Setelah tenang, aku berkata padanya, "Zayn, bukankah kamu ingin aku melahirkan bayi untukmu?"Zayn tertegun.Lalu, tatapan matanya langsung berubah menjadi suram.Zayn bicara dengan suara berat, suaranya terdengar tegang tanpa alasan."Kenapa kamu tiba-tiba membahas hal ini?""Apa kamu tidak tahu kalau wanita dalam persiapan kehamilan tidak boleh minum bir?" kataku padanya tanpa ekspresi.Tubuhnya yang tinggi tampak bergetar hebat.Suaranya menjadi lebih tegang. "Maksudmu, kamu bersedia punya bayi denganku?"Pertanyaan ini membuat aku ingin tertawa.Selama ini, entah aku mau atau tidak, bukankah Zayn yang memaksaku untuk punya bayi untuknya?Bukankah pertanyaan ini berlebihan?Meski dalam hati aku berpikir begitu, aku mengangguk padanya.Aku sengaja berbohong kepadanya. "Kamu lihat sendiri bahwa aku tidak pergi ke bar atau minum selama akhir-akhir ini. Aku hanya ingin menjaga kesehatan tubuhku dan mempersiapkan diri untuk hamil."Zayn menarik napas dalam-dalam, tatapan matanya tiba-tib
Pria itu menjawab telepon dengan satu tangan, sementara tangan lainnya masih berada di dalam pakaianku.Tubuhnya yang tinggi menekanku, menjebak seluruh tubuhku di antara dia dan wastafel.Karena jarak kami dekat.Samar-samar aku mendengar suara Cindy di telepon."Kak Zayn, kenapa lama sekali di kamar mandi? Pak Roy sudah tidak sabar menunggu.""Aku akan segera ke sana.""Di mana Nona Audrey? Pak Roy masih menunggunya untuk minum bersama."Zayn menunduk untuk menatap padaku.Seperti yang dikatakan Henry, ketika pria ini menatapku, selalu ada api yang menyala di matanya.Namun, seks dan cinta adalah dua hal yang berbeda."Aku akan membawanya ke sana sekarang juga."Zayn berbisik dan menutup telepon.Hatiku terasa sakit sekali.Aku sudah bilang aku ingin hamil anaknya, akankah Zayn tetap mengajakku untuk bersulang untuk Roy?Zayn melepaskan tangannya dari pakaianku.Dia merapikan kerutan di dasi dan kemejanya lalu berkata padaku, "Ayo kembali ke ruangan."Kesemutan dan mati rasa di tubuh
"Kenapa aku merasa kamu berbohong saat kamu bilang sedang mempersiapkan kehamilan?"Jantungku berdegup kencang dan aku segera menggelengkan kepala.Zayn berkata dengan kejam, "Kalau kamu berani berbohong padaku lagi, aku akan membunuhmu.""Tidak, aku tidak berbohong padamu," ucapku sambil menggelengkan kepala.Zayn mendengus lalu terus berjalan menuju ruangan pribadi.Aku menatap punggungnya dengan kaget.Lupakan saja. Zayn terlalu licik. Aku benar-benar tidak bisa bernegosiasi dengannya sama sekali.Zayn dan aku kembali ke ruangan pribadi satu demi satu.Roy menatapku dengan main-main.Roy berkata dengan penuh arti, "Menurutku kalian berdua ke kamar mandi bukan untuk buang air, tapi untuk berhubungan seks."Henry melirik ke arahku dan Zayn dengan ekspresi terkejut di matanya.Aku terdiam. Pak Roy cukup lugas dalam perkataannya.Roy mengangkat arlojinya lagi, memeriksa waktu dan mencibir, "Sepertinya Pak Zayn cukup cepat. Haha, Pak Zayn, jaga kesehatanmu, kalau tidak, wanita tidak akan
"Mempersiapkan ... mempersiapkan kehamilan?"Cindy sangat ketakutan hingga tidak bisa berbicara dengan jelas. Setelah itu, Cindy melihat Zayn dengan enggan.Tatapan mata Henry juga melihat ke arahku dan Zayn.Aku terima tatapan aneh semua orang tanpa tersipu atau merasakan jantung berdebar-debar.Kalau saja aku tidak memberi tahu Zayn mengenai hal ini dan tidak tahu sikapnya, aku tidak akan berani mengucapkan kata-kata seperti itu di hadapan banyak orang.Cindy masih tersenyum enggan padaku dan bertanya, "Kamu, bukankah kamu sudah bercerai dengan Kak Zayn? Untuk apa kamu mempersiapkan kehamilan?"Aku menatapnya dengan geli. "Mantan suamiku adalah satu-satunya pria dalam hidupku. Menurutmu, dengan siapa aku harus mempersiapkan kehamilan?"Cindy menggigit bibirnya dengan ringan dan menatap Zayn dengan tatapan menyedihkan seolah hendak menangis.Aku berani mengatakan bahwa ini karena Roy masih hadir, jadi Cindy malu berpura-pura sakit.Jika kejadian ini terjadi di hotel, Cindy pasti akan
Roy tersenyum dan berkata, "Aku dengar Pak Zayn dari Kota Jenara adalah orang yang banyak akal dan berbakat. Setelah melihatnya, ternyata memang seperti itu.""Aku juga suka berteman dengan orang pintar, jadi aku mau berteman dengan Pak Zayn.""Merupakan suatu kehormatan bagiku untuk berteman dengan Pak Roy. Izinkan aku bersulang untuk Pak Roy."Setelah selesai berbicara, Zayn mengangkat gelasnya untuk bersulang. Ini sudah merupakan penghormatan untuknya.Roy tersenyum, lalu mengambil anggur di depannya dan meminumnya hingga habis.Setelah menghabiskan anggurnya, Henry mengeluarkan kontrak yang sudah disiapkannya sejak lama dan tersenyum padanya. "Pak Roy, kalau tidak ada masalah dengan kontrak ini, kita tanda tangani saja."Roy bersandar sambil melambaikan tangannya dengan santai ke luar. Asisten yang menunggu di luar pintu masuk sambil membawa kontrak.Ketika asistennya dan Henry sedang memeriksa kontrak, Roy tiba-tiba melirik ke arahku.Aku segera memberinya senyuman.Roy tersenyum
Roy tersenyum dengan penuh arti.Roy berkata, "Astaga, semua orang memang sangat penasaran. Aku benar-benar ingin tahu apa yang Pak Zayn impikan."Zayn tersenyum, lalu berkata dengan tenang, "Terserah apa tebakan Pak Roy saja.""Oh ...." Roy tiba-tiba melirikku lagi dan berkata sambil tersenyum, "Kalau begitu, kurasa memang Nona Audrey."Zayn hanya terus tersenyum dan tidak mengatakan apa pun.Aku hanya berpikir hanyalah lelucon yang sengaja dibuat Roy untuk menggoda Zayn.Namun, selain Roy yang penasaran, aku juga sedikit penasaran.Apa sebenarnya yang diimpikan Zayn?Ini jelas bukan tentang uang dan status.Lagi pula, seperti yang aku katakan di awal, setelah menikah, Zayn tidak pernah bergantung pada koneksi keluarga kami, juga tidak melakukan bisnis apa pun atas nama keluarga kami.Oleh karena itu, dia menikah denganku sama sekali bukan karena uang atau status.Jadi ini sungguh aneh. Apa yang ada di keluarga kami yang sangat Zayn impikan sehingga bersedia menikah denganku?Awalnya
"Kak Zayn, aku baru saja meminta Nona Audrey untuk minum dengan Pak Roy. Kak Zayn tidak menyalahkan aku, 'kan?""Sebenarnya aku tidak mau Nona Audrey minum dengannya, tapi aku tidak punya pilihan lain.""Aku sendiri yang tidak bisa minum, aku juga takut kerja sama ini akan gagal. Terkadang aku benar-benar membenci diriku sendiri karena tidak berguna."Saat berbicara, Cindy mulai menangis karena semakin menyalahkan dirinya sendiri.Suara tangisan itu membuat orang merasa terganggu.Aku mengambil beberapa hidangan untuk dimakan, tapi semuanya sudah dingin dan rasanya sudah hambar.Aku langsung membuang sendokku dan berkata kada Zayn, "Pak Zayn, Nona Cindy terlihat sakit. Bagaimana kalau kamu mengantarnya kembali ke hotel dulu, aku akan naik taksi saja."Begitu selesai berbicara, Zayn menatapku dengan tatapan yang berbahaya.Zayn berkata dengan dingin, "Aku mau melakukan apa itu tidak ada hubungannya denganmu!"Hatiku terasa sakit, aku cemberut dan tetap terdiam.Marah besar!Zayn memang
Aku mengerutkan kening sambil melawan.Kekuatan tangannya begitu kuat. Zayn memegangku erat-erat hanya dengan satu kekuatan tangannya saja.Zayn menunduk untuk menatapku. "Apa kamu marah karena Cindy?"Ketika menanyakan pertanyaan ini, ada sedikit harapan dalam nada suaranya.Jadi apa yang ingin Zayn buktikan?Membuktikan bahwa aku menyukainya lalu dirinya bisa merasa sangat puas?Aku memalingkan wajahku untuk tersenyum. "Marah? Tidak perlu! Aku tidak perlu marah pada Cindy, tidak sepadan juga!"Tatapan mata Zayn berubah menjadi dingin. "Lalu apa yang menurutmu berharga?""Tidak ada. Yang terpenting adalah suasana hatiku sendiri, jadi aku tidak akan membiarkan Cindy memengaruhi suasana hatiku.""Haha!"Zayn terkekeh dengan sedikit ejekan di tatapan matanya yang dalam. "Lihat, kamu adalah wanita yang tidak berperasaan dan egois."Kini, dalam menghadapi ejekannya, aku tak lagi merasakan apa pun.Bagaimanapun, Zayn sangat membenciku, jadi aku tidak peduli apa yang dipikirkannya tentangku.
Herman tersenyum, "Aku cuma mau memperkenalkanmu, dia adalah Audrey yang merupakan adik Irvin.""Ah! Kamu Audrey?"Perawat itu menatapku, lalu berkata dengan cemas dan penuh semangat, "Irvin sering mengungkitmu di depanku, aku juga sangat ingin bertemu denganmu dan Bibi.""Tapi akhir-akhir ini pekerjaanku sangat sibuk, sibuk bersaing untuk mendapatkan posisi, serta sibuk mencari sumber ginjal untuk Bibi. Jadi aku sama sekali nggak punya waktu untuk menemui kalian.""Maafkan aku, aku benar-benar minta maaf karena sudah beberapa kali mengingkari janji. Aku juga selalu ingin minta maaf secara pribadi padamu."Perawat di depanku berkata dengan tulus, yang tidak terdengar seperti sedang berpura-pura.Aku tidak bisa menahan diri untuk berpikir apakah pikiranku terlalu berlebihan?Sebenarnya Sella sama sekali tidak bermasalah, dia memang sangat sibuk sampai mengingkari janji denganku?"Audrey, kamu nggak marah padaku, 'kan?"Saat aku sedang berpikir, perawat di depanku tiba-tiba bertanya deng
Setelah tiba di Rumah Sakit Harmoni, aku langsung mendatangi meja resepsionis di bagian rawat inap."Permisi, apakah ada perawat yang bernama Sella di sini?"Perawat itu menatapku, lalu mengangguk, "Benar, ada perawat bernama Sella di sini. Ada apa kamu mencarinya?""Ada masalah pribadi yang mau kukatakan padanya, bolehkah tolong panggil dia untuk bertemu denganku?""Maaf, Nona. Saat ini waktu Sella bekerja, dia sepertinya sedang sibuk.""Kalau begitu aku akan menunggu di sana, tolong kasih tahu aku kalau dia sudah nggak sibuk, terima kasih."Setelah berkata pada perawat, aku duduk di kursi untuk menunggu.Tidak lama kemudian, seseorang memanggil namaku, "Nona Audrey?"Aku tertegun sejenak, aku melihat Herman sedang menghampiriku begitu menoleh.Herman masih mengenakan jas putih, temperamennya terlihat elegan dan lembut. Sepasang kacamata berbingkai emas membuat Herman terlihat seperti orang yang mengetahui sopan santun."Nona Audrey, kenapa kamu datang ke rumah sakit? Apakah kamu data
Aku mengabaikannya.Irvin memapahku sambil mengerutkan bibirnya, "Sudahlah, kamu pasti punya kesempatan untuk bertemu dengannya di masa depan. Apa yang kamu takuti?""Minggir!"Aku menepis tangannya dengan marah, lalu berjalan ke depan.Alasan kenapa aku sangat ingin menemui Sella adalah untuk memastikan bahwa tidak ada masalah pada sumber ginjal ibuku.Hanya saja, kakakku sama sekali tidak mengerti.Meskipun aku mengatakan ini padanya, Irvin akan menyalahkanku karena terlalu curigaan dan berprasangka buruk pada pacarnya.Singkatnya, aku sama sekali tidak ingin berbicara dengan Irvin.Otak seseorang yang sudah dibodohi dengan cinta benar-benar sangat menakutkan.Menyebalkan sekali.Irvin mengikutiku sampai ke lantai bawah, dia berlari untuk menarikku saat melihatku terus berjalan ke depan tanpa menoleh ke belakang, "Apa yang kamu lakukan? Ayo, aku akan mengantarmu pulang."Aku menghempaskan tangannya, "Nggak perlu, kamu pulang sendiri saja!""Huh, apa lagi yang mau kamu lakukan?!"Irvi
Aku kembali menatap rumah ini.Jika dilihat dari lingkungan rumah ini, Sella sepertinya adalah perempuan yang mencintai kebersihan dan menjalani kehidupan yang elegan.Kalau bukan karena Sella selalu mengingkari janji dan bertindak dengan misterius, aku juga tidak ingin mencurigainya.Hanya saja, sebentar lagi aku akan segera bertemu dengannya!Saat berpikir seperti ini, aku menatap ke arah kamar tidur utama.Hanya saja, aku melihat Irvin berjalan keluar dari kamar dengan ekspresi kecewa pada detik berikutnya.Aku mengerutkan keningku, kurang lebih sudah mengetahui apa yang telah terjadi.Aku menghampiri Irvin, lalu mengangkat sudut mulutku, "Dia nggak ada di dalam, 'kan?"Irvin tidak mengatakan apa pun.Aku mendengus, "Terlihat jelas kalau dia melakukan kesalahan dan nggak berani menemui kita.""Jangan bicara seperti itu."Irvin masih membela wanita itu, "Sella punya urusan mendadak, jadi dia nggak bisa menunggu kita di rumah, dia bahkan meninggalkan catatan untukku.""Dia juga kirim
Irvin menyipitkan matanya, lalu menatapku dengan tatapan tidak puas, "Lihatlah, kamu mulai curigaan lagi. Kampung Sella memang di desa pegunungan, tapi itu nggak berarti keluarganya miskin, nggak berarti Sella juga nggak bekerja, 'kan?""Nenek kita juga tinggal di kota yang terpencil, tapi itu nggak berati Ibu miskin, 'kan?"Aku mengerutkan bibirku tanpa mengatakan apa pun.Ucapannya masuk akal juga.Lupakan saja, aku akan mengetahui situasinya setelah naik ke atas.Irvin membeli beberapa makanan ringan dan buah-buahan.Aku mengeluarkan hadiah dari dalam mobil, lalu memasuki apartemen bersamanya.Dekorasi apartemen ini lumayan bagus, seperti dekorasi hotel bintang lima.Kami menaiki lift hingga ke lantai 15.Irvin membawaku ke depan sebuah pintu di ujung koridor.Aku mengira Irvin ingin mengetuk pintu, tapi siapa sangka dia menoleh untuk berkata padaku, "Audrey, ingatlah untuk tersenyum. Jangan pasang ekspresi sedatar ini, kalau nggak Sella akan curiga kalau kamu nggak menyukainya."Ak
Aku menatap Irvin dengan tatapan curiga, "Akhirnya pacarmu mau bertemu dengan kita? Jangan-jangan kamu nggak bilang padanya kalau kamu membawaku?""Ck!"Raut wajah Irvin langsung memasam. "Lihatlah, kamu meragukan kebaikan orang lain dengan pikiran jahatmu. Aku sudah bilang padanya kalau aku akan bawa kamu untuk menemuinya.""Awalnya Sella bilang kondisinya masih buruk, rumahnya juga sangat berantakan, dia takut meninggalkan kesan yang buruk padamu.""Kemudian aku bilang pada Sella kalau kamu nggak keberatan, baru dia memperbolehkan kita pergi ke rumahnya.""Tapi kamu malah memikirkan hal-hal yang negatif tentangnya lagi."Aku melirik Irvin tanpa mengatakan apa pun.Berdasarkan sikap Irvin yang selalu melindungi pacarnya, semua ucapanku salah di matanya.Lupakan saja, aku hanya ingin menemui Sella untuk memastikan dia tidak bermasalah.Aku berharap Sella benar-benar tidak bermasalah dan tulus menyukai Irvin. Dengan ini, sumber ginjal yang ditemukan kemungkinan besar tidak bermasalah.A
Arya berpikir sejenak, lalu berkata sambil tersenyum, "Aku nggak kenal, kenapa?""Herman bilang Sella adalah adik seperguruannya, jadi aku berpikir kamu kemungkinan mengenal Sella karena kamu berteman dengan Herman.""Aku nggak kenal," ujar Arya. Kemudian dia berkata sambil tersenyum, "Herman adalah pria yang tampan, jadi ada banyak adik seperguruan yang mengejarnya, aku nggak terlalu memerhatikan hal ini. Mungkin aku pernah bertemu dengan Sella yang kamu maksud, tapi aku nggak punya kesan apa pun pada namanya."Arya tertegun sejenak, lalu bertanya, "Ada masalah apa, Audrey?"Aku menceritakan semuanya pada Arya.Arya terdiam selama beberapa saat, lalu bertanya dengan suara yang berat, "Bagaimana situasi Bibi sekarang?""Kondisi ibuku sudah stabil sekarang, tapi sebelum ini dokter bilang kalau ibuku cuma punya waktu enam bulan lagi. Kalau kami masih nggak menemukan ginjal yang cocok untuk melakukan transplantasi ginjal, ibuku mungkin akan mengalami gagal ginjal.""Jadi aku mau tanya ten
Saat aku pergi ke rumah sakit untuk melakukan pemeriksaan sebelum ini, aku tidak sengaja melihat Arya sedang berbicara dengan seorang dokter.Setelah dipikir-pikir, dokter yang berbicara dengan Arya sepertinya adalah Dokter Herman.Pantas saja aku merasa Herman sangat familier.Saat itu aku hanya menatap mereka dari kejauhan, jadi kesanku pada Herman tidak terlalu kuat. Tapi tampang dan temperamen Herman sangat menonjol, jadi kurang lebih aku memiliki sedikit kesan tentangnya.Ternyata Herman adalah teman Arya?Apakah Arya meminta bantuan Herman untuk membuat hasil pemeriksaanku yang menunjukkan bahwa aku tidak bisa mengandung?Saat sedang berpikir, Irvin tiba-tiba menarik lenganku, "Kenapa kamu malah bengong? Aku sedang bicara denganmu."Aku menarik diri dari pikiranku, lalu meliriknya, "Kenapa?""Sella jatuh sakit karena ibu kita, jadi aku mau menjenguknya. Apakah kamu mau pergi bersamaku?""Baiklah."Tentu saja aku akan pergi dengan Irvin, karena aku sangat ingin melihat wajah pacar
"Ya, kami lulus dari sekolah kedokteran yang sama, saat ini Sella bekerja sebagai perawat magang di rumah sakit kami."Aku ingin bertanya lebih banyak, tapi kakakku menarik lenganku dan berbisik kepadaku, "Apa yang kamu lakukan? Bertanya hal-hal yang lain. Tidak sopan sama sekali.""Dokter Herman sudah membantu Ibu menemukan ginjal yang cocok.""Kamu hanya perlu mengucapkan terima kasih banyak pada Dokter Herman. Kenapa tanya yang lainnya?"Aku melirik kakakku.Apa kakakku pikir mudah untuk menemukan ginjal?Herman tampaknya melihat kecurigaanku.Herman mengeluarkan kartu identitas kerjanya sambil tersenyum padaku. "Nona Audrey, ini kartu identitas kerjaku."Aku melihatnya sekilas.Herman, Dokter Penyakit Dalam, Rumah Sakit Harmoni.Aku menuliskan nama rumah sakit itu dan memuji Herman, "Profesor Herman benar-benar hebat.""Nona Audrey, terima kasih atas pujianmu." Herman menyingkirkan lencana kerjanya dan berkata padaku, "Aku baru saja memeriksakan ibumu secara menyeluruh. Kondisi fis