tentu tak ingin semua ini cepat usai.Padahal tadinya dia merasa masih harus berjuang melakukan beberapa hal untuk bisa mendapatkan restu dari Satria. Tetapi nyatanya, seperti sebuah keajaiban yang datangnya tak bisa diduga, hanya sedikit saja Arjuna mengatakan sebuah kejujuran, Satria langsung memberikan restu itu."Kenapa kamu terus tersenyum?" Suara dari seorang wanita yang tak lain adalah sang ibu, sukses membuat lamunan Arjuna menghilang."Eh ... Mama." Arjuna berucap spontan dengan wajah yang sedikit kaget.Ternyata sejak beberapa detik tadi, Yasmin memang sudah berdiri di teras saat mendengarkan mobil Arjuna masuk pekarangan rumah."Bagaimana perkembangan selanjutnya hubung
"Nona Rara sejak tadi terlihat begitu bahagia sekali." Linda berkata dengan depan tetapi disertai dengan senyuman tipis.Seharian ini memang Rara terus saja nampak bahagia dan Linda memang terus memperhatikan atasannya itu. Sebenarnya dia tak ingin bertanya karena mungkin hal itu bukan dalam urusannya. Hanya saja, dia jadi begitu penasaran.Rara tersenyum dan menoleh pada asisten pribadinya itu. "Coba tebak."Kalimat singkat yang diucapkan oleh Rara itu, seperti menjadi angin segar bagi Linda. Itu berarti dia bisa menanyakan lebih lanjut lagi."Ada tender baru? Atau ada klien baru?" Linda mencoba untuk menebak.Rara menggelengkan kepalanya sambil tetap tersenyum. "Coba yang lain." Rara memang tak pernah menganggap Linda seperti orang lain saat ini. Karena memang wanita cantik ini selalu menjadi pendukungnya dalam setiap hal di kantor. Sehingga dia bisa menjadi seorang pebisnis sukses yang dielukan banyak orang. Pun bisa membuat Satria bangga dengan keberhasilan sang adik."Apa karena
"Kak Satria mau ke luar kota?" tanya Rara saat itu, saat melihat Satria yang siap bersama dengan koper kecilnya.Satria segera menganggukan kepalanya. "Iya. Kenapa?" Pria berwajah dingin itu hanya menjawab seperlunya saja pertanyaan sang adik.Wajah Rara menampakkan kekecewaan. "Nggak sih." Ada sesuatu hal yang sepertinya dicemaskan oleh Rara saat ini. "Berapa hari?" tanya Rara lagi."Sepertinya dua hari. Tapi tergantung nanti bagaimana perkembangannya." Satria mulai memasang kaca mata hitamnya.Wajah Rara malah semakin keruh saja saat ini. Dia lalu hanya menganggukan kepala saja."Kamu takut aku nggak bisa hadir di acara pertunangan kamu dan Arjuna?" Seakan bisa menebak apa yang ada dipikirkan sang adik, Satria pun mengacak pucuk rambut Rara.Rara tersenyum sambil menampakan deretan giginya yang putih. Seperti anak kecil yang merasa senang."Kakak pasti akan datang, hal yang membuat kamu bahagia, tentu tak akan olehnya kakak lewatkan." Satria kembali meyakinkan sang adik jika dia past
"Ini gelang peninggalan pemberian mertua Tante. Ibunda dari Om Rudi. Dulu beliau juga memberikan saat Tante dan Om Rudi akan melangsungkan acara pertunangan."Yasmin memberikan sebuah gelang cantik bertahtahkan berlian yang berkilauan dan nampak sangat cantik."Ini untuk saya, Tante?" Rara belum menerima gelang tersebut, karena dia masih belum percaya dengan apa yang baru saja dia dengar. Yasmin mengangguk dan segera menggapai tangan Rara. Wanita paruh baya itu memasangkan gelang pada pergelangan tangan Rara. "Cantik dan pas sekali gelang ini di lengan kamu Sayang."Raut penuh kebahagiaan nampak sekali di wajah cantik Yasmin, sembari menepuk telapak tangan Rara. Kini gelang keluarga yang tentu saja harganya tak mungkin murah.Rara menatap takjub pada kecantikan gelang yang saat ini melingkar di tangannya."Gelang ini selalu diberikan turun temurun untuk pada istri pewaris keluarga Pranama." Yasmin pun terus menambahkan.Rara mengangguk. "Terima kasih banyak atas semua ini." Rara masi
"Baiknya acara pertunangan itu dihilangkan saja, kalian langsung menikah saja minggu depan. Tante sudah tak sabar untuk menimang seorang cucu, pewaris keluarga Pranama."Yasmin mengatakan kedua kalimat itu dengan nada yang terdengar sangat enteng sembari menyungingkan sebuah senyuman manis."Ta-tapi ... Tante. Apa hal itu tidak terlalu terburu-buru?" Saking kagetnya Rara dengan perkataan Yasmin itu, sesaat tadi mulutnya sampai membentuk huruf O."Tidak dong Sayang. Bukankah hal yang baik itu memang harus dipercepat?" ucap Yasmin yang memang saat ini dalam pikirannya hanya ingin memberikan kebahagiaan untuk Arjuna. Setelah perjodohan pertama yang gagal dulu, tentu dia tak ingin sang anak nanti bernasib sama, rumah tangganya menjadi berantakan karena pilihan calon istri yang tidak tepat.Sedangkan Rara, wanita cantik ini adalah pilihan Arjuna sendiri. Yang didukung dengan sepenuh hati oleh semua anggota keluarga Pranama. Rara mengangguk, membenarkan apa yang baru saja keluar dari mulut
"Saya setuju, Tante. Tapi ... entah dengan Kak Satria." Yasmin sejenak langsung membelalakkan mata mendengar apa yang dikatakan oleh calon menantunya itu. Dia memang tadi sempat lupa dengan Kakak kandung Rara, yang sempat tak merestui hubungan Rara dengan Arjuna."Ah iya ... Tante hampir lupa. Tapi ... sepertinya Tante yakin jika Satria pun sangat setuju dengan rencana itu." Yasmin memang berkata seperti itu, tetapi pancaran matanya mengatakan jika tak mempercayai jika Satria pun akan memperbolehkan jika pernikahan itu dilakukan dalam waktu yang lebih cepat."Saya akan mencobanya nanti, Tante."*"Aduh ... aku harus bicara gimana dengan Kak Satria?" Sejak beberapa waktu yang lalu, Rara hanya mondar mandir saja di dalam kamarnya. Sembari memegang ponselnya dengan wajah yang nampak bingung."Aku harus segera menelepon Kak Satria!"Setelah beberapa waktu yang lalu terus menimbang, akhirnya Rara pun menelpon sang kakak. Sembari berdoa agar sang kakak tak marah."Ada apa, Ra?" Satria la
"Terima kasih banyak ya, Lin," ucap Rara saat memberikan beberapa dokumen yang baru selesai dia tanda tangani. "Apa masih ada lagi?"Dengan cepat Linda pun menerima bergaya dokumen itu. "Untuk hari sepertinya sudah çukup, Nona." Setelah berucap demikian Linda pun langsung akan pergi. "Kalau begitu saya permisi dulu, Nona."Rara mengangguk, "silahkan."Hari ini memang jadwal Rara di kantor tak terlalu padat. Pagi tadi dia sudah menyelesaikan meeting, dan setelah memeriksa semua dokumen tadi, dia tak lagi punya pekerjaan.Jam menunjukkan pukul sebelas siang, Rara memang telah berjanji untuk makan siang dengan calon suaminya."Aku akan menelepon Stella!" Raut wajah Rara yang tadi terlihat lembut pun kini berubah menjadi sedikit centil.Segera dia menekan layar benda pipih kesayangannya itu, beberapa menit kemudian panggilan pada Stella itu pun diterima. "Aku ada kabar, Stella. Entah ini kabar bahagia atau kabar apa." Rara mengawali obrolan melalui sambungan telepon itu dengan candaan.Di
"Selamat menempuh hidup baru ya, Raja, Stella. Doa kami semua yang terbaik untuk kamu. Semoga segera memiliki momongan."Rara kembali memberikan selamat pada sahabatnya ini, kali ini saat Raja dan Stella baru saja tadi mengungkapkan janji suci pernikahan. Setelah dua bulan yang lalu mereka juga menggelar acara pertunangan yang mewah."Terima kasih banyak ya. Tanpa kalian,mungkin kali ini kami pun belum bisa bersatu." Stella terus mengenggam tangan Rara. Sahabat yang memang menjadi support utama hubungannya dengan Raja. "Sepetinya para baby gemoy ini nunggu Tante dan Om nya resmi dulu, baru mau launching nih."Stella mengelus perut Rara yang begitu buncit. Rara dan Arjuna yang berada di sampingnya pun terkekeh. "Bisa jadi seperti itu. Karena harusnya HPL kemarin."Ya, memang meski telah terlewat HPL sehari, tetapi Rara belum merasakan tanda tanda kehamilan yang datang. Itu Lah kenapa hari ini dia kekeh untuk datang ke pesta pernikahan itu. "Ah iya, kak Satria juga akan segera melamar
"Bu, Mas Ardi tumben banget sih jam segini belum keluar kamar ya?" Dita yang baru duduk di meja makan, bertanya pada sang ibu sambil menoleh pada kamar sang kakak, yang sejak kemarin sore tak terbuka sama sekali."Iya, dari pulang kerja sudah nggak keluar. Nggak makan malam juga kan?"Ketika Bu Mira masih terdiam, Dewi malah menimpali ucapan adiknya itu. "Halah ... Paling dia itu masih meratapi si Sarah itu," ucap Bu Mira ketus. "Dasar Cemen!"Bu Mira sebenarnya juga sedikit merasa khawatir dengan Ardi. Karena memang setelah Sarah pergi dari rumah ini, putranya itu bahkan tak pernah mau makan. Ardi yang biasanya begitu hangat dengan keluarga, berubah menjadi Ardi yang tertutup dan begitu muram.Padahal ini bukanlah untuk pertama kalinya Ardi menalak istrinya, Sarah adalah yang ketiga, tetapi sungguh saat ini berbeda.Biasanya Ardi biasa saja dan seperti tak lagi memikirkan tentang mantan mantan istrinya itu."Aku kok khawatir ya Bu sama Ardi. Dia itu kayaknya patah hati banget deh keh
"Selamat ya Stella, aku benar benar ikut bahagia. Kalian memang pasangan yang sangat serasi loh." Rara mencium pipi kanan kiri sahabatnya yang malam ini terlihat begitu cantik dalam balutan dres warna putih itu. "Ini semua nggak akan pernah terjadi tanpa bantuan kamu Ra. Pokoknya terima kasih banget loh." Stella memeluk Rara. "Kamu memang sahabat terbaikku."Air mata telah menumpuk di pelupuk mata, tetapi tangis bahagia itu memang sengaja ditekan oleh Stella, karena takut merusak riasan. Malam ini adalah malam pertunangan Stella dengan Raja Sanjaya. Hanya satu hari berselang dari acara jumpa pers yang berakhir menyenangkan itu, keluarga Sanjaya menggelar pesta pertunangan keduanya dengan begitu mewah."Nggak juga. Lebih tepatnya aku hanya perantara sih, yang berperan penting tentu masih tetap Tuhan. Gimana, enak rasanya lebih wow kan, jika cinta di dapat setelah begitu banyak rintangan?" Rara kembali berucap.Kali ini tidak hanya Stella yang tertawa, tetapi Raja juga. Raja pun ter
"Raja?!" Stella langsung memekik, saat melihat sosok yang saat ini paling ingin dia hindari berjalan masuk dari pintu keluar. Raja tidak sendiri, tetapi saat ini pria tampan itu bersama dengan Sinta dan juga Jeni."Hei mau apa dia ke sini? Apa kamu bilang juga sama si Raja jika saat ini kamu mengadakan konversi press?" Romi pun langsung bertanya sembari berbisik. Pria kemayu itu benar-benar tak menyangka sama sekali, jika Raja datang. Bukan apa-apa, tetapi setelah tadi Stella mengambil keputusan bahwa akan menjauhi Raja, dan sekarang Raja datang kembali, itu berarti Romi harus kembali menghadapi Stella yang banyak masalah dan banyak pikiran. Dan, itu berarti juga Stella pun akan menunda beberapa jadwal shooting, karena tak bisa fokus untuk melakonkan perannya. Semua itu tentu saja berimbas pada Romi yang merupakan manajernya."Entahlah, Rom. Aku tak tahu." Stella menjawab sembari menggelengkan kepalanya.Stella yang memang menghindari Raja, ingin segera pergi dari ruangan itu. Teta
"Duh kenapa aku jadi grogi banget gini sih ROM?" tanya Stella, yang sebentar lagi akan melakukan jumpa pers, pada manajernya yang kemayu itu. Romi menepuk-nepuk pundak sang artis. "Ih kamu ini kayak apa aja sih Stella? Kamu ini kan artis besar, masa sih gini aja Kamu demam panggung? Nggak level banget sih."Apa yang dikatakan oleh Romi itu tadi, sebenarnya bukanlah sebuah ejekan. Tetapi Romi melakukan hal itu untuk memantik semangat Stella yang sepertinya memang telah mulai mengendur."Romi, ini kan bukan sandiwara atau film-film yang sering aku bintangi. Ini nyata Romi, ini hal yang benar-benar terjadi dalam hidupku. Jadi rasanya wajar dong jika aku grogi banget seperti ini." Stella mengelak. Romi memutar bola matanya dengan malas. Dia tahu jika memang konferensi pers yang akan diadakan oleh Stella ini, seperti suatu hal yang tidak diinginkan oleh hatinya Stella. Tetapi artis cantik itu memaksakan kehendak."Makanya dong Stella, Aku kan udah bilang sama kamu, jangan bohongin hati
Brak brak brak"Dewi bangun!" Pagi buta itu, Bu Mira sudah menggedor pintu kamar Dewi. Setelahnya, wanita itu ganti menggedor kamar Dita, yang terletak tepat di samping kamar Dewi.Brak BrakBrak"Dita bangun kamu. Ini sudah siang! Kamu itu anak gadis, jadi jangan bangun siang-siang!" eriak bu Mira dengan penuh emosi.Merasa tak mendapatkan respon sama sekali dari kedua putrinya, bu Mira pun kembali menggedor dengan keras pintu kamar itu, dengan teriakan yang sangat melengking di pagi hari."Duh ternyata repot banget kalau nggak ada Sarah. Ngapain sih Ardi kemarin itu sampai menalak Sarah? Coba saja ada Sarah, pasti aku sekarang masih tidur dan mainan hp di kamar." Bu Mira begitu emosi dengan dirinya sendiri saat ini.Sejak kemarin malam setelah kepergian Sarah, wanita paruh baya itu tak dapat memejamkan matanya sama sekali. sSepertinya dia merasakan apa yang sedang dirasakan oleh Ardi saat ini. Rasa penyesalan karena telah mengusir Sarah dari rumah ini."Seharusnya Ardi juga menge
"Dasar perempuan jalang! Cepat pergi kamu dari rumah ini!" Bu Mira kembali berteriak, saat itu Ardi pun sedikit kaget. "Cepat pergi atau kuse-ret kamu!!"Bu Mira sudah akan maju untuk menyeret Stella, sedangkan Dewi dan Dita mengikuti di belakangnya."Hentikan Bu!" Yang berteriak ternyata bukan Sarah, tetapi Ardi. "Jangan lagi menghina Sarah."Raut wajah para anggota keluarga itu nampak terkejut dengan ucapan pria itu. Kemudian Ardi menoleh pada Sarah. "Pergilah Sarah. Semoga kamu bisa mendapatkan ganti yang lebih baik dariku. Maafkan aku ya."Sarah sedikit kaget juga dengan perubahan sikap Ardi yang begitu drastis setelah mengucapkan kata talak tadi. Dia sempat berpikir jika mungkin mantan suaminya itu menyesal karena telah mengakhiri hubungan itu. Tetapi sejurus kemudian seperti ada yang kembali mengingatkan pada Sarah. Seperti apa sikap Ardi, yang selama mereka menikah malah sama sekali tak pernah memperlakukan dia seperti layaknya seorang istri."Tentu Mas. Tuhan tak pernah tidur.
"Terima kasih telah terus bersama dengan Sarah, Bu. Jika tak ada ibu, mungkin Sarah sudah semakin hilang arah." Sarah kemudian memeluk ibunya .Tak terkira rasa terima kasih Sarah pada sang ibu. Karena memang tak ada lagi tempat kita kembali selain pada ibu. Wanita yang benar benar menyayangi kita apa adanya tanpa balas jasa.Terhitung sudah dua hari Sarah kembali pulang ke rumah kontrakan Bu Endang. Setelah kemarin ditalak Ardi dan diusir dari rumah mantan suaminya itu. Untung saja pernikahan mereka hanya pernikahan siri alias secara agama, jadi tak perlu repot repot menuju ke pengadilan agama. Tak butuh proses lama untuk menjadikan Sarah berstatus menjadi janda.Kadang memang banyak hal rasanya seperti membuat kita kecewa, seakan Tuhan tak menuruti segala keinginan kita. Padahal sebenarnya semua itu adalah berkah, karena Tuhan nyatanya tidak memberikan apa yang kita inginkan, tetapi apa yang kita butuhkan."Maaf ya, dulu ibu sempat melarang karena kamu hanya akan dinikahi di balik t
"Kamu nggak kerja, Sarah?" Bu Endang bertanya pada Sarah setelah mereka berdua baru saja selesai melaksanakan salat subuh.Sarah mencium punggung tangan ibunya dengan takdzim. "Belum untuk sekarang Bu. Mungkin besok." Sarah berkata sambil tersenyum manis."Jika memang kamu sudah tak nyaman kerja disana, lebih baik kamu cari kerja di tempat lain saja, Sarah." Raut wajah wanita paruh baya itu nampak khawatir.Tak salah jika akhirnya Bu Endang jadi mengkhawatirkan tentang tempat kerja Sarah. Setelah kini Sarah tak lagi menjadi istri Ardi, Bu Endang merasa takut jika Sarah tak akan nyaman bekerja satu kantor dengan sang mantan suami. Apa lagi mengingat jika hubungan yang pernah terjalin dulu begitu tidak baik.Sarah tersenyum penuh artis, ditepuknya telapak tangan Bu Endang yang sejak tadi masih digenggamnya. "Sarah belum memikirkan hal itu Bu. Nanti malam saja." Ada hal yang tentu saja disembunyikan oleh Sarah. Apa lagi jika bukan rasa sakit hati. Hanya saja tentu wanita itu tak ingin me