Aku mengerucutkan bibirku dan tidak membantah.Saat itu aku sangat membenci Zayn dan sangat ingin memanfaatkan Arya untuk membuat Zayn marah.Akan tetapi sekarang kalau dipikir-pikir, ideku sungguh konyol.Ternyata aku mencoba menggunakan pria lain untuk membuat pria yang sama sekali tidak mencintaiku marah.Arya menatapku untuk waktu yang lama, lalu tiba-tiba menghela napas, "Ayo, aku akan mengantarmu.""Benar-benar tidak perlu." Aku menolak, "Ada banyak mobil di luar pintu, aku bisa naik taksi setelah keluar."Arya tidak memaksaku, "Oke, terserah kamu."Setelah terdiam sebentar, dia berbicara lagi dengan dingin, "Kuharap lain kali kamu tidak akan memanfaatkanku untuk membuat pria lain marah."Aku tertegun, tidak kusangka dia masih memikirkan hal ini.Aku buru-buru berkata, "Maaf, aku tidak akan melakukannya lagi."Arya menatapku selama beberapa detik tanpa berkata apa-apa, hanya berbalik dan masuk ke bagian rawat jalan lagi.Aku menatap punggungnya dengan bingung, kupikir mungkin uru
Akan tetapi, dia melangkah mendekat dan meletakkan tangannya yang besar di pintuku dengan kuat.Kurir itu melihat ke arah kami berdua sebelum buru-buru lari.Tangan besar Zayn masih menempel di pintuku dan dia menatapku, sorot matanya lebih dingin dibandingkan cuaca di akhir musim hujan.Aku tertawa marah, tetapi hatiku penuh dengan kepedihan lagi.Tidak merasa cukup kejam padaku di rumah sakit, jadi dia mengejarku sampai kontrakanku lagi?Untungnya aku hanya mengatakan beberapa patah kata tentang Cindy. Kalau aku benar-benar melakukan sesuatu padanya, apakah dia akan membunuhku?Aku berusaha keras untuk mengusir kesedihan dan keluhan yang tidak seharusnya kurasakan.Aku berkata kepadanya dengan dingin, "Minggir, aku mau menutup pintu!"Akan tetapi pria itu tidak hanya menolak untuk minggir, malah mendorong pintuku sampai terbuka dengan paksa.Aku juga mundur beberapa langkah dan menatapnya dengan marah, "Mau apa lagi?"Zayn berbalik dan menutup pintu, lalu menatapku dalam diam.Rokok
Aku panik dan melawan dengan putus asa.Aku berteriak dengan penuh kejengkelan padanya, "Zayn, menjauhlah dariku! Jangan sentuh aku, enyah dari sini!"Akan tetapi, perlawananku hanya membuatnya semakin marah.Mata pria itu merah padam dan kejam, tatapan garang yang penuh amarah itu seolah akan membunuhku.Pakaianku dirobek olehnya.Aku langsung ketakutan dan menangis, tetapi tetap membentaknya, "Minggir, sentuhanmu cuma membuatku jijik, minggir ....""Ji ... jijik?"Gerakan pria itu terhenti.Dia menatapku, sepasang matanya yang gelap terlihat sangat menakutkan.Dia bertanya padaku dengan gugup, "Kamu bilang sentuhanku membuatmu jijik?"Aku menatapnya sambil menggigil ketakutan, terlalu takut untuk mengucapkan sepatah kata pun.Pria di depanku telah berubah menjadi orang yang sama sekali tidak kukenal.Wajahnya masih sama tampannya, tetapi saat ini dia lebih menakutkan daripada iblis.Dia mengusap bahuku dan tiba-tiba tertawa terbahak-bahak."Tapi terus kenapa? Meski menjijikkan, kamu
Mungkin 200 juta hadiah yang dia berikan padaku untuk tidur dengannya.Aku tersenyum mencela diri.Kali ini pria itu mentransfer uang hanya untuk mempermalukanku.Karena tadi kubilang kalau aku jijik dengan sentuhannya, dia mentransfer uang itu supaya aku mengerti kalau aku hanyalah seorang pelacur yang menjual tubuh demi uang.Aku bersandar di sofa dan tertawa sendiri, tetapi air mataku mulai bercucuran.Heh, Zayn.Tunggu saja sampai tabunganku cukup dan memikirkan cara untuk melarikan diri.Aku pasti akan melarikan diri jauh-jauh dan tidak akan pernah diganggu olehmu lagi.Keesokan harinya, aku bangun pagi dan berangkat kerja.Cuacanya semakin dingin.Saat keluar, aku mengenakan jaket tipis.Berat badanku benar-benar turun selama ini dan pakaianku menjadi jauh lebih besar.Aku sengaja mencari bantal kecil dan menyelipkannya ke dalam pakaianku. Baguslah, sama sekali tidak terlihat.Kalau begini meskipun saat itu perut sudah membesar, tetap saja tidak akan kelihatan jelas.Akan tetapi
Aku mengerutkan kening dan menatapnya dengan tenang, "Apa?""Bawakan laporan ini kepada Pak Zayn." Amel melemparkan laporan itu ke mejaku seolah itu sudah sepantasnya.Wajahku menjadi serius dan aku berkata, "Kirimkan sendiri, aku sibuk dengan hal lain.""Aduh?" Amel langsung marah setelah mendengar ini, "Kamu itu pekerja serabutan, masih begitu sombong, ya? Aku menyuruhmu mengantarkan laporan, tapi kamu malah menolak. Apa maksudmu ini? Kenapa? Ingin makan gaji buta?""Benar, berikan formulirnya. Aku akan membuatnya sendiri." Sekretaris yang menyuruh membuat formulir tadi mengambil kembali tumpukan informasi itu sebelum berkata kepadaku dengan nada memerintah, "Antarkan laporannya ke Amel dulu!""Benar, kamu itu cuma pekerja serabutan. Bukankah memang seharusnya kamu akan melakukan apa pun yang kami suruh?"Aku diam-diam mencibir.Semua orang tahu suasana hati Zayn buruk seperti singa yang marah dan tidak ada yang berani mendekatinya.Atas dasar apa aku harus mengambil risiko ini?Aku
Zayn tidak bisa diprediksi dan berperilaku aneh, jadi sulit untuk menjamin dia tidak akan memecat Amel karena marah.Tentu saja, mereka dipecat atau tidak itu tidak ada hubungannya denganku.Akan tetapi, aku akan segera menjadi ibu dari dua anak. Aku tidak merasa kasihan pada Amel, melainkan pada kedua anaknya.Ini bukan apa-apa, hanya mengantarkan laporan dan tidak seperti mendaki gunung berapi.Sesampainya di depan pintu kantor presiden, aku mengetuk pintu."Masuklah!"Suara datar itu terdengar, aku mengerucutkan bibir dan membuka pintu.Zayn sedang bersandar di kursinya dan merokok.Wajahnya muram dan sorot matanya penuh tekanan seolah sedang kesal karena sesuatu.Saat melihatku, dia agak terkejut di awal sebelum perlahan menyipitkan mata.Aku menunduk dan berkata dengan datar, "Aku datang untuk mengantarkan laporan."Zayn tidak berkata apa-apa dan hanya menatapku.Pantas saja mereka tidak berani masuk. Saat ini seluruh tubuh Zayn memancarkan aura permusuhan.Sekilas dia terlihat se
Aku tertegun oleh teriakannya. Setelah beberapa saat, aku berbalik dan berjalan keluar.Sifat pria ini juga sangat aneh.Aku hanya bertanya ada apa dengannya dan dia berkata kalau dia tidak butuh dikasihani olehku.Benar-benar lucu.Siapa yang mau mengasihani dia!?Sejauh mata memandang, dia sudah menjadi pria di puncak dunia.Kalau mau mengasihani orang, jelas aku tidak akan mengasihaninya, 'kan?Saat membuka pintu, tiba-tiba terdengar suara barang pecah di belakang.Aku tidak menoleh ke belakang dan diam-diam memaki 'orang gila'.Setelah keluar dari kantor presiden, aku melihat semua orang di kantor sedang menatapku.Mereka ingin menunggu dan melihat bagaimana Pak Zayn yang sedang marah akan menghukumku, 'kan?Melihatku keluar dengan selamat, beberapa rekan kerja terlihat agak kecewa.Aku diam-diam mencibir, maaf sudah mengecewakan kalian.Amel buru-buru mendatangiku, "Bagaimana, Audrey? Apakah Pak Zayn mengatakan sesuatu?"Aku mengembalikan laporan yang telah diremas menjadi bola ol
"Tentu saja. Meskipun Cindy cuma seorang sekretaris kecil, Pak Zayn memberinya hak istimewa yang lebih besar daripada ketua tim sekretaris.""Saat Cindy memasuki kantor CEO, dia tidak perlu lapor atau mengetuk pintu.""Yang paling membuat orang iri adalah Pak Zayn sangat baik padanya. Pernah ada saat dia sedang beristirahat di kantor CEO, tiba-tiba saja dia bilang ingin makan kue di toko tertentu. Pak Zayn sendiri langsung pergi mengantri lebih dari sejam untuk membelinya.""Kok kamu tahu dia mengantri di luar selama lebih dari sejam?" tanyaku tanpa ekspresi, tidak menyangka Zayn bisa begitu sabar.Tentu saja, mungkin semuanya akan berbeda kalau dia benar-benar mencintai Cindy.Amel tertegun sejenak dan berkata, "Mereka yang menyebarnya dan mengatakan hal yang sama. Mereka masih menebak akan ada hal baik yang terjadi pada Pak Zayn dan Cindy.""Jadi lihatlah, mereka semua menyanjung Cindy seperti ini karena mereka percaya kelak yang akan menjadi istri CEO perusahaan ini adalah Cindy."A
Malam ini, aku susah tidur.Saat bangun keesokan harinya, aku merasa tidak enak badan.Arya pertama-tama mengajakku ke tempat terdekat untuk sarapan lalu mengantarku kembali ke Kota Jenara.Saat mobil memasuki kawasan perkotaan Kota Jenara, Arya bertanya padaku, "Mau ke mana?"Aku menundukkan mataku sambil melihat ke arah ponselku.Aku mengirim pesan kepada Zayn di pagi hari, tapi Zayn tidak membalas. Zayn juga tidak menjawab teleponku.Tidak ada pesan atau tanda panggilan di telepon, senyap seakan-akan tidak ada internet.Aku memandang ke luar jendela dengan sedih, tidak tahu harus ke mana.Zayn jelas tidak ingin memperhatikanku. Jika aku menemuinya sekarang, mungkin Zayn tidak mau bertemu denganku.Arya melirikku sambil menghela napas. "Kamu tidak tahu harus pulang ke mana, jadi sebaiknya kamu temani aku menemui Yosef lebih dulu."Aku tercengang. "Kamu ... akan menemui Yosef?"Arya tidak mengatakan apa-apa, hanya memutar balik mobilnya dan melaju menuju penjara.Aku memandangi wajahn
Namun ketika aku mengejarnya, Zayn sudah masuk ke dalam mobil.Aku bergegas menghampiri, tapi Zayn langsung menyalakan mobilnya dan mobil itu melaju dengan sangat cepat."Zayn!"Aku meneriakkan namanya keras-keras dari belakang mobil, sambil merasakan keluh kesah yang amat dalam di hatiku.Zayn tidak mendengarkan penjelasanku.Zayn sama sekali tidak mau mempercayai apa yang aku katakan.Entah seberapa keras aku meyakinkannya bahwa dialah satu-satunya orang yang kucintai, dia tetap saja tidak percaya.Tiba-tiba aku tidak tahu harus berbuat apa?Aku tidak yakin sejauh mana kurangnya kepercayaan padaku ini berlanjut.Aku melihat bagian belakang mobil menghilang di balik kegelapan malam, air mata langsung mengaburkan pandanganku.Bukankah Zayn bilang dirinya menyukaiku?Kenapa tidak percaya padaku?"Audrey?"Arya akhirnya kembali. Arya keluar dari mobil dengan tergesa-gesa dan dengan cemas membalikkan badanku. "Kenapa kamu keluar dengan pakaian yang tipis? Apa yang terjadi?""Zayn barusan
Zayn akhirnya berbicara, suaranya tegang, tapi mengatakan kata-kata yang tidak dapat aku mengerti.Aku mengerutkan kening sambil menatapnya. "Ingat apa?""Masa lalumu dengan Arya saat kamu masih muda."Aku segera menggelengkan kepalaku. "Tidak, aku baru sadar setelah aku datang ke sini bahwa aku bertemu denganmu di kota ini, rumahmu juga sangat dekat dengan rumah nenekku."Zayn menatapku tanpa berkedip, matanya yang gelap membuatku merasa sedikit gelisah.Aku memeluk lengannya, suaraku pun menjadi lembut. "Zayn, ada apa denganmu? Apa kamu tidak suka aku keluar sendirian dengan Arya?"Kalau begitu aku tidak akan pergi keluar dengannya lagi, tolong jangan marah ya?""Bagaimana dengan lukamu? Bagaimana bisa kamu kabur begitu saja dari rumah sakit?"Sambil berkata demikian, aku membuka pakaiannya lalu memandangi lukanya dengan cemas.Untungnya lukanya tidak terbuka kali ini, kain kasa terbalut dengan rapat.Namun, Arya terluka parah, kenapa tidak tinggal di rumah sakit saja dan untuk datan
Zayn tidak mungkin bisa tidur seharian tanpa mengecek ponselnya.Aku mendesah lalu mengiriminya pesan.[ Kamu sedang apa?]Lumayan lama tidak ada jawaban dari Zayn.Aku menatap ponsel, berencana menunggu beberapa menit lagi. Zayn tidak menjawab, tapi aku tertidur.Aku merasa pusing, kepalaku terasa akan meledak.Aku meringkuk dalam selimut, memejamkan mata dan tak lama kemudian tertidur.Mungkin karena aku berada di tempat baru yang asing jadi tidak merasa cukup aman, jadi aku tidur dengan sangat tidak nyaman.Selalu ada berbagai suara yang terngiang di telingaku.Suara-suara itu aneh serta begitu mendesak."Lari, Audrey, cepat lari ....""Bagaimana denganmu? Ayo lari bersama ke kota.""Hehe, kedua anak ini tampan sekali, mereka pasti akan laku keras, cepat tangkap mereka! Jangan biarkan mereka kabur."Entah aku sedang bermimpi atau apa, tapi rasanya seperti ada film yang diputar di kepalaku, dengan gambar-gambar yang tak terhitung jumlahnya melintas.Gambarnya buram serta berantakan.
Aku tidak mengatakan apa pun.Arya cemberut, melangkah mundur dan mendorong pintu kamar Zayn.Di musim hujan, hari dengan cepat menjadi gelap, di luar pun sudah gelap.Saat pintu terbuka, ruangan menjadi gelap.Arya menyalakan lampu.Aku melihat ruangannya sederhana dan rapi.Meja di dekat jendela dipenuhi tumpukan buku, ada lampu meja kecil di atas meja, menciptakan suasana semangat belajar yang kuat.Zayn seharusnya sudah kembali ke Keluarga Hale sejak lama dan tidak kembali ke sini selama bertahun-tahun.Namun, ruangan itu masih sangat bersih, tidak ada debu sama sekali.Aku berjalan ke meja untuk membolak-baliknya.Pekerjaan rumah dan catatan Zayn sebelumnya langsung terlintas di mataku.Tulisan tangan Zayn indah sejak saat itu, terlihat tegak, bersih serta rapi.Aku menatap kursi di depan meja, tanpa sadar dalam pikiranku muncul gambaran seorang pemuda yang tengah membungkuk di atas meja sambil memeriksa pekerjaan rumahnya. Aku akhirnya tersenyum.Suara Arya tiba-tiba menyadarkank
Aku mengambil bingkai foto itu, menatap orang di dalam foto itu dengan rasa tidak percaya.Dilihat dari foto ini saja, sepertinya aku sangat menyukai Arya dan tidak menyukai Zayn saat itu.Zayn tampaknya juga tidak menyukaiku."Ayo kita ke atas," kata Arya sambil membungkuk membersihkan koridor.Aku menyimpan semua potret itu dan mengikutinya ke atas.Meskipun aku tidak tinggal lama di rumah nenekku, rumah bobrok ini menyimpan banyak kenangan indah tentangku.Sebelum kembali ke sini, aku tidak punya perasaan apa pun.Begitu kembali ke sini, semua kenangan itu kembali membanjiri pikiranku. Kehangatan serta keindahan yang tak akan pernah bisa kembali akhirnya berubah menjadi kesedihan, membekas di rumah bobrok ini.Tanaman pot di balkon sudah lama mati. Aku masih ingat saat itu aku meminta Nenek membelikannya untukku.Aku membuka jendela balkon, debu pun beterbangan.Arya datang untuk membantuku mengipasi debu.Arya berdiri di sampingku, menatap ke kejauhan sambil bergumam, "Kota ini ban
Pintu kayu itu sudah bengkok dan jatuh setelah didorong. Debu beterbangan di mana-mana hingga menghalangi pandangan.Arya berdiri di hadapanku, terlebih dahulu menyingkirkan rumput liar di halaman.Arya membawaku ke dalam, pemandangan yang familier itu membawa kembali banyak kenangan.Keindahan dalam pikiranku sangat kontras dengan pemandangan menyedihkan di hadapanku, hatiku pun mulai merasa sedih.Nenek sudah tiada, tidak akan pernah bisa mendapatkan kehangatan serta keindahan itu lagi.Ada pohon jeruk di halaman. Pohon itu sudah tumbuh sangat besar, ada jejak buah jeruk yang jatuh hingga busuk di tanah.Arya berdiri di samping pohon jeruk dan berkata dengan heran, "Pohon ini masih ada."Aku menatapnya dengan bingung. "Kenapa kamu bilang begitu?""Karena aku yang menanamnya." Arya tersenyum padaku lalu menambahkan, "Kamu dan aku yang menanamnya bersama."Aku terkejut dan bertanya, "Kita menanamnya?"Arya mengangguk, alisnya tampak mengenang seakan-akan sedang mengingat sesuatu.Seper
Setelah melihat hal ini, Rani tidak memaksa lagi dan segera berkata padaku serta Arya, "Kalian semua sudah melihatnya, dia memang bersujud di kuburan ini. Saat kalian kembali nanti, kalian harus meminta Zayn untuk mencabut gugatannya.""Benarkah?"Tatapan dingin Arya tertuju pada Anto.Arya mengembuskan asap rokok dan tertawa, "Kenapa Pak Anto tampak sangat enggan? Apa begitu sulit minta maaf pada ayahku?"Ayahnya melotot dingin ke arah Arya. "Aku sudah bersujud, apa lagi yang kamu inginkan?""Ya, kamu memang sudah berlutut, tapi aku rasa ayahku tidak akan menerima permintaan maaf yang terpaksa ini.""Sepertinya aku harus bicara dengan Zayn agar jangan begitu mudah mencabut gugatannya ...."Setelah mendengar ini, Rani menjadi cemas dan dengan cepat menarik lengan Anto lalu berteriak, "Cepatlah berlutut, akui kesalahanmu! Aku sudah lama bilang padamu bahwa kamu harus tulus! Cepatlah!"Ah!" Ayahnya mendorong Rani dengan kesal dan melotot ke arah Arya.Arya tersenyum acuh tak acuh. "Kami
Kedua sosok itu adalah Anto dan Rani.Ayahnya menatap makam di depannya dengan ekspresi kaku.Rani mendorongnya dengan keras, seolah mendesaknya untuk segera berlutut.Ayahnya memasang ekspresi muram, seolah sudah bertahan sekian lama, sebelum akhirnya berlutut perlahan.Rani segera mengeluarkan ponsel untuk mengambil foto, seolah-olah ingin menyimpannya sebagai bukti untuk ditunjukkan pada Zayn.Arya melihat pemandangan di depannya dan tiba-tiba tertawa, nada bicaranya penuh dengan ejekan."Lihat, pria tua ini sangat mencintai putra bungsunya.""Orang egois seperti dia bahkan rela berlutut di makam ayahku demi putra bungsunya.""Haha, sejujurnya, aku merasa sedikit simpatik terhadap Zayn. Keberadaannya sungguh menyedihkan."Aku merasa sangat tidak nyaman saat mendengar ini.Aku segera berkata, "Keberadaannya sama sekali tidak menyedihkan. Aku mencintainya, itu sudah cukup."Tangan Arya yang memegang kemudi tiba-tiba mengencang.Tiba-tiba Arya menatapku dengan serius, matanya dipenuhi