“Mom! Mommy belum bilang kenapa Mommy merah-merah!”
Evan terus mengejar jawaban sang bunda. Riana yang sedang memasak sampai dibuat bingung karenanya.
“Evan, kalau mau makan, jangan ganggu mommy terus,” tegur Eric yang sedang berjalan menuju balkon bersama Derek yang baru saja datang.
Evan mencebik. Ia melipat tangannya di atas meja dan menekuk wajahnya. Riana tersenyum dan menggelengkan kepala.
Duduk dengan aura bos yang mendominasi, Eric memberikan botol obat Riana pada sang asisten, setelah ia tahu bahwa Riana tak melihat ke arahnya.
“Pergi ke dokter ini. Cari tahu kenapa dia memberi obat ini pada istriku. Dan … periksa latar belakangnya. Mengerti?” titah Eric.
“Baik, Tuan. Ada lagi?”
“Hmm. Aku akan mengumumkan pembatalan pertunangan dengan Xian Lie. Kamu—“
“Tuan. Tapi Madam Hanwel sudah menyiapkan pernikahan Tuan dan nona Xian Lie. Dan ayah nona
“Keluar! Atau—““Atau apa, Sayang? Panggil keamanan? Hmm?”Tamu tak diundang itu melangkah mendekat dengan seringai devil-nya.Riana memundurkan langkah. Berulang kali ia menelan salivanya karena rasa geram dan takut yang mulai mendera.Ekspresi itu. Ekspresi pria itu mengingatkannya pada kejadian lebih dari satu dekade lalu.Di mana saat itu, wajah dengan ekspresi yang sama, berjalan mendekatinya lalu mengangkat dan melemparnya dengan brutal ke luar rumah hingga kepalanya membentur dinding sumur.Tubuh kurusnya lemas tak berdaya ditengah genangan darahnya sendiri yang bercampur dengan air hujan.Ia menatap nanar ke dalam rumahnya, di mana sayup-sayup teriakan ibunya di antara derasnya hujan, terdengar.Mengingat hal itu, tubuhnya gemetar. Jantungnya bergemuruh. Namun ia menguatkan diri, tak ingin membuat lawannya itu senang.“Trisha … atau harus kupanggil … Ri-a-na
Kaki panjang itu melangkah lebar. Dalam satu tarikan di kerah, tubuh Irawan menjauh dari Riana.Sebuah bogeman mentah melayang dan mendarat tepat di pipi chubby lelaki paruh baya itu dan membuatnya terhuyung.Duakkk ….Tak berhenti sampai di sana, tangan itu kembali menarik kemeja ayah Dimas. Sebuah pukulan telak lainnya mendarat di dagunya, hingga membuat lelaki yang digadang-gadang sebagai penguasa media itu tak sempat berpikir, apa yang sudah terjadi padanya.Duakk….“How dare you touch my woman (berani sekali kau menyentuh wanitaku)! You son of the bitch (Bajingan)!”Suara menggelegar yang diikuti dengan hantaman bertubi-tubi ke wajah Irawan, membuat siapa saja yang melihatnya merinding.“Eric! Enough (cukup)!” pekau Diane.Wanita yang suka memakai celana kain pendek i
“Who are you (Siapa kau)?”Seorang wanita berpakaian dokter yang berada di sisi bed Riana berbalik. Ia kemudian mengangguk dan tersenyum tipis pada pria yang baru saja masuk.“Apa Anda keluarganya?” tanya dokter yang selalu menggerai rambutnya itu dalam Bahasa Inggris yang lumayan lancar.Eric tak menjawab. Matanya kemudian tertuju pada nametag yang ada di saku wanita itu, lalu kembali menatapnya lekat.“Kau ... psikiatris?” tanya Eric balik.Dokter dengan nametag bertuliskan "Dokter Ariek T - Psikiater" itu tersenyum dan mengangguk.“Benar. Apa Anda keluarganya?” Lagi tanya dokter wanita itu ramah.Eric menatap Riana dan berjalan mendekati bed ibu dari putranya itu. “Kebetulan kau ada di sini. Katakan. Kenapa kau memberi Diazepam padanya?”“Maaf, saya tidak bisa memberitahu rahasia pasien.”Mata Eric menajam. Ia menoleh dan menghujam dokter wa
Baru saja Eric mengangkat panggilan itu, auman suara di seberang telepon langsung terdengar, sampai ia harus menjauhkan ponselnya dari telinga.“I can’t. Masih banyak yang harus kuurus,” tolak Eric.“Banyak yang harus diurus? Bullshit! Mengurus perempuan tak tahu malu itu ‘kan maksudmu?! ... dengar Eric, kalau kau terus-terusan membangkang, aku akan mencopot jabatanmu sebagai CEO!”“Aku akan pulang, setelah urusanku selesai. Strip me off (mencopotku)? Go ahead.”“W-what … what?! Gara-gara wanita itu kau bersedia melupakan wasiat kakekmu?! Apa kau sudah tidak menghormati dia lagi, hah?!”“Jangan lupa, bahwa kakek adalah ayah kandungmu, Bu. Kau mencopotku, berarti kaulah yang tak menghormati keinginan kakek. Bukan aku!”"Anak kurang ajar! Get back here (Pulang)!"Tut….Eric memutus sepihak pa
“Mas Alex! Mas! Cepet ke sini!” seru Ayu sambil memakan keripik dan mengeraskan volume tv dengan remot yang ada di tangannya.Alex berjalan malas menuju sofa ruang tamunya, yang ia jadikan sebagai lounge atau tempat istirahat kantor management-nya.“Apaan? Aku masih review kontrakmu,” sahut Alex.“Sssh! Dengerin aja!”[Statement yang dikeluarkan oleh manager Glamorous Jakarta yang menimbulkan banyak spekulasi di kalangan netizen, terjawab sudah.Postingan aktris yang didaulat sebagai duta fashion mereka, menjadi jawaban atas adanya kecurigaan sabotase yang dilakukan oleh sang designer.Dalam video yang dibagikan di akun media sosialnya, aktris yang dikenal dengan nama Lilie Lie ini, memposting kecacatan dari gaun yang dipakai.Hal ini, menjadi tanya jawab besar karena hal ini sangat berbeda dengan pernyataan manager Glamorous sendiri yang memberikan alasan kenapa Lilie Lie tidak memakai gaun rancang
Selama 3 hari penuh, Riana harus beristirahat di rumah sakit dan selama itu pula, Eric tak sedikitpun meninggalkannya. Sementara Dimas, tak sedetikpun lelaki itu terlihat mengunjungi Riana.Evan selalu datang di pagi hari untuk membantu Riana merilekskan pikirannya dan pulang ke apartemennya, saat matahari hendak kembali ke peraduannya.Berbanding terbalik dengan Riana, Eric justru stress dengan kehadiran putranya. Bocah kecil miniature dirinya itu, selalu saja memonopoli Riana dan membuatnya tersingkir.“Mom, Mommy jadi pulang hari ini, 'kan?”Riana menunduk dan melihat putranya yang meletakkan kepala di dadanya. Wanita itu mengangguk dan tersenyum“Hmm.”“Kalo begitu, Evan akan tidur dengan Mommy. Evan akan jaga mommy,” ujar Evan bersemangat.Erik terlihat syok. Ia mendelik pada putranya. Bocah itu benar-benar membuatnya naik darah.Selama di rumah sakit, ia tak mendapat kesempatan berdua d
“Apa yang kau lakukan di sini?”Dengan berkacak pinggang, Wendy berdiri dan menghalangi jalan Xian Lie yang hendak masuk ke rumahnya.Matanya memicing menatap wanita yang berbalut jumpsuit merah marun dengan model tube top itu.“Aku harus bicara dengan Ellena.”Wendy mendengus sinis. “Bicara dengan Ellena? Hah! … untuk apa? Untuk pamer bahwa kamu sama Eric berbaikan? Begitu?”Xian Lie mengerutkan alisnya. “Apa maksudmu?”“Halah … tidak usah pura-pura. Aku tahu kalian sudah berbaikan. Aku lihat sendiri kemarin dia belanja pakaian wanita. Kalo bukan untuk kamu untuk siapa lagi, hmm? Dia bukan tipe lelaki seperti Irawan.Aku tidak tahu apa kesalahan anakku sampe kau menikamnya dari belakang. Anakku sudah membantumu berbohong di depan publik supaya kau tidak malu karena tindakan bodohmu di Gala. Tapi apa? Kau justru—”Xian Lie membalikkan badan dan lang
Toktok….“Permisi, Pak. Ada nona—”“Move (Minggir)!” ketus Xian Lie.Wanita itu melangkah masuk ke ruangan Irawan dan langsung duduk di sofa kantor ayah Dimas itu. Tak peduli dengan rasa cemas yang dialami sekretaris Irawan karena sudah menganggu atasannya yang sedang sibuk.Irawan yang sedang bekerja, mengerutkan alis kala melihat wajah Xian Lie yang terlihat sembab.Lelaki itu lantas berdiri dan mendekati keponakan istrinya itu seraya memberi kode pada sekretarisnya untuk meninggalkan ruangan.“Ada apa lagi,” tanya Irawan. Lelaki itu menatap lelah sang ponakan dan duduk di sofa single di dekat Xian Lie duduk. “Aku dengar kau bikin keributan di kantor WOW. Apa kau ingin Eric semakin tak suka padamu, hmm?”Xian Lie menghapus air matanya yang akan mengalir. Ia melihat Irawan sekilas dan menggeleng.“Aku … aku tidak tahu harus bagaimana lagi.