Larasati hanya menghela napas kesal, melihat sikap Safa, ia menatap punggung kecil cucu satu-satunya itu. Lalu Larasati menghubungi Faiz, lama ponsel Faiz tidak diangkat dan itu membuat Larasati kesal, jam dinding rumahnya menunjukkan pukul sembilan malam.Akhirnya panggilan ponsel, terjawab.“Hallo Bu, ada apa?” tanya Faiz di seberang ponsel.“Faiz, kamu dimana?”“Aku bersama Kinan di apartemen.”“Faiz, kamu jangan memikirkan dirimu saja dong, pikirkan Safa, dia sekarang ada di rumah ibu.” Larasati menghela napas sebentar kemudian melanjutkan pembicaraannya.”Kapan kamu pulang, Safa mengeluh kamu mulai mengabaikannya,” lanjut Larasati.“Itu perasaan Safa saja Bu, biasalah anak ABG, cari perhatian, dia sudah besar bisa melakukan keperluannya sendiri, kalau mau makan tinggal pesan di aplikasi makan ‘kan, kalau mau kemana-mana tinggal pakai ojek on
Rania meraih tangan Safa. ”Sekarang kamu sudah pandai menilai orang, waktu itu kamu sangat membanggakan Tante Kinan, tapi sekarang kenapa jadi sedih.”“Maafkan Safa, Mah, saat itu Safa terpikat dan kagum pada sosok wanita yang selalu berpenampilan cantik dan seorang pengusaha, rasanya sebagai wanita, Tante Kinan adalah wanita yang sempurna, tapi ternyata Mamah adalah wanita yang paling sempurna di dunia ini.” Safa tersenyum kecil.Rania membalas senyuman dan pujian Safa. ”Terima Kasih sayang, makanlah nanti baksonya keburu dingin. Maaf Mamah hanya bisa mentraktirmu di warung bakso bukan di kafe atau restoran,” timpal Rania terlihat sedih“Enak kok Mah, baksonya.” Safa tertawa, diikuti Rania, keduanya tampak akrab kembali tidak ada ketegangan seperti beberapa bulan yang lalu.****Sementara Faiz merayakan status dudanya bersama Kinan di sebuah restoran bintang lima yang mewah, iringan musik mengiringi gerak langkah mereka di lantai dansa.“Sebentar lagi kita menjadi pasangan suami ist
Rania sudah duduk di kursi sebuah ruangan, hari ini ia mendapat panggilan dari Pak Fahri kepala HRD RS Medika Internasional.Pak Fahri telihat memasuki ruangannya, dengan wajah angkuhnya, pria yang merasa berkuasa itu duduk di kursi kebesarannya. Menatap Rania lekat seakan matanya sedang menelanjangi tubuh wanita yang sedang duduk dengan menunduk itu.“Rania..” panggil Fahri.Rania baru mengangkat wajahnya, “Iya Pak.” jawab Rania singkat.“Aku sebenarnya ingin membicarakan masalah pribadi denganmu,” Fahri ragu dengan ucapannya, ia menjedanya dan itu membuat Rania penasaran.“Masalah pribadi?”“Kamu sekarang sudah berstatus janda ‘kan, mau kan nanti setelah sepulang dari kerja ikut aku, makan malam berdua,” ajak Fahri.“Maaf Pak, saya tidak ada waktu untuk makan malam, saya mengikuti kelas memasak selepas kerja setelah itu pulang beristirahat.”
Satu minggu sudah Rania bekerja di restoran, sebagai pramusaji. Saat ini ia sedang sibuk melayani pengunjung dari meja ke meja, sesekali tangannya mengusap peluh di keningnya. Dan ia tak menyangka siang itu Dinda, Larasati dan juga Kinan ada di salah satu meja restoran. Sebenarnya Rania mau menghindari tapi apa boleh buat, tidak ada karyawan lain yang menggantikannya, dengan perasaan kacau dan kesal ia menghampiri meja dimana tiga orang yang dibencinya duduk.“Rania...jadi kamu menjadi pelayan restoran,” ucap Larasati.“Woow sebuah kejutan mantan kakak ipar yang melayaniku,” timpal Dinda tak kalah ketus.“Sudah kuduga, kamu kembali ke kastamu, bercerai dengan Faiz,” sela Larasati.“Rania, besok datang ke pernikahan Mas Faiz dan aku, Safa sudah mengantarkan undangannya ‘kan?”“Aku pasti datang, kalian akan makan apa, cepatlah pesan,” Rania menyodornkan daftar menu ke atas meja.Kinan meraih daftar menu. ”Restoran ini langgananku, biasanya pramusaji sudah tahu apa yang akan aku pesan,”
Faiz dan Kinan menebar senyum dan tawa bahagia, Rania mencoba bersikap tenang, sesekali berbicara dengan tetangga Larasati yang menanyakan kabarnya, banyak dari mereka menyayangkan sikap Faiz.“Mba Rani, aku nggak habis pikir ternyata Faiz, bisa mengkhianati berselingkuh dengan Kinan, setahuku dulu Kinan menjadi kekasih Faiz, tapi Kinan memilih pergi merantau, sudah bagus menikahi Mba Rani, yang mau menemani Faiz dari belum menjadi siapa-siapa sampai sekarang bekerja di kantor pemerintahan,” ujar seorang ibu.“Mungkin kami hanya berjodoh sampai tujuh belas tahun pernikahan,” jawab Rania Datar.“Tapi, Kinan sekarang menjadi wanita sukses punya usaha butik dan salon, tentu saja Faiz lebih memilih Kinan,” tukas seorag Ibu satunya.Daripada mendengar ocehan ibu-ibu yang tidak ada gunanya Rania memilih berrpamitan pergi.Langkah Rania menuju luar ballroom, matahari tepat di atas kepala, hari ini Rania izin tidak masuk kerja, dan setelah pulang dari acara pernikahan mantan suaminya, Rania
Tak bisa digambarkan bahagianya Rania atas permintaan Bu Fatma, dipercayai menjadi asisten cheff di restoran berbintang adalah suatu keajaiban bagi wanita sederhana seperti dirinya. Senyum terus mengembang di wajah Rania, ketika jalan yang terasa sulit seakan dibuka bergitu lebar.Masih ada orang-orang baik di antara orang–orang jahat, itu kehidupan. Dan Rania semakin tahu bagaimana harus menyikapi kehidupan, keterpurukan, kesulitan adalah bagian dari pelajaran hidup.Sementara Joko mengebrak meja kerjanya, setelah Fatma, pergi.“Sial Bu Fatma selama ini tidak pernah mencampuri keputusanku, dan saat ini merusak segalanya, ternyata Rania adalah murid kelas memasaknya,” gerutu Joko dengan wajah masamnya.***Siang itu Rania menjalankan tugas pertamanya sebagian asisten cheff, baju khas putih dan penutup kepala khas seorang cheff. Dengan sedikit arahan dari kepala cheff, Rania sudah paham dan mengerti.Tepat di jam makan siang restoran begitu ramai, dan kebetulan dapur dipegang oleh s
Rania meletakkan cangkir di atas meja, menatap dalam Fatma yang tampak mengeryitkan dahi.“Dokter Fathan mencurigai sesuatu Bu Fatma, satu minggu sebelum kecelakaan terjadi, Pak Bima mengrim surel pada Dokter Fathan, sebenarnya Pak Bima, menyesal menikahi Kinan, dan berniat kembali rujuk dengan Bu Fatma, tapi sayang sebelum niat itu terwujud maut lebih dulu menjemput.”“Benarkah Ran. “Rania mengangguk, Fatma meneteskan air mata, ia tak menyangka di akhir hidup Bima, pria itu menyesali perbuatannya. ”Lalu Ran, apa yang membuat Fathan curiga.”“Dalam darah Pak Bima ada kandungan obat tidur, jika Pak Bima sengaja minum obat tidur, tidak mungkin ‘kan, ia menyetir mobilnya sendiri?”Fatma kembali menarik napas dalam, dadanya terasa sesak, mendengar pernyataan Rania.“Kamu benar Ran, apa mungkin Kinan pelakunya, waktu di restoran malam itu, Bima datang sendiri.&rd
Fathan berdiri bersandar di depan mobil sedannya, tampak ia sedang menunggu seseorang, tak berselang lama, seorang wanita yang mengenakan rok sebatas lutut dipadukan blouse berlengan pendek, keluar dari rumah yang sekaligus tempat kelas memasak.Wanita itu langsung mengulum senyum, ketika tahu ia ditunggu oleh seseorang yang dua minggu ini tidak dijumpainya.“Dokter Fathan, Anda sudah kembali dari Malaysia?”“Hemm dan kamu apa terlalu sibuk, hingga mengangkat panggilanku tidak sempat,” protes Fathan.“Maaf Pak Fathan, saya memang sibuk, disaat kerja menjadi asisten cheff, saya mematikan ponsel, dan terus lanjut ke tempat kelas memasak,” jawab Rania.“Aku akan mengantarmu pulang, sekalian aku ingin berbicara serius, tentang pekerjaanmu.”Rania tidak menolak ajakan Fathan, ia pun masuk ke dalam mobil dan duduk jok sebelah Fathan.Mobil berlahan melaju menuju jalan utama. Rania masih terdiam, menunggu dokter tampan itu berbicara.“Kembalilah bekerja di rumah sakit, aku sudah tahu yang s
Empat bulan berlalu, usia kandungan Nayla memasuki bulan kedelapan, saat ini ia sedang menatap Bastian yang sedang sibuk dengan ponselnya sambil menyerutup secangkir kopi, pria yang mengenakan kaos dan celana pendek itu sedang duduk santai di kursi balkon.Perlahan Nayla mendekati Bastian, tubuh kurusnya semakin terlihat lemah, selama empat bulan ini, ia berhasil menyembunyikan sakitnya.“Kak Bastian, bisa kita bicara?”Bastian sesaat menoleh ke arah Nayla, yang dengan pelan menghempasakan tubuhnya di kursi samping Bastian.“Bicara saja,”celetuk Bastian tanpa menatap Nayla“Aku ingin, menjual saham dua puluh persen Harafa Hospital padamu,”ucap Nayla, pelan.Bastian menghentikan tatapannya ke ponsel, dan beralih menatap Nayla“Kamu serius mengatakan itu?”“Aku sangat serius,”jawab Nayla.“Tanya syarat apapun?”Nayla menggeleng.”Tanpa syarat, milikilah saham itu, aku sudah tidak berminat lagi dengan Harafa Hospital, yang terpenting bagiku, kamu akan menjadi ayah yang baik untuk anaku.
Akhirnya Bastian, menikahi Nayla, sebagai rasa tanggung jawabannya pernikahan yang hanya dilakukan di kantor Urusan Agama, dan hanya disaksikan Fathan dan Rania, tidak ada senyum, bahagia, semua tampak tegang, apalagi Bastian, ia masih kesal, dengan pernikahan yang terkesan mendadak.“Kalian akan tinggal dimana?” tanya Fathan.“Aku tetap tinggal di aparteman, jika Nayla mau, dia bisa tinggal bersamaku,” jawab Bastian bernada ketus.“Aku sekarang istrimu, jadi aku akan tinggal bersamamu, perutku ini akan semakin besar, jika tidak tinggal bersama, nanti di kira aku tidak punya suami,“ ucap Nayla, mengamit lengan Bastian, tapi dengan kasar Bastian, melepaskan tangan Nayla, dari lengannya.“Nayla, jangan bertindak ceroboh, jika kamu mempunyai niat jahat percayalah itu akan sia-sia, karena kami tidak akan memberikan celah itu,”tegas Rania.“Tante Rania, aku sudah cukup dewasa, untuk menentukan nasibku,”sahut Nayla.Lalu Rania dan Fathan meninggalkan Bastian, dan Nayla. Selanjutnya Bastian
Pernyataan Fathan didukung oleh para pemegang saham yang lainnya, Bastian menatap sinis Nayla, tapi sebaliknya, Nayla menatap penuh kehangatan.Rapat pun selesai, Nayla mengejar Bastian yang berjalan cepat menuju ruangannya.“Kak Bastian!” panggil Nayla, mempercepat langkahnya.“Aku tak ingin bicara denganmu, gara-gara tingkahmu, Dinda marah padaku,”ucap Bastian, sambil terus berjalan.“Kak Bastian tidak bisa mengabaikan aku begitu saja,”sarkas Nayla, bergerak cepat menghadang langkah Bastian.Terlihat Fathan mengeryitkan dahi, melihat tingkah Nayla, yang menurutnya aneh, lalu Fathan mendekati Bastian dan Nayla yang tampak bersitegang.“Ada masalah apa kalian?”tanya Fathan membuat Bastian salah tingkah.“Hemm... tidak ada masalah Kak Fathan,”sahut Bastian.“Iya Pak Fathan tidak ada masalah, aku hanya ingin mengajak Bastian, makan siang,”dalih Nayla.“Iya Kak, kami akan makan siang dulu,”pamit Bastian, lalu menarik Nayla, menjauh dari Fathan.Setelah jauh dari Fathan, pria yang berk
“Apa maksud perkataanmu Nay, sepertinya kamu menyembunyikan sesuatu dariku?”tanya Dinda.“Lebih baik, Tante tanya sendiri, pada Kak Bastian, aku pamit dulu,”jawab Nayla, meraih tas kecilnya, dan beranjak pergi meninggalkan rasa penasaran di hati Dinda.Dinda menjadi tidak tenang, wanita berusia 26 tahun, itu berjalan meninggalkan kafe dengan rasa penasaran yang semakin membuncah, haruskah ia menanyakan pada Bastian, tentang perkataan Nayla, atau lebih baik diam, menunggu Bastian untuk menjelaskannya.Dengan langkah lebar, Dinda menuju ruang kerjanya, satu ruangan di tempati beberapa staf administrasi.“Dinda, aku tadi lihat , Pak Bastian, berbicara di kafe dekat rumah sakit, bersama seorang gadis belia, tampaknya mereka bicara serius, dan tegang, dan aku lihat, Pak Bastian, pergi meninggalkan gadis itu tanpa makan terlebih dahulu,”ujar teman Dinda satu ruangan.“Tadi aku juga bertemu, dengan Pak Bas, disana, katanya baru saja bertemu temannya, membicarakan masalah pekerjaan,”jawab Din
Bastian, ada dibelakang setir, pikirannya kembali pada kejadian semalam, ia tak habis pikir, kenapa malam kemarin hawa panas tiba-tiba menyergap tubuhnya.“Apa aku salah minum ya, aku hanya minum, wine merah sedikit, tapi seperti minum obat perangsang,”gumam Bastian, menjalankan mobilnya menuju apartemen pribadinya.Sesampainya di apartemen, Bastian mencharge ponselnya, Bastian duduk disofa, desahan kesal, keluar dari bibirnya, pikirannya tertuju pada gadis belia yang direnggut kesuciannya, dan ia kini merasa berdosa sekali. Lalu pikiranya beralih pada Dinda, wanita yang dicintainya, sekaligus kekasihnya, semalam ia belum sempat menyapa Dinda, hingga akhirnya terjebak satu malam dengan Nayla.Sementara itu, Nayla masih dikamar hotel, wajahnya ditatapnya di cermin, dan tersenyum kecil, menginggat kejadian yang begitu indah bersama pria yang bernama Bastian, walau tidak ada rasa cinta, tapi semalam adalah pengalaman pertama, dan ia menyerahkan kesuciannya pada pria yang baru ditemui s
Bastian menatap lekat gadis didepannya itu. ”Jadi Fahri, melepaskan saham dua puluh persen itu padamu, kamu masih sangat muda.”“Anda pasti terkejut, dan penasaran, bagaimana bisa saham itu jatuh ketangan saya, jika Pak Bastian, tidak keberatan, aku akan bercerita, sambil berdansa, apa Anda bersedia?” pinta Nayla.“Tentu saja,” jawab Bastian, lalu mengulurkan tangan dan disambut oleh Nayla, keduanya sudah menari di lantai dansa, Nayla, tampak bahagia, dengan mesra telapak tanganya bertumpu pada dada Bastian.Rania seketika, menghentikan gerakkan kakinya, matanya menajam ke arah Bastian dan Nayla.“Ada apa Ran?” tanya Fathan.“Lihatlah Mas, Bastian bersama Nayla,” balas RaniaTatapan Fathan beralih pada jari yang menujuk kearah Bastian.“Nayla, kapan dia bebas, kenapa bisa ada dipernikahan kita, bukannya tamu yang datang harus menunjukkan undangan?”“Beberapa hari yang lalu, aku menemui Kinan, dan memberikan dia undangan pernikahan kita, tapi aku tak menyangka, undangan itu dipakai N
Satu bulan kemudian, Rania sudah sehat dan aktif lagi di Harafa Hospital.Persiapan pernikahan Fathan dan Rania sudah dilakukan, undangan pernikahan Fathan dan Rania sudah tersebar, sebuah ballroom hotel berbintang sudah dipesannya untuk acara resepsi pernikahan yang sangat mewah dan megah. Fathan juga sudah mendaftarkan pernikahan secara hukum.Binar bahagia selalu berbinar di wajah Rania.Ranai memegang sebuah undangan, ia berniat memberikannya pada Kinan, walau ia tahu, Kinan tidak bisa datang, tapi setidaknya memberitahukan dia, bahwa dirinya telah berbahagia bersama Fathan. Kini Rania melajukan mobilnya berjalan ke arah rumah tahanan. Beberapa menit kemudian sampailah ia ditempat yang dituju. Rania menunggu disebuah ruangan untuk pengunjung.Setelah menunggu beberapa saat, munculah wanita yang satu tahun ini tidak pernah ditemui, wajah cantik Kinan, memudar, kulitnya berubah kusam, dan pipinya terlihat tirus, sebaliknya dengan Rania, telihat segar dan cantik dengan balutan baju
Fathan semakin geram, melihat tingkah Faiz, sementara mobil semakin terbakar. Dengan cepat Fathan berlari ke arah pintu mobil sebelah, dan menendang kaca jendala, hingga pecah, kemudian dipukulnya Faiz , hingga lelaki itu terkapar entah mati entah pingsan, tapi pegangan tangannya terlepas dari kaki Rania, dengan cepat Fathan kembali ke posisi Rania, dan menarik tubuh Rania, untuk keluar. Akhirnya Fathan berhasil, membawa tubuh Rania keluar dari mobil, baru saja beberapa langkah, terjadi ledakan besar pada bangkai mobil Faiz.Dhuar!...dan bersamaan dengan itu, dua mobil ambunlance dan mobil polisi datang ke lokasi kecelakaan.Beberapa menit kemudian, Fathan dan Rania sudah terbaring di brankar rumah sakit Harafa Hospital, dokter sudah memeriksa keadaan Rania dan Fathan, keduanya masih tak sadarkan diri.Sesaat kemudian, Fathan tersadar dari pingsanya.dan tatapannya menangkap seorang perawat yang tengah membetulkan letak infusnya.“Suster, bagaimana keadaan Rania?”tanya Fathan.“Bu Ran
Di rumah Larasati, wanita itu sibuk mempersiapkan pesta kecil untuk pernikahan Faiz dan Rania, hanya tetangga terdekat yang diundang, wanita yang berusia 60 tahun, itu terlihat semringah, ia berharap rujuknya Faiz dengan Rania, akan membawa kebahagian bagi putranya, yang beberapa bulan ini tampak murung, dan tak bergairah untuk hidup. Berbanding terbalik dengan Safa, sejak kepergian Faiz dari rumah, ia justru terlihat gelisah, ia tahu saat ini hanya ada dua kemungkinan, Faiz menikahi Rania, dan membebaskan Abela, atau Faiz, tidak jadi menikahi Rania, dan papahnya itu ditangkap polisi.Bagi Safa, keduanya sangat menyakitkan, ia berdiam diri di kamar, hingga ketukan pintu terdengar.“Safa, keluarlah, bantulah Oma,”suruh Larasati“Iya Oma.”Safa membuka pintu dan mendapati Larasati di depan pintu.”kamu kenapa sih, malah murung, sebentar lagi Papah dan mamahmu datang, kita harus sambut mereka.”“Iya Oma,”Jawab Safa datar, lalu keluar kamar.***Sementara itu, Fathan sudah stay dijalan,