“Bagaimana keadaanmu, Gauri?” tanya Adam kepada Gauri, mencoba memastikan keadaannya setelah menyelamatkannya dari balkon. Adam mencoba menekan semua perasaannya, dia harus memprioritaskan kondisi Gauri. “Lebih baik,” jawab Gauri singkat dengan nada yang begitu lemah. “Tolong jangan bicarakan kejadian ini kepada siapa pun, terutama kepada Ezra, Mas.” Adam mendesah. “Gauri–” “Kumohon?” pinta Gauri mengiba. Dengan posisinya sekarang sebagai CEO, tidak boleh ada siapa pun yang mengetahui kejadian buruk yang menimpanya. “Iya, Gauri. Dengan satu syarat, kamu harus ke rumah sakit,” ucap Adam menurunkan egonya setelah menyadari bahwa wajah Gauri terlihat begitu pucat. “Ayo, aku antar ke rumah sakit!” “Tidak perlu, aku istirahat di sini saja,” tolak Gauri. Wanita itu tidak ingin membuat semua orang memperhatikannya, tidak sekarang. Jika Gauri keluar dari griya tawang ini, maka besar kemungkinan akan ada berita kejadian ini akan tersebar luas. Thomas dan Ezra akan menghubungi G
Gauri menarik jarum infusnya dengan paksa. Hal itu membuat darah segar mengucur deras di punggung tangan kirinya.Tepat saat itu, seorang dokter dan perawat masuk ke ruangannya. Wajah mereka memucat ketika melihat pasiennya melakukan hal nekat.“Astaga, Nona!” Sang perawat spontan berlari mendekat untuk membantu Gauri menghentikan pendarahan yang dialami Gauri.“Saya harus pergi,” ujar Gauri sambil mengumpulkan kekuatannya. Dia masih merasa sedikit pusing dan pucat.“Ibu Gauri, Anda masih dalam pengawasan saya,” ujar dokter wanita yang datang bersama perawat dengan tegas.Gauri menghentikan aktivitasnya selagi perawat mencoba mengobati luka di tangannya. Wanita itu menoleh untuk melihat si pemilik wajah.“Anda belum boleh pulang,” lanjut dokter dengan tanda nama Lily Lenson di dadanya. Dokter itu mendekat.Gauri menghela napas. Dia merasa cara bicara Lily punya penekanan yang berbeda padanya. Gauri tidak menyukainya, tetapi cukup sadar diri untuk tahu bahwa saat ini dirinya memang sed
“S-saya …” Amelia mendadak kehilangan kata-kata karena jantungnya berdebar keras. “Saya sedang menyiapkan beberapa pilihan pakaian dan aksesoris yang akan Nona pakai hari ini.”Gauri masih bergeming walaupun Amelia sudah selesai bicara. Wanita itu hanya menaikkan kedua alisnya dan melipat tangan di depan dada, tidak lagi terlihat sedih. Hal itu membuat Amelia merasa canggung.“Ada pakaian formal dengan nuansa warna bumi dan juga dingin. Nona ingin pakai yang mana?” Amelia mencoba bicara lagi sambil menyembunyikan ponselnya di belakang punggung.“Tidak keduanya,” jawab Gauri dingin. Wanita itu melangkah masuk ke walk-in wardrobe untuk memilih pakaian dan berdiri cukup lama di bagian blazer.Sementara Amelia segera menjaga jarak di belakang. Dia mencoba menetralkan detak jantungnya.Pada akhirnya Gauri mengambil blazer dengan warna netral, merah muda. Lalu, dia berbalik badan dan menatap tajam Amelia.“Kamu masih di situ?” tanya Gauri.“Maaf. Permisi, Nona. Saya akan siapkan mobilnya,”
[Kamu di mana? Perawat bilang, kamu memaksa pulang sebelum waktunya.]Pesan masuk dari Adam masuk saat Gauri sedang memeriksa dokumen yang masuk ke surelnya. Tanpa berniat membalas pesan tersebut, Gauri kembali mematikan layar ponselnya dan fokus bekerja.Gauri tidak mengerti mengapa Adam tidak mempertahankan sikap dingin dan cueknya saja daripada harus seperti ini. Tiba-tiba, Gauri mengernyit. Dia belum mengembalikan uang Adam, mungkin saja pria itu akan berhenti mengganggunya setelah Gauri mengembalikan uang itu.Wanita cantik itu meraih kembali ponselnya dan menghubungi seseorang dari pihak bank. Untuk seorang Gauri, dia hanya perlu menunggu satu kali nada dering saja sampai pihak bank menerima panggilannya. Gauri adalah ikan besar, siapa saja tidak akan menolak melayaninya.“Apa yang harus saya persiapkan jika ingin mengirim uang sebesar 40 miliar rupiah?” tanya Gauri begitu pihak bank mengangkat panggilannya.Merry, manajer pusat Bank CCA yang melayani Gauri segera memberikan jaw
“Kamu masih tidak bisa menghubunginya?” tanya Ezra pada Nandi, asisten pribadinya yang berbadan besar, saat mereka tiba di The Majaya Residence, apartemen tempat Amora tinggal.Ezra baru saja mendengar laporan dari Nandi bahwa sejak semalam Amora sulit dihubungi. Bahkan sejak semalam, Nandi belum melihat Amora pulang ke apartemennya.“Ya, Tuan,” sahut Nandi sambil menyamakan langkah dengan Ezra yang melangkah lebar menuju lift.Sementara tangan pria itu sibuk mencoba menghubungi Amora. Nomor ponsel wanita itu aktif, tetapi panggilan dari Ezra maupun Nandi selalu diabaikan.Pria itu berdecak kesal. Saat pintu lift terbuka di lantai 19, Ezra langsung menuju unit 1911 dan membunyikan belnya.Teman yang mengerjakan hal rahasia bersama tidak boleh saling menarik diri. Jika salah satunya menghilang, satu yang lain harus menaruh curiga bahwa temannya itu bisa saja berbalik mengkhianatinya. Itu prinsip yang Ezra anut.“Sialan, Amora!” jeritnya sambil meninju pintu apartemen wanita itu yang ti
“Kita punya CEO baru yang aneh!” cibir seorang karyawan wanita yang sedang bergosip dengan teman-temannya di kafe kantor. “Setelah diangkat, beliau asyik bersantai di singgasananya.”“Hei, hati-hati kalau bicara! Bagaimana kalau ada yang dengar?” sahut temannya yang bertubuh gemuk.“Tapi yang dia katakan memang benar!” seru yang lain sambil menunjuk wanita pertama. “CEO yang lama, memperkenalkan dirinya pada semua karyawan setelah menjabat.”“Aku bahkan belum tahu wajahnya seperti apa!” Cibiran itu terus berlanjut dan memanas. Tidak ada yang berniat berhenti.Gosip tidak akan berhenti sampai si penggosip itu bosan dan menemukan topik lain untuk diangkat. Tidak hanya kumpulan karyawan itu yang membicarakan Gauri, tetapi juga beberapa karyawan yang satu lift dengannya dan Amelia.“Wajarlah kalau dia tidak tahu apa yang seharusnya dilakukan. Dia tidak bisa apa-apa tanpa Direktur Operasional kita,” ujar seorang karyawan yang ada di depan Gauri.Amelia hampir saja mendamprat karyawan itu j
“Mimpi apa saya semalam? Hari ini bisa bertemu denganmu, Gauri Bentlee Uno?” sapa wanita itu tersenyum ramah sambil mengusap pelan bahu Gauri.Kedua mata Gauri membola saat melihat sosok yang memanggil namanya itu. Dia bangkit dengan cepat dan menggenggam kedua lengan wanita itu.“Astaga, Helen?!” pekik Gauri sambil membalas senyum Helen.Helen sudah tumbuh menjadi wanita dewasa sepertinya. Namun, Gauri masih merasa sangat aneh melihat sahabatnya itu memakai pakaian kerja yang sangat formal. Bertolak belakang dengan gaya pakaian kasual yang biasa Helen kenakan saat masih berstatus sebagai mahasiswi.Helen menarik Gauri untuk mencium pipi kanan dan kiri wanita itu. “Aku rindu sekali, Gauri! Kamu benar-benar seperti hilang di telan bumi!”Saat memutuskan pergi ke Amerika Serikat, Gauri memang memutus kontak dengan semua kenalannya di Indonesia. Hanya Amelia yang dia pertahankan, itu pun Gauri menghubungi jika mendesak saja.“Ayo, duduk dulu!” ajak Gauri sambil menarik tangan Helen untuk
“Bagaimana pertemuannya dengan Bu Merry?” tanya Gauri yang baru saja mendaratkan tubuhnya di atas kursi setelah selesai menemui klien.Klien tersebut tiba-tiba datang dan Gauri tidak mungkin menolaknya. Sehingga Amelia mewakili dirinya untuk menyelesaikan transaksi dengan Merry.Gauri terlihat sangat lelah. Dia bahkan melewatkan jam makan siangnya. Namun, setumpuk pekerjaan menunggu untuk diselesaikan hari ini juga.“Semuanya sudah selesai, Nona. Uang itu akan masuk ke rekening Tuan Adam dalam waktu 2 x 24 jam,” sahut Amelia bersikap siap di dekat meja Gauri.“Berarti uang itu akan masuk di hari pertunangan saya.” Wanita cantik itu menyimpulkan sambil tersenyum tipis.Gauri mengangguk lemah. Wanita cantik itu menaruh tangan di atas meja dan memjiat pelan batang hidungnya sambil memejamkan mata. Bibirnya terlihat pucat dan kering.“Nona sudah minum vitamin?” tanya Amelia khawatir.“Sudah,” jawab Gauri singkat sambil membuka matanya. “Ada lagi yang ingin kamu sampaikan?”Gauri menguatka
Gauri turun dari mobil hitam yang berhenti di depan venue acara Penghargaan Bisnis.Gaun biru tua berpotongan klasik dengan potongan punggung rendah menghiasi tubuhnya dengan sempurna. Kilauan berlian di bahunya memantulkan cahaya lampu sorot, membuat wanita itu tampak seperti ratu.Ezra melangkah keluar terlebih dahulu, lalu dengan sigap mengulurkan tangan untuk membantu Gauri. Senyum lebar menghiasi wajahnya, tetapi mata pria itu sebenarnya sedang mengawasi setiap gerak-gerik tunangannya.“Senyum, Gauri. Kamera sedang menonton kita,” bisik Ezra sambil memegang pinggang wanita itu.Gauri mengangkat dagu sedikit, memamerkan senyum anggun yang dingin. Kamera dari para wartawan berkerlap-kerlip tanpa henti, menangkap setiap langkah mereka di karpet merah.Ezra melingkarkan lengannya di pinggang Gauri, menciptakan citra pasangan sempurna. Pria itu tersenyum penuh kebanggaan.Setelah berhenti di depan kumpulan wartawan, Ezra dan Gauri mulai berpose mesra. Ezra mendekatkan bibirnya ke teli
Ezra berdiri di depan cermin besar di kamar mewahnya. Mata pria itu menatap pantulan dirinya sendiri dengan senyum licik yang menghiasi bibirnya.Jas hitam eksklusif yang dikenakan Ezra membuat penampilannya terlihat sempurna, tetapi ketegangan samar di garis rahangnya tetap terlihat.Ponsel Ezra yang tergeletak di atas meja kecil di samping cermin bergetar. Pria itu segera meraihnya dan menjawab panggilan itu tanpa basa-basi.“Sudah selesai?” tanya Ezra sedikit berbisik.Suara seorang pria terdengar di seberang telepon. “Ya, sudah selesai. Amora meninggal di tempat. Anak kecil itu … dia masih hidup, tapi kehilangan banyak darah. Saya tidak yakin dia bisa bertahan.”Ezra terdiam. Suasana di sekitarnya tiba-tiba menjadi hening. Jantung Ezra berdetak lebih cepat, bukan karena panik, tetapi karena dia sedang memikirkan apa dampak yang mungkin terjadi setelahnya.“Chava ada di sana?” tanya Ezra akhirnya, dengan dingin dan tajam.“Ya, dia bersama Amora saat kecelakaan terjadi. Tidak ada ya
Adam menatap layar laptop dengan tatapan kosong. Berita yang terpampang di sana menghantam pria itu, seperti pukulan keras yang mengenai wajahnya.Pernikahan Gauri Bentlee Uno dan Ezra Damon Akan Digelar Minggu Depan.Kalimat itu terpampang jelas di headline sebuah situs berita ternama. Tidak hanya di situs berita, setiap Adam membuka media sosial, informasi yang sama pun muncul.Walaupun Gauri bukan seorang selebriti, tetapi wanita yang tiba-tiba menjadi konglomerat dan menjabat sebagai CEO Uno Rekayasa Industri adalah hal yang sangat menarik.Adam mengatupkan rahang erat, dan napasnya terasa berat. Pria itu mengepalkan tangan. Sudah dua hari sejak kontak terakhirnya dengan Gauri terputus, dan sekarang berita tidak masuk akal ini justru naik ke permukaan.Brak!Adam memukul meja kerjanya hingga gelas kopi yang berada di sudut meja terguncang. Wajah Adam memerah. Amarah, kebingungan, dan rasa kecewa menyelimuti pikiran Adam.“Bagaimana mungkin? Apa ini keputusan Gauri? Apa Gauri mener
Gauri keluar dari kamar mandi dengan rambut yang masih basah menjuntai di punggung. Wanita itu masih mengenakan jubah mandi berwarna putih dengan bahan lembut.Wajah wanita itu terlihat lebih segar setelah air dingin membasuh kulitnya yang lelah. Namun, berapa kali pun Gauri mencuci rambut, kepala dan pikirannya tetap kacau.Tanpa membuang waktu, Gauri segera melangkah ke meja rias. Dia membuka laci paling bawah, tempat dia menyimpan ponsel pemberian Adam. Gauri tahu betapa berharganya benda itu, dan dia selalu memastikan menyimpannya sesuai dengan instruksi Adam.Tangan Gauri bergerak cepat, menggeser beberapa benda kecil yang memenuhi laci itu. Namun, wanita itu tidak bisa menemukan benda pipih yang dia cari di sana.Hati Gauri mulai berdegup kencang. Jantungnya terasa berat. Dia menarik napas panjang dan merogoh lebih dalam, berharap mungkin ponsel itu tergelincir ke sudut lain laci. Namun, dia tetap tidak menemukan apa-apa.“Di mana ya?” bisik Gauri, kepanikannya mulai merayap.Se
Gauri duduk di tepi tempat tidur sambil memandangi ponsel kecil berwarna hitam di tangannya. Benda pipih itu diam-diam diselundupkan oleh Adam saat pria itu menggenggam tangannya di belakang Thomas.Hanya ada satu kontak yang tersimpan di sana, yaitu Adam Harraz 2. Tidak ada nomor lain, tidak ada akses internet, bahkan kartu SIM di dalamnya, sepertinya khusus hanya untuk berkomunikasi dengan Adam.Wanita itu mendesah panjang, tangannya menggenggam erat ponsel itu. Ponsel itu adalah satu-satunya jembatan yang bisa menghubungkan Gauri dengan satu-satunya orang yang ada di pihaknya saat ini.Pikiran Gauri melayang pada kejadian beberapa jam lalu yang membuat hari itu semakin terasa berat dan panjang.***Gauri duduk di meja kecil di sudut kamarnya. Wanita itu sedang membaca dokumen laporan perusahaan yang sempat dia bawa beberapa hari lalu dari kantor, ketika pintu kamarnya diketuk dengan keras.Tok! Tok! Tok!Gauri menoleh
Ezra memasuki ruang kunjungan Rumah Tahanan Wanita Jakarta Timur. Wajah pria itu tampak tegang, tetapi matanya tetap tajam seperti biasa.Di balik kaca pembatas, Amora menunggunya dengan senyum tipis yang penuh ejekan. Wanita itu duduk dengan tenang, tempat yang membuat dia terisolasi dari dunia luar itu tidak mengurangi sedikit pun keangkuhannya.“Kamu akhirnya datang juga, Ezra.” Amora membuka percakapan dengan santai. Dia menyunggingkan senyum miring.Ezra mengambil tempat di kursi di depannya, tidak membalas sapaan Amora. Tatapan Ezra hanya menyoroti wanita itu dengan penuh kewaspadaan.Sudah beberapa hari pihak rumah tahanan terus menghubungi Ezra karena Amora meminta bertemu. Pria itu terpaksa menggunakan segala cara untuk kembali ke Indonesia walaupun dia sedang tersandung kasus hukum di Belanda.Untunglah, kesehatan Thomas membaik dan pria tua itu masih berpihak pada Ezra. Jadi mereka bisa kembali ke negara ini bersama.“
Adam duduk di sofa ruang tamu griya tawang, berhadapan langsung dengan Thomas yang memandangnya dengan tatapan tidak suka.Atmosfer ruangan terasa semakin menekan, dan Adam harus menjaga ekspresinya tetap netral.“Jadi, apa yang ingin kamu bicarakan, Adam?” tanya Thomas dengan tegas sambil mengetukkan ujung tongkatnya ke lantai.Adam melirik sekilas ke arah Gauri yang berdiri di belakang Thomas. Sebelum pria muda itu sempat menjawab, Thomas berbalik, menatap Gauri dengan tajam.“Kamu tidak perlu berada di sini, Gauri. Kembali ke kamar!” perintah Thomas dengan kedua bola mata yang melebar.Gauri tampak ingin membantah, tetapi pada akhirnya wanita itu hanya mengangguk pelan dan melangkah pergi.Saat melewati Adam, wanita itu meliriknya sekilas, tatapan mereka bertemu selama beberapa detik.Lalu, tanpa bicara sepatah kata pun, Gauri memutus tatapan mereka dan menghilang di balik pintu kama
“Aku tidak mengundangmu, Mas Adam.”Adam membeku. Pria itu berbalik perlahan dan mendapati Gauri berdiri di sana, mengenakan blazer hitam yang elegan. Wajah wanita itu terlihat lelah, tetapi sorot matanya tajam seperti pisau.Namun, bertolak belakang dengan tatapannya, suara Gauri terdengar datar.Adam menatap Gauri dengan alis bertaut, berusaha membaca situasi.Wanita itu berdiri di depan pintu lift, sangat cantik dan menarik seperti biasanya, tetapi wajah Gauri yang biasanya penuh percaya diri, kali ini tampak sedikit pucat. Ada lingkaran gelap samar di bawah matanya.Adam melangkah mendekat, tetapi Gauri segera mengangkat tangan kanannya, membuat Adam berhenti. Ibu jari wanita itu menyentuh telapak tangannya, lalu mengepalkannya Pria itu semakin mengernyitkan dahi. Namun, sedetik kemudian kedua bola matanya melebar setelah menyadari sesuatu.Simbol permintaan tolong.Adam mengangguk kecil, berusaha menyampaikan jawaban pada Gauri bahwa dia memahami pesan tersirat dari gerakan tang
Adam berdiri di depan griya tawang Gauri sambil menaruh kedua tangannya di saku celana. Matanya yang tajam seperti elang memindai dua pria berbadan besar yang sedang berdiri berjaga di pintu masuk griya tawang. Keduanya memakai pakaian serba hitam dan ekspresi mereka dingin tanpa emosi.Namun, hal itu tidak dapat menutupi fakta bahwa Adam memiliki aura mengintimidasi yang lebih kuat daripada mereka. Bahkan, kedua pengawal itu harus menahan diri supaya bulu kuduk pada tengkuk mereka tidak meremang ketika melihat Adam.Adam melangkah mendekat, tetapi langkahnya langsung dihentikan oleh salah satu pria yang ada di sana. Pria itu mengangkat tangan, memberi isyarat untuk berhenti.“Maaf, Tuan, Anda tidak diizinkan masuk,” ujar pria itu dengan tegas. Dia membusungkan dadanya.Adam menarik salah satu sudut bibirnya dan memutus tatapan dengan mereka. Dia benci dengan orang-orang yang berlagak berani padanya, padahal jelas terlihat kedua pengawal itu berus