“Lukisan ini hasil karya Willy, dia nggak mau jual. Eh, dia sudah datang,” kata pemilik pameran. Seorang lelaki dengan jenggot putih berjalan ke arah mereka dengan memegang tongkat. David terkenal dalam kalangan pelukis di dunia. Tentu saja Diana pernah mendengar nama orang tersebut.Dalam lingku para ibu-ibu sosialita, selain tas dan barang mewah lainnya, mereka pasti akan menyimpan hasil karya beberapa orang ternama. Jika tidak maka akan ditertawakan dan dibicarakan.Akan tetapi, lukisan dari David tidak bisa dibeli dengan uang. Sifat lelaki itu sangat antik dan ada permintaan tinggi bagi pembeli. Diana pikir, jika bisa membeli lukisan tersebut maka dia akan merasa bangga di kalangan teman-temannya.Pemilik pameran menyambut David dengan sopan yang dibalas dengan anggukan kepala oleh lelaki itu. Tanpa berkata apa pun, dia menurunkan lukisan tersebut dan langsung berbalik pergi. Aurel yang melihat Diana menyukai lukisan tersebut langsung menghentikan David.“Pak, berapa harga lukisan
Pak Guru? Nada bicara Lydia yang pasrah dan juga sapaan akrab tersebut membuat semua orang yang ada di sana terkejut. David menghentikan langkahnya dan kedua bola matanya tersirat sedikit tawa.Dia mendengus dingin dan berkata, “Orang yang menyerah di tengah jalan nggak pantas jadi murid saya!”Lydia merupakan satu-satunya murid yang dia terima. Dia sangat cerdas dan imajinasinya jauh di atas orang-orang lainnya. Hasil karya perempuan itu terdapat nyawa di dalamnya. Akan tetapi Lydia justru berubah haluan untuk belajar bisnis.David yang susah payah mendapatkan murid ternyata meninggalkannya. Dia dibuat marah hingga tidak bisa makan selama beberapa hari. Dia menyayangkan Lydia tetapi juga marah.Awalnya dia hanya ingin memberikan pelajaran pada Lydia. Namun begitu Lydia bersikap manja, emosi David seketika lenyap.“Pak Guru? Murid? Lydia, ada apa ini? kenapa kamu bisa kenal dengan Pak David?” tanya Diana dengan bingung.Aurel yang di samping justru sedikit memahami hubungan di antara
Pada saat Lydia menerima undangan itu, dia merasa sedikit ragu. Karena perasaan Thomas padanya, secara tanpa sadar dia tidak ingin terlalu terlibat dengan keluarga Rosenthal. Namun, setelah dipikir-pikir, mungkin saja ini hanyalah balasan atas pemberian lukisannya.Terlalu banyak berpikir justru membuat hidup terasa tidak indah. Begitu Lydia tiba di rumah keluarga Rosenthal sesuai dengan waktu yang dijanjikan, di luar dugaan, Aurel juga ada di sana. Bahkan, perempuan itu datang lebih awal dari Lydia.Aurel sedang mengobrol dengan Ryadi dan Diana. Lydia memberikan Blazing Sun yang telah dia siapkan. Diana mengucapkan terima kasih, lalu mengambil lukisan itu dan melihatnya.Raut wajah Diana sedikit menegang, tapi hanya sesaat. Raut wajahnya segera kembali normal. Lydia sama sekali tidak menyadari perubahan di wajah Diana. Dia pun pergi menyapa Ryadi.Thomas berdiam diri di lantai atas. Begitu mendengar suara Lydia, dia bergegas turun dan tersenyum lebar.“Lydia, cepat ke sini. Aku baru s
Lydia terkejut tatkala mendengar ucapan Diana. Ini kedua kalinya dia mendengar peringatan seperti ini. Pertama kali, dia dengar dari Erika, ibunya Dylan, sesaat sebelum menikah. Tidak disangka, kali ini Lydia akan mendengarnya dari Diana, ibu Thomas.Lydia menoleh, lalu menatap Diana dengan ekspresi datar. Ternyata sikap hangat dan ramah Diana terhadapnya dulu hanyalah dibuat-buat. Hati Lydia seketika menjadi dingin. Selama ini, dia selalu menganggap Diana sebagai orang tua yang pantas dihormati. Tidak disangka ....Lydia menarik kedua ujung bibirnya dan berkata, “Tante sedang beri aku peringatan?”“Boleh saja kalau kamu mau anggap begitu, Lydia. Thomas susah payah akhirnya bisa ambil alih perusahaan. Gara-gara kamu, dia malah habiskan uang 100 triliun untuk beli tanah. Dia nggak hanya dipukuli, dia hampir saja dikeluarkan dari dewan direksi. Apakah kamu tahu soal itu?”Lydia spontan tercengang. Dia kira dia sudah menyelamatkan situasi dengan cukup tepat waktu. Ternyata, Thomas masih s
Meskipun Lydia tidak ingin menemui Dylan, karena orangnya sudah ada di sini, mau tidak mau dia harus menemuinya. Sopan santun dasar tetap harus dijaga.Shinta membukakan pintu kantor untuk Lydia. Lydia berjalan dengan cepat ke dalam kantor. Tubuhnya memancarkan aura percaya diri dan anggun. Dia bahkan memiliki aura unggul yang tidak dapat dijangkau orang lain, membuat orang menghormati dan mengaguminya.Dylan menatap punggung Lydia saat perempuan itu masuk ke dalam kantor. Dylan yang berada di belakangnya terdiam sejenak. Pemandangan itu tiba-tiba terasa sangat familiar.Sebuah gambaran terbesit di benak Dylan. Malam yang gelap, gaun merah, perempuan yang wajahnya tidak terlihat jelas, serta cahaya yang menembus kegelapan malam, menyelimuti langit dan bumi.Dylan mengerutkan kening, itu gambaran masa lalunya di Eroba. Mengapa dia tiba-tiba teringat dengan hal itu?“Pak Dylan, silakan masuk ....”Shinta mengulurkan tangan dan memanggil Dylan yang melamun dengan sopan. Dylan tersadar dar
Ekspresi wajah Dylan terlihat dingin. Namun sesaat kemudian, dia pun mengangguk setuju.“Bisa.”Dylan akan menyetujui tanpa syarat kompensasi yang diminta Lydia, meskipun mungkin agak merepotkan untuk mengurus masalah ini.Namun, Dylan justru merasa lega di hatinya. Lydia mau menerima kompensasi yang dia berikan. Apakah itu berarti hubungan mereka masih bisa diselamatkan?Sementara itu, Lydia tidak terlalu kaget Dylan menyetujui permintaannya. Kemudian, Lydia berdiri dan pergi ke belakang meja kerjanya.“Aku akan suruh orang untuk hubungi Pak Dylan. Mengenai kerja sama, tolong dirahasiakan dulu untuk saat ini.”Dylan juga berpikir seperti itu. Lagi pula, proyek ini baru saja dimulai, jadi tidak boleh terlalu dibesar-besarkan.Kalau dilihat dari penampilan Lydia, di detik berikutnya sepertinya dia akan menyuruh orang untuk mengantar Dylan keluar.Masalah ini baru saja mendapat peluang untuk membaik, Dylan merasa lebih baik menghindari perselisihan yang tidak menyenangkan. Setelah berpik
Dylan ingin tahu mengapa cincin yang hilang itu ada di Lydia. Mata Lydia berkedip, jelas tidak mau menjawab pertanyaan menjengkelkan itu. Namun, dia tidak ingin terus terlibat dengan Dylan. Lebih baik, langsung katakan padanya saja.“Aku kira kamu tahu ....”Seharusnya Dylan tahu.“Suatu pagi, Olivia yang kembalikan cincin itu padaku. Kata dia, malamnya kamu minum terlalu banyak, jadi kamu bermalam di tempatnya. Terus, kamu buang cincin itu sembarangan. Karena itu, dia sendiri yang kembalikan ke aku.”Lydia tidak akan pernah melupakan kejadian itu. Itu pertama kalinya dia merasa putus asa dengan pernikahan mereka. Perasaan sedih, depresi dan marah bercampur aduk, membuatnya tersesat di dunia itu. Untung saja, Lydia berhasil keluar dari masa kelam itu tepat pada waktunya.Begitu Lydia melihat kebingungan dan rasa sakit di mata Dylan, dia hanya tertawa sinis. Mungkin saja, dia salah. Dylan adalah makhluk berdarah dingin yang tidak memiliki perasaan. Bagaimana mungkin pria itu sakit kare
Di sisi lain, Thomas dan Ryadi sama-sama merasa heran karena Lydia pergi tanpa pamit. Lydia tidak pernah bersikap tidak sopan seperti itu.Di bawah tatapan tajam Ryadi, Diana akhirnya tidak bisa menahan diri lagi. Dia pun menceritakan semuanya.Masalah lukisan palsu itu, juga perasaan Aurel terhadap Thomas. Begitu mendengar perkataan Diana, Ryadi langsung murka. Menantunya ini selalu berperilaku baik, tidak pernah membuat masalah, sehingga dia cukup puas.Tidak disangka, sekali Diana bertingkah, dia telah membuat masalah yang tidak bisa diperbaiki lagi. Bagaimana mungkin Ryadi tidak marah?Ryadi mencari seorang ahli dan menunjukkan kepada Diana foto-foto Blazing Sun yang sedang tur pameran keliling dunia. Lukisan itu dibuat oleh Willy ketika dia berada di masa keemasan puncaknya. Setiap bagian dalam lukisan itu terkait dengan estetika dan rasio emas dari keseluruhan lukisan.Oleh karena itu, setelah Willy mempertimbangkannya, Blazing Sun menjadi satu-satu karyanya tanpa nama ikoniknya.