Benar saja, tatapan kelam di mata Zayn mereda beberapa derajat.Aku langsung menempel di tubuhnya, kembali mencium bibirnya.Kali ini, dia tidak menghindar, tetapi juga tidak membalas. Dia membiarkan aku dengan teknik ciumanku yang canggung untuk menjelajahi bibir dan giginya.Matanya sedikit menunduk, menatapku dari jarak dekat.Tatapan yang begitu fokus, tetapi tetap tenang tanpa gelombang, Tatapan itu membuat wajahku memerah, hatiku berdebar kencang.Aku menundukkan mata dengan gugup, menghindari tatapannya.Jika aku terus menatapnya, aku khawatir hatiku tidak akan sanggup menahan dan malah mundur.Aku terus menciumnya untuk waktu yang lama, jelas merasakan tubuhnya mengalami perubahan.Namun, dia tetap tidak bertindak, hanya diam membiarkan aku 'bermain'.Di matanya yang tenang bahkan terlihat sedikit ejekan. Dia seperti sedang mengamati bagaimana aku, yang dulu begitu angkuh, sekarang berusaha menyenangkannya.Jadi, bisa dibilang pria ini memang mengerti cara menyiksa dan memperma
Namun, dia tiba-tiba menekan punggungku, tidak membiarkanku mundur sedikit pun.Dia tertawa dingin. Meskipun penampilannya begitu anggun dan terhormat, tetapi matanya memancarkan sinar kejahatan.Dia menggenggam tanganku, menuntun tanganku menuruni sepanjang perutnya yang keras dan tegang ....Wajahku langsung memerah, ujung jariku terasa seperti tersengat panas. Aku berusaha keras menarik kembali tanganku.Dia mendekat ke telingaku, suaranya rendah, serak, dan sangat menggoda."Begini caranya menyenangkan pria, hanya dengan ini pria akan merasa nyaman, mengerti?"Wajahku panas hingga ke leher, aku hanya ingin mencari lubang untuk bersembunyi.Melihat senyum jahat di sudut bibirnya, aku ingin memakinya cabul. Namun, kata-kata itu tertahan di tenggorokan dan akhirnya kutelan kembali.Bagaimanapun juga, akulah yang lebih dulu menggoda dia!Mengingat tujuanku untuk menyenangkannya, aku berusaha mengusir rasa malu di dalam hati. Lalu, dengan suara gemetar aku berkata kepadanya, "Ka ... kam
Matanya dipenuhi dengan keraguan dan ejekan. "Kamu sudah terlalu banyak berbohong. Jadi menurutmu, sekarang aku masih akan percaya pada kata-katamu?""Itu sungguhan!"Aku menangis dengan suara terburu-buru. "Sekarang aku berada tepat di bawah pengawasanmu. Menurutmu, aku masih bisa mainkan trik apa?""Siapa tahu?"Zayn berkata dengan suara dingin, "Lagi pula, Nona Audrey selalu penuh kebohongan, sama sekali tidak penurut. Siapa yang tahu, apa setelah keluar nanti, trik apa yang akan kamu mainkan lagi?"Selesai berbicara, Zayn bangkit dengan tenang, mengikat kembali tali jubah tidurnya yang telah kutarik terbuka.Dia menundukkan kepala, menatapku dengan wajah tanpa ekspresi. Gairah di matanya telah benar-benar sirna.Dia tersenyum mengejekku. "Kalau ada sesuatu yang kamu mau dariku, kamu akan coba buat aku senang dan bujuk aku?""Heh, Audrey, kamu pikir aku, Zayn, begitu mudah dibujuk?"Aku mencengkeram karpet, menatapnya dengan penuh amarah.Aku pikir dengan menyenangkannya, membujukny
Aku tetap tidak bergerak.Tiba-tiba dia menarikku bangun dan berkata dengan nada dingin, "Pergi makan sarapan!""Kamu gila ya!"Aku dengan kesal menepis tangannya. "Yang membuatku lapar dan haus itu kamu. Sekarang, yang memaksaku makan sarapan juga kamu. Kalau kamu memang kurang sehat, pergilah minum obat, jangan main gila di sini!"Ketika amarahku mengalahkan ketakutan, aku bisa mengatakan apa pun.Zayn menatapku dengan dingin. Setelah beberapa saat, dia tiba-tiba tertawa pelan, "Bukankah kamu mau keluar?"Aku tertegun, sedikit bersemangat menatapnya.Namun, saat melihat dinginnya di matanya, kegembiraan itu berubah menjadi ejekan.Aku mencibir, "Kamu sebaik itu mau bawa aku keluar untuk segarkan pikiran?"Zayn berbalik dan duduk di sofa.Pria itu mengenakan setelan jas rapi, pakaiannya tertata sempurna, auranya tenang dan elegan.Dia menatapku dengan santai dan berkata, "Film Yosef sudah selesai syutingnya."Aku menatapnya dengan kaget.Sudah selesai?Terakhir kali mendengar dari Dor
Kapau kupikir-pikir, sepertinya Cindy memang seperti ini.Makin dipikirkan, hatiku makin terasa tak nyaman.Aku menarik kerahku, mengusir kegelisahan dalam hati, lalu turun ke lantai bawah.Di ruang tamu, Zayn sedang bersandar di sofa sambil membaca buku.Begitu aku turun, dia langsung menoleh ke arahku.Akhirnya, tanpa sengaja kami saling berpandangan.Saat dia melihatku, matanya terlihat berbinar seolah-olah dia terkejut dan terpesona.Hanya saja, dengan cepat, sorot matanya kembali menjadi dingin.Seakan-akan 'keterkejutan' tadi hanyalah penghiburan diri bagiku.Zayn melirikku sekilas, lalu dengan dingin mengalihkan pandangannya.Dia meletakkan buku, bangkit, dan berjalan keluar.Aku segera mengikutinya.Sopir mengemudikan mobil di depan.Aku duduk di belakang bersama Zayn.Pria itu menatap lurus ke depan dengan ekspresi yang dingin.Aku menggigit bibir, diam-diam bergeser ke samping, lalu menatap keluar jendela.Jendela mobil tidak terbuka, membuat udara di dalam terasa pengap.Saa
Aku terhuyung beberapa langkah, langsung jatuh ke dalam pelukan yang kokoh dan begitu familier.Tanpa perlu mengangkat kepala, aku sudah tahu itu adalah Zayn.Dada pria itu sedikit naik turun, seolah sedang menahan amarah.Menyadari bahwa dia pasti salah paham tentang aku dan Arya, aku buru-buru menjelaskan, "Tadi aku tidak sengaja terkilir dan hampir jatuh, Pak Arya hanya menolongku."Zayn tidak bersuara.Aku perlahan mengangkat kepala dan melihatnya sedang menatap Arya dengan dingin.Arya menundukkan kepala, tersenyum samar, lalu berkata, "Kenapa Pak Zayn menatapku seperti itu? Jangan bilang aku hanya menolong Audrey sebentar saja pun tidak boleh. Lagi pula, sekalipun aku dan Audrey memang ada sesuatu, sepertinya Pak Zayn juga tidak berhak ikut campur, 'kan?""Karena, bukankah Audrey sudah tidak ada hubungan apa-apa lagi dengan Anda?""Heh!"Zayn tertawa dingin, mengejek, "Aku cuma mau ingatkan Pak Arya, sebagai seorang figur publik, lebih baik menjaga citra dengan baik.""Jangan sam
Aku tak bisa menahan diri dan meliriknya. Kenapa rasanya dia memiliki rasa kepemilikan yang begitu kuat terhadapku?Menyadari tatapanku, pria itu melirikku dengan dingin, lalu mencemooh, "Kenapa? Begitu melihat mereka, hatimu mulai gelisah dan tak rela pergi?"Aku mengernyit tajam. Sungguh, pria ini hanya punya wajah tampan saja, tetapi setiap kata-katanya selalu menyebalkan.Saat aku masih kesal, tiba-tiba suara penuh keyakinan dari Yosef terdengar dari belakangku, "Audrey, tunggu sampai aku terkenal berkat film ini, kembalilah ke sisiku. Saat itu tiba, aku akan mampu lindungi kamu."Langkah Zayn sedikit terhenti, membuatku juga terpaksa ikut berhenti.Aku menatapnya.Dia hanya menyunggingkan senyum mengejek di sudut bibirnya.Tanpa berbalik, dia tertawa sinis. Nada suaranya penuh dengan penghinaan, "Jangan terlalu cepat berjanji. Bicaralah lagi setelah kamu benar-benar terkenal."Aku mengernyit, teringat kata-kata Arya tadi, hatiku seketika terasa tidak enak.Jangan-jangan pria ini b
Syukurlah ponsel pria itu berdering. Dia sedang menerima telepon di samping, sepertinya tidak memperhatikan apa yang kami bicarakan.Aku tidak bisa menahan diri untuk menghela napas lega. Bahkan punggungku sampai berkeringat dingin.Dorin juga segera tersadar, buru-buru menutup mulutnya dan tersenyum padaku dengan ekspresi terkejut.Aku menggelengkan kepala padanya, memberi isyarat agar dia lebih berhati-hati.Dia langsung mengerti dan mengangguk.Saat itu, panggilan telepon Zayn berakhir dengan ucapannya, "Setelah upacara penutupan syuting, aku akan jumpai kamu dan selesaikan."Dari nada suaranya yang rendah dan lembut, sudah bisa ditebak bahwa orang di ujung telepon adalah Cindy.Fakta bahwa dia menyukai Cindy sudah sangat jelas bagiku.Walau begitu, setiap kali mendengar dia berbicara begitu lembut pada Cindy, hatiku tetap merasa sedikit sakit dan pahit.Pria itu menutup telepon dan menatapku tajam, "Sedang bicara apa? Sepertinya, aku dengar sesuatu tentang 'bayi angkat'? Apa itu?"
Herman tersenyum, "Aku cuma mau memperkenalkanmu, dia adalah Audrey yang merupakan adik Irvin.""Ah! Kamu Audrey?"Perawat itu menatapku, lalu berkata dengan cemas dan penuh semangat, "Irvin sering mengungkitmu di depanku, aku juga sangat ingin bertemu denganmu dan Bibi.""Tapi akhir-akhir ini pekerjaanku sangat sibuk, sibuk bersaing untuk mendapatkan posisi, serta sibuk mencari sumber ginjal untuk Bibi. Jadi aku sama sekali nggak punya waktu untuk menemui kalian.""Maafkan aku, aku benar-benar minta maaf karena sudah beberapa kali mengingkari janji. Aku juga selalu ingin minta maaf secara pribadi padamu."Perawat di depanku berkata dengan tulus, yang tidak terdengar seperti sedang berpura-pura.Aku tidak bisa menahan diri untuk berpikir apakah pikiranku terlalu berlebihan?Sebenarnya Sella sama sekali tidak bermasalah, dia memang sangat sibuk sampai mengingkari janji denganku?"Audrey, kamu nggak marah padaku, 'kan?"Saat aku sedang berpikir, perawat di depanku tiba-tiba bertanya deng
Setelah tiba di Rumah Sakit Harmoni, aku langsung mendatangi meja resepsionis di bagian rawat inap."Permisi, apakah ada perawat yang bernama Sella di sini?"Perawat itu menatapku, lalu mengangguk, "Benar, ada perawat bernama Sella di sini. Ada apa kamu mencarinya?""Ada masalah pribadi yang mau kukatakan padanya, bolehkah tolong panggil dia untuk bertemu denganku?""Maaf, Nona. Saat ini waktu Sella bekerja, dia sepertinya sedang sibuk.""Kalau begitu aku akan menunggu di sana, tolong kasih tahu aku kalau dia sudah nggak sibuk, terima kasih."Setelah berkata pada perawat, aku duduk di kursi untuk menunggu.Tidak lama kemudian, seseorang memanggil namaku, "Nona Audrey?"Aku tertegun sejenak, aku melihat Herman sedang menghampiriku begitu menoleh.Herman masih mengenakan jas putih, temperamennya terlihat elegan dan lembut. Sepasang kacamata berbingkai emas membuat Herman terlihat seperti orang yang mengetahui sopan santun."Nona Audrey, kenapa kamu datang ke rumah sakit? Apakah kamu data
Aku mengabaikannya.Irvin memapahku sambil mengerutkan bibirnya, "Sudahlah, kamu pasti punya kesempatan untuk bertemu dengannya di masa depan. Apa yang kamu takuti?""Minggir!"Aku menepis tangannya dengan marah, lalu berjalan ke depan.Alasan kenapa aku sangat ingin menemui Sella adalah untuk memastikan bahwa tidak ada masalah pada sumber ginjal ibuku.Hanya saja, kakakku sama sekali tidak mengerti.Meskipun aku mengatakan ini padanya, Irvin akan menyalahkanku karena terlalu curigaan dan berprasangka buruk pada pacarnya.Singkatnya, aku sama sekali tidak ingin berbicara dengan Irvin.Otak seseorang yang sudah dibodohi dengan cinta benar-benar sangat menakutkan.Menyebalkan sekali.Irvin mengikutiku sampai ke lantai bawah, dia berlari untuk menarikku saat melihatku terus berjalan ke depan tanpa menoleh ke belakang, "Apa yang kamu lakukan? Ayo, aku akan mengantarmu pulang."Aku menghempaskan tangannya, "Nggak perlu, kamu pulang sendiri saja!""Huh, apa lagi yang mau kamu lakukan?!"Irvi
Aku kembali menatap rumah ini.Jika dilihat dari lingkungan rumah ini, Sella sepertinya adalah perempuan yang mencintai kebersihan dan menjalani kehidupan yang elegan.Kalau bukan karena Sella selalu mengingkari janji dan bertindak dengan misterius, aku juga tidak ingin mencurigainya.Hanya saja, sebentar lagi aku akan segera bertemu dengannya!Saat berpikir seperti ini, aku menatap ke arah kamar tidur utama.Hanya saja, aku melihat Irvin berjalan keluar dari kamar dengan ekspresi kecewa pada detik berikutnya.Aku mengerutkan keningku, kurang lebih sudah mengetahui apa yang telah terjadi.Aku menghampiri Irvin, lalu mengangkat sudut mulutku, "Dia nggak ada di dalam, 'kan?"Irvin tidak mengatakan apa pun.Aku mendengus, "Terlihat jelas kalau dia melakukan kesalahan dan nggak berani menemui kita.""Jangan bicara seperti itu."Irvin masih membela wanita itu, "Sella punya urusan mendadak, jadi dia nggak bisa menunggu kita di rumah, dia bahkan meninggalkan catatan untukku.""Dia juga kirim
Irvin menyipitkan matanya, lalu menatapku dengan tatapan tidak puas, "Lihatlah, kamu mulai curigaan lagi. Kampung Sella memang di desa pegunungan, tapi itu nggak berarti keluarganya miskin, nggak berarti Sella juga nggak bekerja, 'kan?""Nenek kita juga tinggal di kota yang terpencil, tapi itu nggak berati Ibu miskin, 'kan?"Aku mengerutkan bibirku tanpa mengatakan apa pun.Ucapannya masuk akal juga.Lupakan saja, aku akan mengetahui situasinya setelah naik ke atas.Irvin membeli beberapa makanan ringan dan buah-buahan.Aku mengeluarkan hadiah dari dalam mobil, lalu memasuki apartemen bersamanya.Dekorasi apartemen ini lumayan bagus, seperti dekorasi hotel bintang lima.Kami menaiki lift hingga ke lantai 15.Irvin membawaku ke depan sebuah pintu di ujung koridor.Aku mengira Irvin ingin mengetuk pintu, tapi siapa sangka dia menoleh untuk berkata padaku, "Audrey, ingatlah untuk tersenyum. Jangan pasang ekspresi sedatar ini, kalau nggak Sella akan curiga kalau kamu nggak menyukainya."Ak
Aku menatap Irvin dengan tatapan curiga, "Akhirnya pacarmu mau bertemu dengan kita? Jangan-jangan kamu nggak bilang padanya kalau kamu membawaku?""Ck!"Raut wajah Irvin langsung memasam. "Lihatlah, kamu meragukan kebaikan orang lain dengan pikiran jahatmu. Aku sudah bilang padanya kalau aku akan bawa kamu untuk menemuinya.""Awalnya Sella bilang kondisinya masih buruk, rumahnya juga sangat berantakan, dia takut meninggalkan kesan yang buruk padamu.""Kemudian aku bilang pada Sella kalau kamu nggak keberatan, baru dia memperbolehkan kita pergi ke rumahnya.""Tapi kamu malah memikirkan hal-hal yang negatif tentangnya lagi."Aku melirik Irvin tanpa mengatakan apa pun.Berdasarkan sikap Irvin yang selalu melindungi pacarnya, semua ucapanku salah di matanya.Lupakan saja, aku hanya ingin menemui Sella untuk memastikan dia tidak bermasalah.Aku berharap Sella benar-benar tidak bermasalah dan tulus menyukai Irvin. Dengan ini, sumber ginjal yang ditemukan kemungkinan besar tidak bermasalah.A
Arya berpikir sejenak, lalu berkata sambil tersenyum, "Aku nggak kenal, kenapa?""Herman bilang Sella adalah adik seperguruannya, jadi aku berpikir kamu kemungkinan mengenal Sella karena kamu berteman dengan Herman.""Aku nggak kenal," ujar Arya. Kemudian dia berkata sambil tersenyum, "Herman adalah pria yang tampan, jadi ada banyak adik seperguruan yang mengejarnya, aku nggak terlalu memerhatikan hal ini. Mungkin aku pernah bertemu dengan Sella yang kamu maksud, tapi aku nggak punya kesan apa pun pada namanya."Arya tertegun sejenak, lalu bertanya, "Ada masalah apa, Audrey?"Aku menceritakan semuanya pada Arya.Arya terdiam selama beberapa saat, lalu bertanya dengan suara yang berat, "Bagaimana situasi Bibi sekarang?""Kondisi ibuku sudah stabil sekarang, tapi sebelum ini dokter bilang kalau ibuku cuma punya waktu enam bulan lagi. Kalau kami masih nggak menemukan ginjal yang cocok untuk melakukan transplantasi ginjal, ibuku mungkin akan mengalami gagal ginjal.""Jadi aku mau tanya ten
Saat aku pergi ke rumah sakit untuk melakukan pemeriksaan sebelum ini, aku tidak sengaja melihat Arya sedang berbicara dengan seorang dokter.Setelah dipikir-pikir, dokter yang berbicara dengan Arya sepertinya adalah Dokter Herman.Pantas saja aku merasa Herman sangat familier.Saat itu aku hanya menatap mereka dari kejauhan, jadi kesanku pada Herman tidak terlalu kuat. Tapi tampang dan temperamen Herman sangat menonjol, jadi kurang lebih aku memiliki sedikit kesan tentangnya.Ternyata Herman adalah teman Arya?Apakah Arya meminta bantuan Herman untuk membuat hasil pemeriksaanku yang menunjukkan bahwa aku tidak bisa mengandung?Saat sedang berpikir, Irvin tiba-tiba menarik lenganku, "Kenapa kamu malah bengong? Aku sedang bicara denganmu."Aku menarik diri dari pikiranku, lalu meliriknya, "Kenapa?""Sella jatuh sakit karena ibu kita, jadi aku mau menjenguknya. Apakah kamu mau pergi bersamaku?""Baiklah."Tentu saja aku akan pergi dengan Irvin, karena aku sangat ingin melihat wajah pacar
"Ya, kami lulus dari sekolah kedokteran yang sama, saat ini Sella bekerja sebagai perawat magang di rumah sakit kami."Aku ingin bertanya lebih banyak, tapi kakakku menarik lenganku dan berbisik kepadaku, "Apa yang kamu lakukan? Bertanya hal-hal yang lain. Tidak sopan sama sekali.""Dokter Herman sudah membantu Ibu menemukan ginjal yang cocok.""Kamu hanya perlu mengucapkan terima kasih banyak pada Dokter Herman. Kenapa tanya yang lainnya?"Aku melirik kakakku.Apa kakakku pikir mudah untuk menemukan ginjal?Herman tampaknya melihat kecurigaanku.Herman mengeluarkan kartu identitas kerjanya sambil tersenyum padaku. "Nona Audrey, ini kartu identitas kerjaku."Aku melihatnya sekilas.Herman, Dokter Penyakit Dalam, Rumah Sakit Harmoni.Aku menuliskan nama rumah sakit itu dan memuji Herman, "Profesor Herman benar-benar hebat.""Nona Audrey, terima kasih atas pujianmu." Herman menyingkirkan lencana kerjanya dan berkata padaku, "Aku baru saja memeriksakan ibumu secara menyeluruh. Kondisi fis