Eros memandang sopa panjang di rumahnya dengan tatapan sedih. Pria itu berulangkali membuang napasnya ketika rasa sesak itu menyapanya lagi. Eros berjalan dengan langkahnya yang lunglai lalu memdudukan dirinya di sopa tersebut.
Tangannya bergerak ke samping dan mengusap sopa tersebut dengan begitu lembut seakan ia sedang mengusap tubuh istrinya yang kini tak lagi tinggal bersamanya.
Ya, sudah seminggu istrinya itu kembali ke rumah orangtuanya. Wanitanya begitu marah, sedih, dan sangat membencinya ketika ia harus menerima kenyataan pahit bahwa ia tidak akan memiliki anak. Dia bukan lagi istri sempurna untuknya. Itulah yang dipikirkan Zora.
Awalnya Zora begitu marah ketika melihat foto-foto tidak pantas suami dan kakak iparnya itu, tetapi setelah ia mengetahui kenyataan bahwa ia tidak akan pernah memiliki anak justru kini wanita itu merelakannya dan melepaskan Eros untuk kembali dengan mantan kekasihnya tersebut. Sedangkan kedua orang tua Zora begitu marah saat me
Eros mengambil surat yang diberikan istrinya itu beberapa menit lalu padanya. Saat tangannya menyentuh kertas panjang tersebut, ia dapat merasakan tektur kertas yang halus selayaknya kertas HVS pada umumnya. Deretan hurup berjajar dengan rapi membuat susunan kalimat. Bola matanya bergerak-gerak membaca setiap deratan hurup yang saling terhubung memnjadi sebuah kumpulan kata dan tanpa sadar kertas itu sudah tidak berbentuk lagi ketika kedua tangannya meremasnya dengan kuat. Kristal-kristal yang sangat dibencinya kembali meleleh dan membasahi kedua pipinya, bibirnya bergetar menggumamkan permohonan, “Jangan pergi.”Ketakutan pria itu pun terjadi. Istrinya melayangkan gugutan cerai padanya. Wanita itu menyerah mempertahankan rumah tangganya. Wanita itu menyerah untuk tetap berada disampingnya apapun yang terjadi. Wanita itu telah melanggar komitmen yang teleh mereka buat bersama untuk tidak pergi meninggalkannya.Pria itu menarik napasnya panjang dan menutup m
Hari berganti hari, matahari dan bulan silih berganti melaksanakan tugas yang telah diperintahkan-Nya. Tidak terasa sudah enam bulan berlalu dan disinilah manusia-manusia munafik itu berada dalam bangunan yang sama. Saling mempertahankan apa yang menjadi keinginannya demi mendapatkan apa yang menjadi tujuannya.Bermuka dua demi mendapatkan simpatik, memberikan senyum palsu hanya untuk terlihat ramah, dan sikap atau perilaku memuakkan lainnya.Itulah manusia. Mereka semua pandai berbohong bahkan rela membohongi diri sendiri. Tidak peduli seberapa baiknya makhluk bernama manusia itu akan tetap melakukan perbuatan yang sangat dibenci penciptanya jika keadaan mendesaknya atau jika ego dan emosional telah menguasai dirinya.Seperti sekarang, disaat seorang pria tinggi itu sedang menjalankan tugasnya – mempresentasikan proposal kerjanya untuk menarik perhatian dan mendapatkan apa yang menjadi tujuannya, diam-diam ia memandangnya dengan sorot mata penuh ker
Malam yang indah sepertinya tidak berlaku pada Kirana. Sedari tadi wanita itu terus bolak-balik melihat ke bawah dari balkon kamarnya. Waktu sudah menunjukkan tengah malam, tetapi ia tidak berhenti terus bolak-balik ke sana.Karena malam yang semakin dingin akhirnya dengan kesal Kirana kembali ke dalam kamar dan memaksakan diri untuk memejamkan matanya. Namun, kelopak mata itu tidak kunjung terpejam padahal ia sudah sangat mengantuk, tetapi mungkin karena permintaan bayinya belum terpenuhi jadi Kirana harus mendapatkan hukumannya.“Astaga, belum lahir saja kau sudah menyusahkanku.” Cibir Kirana berbicara kepada perutnya yang semakin membesar.Ceklek!Bersamaan dengan itu pintu kamar terbuka dan munculah Endru dengan pakaiannya yang sudah tidak serapi tadi pagi.Pria itu langsung masuk ke kamar mandi untuk membersihkan diri dan tindakannya itu justru memancing kemarahan Kirana.“Aku pikir kau lupa jalan pulang,” ucap K
Di kota yang tak pernah mengenal lelah itu duduklah seorang pria di kursi kebesarannya. Mata hitamnya bergerak-gerak melihat keramaian di restorannya melalu kaca satu arah tersebut. Dimana dia dapat melihat ke luar, sedangkan dari luar tidak dapat melihat ke ruangannya. Orang-orang silih berganti memesan makanan dan minuman. Banyak keluarga yang makan di sana beserta anak-anaknya dan jujur saja itu membuatnya iri. Pria itu – Endru merindukan masa kecilnya dulu saat keluarganya masih lengkap dan baik-baik saja. Ada ayah, ibu, kakaknya Naura, dan adiknya Eros. “Bisakah semuanya kembali seperti dulu?” gumamnya. Endru kembali menghela napasnya lalu setelah itu ia mengambil benda pipih dari atas mejanya dan jarinya mulai menari-nari di sana. Entah apa yang sedang dilakukannya, tetapi yang jelas setelah selesai dengan kegiatannya, pria itu lagi-lagi menghela napasnya seraya menutup wajahnya dengan kedua tangan besarnya. Apapun yang dilakukan Endru s
Eros menatap bangunan di depannya dengan tatapan sendunya. Langkah kakinya seakan begitu berat hingga sulit untuk dilangkahkan. Pikirannya bercabang dengan berbagai kemungkinan yang akan terjadi jika ia masuk ke dalam bangunan itu.Sekali lagi pria itu merogoh saku celananya dan mengeluarkan ponsel pipihnya dari sana. Jempolnya bergerak untuk membuka pesan yang beberapa waktu lalu didapatkannya dan alasan kuat kenapa dia berada di sini.Sebuah pesan dari orang yang benar-benar tidak pernah diduganya.‘Apakah kau sibuk? Jika tidak aku tunggu kau di restoranku. Ayo kita selesaikan permasalahan ini sebagai seorang pria sejati.’Begitulah isi pesannya yang dikirimkan Endru padanya.Kakaknya itu meminta Eros untuk datang dan menyelesaikan permasalahan yang sedang terjadi diantara mereka. Tentu saja setelah acara meeting tadi Eros langsung bergegas ke sini. Dia pun sudah lelah terus berseteru dengan saudaranya sendiri.Entah caci maki
Tok tok tok!“Masuk!”“Duduklah!” Perintah Endru ketika melihat sang adik berdiri di sana. Entah terkejut dengan ruangannya atau ada suatu hal lain yang sedang dipikirkannya, tidak ada yang tahu kecuali dirinya sendiri dan Tuhan yang tahu.Setelah dua bersaudara itu duduk saling berhadapan tidak ada yang memulai obrolan. Mereka sibuk dengan pemikirannya masing-masing.Eros yang masih terkejut dengan ruangan kakaknya yang ternyata banyak memajang foto keluarga mereka, sedangkan Endru yang masih bingung harus mulai dari mana karena menurutnya masalah ini benar-benar menyakitinya dan juga hati banyak orang.Jujur Eros merasa tersentuh melihatnya, pria itu tidak menyangka bahwa sang kakak akan memajang foto keluarga mereka terlebih dengan kekacauan yang sedang terjadi saat ini.Hatinya tergerak untuk menyentuh salah satu bingkai foto berukuran cukup besar di ruangan tersebut. Sebuah foto keluarga bahagia yang sedang menik
"Hallo," ucap Endru setelah meminta Eros menunggu dengan isyarat tangannya. "..." Melihat Endru menjatuhkan ponselnya begitu saja sontak membuat Eros terkejut dan bertanya-tanya apa yang terjadi. Tidak. Eros benci melihat tatapan itu. Ada apa sebenarnya? Kenapa tiba-tiba hatinya menjadi resah. *** Setelah mendapatkan telepon dari orang tidak dikenal di sinilah mereka sekarang. Di depan ruangan UGD menunggu dengan perasaan takut, cemas berkecamuk menjadi satu. Ternyata orang yang menghubungi Endru tadi adalah seorang polisi yang membawa kabar buruk bahwa terjadi kecelakaan tabrak lari dan untungnya polisi tersebut mendapatkan kartu identitas beserta ponsel korban sehingga ia bisa langsung menghubungi orang yang terakhir kali dihubungi korban sebelum kecelakaan itu terjadi. Memang beberapa jam yang lalu Endru menghubungi sang ibu. Pria itu menghubunginya karena ingin mengatakan bahwa ia akan memperbaiki hubungannya dengan sang ad
Sudah satu minggu berlalu, tetapi belum ada tanda-tanda sang ibu akan membuka matanya. Keempat orang itu saling bergantian untuk menunggunya meski sudah pasti akan jauh lebih sering Naura yang menunggu karena kedua adik serta suami tercintanya bagaimanapun tidak bisa menelantarkan pekerjaan mereka. Walaupun hati sedang tidak baik-baik saja tetap saja mereka harus bersikap professional karena bagaimanapun ribuan karyawan bergantung pada mereka.Seperti hari ini setelah menyiapkan sarapan untuk suami serta putrinya, Naura sudah duduk di samping ranjang pesakitan sang ibu yang masih betah memejamkan matanya.Tangannya terulur untuk menggenggam tangan wanita yang sedang terbaring lemah di ranjang itu dengan begitu pelan. Takut jika genggamannya dapat menyakiti tubuh sang ibu. Cukup lama Naura bertahan dalam posisi itu hingga tidak ia sadari bahwa air matanya sudah kembali merembes keluar dari sudut matanya yang memang sudah sembab karena terlalu sering menangisi ketidakber
Hari ini langit Tokyo bergitu cerah, hangatnya matahari pagi menyambut dengan riang orang-orang yang sedang berjuang meraih mimpi atau tujuan hidupnya. Namun, berbeda untuk Eros, suasana hati pria itu begitu mendung dikarenakan sudah hampir dua minggu pria itu berada di Jepang akan tetapi sampai saat ini dia belum mendapatkan satu informasipun dimana keberadaan mantan istrinya tersebut, padahal Eros sudah mengerahkan semua detektif suruhannya untuk mencari Zora di setiap kota di negeri sakura ini, akan tetapi sampai saat ini dia belum mendapatkan kabar baik. Karena mustahil dia bisa mencari wanita itu dengan cepat jika hanya mengandalkan keberuntungan. Walaupun Eros mengerahkan banyak orang untuk mencari, tetapi pria itu juga tetap bergerak tidak hanya berdiam diri dan menunggu kabar. Seperti hari ini Eros sedang berjalan-jalan di salah satu taman di kota tersebut, berharap jika Zora ada di sana mengingat wanita itu sangat menyukai taman. Saat sampai di sana, pikiran
Pria itu – Eros langsung disambut oleh langit Jepang yang masih cukup terang padahal arlojinya sudah menunjukkan jam lima sore yang artinya sekarang sudah jam 7 malam di jepang mengingat Indonesia tempatnya tinggal dengan Tokyo memiliki selisih dua jam.Setelah delapan belas jam perjalanan memakai pesawat dan tanpa memejamkan mata sedetikpun akhirnya pria itu sampai juga di bandara internasional Tokyo – Jepang.Eros menarik napasnya untuk mendapatkan oksigen yang cukup untuk paru-parunya. Setelah merasa penuh pria itu membuangnya secara perlahan dan ia melakukannya berulang kali. Dengan hanya bermodalkan tekad dan sedikit keberuntungan pria itu berharap bisa menemukan wanitanya di Negara yang terkenal dengan bunga sakuranya tersebut. Karena hanya itulah petunjuk yang ia miliki.Namun, bagaimanapun Eros sudah sangat bersyukur, setidaknya dia tahu bahwa Zora ada di negara ini, itu masih jauh lebih baik dari pada ia harus berkeliling ke seluruh dunia un
Hari ini, detik ini, masih di langit dan bangunan yang sama Eros akan memperjuangkan kebahagiaannya. Dengan masih memakai setelan kerjanya pria itu berdiri di depan pintu kediaman mantan mertuanya, menunggu seseorang di dalam berbaik hati membukakan pintu untuknya. Selama mereka tidak memberitahu di mana keberadaan Zora, Eros tidak akan pernah lelah memaksa dan meyakinkan kepada kedua orang tua wanita itu bahwa ia bersungguh-sungguh mencintai putri mereka, bahwa ia tidak pernah sekalipun ada niatan untuk menyakiti hatinya. Sementara di dalam rumah itu sepasang suami istri tersebut sedang duduk – berpura-pura – santai di ruangan tamu, berpura-pura membutakan mata mereka jika di luar sana ada seseorang yang sedang berdiri menunggu mendapatkan kesempatan kedua. Namun, yang namanya hati seorang wanita terlebih seorang ibu tetap saja sekecewa-kecewanya, semarah-marahnya dia, hatinya tetaplah lembut. “Jangan sekalipun kau membukakan pintu untuknya!”
Setelah menahan rasa sakit diperutnya berjam-jam kemudian syukurlah sakit itu berangsur-angsur menghilang. Dengan gerakan pelan Kirana mengelap keringatnya dan berulang kali menarik napasnya. Kirana bertanya-tanya pada dirinya sendiri, “Ada apa dengan perutku? Kenapa rasanya sesakit ini?” Setelah itu ia beranjak untuk mengambil tas dan kunci mobilnya yang tergantung tidak jauh dari tempatnya sekarang untuk bergegas ke rumah sakit. Selain untuk memeriksakan kandungannya, Kirana juga kesana untuk menjenguk ibu mertuanya. Walaupun hubungan mereka tidak baik setelah masalah perselingkuhan palsu yang diciptakannya, tetapi tetap saja ia masihlah seorang menantu dan bagian dari keluarga itu. Dengan masih memegang perut besarnya Kirana mulai melajukan mobilnya dengan kecepatan sedang. Dia tidak ingin mengambil risiko datang ke rumah sakit dengan dibawa mobil ambulance karena mengalami kecelakaan. *** Muak dengan semua pembicaraannya akhirnya Eros memi
Dua pria yang sama-sama memiliki wajah tampan dan berkharisma jika sedang bekerja itu kini sedang duduk di sebuah taman rumah sakit. Saling berdiam diri, tetapi tidak dengan pikirannya. Entah apa yang sedang dipikirkan kedua pria yang hanya memiliki selisih usia satu tahun itu, tentu saja yang mengetahuinya hanya dirinya sendiri dan Tuhannya yang tahu. Sampai satu orang pria yang tidak terlalu nyaman dengan keterdiaman ini akhirnya membuka suaranya setelah satu jam lebih mereka berdiam di sana. “Kak Naura sudah melahirkan,” ucap pria tersebut yang tidak lain adalah – Endru - dengan tatapan datarnya dan tanpa menoleh ke arah orang yang sedang diajaknya bicara. Pria satunya yang tentu saja sudah dapat kita tebak siapa menolehkan kepalanya, pria itu tidak lantas menjawab karena ia yakin sang kakak belum menyelesaikan perkataannya, karena tidak mungkin dia hanya akan memberitahukan bahwa kakak pertamanya telah melahirkan, dia sudah mengetahuinya. Maka yang dilaku
“Dia begitu mirip denganmu, Sayang,” ucap Arya ketika bayi kembar mereka sudah diperbolehkan tidur di ruangan yang sama dengan ibunya. “Matanya, hidungnya, bahkan bentuk bibirnya juga benar-benar fotocopy dari ibunya. Hmm, sedikitpun tidak ada yang meniru dariku.” Naura hanya tersenyum mendengar suaminya terus memuji wajah tampan bayi laki-lakinya yang memang lebih mirip dengannya. Namun, pria itu tidak boleh cemburu karena wajah bayi perempuannya lebih mirip dengannya. “Dan bayi perempuan kita mirip denganmu, Sayang,” balas Naura ikut memperhatikan wajah-wajah si kembar. Pria itu menoleh di mana istrinya berada, lalu pria itu tersenyum seraya mengusap puncak kepala istrinya dan kembali mengucapkan terima kasih karena sudah melahirkan si kembar yang kini sedang tertidur pulas di dalam box bayinya, tidak terganggu sama sekali dengan obrolan orangtuanya yang sedang membicarakan mereka. “Terima kasih atas perjuangmu yang luar biasa ini dalam melahirkan s
“Kalian makanlah dulu, biar Naura Ibu dan Ayah yang jaga,” ucap ibu dari Arya tidak tega melihat ketiga pria itu tetap setia menunggu di depan ruangan ICU – tempat di mana wanita itu ditangani setelah operasi. Memang saat di ruang operasi wanita itu sempat kehilangan detak jantungnya beberapa detik. Namun ketika Arya menangis tergugu memohon kepada Tuhan untuk tidak mengambil istrinya dan disaat itu juga keajaiban datang, grafik yang awalnya lurus horizontal itu berangsur-angsur menunjukan perubahan. “Dokter detak jantungnya kembali!” seru salah satu perawat melihat layar tersebut menunjukkan grafik naik turun meskipun lemah. Disaat itu juga tangis Arya semakin kencang, tetapi ia belum berani untuk mendekatinya. Arya tidak ingin mengganggu kerja dokter yang sedang berusaha menyelamatkannya. Barulah saat dokter itu memperbolehkannya ia langsung menggenggam tangan sang istri seraya mengatakan terima kasihnya berulang kali. “Aku tidak lapar, kalian makan
“Arya!” Panggil kedua orangtuanya yang langsung datang ke rumah sakit ketika dikabari menantunya akan segera melahirkan.“Bagaimana keadaan menantu dan cucu Ibu?” tanya ibunya tanpa bisa menutupi rasa khawatirnya.Besannya saja sampai sekarang belum membuka matanya, ditambah sekarang menantunya yang sedang berjuang di dalam sana demi menjadi seorang ibu. Semoga Tuhan selalu melindunginya dan menyelamatkan keduanya. Amin.Arya hanya menggelengkan kepalanya dengan lemah. Tenaganya sudah terkuras habis oleh segala ketakutannya sendiri terlebih lampu di ruang operasi itu belum juga mati.Berapa lama lagi ia harus menunggu? Apakah operasi cessar harus selama ini?Paham bagaimana perasaan putranya saat ini, sang ibu langsung memeluknya dan megusap-usap punggunya, berharap dengan ini putranya bisa sedikit lebih tenang.Wanita itu dapat merasakan tubuh putranya bergetar dan demi tuhan itu benar-benar membuat hatinya mencelos
Ceklek! “Masih ingat rumah juga.” Sarkas Kirana dengan tatapan serta nada sinisnya pada Endru yang baru saja pulang bekerja. Sebaliknya pria itu tidak menanggapinya justru langsung masuk ke dalam kamar untuk membersihkan diri dan tentu saja sikapnya itu memancing kemarahan sang istri. “Tidak sekalian ajak selingkuhanmu pulang.” Ini bukan pertanyaan melainkan sebuah pernyataan sarkasme pada Endru dan kali ini berhasil menghentikan langkah Endru yang sudah sampai di dekat tangga menuju kamar mereka. “Apa maksudmu dengan selingkuhan? Tolong jika bertanya berkaca terlebih dulu,” sarkasnya dengan nada dinginnya yang sempat membuat Kirana tertegun beberapa detik karena baru kali ini pria itu bersikap dingin padanya. Tidak ingin terlihat kalah, wanita itu terus menyudutkannya dengan membawa kehamilannya. Tanpa pria itu ucapkan secara gamblangpun wanita itu tahu maksud ucapannya. Dialah yang berselingkuh di sini. Ya, setidaknya itu yang diketahui pria itu sek