Gauri turun dari mobil hitam yang berhenti di depan venue acara Penghargaan Bisnis.Gaun biru tua berpotongan klasik dengan potongan punggung rendah menghiasi tubuhnya dengan sempurna. Kilauan berlian di bahunya memantulkan cahaya lampu sorot, membuat wanita itu tampak seperti ratu.Ezra melangkah keluar terlebih dahulu, lalu dengan sigap mengulurkan tangan untuk membantu Gauri. Senyum lebar menghiasi wajahnya, tetapi mata pria itu sebenarnya sedang mengawasi setiap gerak-gerik tunangannya.“Senyum, Gauri. Kamera sedang menonton kita,” bisik Ezra sambil memegang pinggang wanita itu.Gauri mengangkat dagu sedikit, memamerkan senyum anggun yang dingin. Kamera dari para wartawan berkerlap-kerlip tanpa henti, menangkap setiap langkah mereka di karpet merah.Ezra melingkarkan lengannya di pinggang Gauri, menciptakan citra pasangan sempurna. Pria itu tersenyum penuh kebanggaan.Setelah berhenti di depan kumpulan wartawan, Ezra dan Gauri mulai berpose mesra. Ezra mendekatkan bibirnya ke teli
“Aku terlalu banyak minum,” gumam Gauri pelan. Dia memberikan gelas kosong pada pelayan yang lewat di depannya.Gauri Bentlee menelan ludah saat detak jantungnya semakin tak karuan. Dalam satu tahun pernikahan, malam ini adalah pertama kalinya Adam Harraz mengajak Gauri menghadiri sebuah pesta donasi bergengsi. Pesta donasi ini diselenggarakan oleh komunitas penggiat kesehatan mental, yaitu Heal the Hearts Club bertajuk Asa Bibit Bangsa Korban Bencana Gempa Bumi. Acara ini hanya dihadiri oleh kalangan kelas atas di kota Jakarta.Gauri dan Adam terlibat pernikahan kontrak yang konyol. Gauri perlu melunasi utang keluarganya dan Adam harus menikah demi memperoleh jabatan CEO di perusahaan keluarga.Gauri menatap Adam yang berdiri di sebelahnya."Ikut aku!" Adam menggandeng tangan Gauri. Adam menghampiri salah satu meja yang diisi oleh beberapa kenalannya. Dia hendak memperkenalkan Gauri pada mereka.“Selamat malam, Pak Adam. Wah, ini dia langganan donatur terbesar setiap ada pesta dona
“Biar saya bantu,” ucap seorang pria berambut tebal dengan kedua mata coklat menawan mengulurkan tangan. Dia tersenyum hangat. Gauri menyambut uluran tangan pria asing itu dan segera mengucapkan terima kasih.Gauri kehilangan wajah di pesta pertamanya bersama Adam. Dia berjalan keluar gedung menuju tempat parkir dengan kaki terkilir dan menahan tangis.Dada Gauri terasa sangat sesak. Adam sudah keterlaluan. Bagaimana bisa Adam melakukan hal seperti itu dengan wanita lain saat berada di satu tempat yang sama dengan Gauri.Gauri masuk ke dalam mobil Adam setelah Denny–sopir Adam membukakan pintu. Dia meluapkan tangisannya tanpa takut mempermalukan Adam. Tangisnya sangat menyayat hati, penuh luka dan amarah.“Sudah berapa lama ini berlangsung?” Gauri memukul dadanya berkali-kali, berharap sesak hilang dari sana.Sejak awal pernikahan ini memang tidak dimulai dengan cinta. Namun, bukan berarti hati Gauri mati rasa hingga tidak merasa apa-apa setelah lama tinggal bersama.Pintu mobil terb
“Aku tidak bisa terus berharap pada Mas Adam.”Itu adalah hal yang Gauri sadari setelah melihat Adam bermain api dengan wanita lain. Perpisahan sudah di depan mata. Apalagi Adam masih saja bungkam sampai tiga hari kemudian.Tak mau terus berdiam diri, Gauri pergi ke Universitas Pelita Bangsa. Wanita itu bersyukur kakinya yang terkilir cepat sembuh sehingga dia tidak perlu meminta Denny mengantarnya ke sini.Sopir Keluarga Harraz itu pasti akan melapor pada Adam ke mana dirinya pergi. Sementara Gauri masih ingin merahasiakan hal ini dari Adam.Jika ingin terus hidup dan tidak mengulang kesalahan orang tuanya yang terlilit utang, Gauri harus mendapatkan pekerjaan yang layak. Dia butuh keahlian untuk mendapatkan hal itu.Saat Gauri sedang menyerahkan berkas administrasi ke petugas kampus, seorang wanita memanggil dan memintanya untuk ikut ke Kantor Kepala Jurusan.“Maaf, memanggilmu seperti ini. Saya Ezra, Gauri,” ucap pria yang duduk di balik meja dengan tanda nama Ezra Damon, S.M, M.M.
“Apa yang kamu lakukan di dalam, Gauri!”Gauri terbangun dari mimpi. Dia mendengar Arum berteriak sambil menggedor pintu kamarnya dengan kasar..Gauri segera membuka pintu dan mendapati wajah Arum yang memerah. Dia menatap Gauri dari ujung kepala sampai kaki.“Apa saja yang kamu lakukan hari ini? Kenapa rumah masih berantakan dan cucian kotor masih menumpuk? Coba lihat ini jam berapa? Sebentar lagi Adam pulang dan belum ada makan malam,” serang Arum bertubi-tubi.Setiap hari Arum akan keluar rumah untuk bermain bersama teman-teman sosialitanya pada pukul 10 pagi dan baru kembali sekitar tujuh jam kemudian. Gauri harus membuat rumah rapi dan bersih selama waktu itu, juga menyiapkan makanan.Sayangnya, hari ini Gauri tidak bisa melakukan hal yang diminta Arum. Tidak hanya urusan rumah, Gauri pun terpaksa izin bekerja untuk mendaftar kuliah.“Aku akan pesankan makanan,” sahut Gauri santai.“Masak, Pemalas!” hardik Arum mendorong bahu Gauri. “Kamu masuk ke rumah ini dengan gratis. Tahu di
Matahari tepat berada di atas kepala saat Gauri berada di XLaundry, tempat kerjanya.“Aku perhatikan mobil itu sejak tadi ada di situ.” Revi membuka obrolan sambil menunjuk sebuah mobil sedan hitam.“Di sana memang area parkir ruko, kan?” tanya Gauri memicingkan mata ke arah yang ditunjuk oleh rekan kerjanya.“Lihat baik-baik, Gauri!” pinta Revi. “Mobil itu terlihat sangat mahal. Aku sering melihatnya di drama Korea dan biasa dipakai oleh orang-orang kaya.”Gauri akhirnya kembali menoleh dan memerhatikan mobil itu lebih detail.Mobil paling bagus yang pernah parkir di area ruko adalah Mitsubishi Pajero. Mobil yang biasa dibawa oleh pasangan suami istri China pemilik Restoran Tiongkok. Restoran itu memang paling ramai dibanding usaha lain.Maserati GranTurismo jelas terlalu mewah untuk berada di sini. Warna hitamnya jauh lebih mengilap daripada yang lain. Bukan hanya Revi dan Gauri yang menjadikan mobill itu pusat perhatian, tapi beberapa penghuni ruko juga begitu.“Kalau kamu penasara
“Ada tamu, Bu. Dia ingin bertemu dengan Pak Adam,” ucap Andri, satpam rumah Adam, melalui telepon saat Gauri berada di dapur. Keluarga Harraz baru saja selesai makan siang.Gauri mengernyit. “Oke, terima kasih, Pak.”Tanpa menunggu lebih lama, Gauri mengelap tangan dan melepas apron. Dia melangkah menuju pintu utama.Tok! Tok! Tok!Gauri segera membuka pintu tersebut.Detak jantungnya seakan berhenti saat melihat siapa yang datang. Sosok yang menjadi pusat rasa cemburu kini berdiri di hadapannya.“Pak Adam ada?” tanya Amora memainkan ujung rambut panjangnya.Siang itu penampilan Amora dan Gauri sangat berbanding terbalik, bagai tuan putri dan upik abu. Pakaian bermerek yang dikenakan Amora begitu mencolok dibanding dengan kaus rumahan yang dipakai Gauri.Namun, tetap saja pesona Gauri tidak terkalahkan. Dia masih terlihat cantik dan menawan tanpa perlu bantuan pakaian merek mewah seperti Amora.“Mas Adam tidak pernah menerima rekan kerja saat akhir pekan di rumah,” sergah Gauri member
“Hamil?” tanya Arum memastikan.Sesaat setelah Amora meminta Adam untuk bercerai, Gauri pergi menjauh dari kamar Adam. Dia sempat pergi ke kamarnya untuk menumpahkan seluruh air mata dan amarahnya.Namun, Gauri tidak bisa terus mengurung diri di kamar. Dia ingin mendengar keputusan Adam secara langsung. Sekalipun dia tidak bisa menyembunyikan mata bengkaknya.Amora mengangguk. Wanita itu tak segan menggenggam tangan Adam yang duduk di sebelahnya saat mereka ada di ruang tamu.“Aku akan kasih Mama cucu pertama,” ujar Amora percaya diri.Gauri melirik tautan tangan mereka yang terlihat jelas dari posisi duduknya. Amora sangat mahir menuang minyak dalam api cemburu yang membakar hati Gauri.Bahkan, Adam tak berusaha menghindar. Bahasa tubuh yang diartikan Gauri sebagai persetujuan Adam atas ide Amora.“Itu berita baik, Amora! Mama sudah lama ingin menimang cucu,” sahut Arum. Dia menatap Amora dengan penuh harap.“Bukannya terakhir kali Mama bilang kalau keponakan Adam yang masih berusia
Gauri turun dari mobil hitam yang berhenti di depan venue acara Penghargaan Bisnis.Gaun biru tua berpotongan klasik dengan potongan punggung rendah menghiasi tubuhnya dengan sempurna. Kilauan berlian di bahunya memantulkan cahaya lampu sorot, membuat wanita itu tampak seperti ratu.Ezra melangkah keluar terlebih dahulu, lalu dengan sigap mengulurkan tangan untuk membantu Gauri. Senyum lebar menghiasi wajahnya, tetapi mata pria itu sebenarnya sedang mengawasi setiap gerak-gerik tunangannya.“Senyum, Gauri. Kamera sedang menonton kita,” bisik Ezra sambil memegang pinggang wanita itu.Gauri mengangkat dagu sedikit, memamerkan senyum anggun yang dingin. Kamera dari para wartawan berkerlap-kerlip tanpa henti, menangkap setiap langkah mereka di karpet merah.Ezra melingkarkan lengannya di pinggang Gauri, menciptakan citra pasangan sempurna. Pria itu tersenyum penuh kebanggaan.Setelah berhenti di depan kumpulan wartawan, Ezra dan Gauri mulai berpose mesra. Ezra mendekatkan bibirnya ke teli
Ezra berdiri di depan cermin besar di kamar mewahnya. Mata pria itu menatap pantulan dirinya sendiri dengan senyum licik yang menghiasi bibirnya.Jas hitam eksklusif yang dikenakan Ezra membuat penampilannya terlihat sempurna, tetapi ketegangan samar di garis rahangnya tetap terlihat.Ponsel Ezra yang tergeletak di atas meja kecil di samping cermin bergetar. Pria itu segera meraihnya dan menjawab panggilan itu tanpa basa-basi.“Sudah selesai?” tanya Ezra sedikit berbisik.Suara seorang pria terdengar di seberang telepon. “Ya, sudah selesai. Amora meninggal di tempat. Anak kecil itu … dia masih hidup, tapi kehilangan banyak darah. Saya tidak yakin dia bisa bertahan.”Ezra terdiam. Suasana di sekitarnya tiba-tiba menjadi hening. Jantung Ezra berdetak lebih cepat, bukan karena panik, tetapi karena dia sedang memikirkan apa dampak yang mungkin terjadi setelahnya.“Chava ada di sana?” tanya Ezra akhirnya, dengan dingin dan tajam.“Ya, dia bersama Amora saat kecelakaan terjadi. Tidak ada ya
Adam menatap layar laptop dengan tatapan kosong. Berita yang terpampang di sana menghantam pria itu, seperti pukulan keras yang mengenai wajahnya.Pernikahan Gauri Bentlee Uno dan Ezra Damon Akan Digelar Minggu Depan.Kalimat itu terpampang jelas di headline sebuah situs berita ternama. Tidak hanya di situs berita, setiap Adam membuka media sosial, informasi yang sama pun muncul.Walaupun Gauri bukan seorang selebriti, tetapi wanita yang tiba-tiba menjadi konglomerat dan menjabat sebagai CEO Uno Rekayasa Industri adalah hal yang sangat menarik.Adam mengatupkan rahang erat, dan napasnya terasa berat. Pria itu mengepalkan tangan. Sudah dua hari sejak kontak terakhirnya dengan Gauri terputus, dan sekarang berita tidak masuk akal ini justru naik ke permukaan.Brak!Adam memukul meja kerjanya hingga gelas kopi yang berada di sudut meja terguncang. Wajah Adam memerah. Amarah, kebingungan, dan rasa kecewa menyelimuti pikiran Adam.“Bagaimana mungkin? Apa ini keputusan Gauri? Apa Gauri mener
Gauri keluar dari kamar mandi dengan rambut yang masih basah menjuntai di punggung. Wanita itu masih mengenakan jubah mandi berwarna putih dengan bahan lembut.Wajah wanita itu terlihat lebih segar setelah air dingin membasuh kulitnya yang lelah. Namun, berapa kali pun Gauri mencuci rambut, kepala dan pikirannya tetap kacau.Tanpa membuang waktu, Gauri segera melangkah ke meja rias. Dia membuka laci paling bawah, tempat dia menyimpan ponsel pemberian Adam. Gauri tahu betapa berharganya benda itu, dan dia selalu memastikan menyimpannya sesuai dengan instruksi Adam.Tangan Gauri bergerak cepat, menggeser beberapa benda kecil yang memenuhi laci itu. Namun, wanita itu tidak bisa menemukan benda pipih yang dia cari di sana.Hati Gauri mulai berdegup kencang. Jantungnya terasa berat. Dia menarik napas panjang dan merogoh lebih dalam, berharap mungkin ponsel itu tergelincir ke sudut lain laci. Namun, dia tetap tidak menemukan apa-apa.“Di mana ya?” bisik Gauri, kepanikannya mulai merayap.Se
Gauri duduk di tepi tempat tidur sambil memandangi ponsel kecil berwarna hitam di tangannya. Benda pipih itu diam-diam diselundupkan oleh Adam saat pria itu menggenggam tangannya di belakang Thomas.Hanya ada satu kontak yang tersimpan di sana, yaitu Adam Harraz 2. Tidak ada nomor lain, tidak ada akses internet, bahkan kartu SIM di dalamnya, sepertinya khusus hanya untuk berkomunikasi dengan Adam.Wanita itu mendesah panjang, tangannya menggenggam erat ponsel itu. Ponsel itu adalah satu-satunya jembatan yang bisa menghubungkan Gauri dengan satu-satunya orang yang ada di pihaknya saat ini.Pikiran Gauri melayang pada kejadian beberapa jam lalu yang membuat hari itu semakin terasa berat dan panjang.***Gauri duduk di meja kecil di sudut kamarnya. Wanita itu sedang membaca dokumen laporan perusahaan yang sempat dia bawa beberapa hari lalu dari kantor, ketika pintu kamarnya diketuk dengan keras.Tok! Tok! Tok!Gauri menoleh
Ezra memasuki ruang kunjungan Rumah Tahanan Wanita Jakarta Timur. Wajah pria itu tampak tegang, tetapi matanya tetap tajam seperti biasa.Di balik kaca pembatas, Amora menunggunya dengan senyum tipis yang penuh ejekan. Wanita itu duduk dengan tenang, tempat yang membuat dia terisolasi dari dunia luar itu tidak mengurangi sedikit pun keangkuhannya.“Kamu akhirnya datang juga, Ezra.” Amora membuka percakapan dengan santai. Dia menyunggingkan senyum miring.Ezra mengambil tempat di kursi di depannya, tidak membalas sapaan Amora. Tatapan Ezra hanya menyoroti wanita itu dengan penuh kewaspadaan.Sudah beberapa hari pihak rumah tahanan terus menghubungi Ezra karena Amora meminta bertemu. Pria itu terpaksa menggunakan segala cara untuk kembali ke Indonesia walaupun dia sedang tersandung kasus hukum di Belanda.Untunglah, kesehatan Thomas membaik dan pria tua itu masih berpihak pada Ezra. Jadi mereka bisa kembali ke negara ini bersama.“
Adam duduk di sofa ruang tamu griya tawang, berhadapan langsung dengan Thomas yang memandangnya dengan tatapan tidak suka.Atmosfer ruangan terasa semakin menekan, dan Adam harus menjaga ekspresinya tetap netral.“Jadi, apa yang ingin kamu bicarakan, Adam?” tanya Thomas dengan tegas sambil mengetukkan ujung tongkatnya ke lantai.Adam melirik sekilas ke arah Gauri yang berdiri di belakang Thomas. Sebelum pria muda itu sempat menjawab, Thomas berbalik, menatap Gauri dengan tajam.“Kamu tidak perlu berada di sini, Gauri. Kembali ke kamar!” perintah Thomas dengan kedua bola mata yang melebar.Gauri tampak ingin membantah, tetapi pada akhirnya wanita itu hanya mengangguk pelan dan melangkah pergi.Saat melewati Adam, wanita itu meliriknya sekilas, tatapan mereka bertemu selama beberapa detik.Lalu, tanpa bicara sepatah kata pun, Gauri memutus tatapan mereka dan menghilang di balik pintu kama
“Aku tidak mengundangmu, Mas Adam.”Adam membeku. Pria itu berbalik perlahan dan mendapati Gauri berdiri di sana, mengenakan blazer hitam yang elegan. Wajah wanita itu terlihat lelah, tetapi sorot matanya tajam seperti pisau.Namun, bertolak belakang dengan tatapannya, suara Gauri terdengar datar.Adam menatap Gauri dengan alis bertaut, berusaha membaca situasi.Wanita itu berdiri di depan pintu lift, sangat cantik dan menarik seperti biasanya, tetapi wajah Gauri yang biasanya penuh percaya diri, kali ini tampak sedikit pucat. Ada lingkaran gelap samar di bawah matanya.Adam melangkah mendekat, tetapi Gauri segera mengangkat tangan kanannya, membuat Adam berhenti. Ibu jari wanita itu menyentuh telapak tangannya, lalu mengepalkannya Pria itu semakin mengernyitkan dahi. Namun, sedetik kemudian kedua bola matanya melebar setelah menyadari sesuatu.Simbol permintaan tolong.Adam mengangguk kecil, berusaha menyampaikan jawaban pada Gauri bahwa dia memahami pesan tersirat dari gerakan tang
Adam berdiri di depan griya tawang Gauri sambil menaruh kedua tangannya di saku celana. Matanya yang tajam seperti elang memindai dua pria berbadan besar yang sedang berdiri berjaga di pintu masuk griya tawang. Keduanya memakai pakaian serba hitam dan ekspresi mereka dingin tanpa emosi.Namun, hal itu tidak dapat menutupi fakta bahwa Adam memiliki aura mengintimidasi yang lebih kuat daripada mereka. Bahkan, kedua pengawal itu harus menahan diri supaya bulu kuduk pada tengkuk mereka tidak meremang ketika melihat Adam.Adam melangkah mendekat, tetapi langkahnya langsung dihentikan oleh salah satu pria yang ada di sana. Pria itu mengangkat tangan, memberi isyarat untuk berhenti.“Maaf, Tuan, Anda tidak diizinkan masuk,” ujar pria itu dengan tegas. Dia membusungkan dadanya.Adam menarik salah satu sudut bibirnya dan memutus tatapan dengan mereka. Dia benci dengan orang-orang yang berlagak berani padanya, padahal jelas terlihat kedua pengawal itu berus