“Cerita kita akan berakhir, Mas Adam,” desah Gauri lirih saat berhasil mendaratkan tubuhnya di sebuah kursi panjang.Setelah keluar dari ruangan kerja Adam, Gauri buru-buru pergi dan mencari area sepi di dalam Harraz Mall, koridor menuju toilet di lantai dua.Area ini adalah titik buta CCTV yang terpasang di sini. Gauri mengetahui ini karena pernah tidak sengaja mendengar percakapan Adam di telepon dengan rekan kerjanya saat mereka masih tinggal bersama.Gauri memeluk erat map yang dia bawa susah payah dari ruang kerja suaminya sambil terengah-engah. Seakan tidak memberi kesempatan bagi siapa pun untuk merebutnya.‘Sebentar lagi. Ya, sebentar lagi!’ batin Gauri bersemangat.Perlahan Gauri mulai membuka map itu dan memeriksanya.Gauri menarik napas panjang, dadanya kian terasa sesak saat dia membaca satu per satu kata di surat itu.Adam tidak bohong dan Gauri tidak salah lihat. Pria itu benar-benar sudah membubuhkan tanda tangannya di surat itu, berdampingan dengan tanda tangan Gauri d
“Tidak perlu, Pak,” jawab Gauri tegas dan menekankan cara panggilannya pada Ezra.Gauri berusaha bersikap hati-hati. Mereka sedang melakukan kunjungan perusahaan, yang berarti ada beberapa mahasiswa yang berkeliaran di sini.Walaupun kecil, kemungkinan untuk berpapasan secara tidak sengaja itu selalu ada.Lihat saja siapa yang Gauri temui di mall sebesar ini. Dua orang yang paling Gauri hindari justru bersinggungan langsung dengannya.“Kamu serius?” tanya Ezra semakin mengerutkan dahinya.Gauri mengangguk dan berkata, “Ya, saya serius. Saya akan memanggil Amelia.”Mendengar nama Amelia disebut, ketegangan dalam wajah Ezra akhirnya mengendur.“Baiklah. Hubungi saya jika terjadi sesuatu dan tolong nyalakan nada dering ponselmu,” tukas Ezra tersenyum tipis.Gauri mengeluarkan ponsel dari tasnya dan menekan layarnya beberapa kali.Lalu, Gauri menunjukkan layar ponselnya pada Ezra dan berkata, “Sudah, kan?”Ezra tersenyum dan mengangguk. Dia melangkah perlahan meninggalkan Gauri.Setelah p
“Pengacara perceraian?” Gauri mengulang dua kata yang diucapkan oleh Amelia.“Ya, Nona. Anda pasti membutuhkan bantuan mereka supaya sidang perceraian Anda lancar,” jawab Amelia.Gauri terdiam beberapa saat, berusaha mencerna saran Amelia.“Apa aku membutuhkannya? Bukankah hakim hanya perlu mengetuk palu dan meresmikan perpisahan kami?” Gauri menaikkan salah satu alisnya.Untuk alasan yang Gauri tidak mengerti, dia tidak suka ide Amelia. Seperti ada sesuatu yang mengganjal di hatinya.Gauri sudah lama menginginkan perceraian ini. Namun, ketika Gauri memegang kunci untuk mengajukan perceraian ke pengadilan, ternyata hal itu cukup menakutkan.“Saat proses cerai, Anda tidak boleh menganggap Tuan Adam sebagai sosok suami Anda lagi. Di sidang itu, Tuan Adam adalah lawan Anda. Nona harus menyiapkan segalanya dengan matang.” Amelia memperjelas sarannya.“Sebentar, Amelia!” Gauri mengangkat tangannya ke hadapan Amelia. “Ucapanmu sangat serius dan menakutiku.”Amelia membulatkan kedua bola mat
“Sekali lagi! Pemberitahuan atas nama Ibu Gauri Bentlee, dimohon segera datang ke ruang sumber informasi. Terima kasih!” Gauri mendengar namanya di seluruh penjuru mall.Tidak hanya di dekat lobi utama, tapi juga di sekitar lobi timur, tempat Amelia membawanya.Lobi ini lebih sepi dibanding lobi utama karena merupakan tempat angkut penumpang khusus transportasi umum seperti taksi daring.“Di mana mobilnya?” tanya Gauri saat sampai di luar lobi timur.Namun, alih-alih menjawab, Amelia justru memberhentikan sebuah taksi dengan warna biru langit dan meminta Gauri masuk ke sana.“JCrown Tower, Pak,” ucap Amelia yang duduk di depan pada sopir taksi.Lalu, Amelia beralih pada Gauri yang duduk di belakang dan berkata, “Maaf, Nona. Kita tidak bisa menggunakan mobil yang biasa Nona pakai. Santo memberi info bahwa ada mobil mencurigakan yang mengikutinya sejak keluar dari area parkir.”Gauri mendesah dan bersandar lelah. Lalu, Gauri melepas jaket dan topi yang ternyata sia-sia dia pakai untuk p
“Terserah apa katamu. Aku akan membawanya ke Pengadilan Agama, Mas. Tolong siapkan diri dan jangan menghalangiku!” Gauri menutup telepon sebelum Adam sempat berbicara lagi.Gauri menghela napas. Lalu, dia melangkah ke kamar mandi dan mulai melepas satu per satu pakaiannya.Kepalanya butuh sesuatu yang dingin dan segar. Pikirannya butuh beristirahat sejenak.Setelah selesai mandi, Gauri beristirahat dengan berbaring di ranjangnya. Hari masih sore, tapi pendingin ruangan di kamarnya seakan mengajak Gauri untuk terpejam.Ting!Gauri terbangun saat mendengar notifikasi di ponselnya. Matanya menyipit dan tangannya meraba daerah sekitar untuk mencari ponselnya.“Jam berapa ini?” tanya Gauri pelan.Gauri berhasil meraih ponselnya. Jam baru menunjukkan pukul tiga pagi.‘Siapa yang mengirim pesan sepagi ini?’ batin Gauri sambil membuka kotak pesan.Pesan dari nomor tidak dikenal. Mata Gauri spontan melebar ketika membaca pesan itu.[Foto terlampir][Mas, aku dan bayi kita baik-baik saja. Oh ya
“Saya bisa bicara dengan Bapak?” tanya Gauri setelah sampai di kampus. Dia baru saja mengetuk pintu ruangan Ezra.Sejak peringatan dari Helen beberapa hari lalu, Gauri mulai mengurangi intensitas bertemu dengan Ezra. Terutama setiap kali Gauri ada kesempatan berangkat atau pulang bersama Ezra, Gauri akan menolak dengan sopan.Gauri tidak bisa membahayakan karier Ezra jika pria itu tersandung kasus karena rumor dengannya. Padahal mereka tidak ada hubungan apa-apa.Namun, kali ini Gauri merasa perlu untuk bicara secara langsung. Ada hal penting yang harus Gauri beri tahu pada Ezra.“Ya silakan, Gauri,” jawab Ezra dengan senyum lebar yang mengembang dengan baik di pipinya.Melihat wanita secantik Gauri di pagi hari adalah cara terbaik untuk memulai hari. Ezra tidak bisa menyembunyikan kekagumannya pada fisik Gauri.Apalagi penampilan Gauri semakin mirip dengan anak perempuan para konglomerat yang selalu memakai barang-barang mewah.Gauri mendekat dan duduk di kursi hadapan Ezra. Punggung
“Papi?” sahut Gauri sambil mengernyit.Wanita cantik itu terus menatap sosok Rusdi yang tiba-tiba hadir di rumah Thomas. Terlebih lagi, saat Gauri berada di sana.“Rusdi!” seru Thomas bangkit dari duduknya dengan antusias.Namun, karena Thomas memakai tongkat, Rusdi mendekat terlebih dahulu dan memeluk Thomas.“Rasanya sudah lama tidak melihatmu, Rusdi!” tambah Thomas setelah pelukan mereka terlepas.Gauri mengangkat kedua alis melihat keakraban antara Thomas dan Rusdi.‘Apa ini?’ batin Gauri penuh dengan banyak pertanyaan.Thomas kembali duduk di sofanya. Sementara Rusdi duduk di sebelah Gauri.“Apa kabar, Gauri?” tanya Rusdi karena Gauri masih membeku di tempatnya.“Ah!” Gauri mendesah, tersadar dari lamunannya. Dia buru-buru menyalami Rusdi dan mencium punggung tangannya.“Baik, Papi,” jawab Gauri kemudian.“Kamu pasti bingung melihat saya datang ke sini?” Rusdi menebak dengan tepat.Gauri menoleh pada Thomas, sang kakek hanya menunjuk Rusdi dengan dagunya.Seolah meminta Gauri unt
“Apa Kakek dan Papi akan percaya dengan yang saya katakan?” Gauri bertanya memastikan, menatap Thomas dan Rusdi bergantian.Ini hal yang sulit Gauri ungkapkan.Namun, jika ada pihak yang terus memaksa Gauri untuk kembali ke keluarga suaminya, Gauri bisa apa selain mengungkapkan kebenaran?“Katakanlah,” sahut Thomas, kali ini mewakili Rusdi.Gauri menarik napas panjang dan menghapus air matanya.“Ini mungkin sulit dipercaya, tapi Mama Arum, selalu meliburkan ART di rumah Adam dan meminta saya untuk mengambil alih semua pekerjaan mereka,” jawab Gauri mulai bercerita.“Arum?” Rusdi mengernyitkan dahi.Gauri dapat melihat Rusdi merasa ragu, tetapi wanita muda itu tetap mengangguk dan lanjut bicara.“Selama ini, itu bukan masalah bagi saya, Papi. Saya seorang istri dan menantu, mengerjakan pekerjaan rumah adalah hal dasar yang memang seharusnya saya lakukan. Namun, bagaimana dengan perintah Mama yang menyuruh saya memanggilnya ‘Nyonya’, sementara sekretaris Mas Adam boleh memanggilnya ‘Mam
Ezra memasuki ruang kunjungan Rumah Tahanan Wanita Jakarta Timur. Wajah pria itu tampak tegang, tetapi matanya tetap tajam seperti biasa.Di balik kaca pembatas, Amora menunggunya dengan senyum tipis yang penuh ejekan. Wanita itu duduk dengan tenang, tempat yang membuat dia terisolasi dari dunia luar itu tidak mengurangi sedikit pun keangkuhannya.“Kamu akhirnya datang juga, Ezra.” Amora membuka percakapan dengan santai. Dia menyunggingkan senyum miring.Ezra mengambil tempat di kursi di depannya, tidak membalas sapaan Amora. Tatapan Ezra hanya menyoroti wanita itu dengan penuh kewaspadaan.Sudah beberapa hari pihak rumah tahanan terus menghubungi Ezra karena Amora meminta bertemu. Pria itu terpaksa menggunakan segala cara untuk kembali ke Indonesia walaupun dia sedang tersandung kasus hukum di Belanda.Untunglah, kesehatan Thomas membaik dan pria tua itu masih berpihak pada Ezra. Jadi mereka bisa kembali ke negara ini bersama.“
Adam duduk di sofa ruang tamu griya tawang, berhadapan langsung dengan Thomas yang memandangnya dengan tatapan tidak suka.Atmosfer ruangan terasa semakin menekan, dan Adam harus menjaga ekspresinya tetap netral.“Jadi, apa yang ingin kamu bicarakan, Adam?” tanya Thomas dengan tegas sambil mengetukkan ujung tongkatnya ke lantai.Adam melirik sekilas ke arah Gauri yang berdiri di belakang Thomas. Sebelum pria muda itu sempat menjawab, Thomas berbalik, menatap Gauri dengan tajam.“Kamu tidak perlu berada di sini, Gauri. Kembali ke kamar!” perintah Thomas dengan kedua bola mata yang melebar.Gauri tampak ingin membantah, tetapi pada akhirnya wanita itu hanya mengangguk pelan dan melangkah pergi.Saat melewati Adam, wanita itu meliriknya sekilas, tatapan mereka bertemu selama beberapa detik.Lalu, tanpa bicara sepatah kata pun, Gauri memutus tatapan mereka dan menghilang di balik pintu kama
“Aku tidak mengundangmu, Mas Adam.”Adam membeku. Pria itu berbalik perlahan dan mendapati Gauri berdiri di sana, mengenakan blazer hitam yang elegan. Wajah wanita itu terlihat lelah, tetapi sorot matanya tajam seperti pisau.Namun, bertolak belakang dengan tatapannya, suara Gauri terdengar datar.Adam menatap Gauri dengan alis bertaut, berusaha membaca situasi.Wanita itu berdiri di depan pintu lift, sangat cantik dan menarik seperti biasanya, tetapi wajah Gauri yang biasanya penuh percaya diri, kali ini tampak sedikit pucat. Ada lingkaran gelap samar di bawah matanya.Adam melangkah mendekat, tetapi Gauri segera mengangkat tangan kanannya, membuat Adam berhenti. Ibu jari wanita itu menyentuh telapak tangannya, lalu mengepalkannya Pria itu semakin mengernyitkan dahi. Namun, sedetik kemudian kedua bola matanya melebar setelah menyadari sesuatu.Simbol permintaan tolong.Adam mengangguk kecil, berusaha menyampaikan jawaban pada Gauri bahwa dia memahami pesan tersirat dari gerakan tang
Adam berdiri di depan griya tawang Gauri sambil menaruh kedua tangannya di saku celana. Matanya yang tajam seperti elang memindai dua pria berbadan besar yang sedang berdiri berjaga di pintu masuk griya tawang. Keduanya memakai pakaian serba hitam dan ekspresi mereka dingin tanpa emosi.Namun, hal itu tidak dapat menutupi fakta bahwa Adam memiliki aura mengintimidasi yang lebih kuat daripada mereka. Bahkan, kedua pengawal itu harus menahan diri supaya bulu kuduk pada tengkuk mereka tidak meremang ketika melihat Adam.Adam melangkah mendekat, tetapi langkahnya langsung dihentikan oleh salah satu pria yang ada di sana. Pria itu mengangkat tangan, memberi isyarat untuk berhenti.“Maaf, Tuan, Anda tidak diizinkan masuk,” ujar pria itu dengan tegas. Dia membusungkan dadanya.Adam menarik salah satu sudut bibirnya dan memutus tatapan dengan mereka. Dia benci dengan orang-orang yang berlagak berani padanya, padahal jelas terlihat kedua pengawal itu berus
“Kamu pikir aku akan menyerah begitu saja, Ezra?” Gauri memandang bayangannya sendiri di cermin.Mata wanita itu masih menyala penuh kemarahan walaupun sudah tidur selama empat jam. Gauri menghela napas panjang. Dia berusaha mengendalikan diri, walaupun seluruh tubuhnya terasa tegang.Pagi itu, Gauri sudah bersiap untuk pergi ke kantor. Wanita itu mengenakan blazer hitam dengan aksen emas dan celana panjang berpotongan rapi. Dia membiarkan rambut cokelat panjangnya tergerai indah di punggungnya.Namun, ada satu masalah besar yang harus Gauri hadapi lebih dulu, yaitu pintu kamarnya yang masih terkunci dari luar.Dengan langkah lebar, Gauri menuju pintu. Wanita itu memutar gagang dan mencoba membukanya, tetapi sia-sia.Tok! Tok! Tok!“Ezra! Buka pintu ini sekarang juga!” teriak Gauri sambil menggedor-gedor pintu itu.Namun, tidak ada respons sama sekali.“Amelia? Siapa pun, buka pintu ini!” seru Gauri lagi. Tangan
“Kamu terlalu sembrono untuk seseorang yang mengaku punya kendali penuh atas hidup sendiri, Gauri,” tukas Ezra sambil membuka pintu kamar Gauri dengan satu tangan, sementara tangan satunya masih menggenggam kaki wanita itu.Setelah masuk ke dalam kamar, Ezra menurunkan Gauri dari pundaknya dengan kasar, hingga membuat wanita itu terhuyung dan hampir jatuh.“Beraninya kamu, Ezra!” seru Gauri dengan napas terengah-engah, menatap Ezra penuh kebencian.Ezra hanya tersenyum kecil, tidak terpengaruh dengan makian Gauri. “Beraninya saya? Oh, Gauri, kamu bahkan tidak tahu separah apa keberanian saya.”Pria itu mulai melangkah, matanya menyapu ke seluruh ruangan kamar Gauri. Ezra memperhatikan setiap sudut dengan seksama.“Apa yang kamu lakukan?!” Gauri mendekat dengan langkah cepat, tetapi Ezra mengangkat tangan, memberi isyarat agar wanita itu berhenti.“Mencari sesuatu yang seharusnya tidak pernah kamu mil
“Kembali ke kamar dan lupakan pesta itu, Gauri,” ujar Thomas dengan dingin, memecah kesunyian yang mencekam di ruang tamu griya tawang Gauri.Pria tua itu menatap tajam, menunjukkan otoritasnya yang tidak redup walaupun baru saja mengalami masa kritis.Gauri berdiri mematung, tubuhnya tegang. Wanita itu tidak percaya dengan apa yang baru saja dia dengar.“Apa maksud Kakek? Mengapa saya harus kembali ke kamar?” tanya Gauri dengan suara gemetar.Brak!Thomas mengetukkan ujung tongkatnya ke lantai dengan keras, membuat suara nyaring bergema di ruang tamu itu.“Bagaimana bisa seorang pemilik perusahaan, yang baru saja dipermalukan oleh pesaingnya, pergi ke pesta untuk merayakan kemenangan mereka?! Apa kamu tidak punya rasa malu?!” seru Thomas.Nada bicara pria tua itu sangat tajam, menusuk telinga Gauri. Hal itu membuat jantung Gauri berdegup cepat.Gauri terdiam beberapa saat sambil memijat batang hidungnya. Wanita
"Aku tahu kamu akan datang, Gauri. Kamu tidak pernah ingkar janji." Adam berdiri di sudut ballroom Harraz Mall, memandangi kerumunan tamu yang menikmati malam itu dengan gelas anggur di tangan mereka.Pesta ulang tahun Harraz Mall berlangsung meriah. Lampu kristal menggantung di langit-langit, memancarkan cahaya mewah yang memantulkan kilauan berlian dari tamu-tamu wanita yang berdandan elegan. Musik jazz mengalun lembut, menambah kesan eksklusif pesta yang dihadiri para mitra bisnis kelas atas.Namun, hingga pertengahan acara, Adam merasa sesuatu yang penting hilang. Sesuatu yang sudah pria itu nantikan sejak pesta masih berupa sebuah rencana.Seseorang.Gauri belum juga datang.Adam memeriksa ponsel untuk kesekian kali, berharap ada pesan atau panggilan masuk dari Gauri. Namun, tidak ada apa pun di sana. Raut wajah pria itu mulai mengeras, garis rahangnya menegang.Pria itu akhirnya memutuskan untu
Adam berdiri di depan cermin besar di kamarnya, mengenakan kemeja hitam yang dipadukan dengan dasi sutra berwarna perak.Cahaya temaram dari lampu gantung kristal memantulkan bayangan tajam wajahnya yang serius. Pria itu tengah memasang jam tangan mewah di pergelangan tangan kiri, memastikan setiap detail penampilannya sempurna.Pesta ulang tahun Harraz Mall malam ini sangatlah penting. Tidak hanya untuk merayakan kebangkitan perusahaan yang diwarisi dari kakeknya, tetapi juga untuk memastikan bahwa Adam akan selalu berada posisi nomor satu setelah ini.“Adam.” Suara yang familiar terdengar di balik pintu kamar yang dibiarkan terbuka.Arum melangkah masuk dengan mengenakan gaun formal panjang berwarna marun gelap. Rambut Arum disanggul rapi, menunjukkan garis wajahnya yang tegas dan aristokrat.Adam melirik sekilas dari cermin, lalu berbalik menghadap mamanya. “Ada apa, Ma?”“Mama hanya ingin mengucapkan selamat padamu. Kamu bena