Rania sudah duduk di kursi sebuah ruangan, hari ini ia mendapat panggilan dari Pak Fahri kepala HRD RS Medika Internasional.
Pak Fahri telihat memasuki ruangannya, dengan wajah angkuhnya, pria yang merasa berkuasa itu duduk di kursi kebesarannya. Menatap Rania lekat seakan matanya sedang menelanjangi tubuh wanita yang sedang duduk dengan menunduk itu.
“Rania..” panggil Fahri.
Rania baru mengangkat wajahnya, “Iya Pak.” jawab Rania singkat.
“Aku sebenarnya ingin membicarakan masalah pribadi denganmu,” Fahri ragu dengan ucapannya, ia menjedanya dan itu membuat Rania penasaran.
“Masalah pribadi?”
“Kamu sekarang sudah berstatus janda ‘kan, mau kan nanti setelah sepulang dari kerja ikut aku, makan malam berdua,” ajak Fahri.
“Maaf Pak, saya tidak ada waktu untuk makan malam, saya mengikuti kelas memasak selepas kerja setelah itu pulang beristirahat.”
Satu minggu sudah Rania bekerja di restoran, sebagai pramusaji. Saat ini ia sedang sibuk melayani pengunjung dari meja ke meja, sesekali tangannya mengusap peluh di keningnya. Dan ia tak menyangka siang itu Dinda, Larasati dan juga Kinan ada di salah satu meja restoran. Sebenarnya Rania mau menghindari tapi apa boleh buat, tidak ada karyawan lain yang menggantikannya, dengan perasaan kacau dan kesal ia menghampiri meja dimana tiga orang yang dibencinya duduk.“Rania...jadi kamu menjadi pelayan restoran,” ucap Larasati.“Woow sebuah kejutan mantan kakak ipar yang melayaniku,” timpal Dinda tak kalah ketus.“Sudah kuduga, kamu kembali ke kastamu, bercerai dengan Faiz,” sela Larasati.“Rania, besok datang ke pernikahan Mas Faiz dan aku, Safa sudah mengantarkan undangannya ‘kan?”“Aku pasti datang, kalian akan makan apa, cepatlah pesan,” Rania menyodornkan daftar menu ke atas meja.Kinan meraih daftar menu. ”Restoran ini langgananku, biasanya pramusaji sudah tahu apa yang akan aku pesan,”
Faiz dan Kinan menebar senyum dan tawa bahagia, Rania mencoba bersikap tenang, sesekali berbicara dengan tetangga Larasati yang menanyakan kabarnya, banyak dari mereka menyayangkan sikap Faiz.“Mba Rani, aku nggak habis pikir ternyata Faiz, bisa mengkhianati berselingkuh dengan Kinan, setahuku dulu Kinan menjadi kekasih Faiz, tapi Kinan memilih pergi merantau, sudah bagus menikahi Mba Rani, yang mau menemani Faiz dari belum menjadi siapa-siapa sampai sekarang bekerja di kantor pemerintahan,” ujar seorang ibu.“Mungkin kami hanya berjodoh sampai tujuh belas tahun pernikahan,” jawab Rania Datar.“Tapi, Kinan sekarang menjadi wanita sukses punya usaha butik dan salon, tentu saja Faiz lebih memilih Kinan,” tukas seorag Ibu satunya.Daripada mendengar ocehan ibu-ibu yang tidak ada gunanya Rania memilih berrpamitan pergi.Langkah Rania menuju luar ballroom, matahari tepat di atas kepala, hari ini Rania izin tidak masuk kerja, dan setelah pulang dari acara pernikahan mantan suaminya, Rania
Tak bisa digambarkan bahagianya Rania atas permintaan Bu Fatma, dipercayai menjadi asisten cheff di restoran berbintang adalah suatu keajaiban bagi wanita sederhana seperti dirinya. Senyum terus mengembang di wajah Rania, ketika jalan yang terasa sulit seakan dibuka bergitu lebar.Masih ada orang-orang baik di antara orang–orang jahat, itu kehidupan. Dan Rania semakin tahu bagaimana harus menyikapi kehidupan, keterpurukan, kesulitan adalah bagian dari pelajaran hidup.Sementara Joko mengebrak meja kerjanya, setelah Fatma, pergi.“Sial Bu Fatma selama ini tidak pernah mencampuri keputusanku, dan saat ini merusak segalanya, ternyata Rania adalah murid kelas memasaknya,” gerutu Joko dengan wajah masamnya.***Siang itu Rania menjalankan tugas pertamanya sebagian asisten cheff, baju khas putih dan penutup kepala khas seorang cheff. Dengan sedikit arahan dari kepala cheff, Rania sudah paham dan mengerti.Tepat di jam makan siang restoran begitu ramai, dan kebetulan dapur dipegang oleh s
Rania meletakkan cangkir di atas meja, menatap dalam Fatma yang tampak mengeryitkan dahi.“Dokter Fathan mencurigai sesuatu Bu Fatma, satu minggu sebelum kecelakaan terjadi, Pak Bima mengrim surel pada Dokter Fathan, sebenarnya Pak Bima, menyesal menikahi Kinan, dan berniat kembali rujuk dengan Bu Fatma, tapi sayang sebelum niat itu terwujud maut lebih dulu menjemput.”“Benarkah Ran. “Rania mengangguk, Fatma meneteskan air mata, ia tak menyangka di akhir hidup Bima, pria itu menyesali perbuatannya. ”Lalu Ran, apa yang membuat Fathan curiga.”“Dalam darah Pak Bima ada kandungan obat tidur, jika Pak Bima sengaja minum obat tidur, tidak mungkin ‘kan, ia menyetir mobilnya sendiri?”Fatma kembali menarik napas dalam, dadanya terasa sesak, mendengar pernyataan Rania.“Kamu benar Ran, apa mungkin Kinan pelakunya, waktu di restoran malam itu, Bima datang sendiri.&rd
Fathan berdiri bersandar di depan mobil sedannya, tampak ia sedang menunggu seseorang, tak berselang lama, seorang wanita yang mengenakan rok sebatas lutut dipadukan blouse berlengan pendek, keluar dari rumah yang sekaligus tempat kelas memasak.Wanita itu langsung mengulum senyum, ketika tahu ia ditunggu oleh seseorang yang dua minggu ini tidak dijumpainya.“Dokter Fathan, Anda sudah kembali dari Malaysia?”“Hemm dan kamu apa terlalu sibuk, hingga mengangkat panggilanku tidak sempat,” protes Fathan.“Maaf Pak Fathan, saya memang sibuk, disaat kerja menjadi asisten cheff, saya mematikan ponsel, dan terus lanjut ke tempat kelas memasak,” jawab Rania.“Aku akan mengantarmu pulang, sekalian aku ingin berbicara serius, tentang pekerjaanmu.”Rania tidak menolak ajakan Fathan, ia pun masuk ke dalam mobil dan duduk jok sebelah Fathan.Mobil berlahan melaju menuju jalan utama. Rania masih terdiam, menunggu dokter tampan itu berbicara.“Kembalilah bekerja di rumah sakit, aku sudah tahu yang s
Safa turun di depan rumah mewah barunya, rumah bergaya klasik yang bertempat di pemukiman elit itu tampak berkelas, tapi entah mengapa gadis itu seperti enggan menapakan kakinya setiap kali memasukinya, mungkin saat ini ia baru merasakan kehilangan sosok yang begitu tulus menyayanginya siapa lagi jika bukan Rania.Gadis berusia hampir sama dengan Safa berlari menghampiri Safa, seakan tak sabar ingin memberitahukan sesuatu.“Safa, kamu dari mana?” tanya Nayla, di tangannya memegang sebuah ponsel, baru masih terbungkus kardus warna putih.“Aku tadi menemui Mamah Rani,” jawab Safa.“Lihat Safa, aku dibelikan Papah ponsel baru, ini merk termahal, kamu tahu harganya hampir sepuluh juta,”“Apakah aku juga dibelikan Nay,” wajah Safa berbinar sambil melihat ponsel baru milik Nayla.“Sayangnya tidak, kata Papah ponselmu masih bagus,” sahut Nayla sambil mera
Larasati menarik travel bag, yang berisi pakaiannya, menuju kamar tamu yang ditunjukkan asisten rumah tangga. Kamar berukuran besar dengan kamar mandi di dalam, membuat nyaman wanita baya, yang langsung merebahkan diri ditempat tidur.“Siapa namamu?” tanya Larasati.“Ratmi, Nyonya.”“Ratmi, bawakan aku sarapan, dan teh, bawa ke kamar ya!” perintah Larasati.“Iya Nyonya,” jawab asisten rumah tangga yang berusai 40 tahuan itu.Larasati berlagak seperti nyonya besar, sepanjang waktu di rumah Faiz yang baru, sepanjang siang ia berendam di kolam renang, semua keperluannya disiapkan asisten rumah tangga.“Ahhh beruntung sekali Faiz menikahi Kinan, akhirnya putraku mempunyai rumah besar yang ada kolam renangnya,” ucap Larasati pada dirinya sendiri.Sementara itu, Safa menemui Rania di Restoran Kemuning.“Safa, kamu makan dulu ya, Mamah masih berkerja, satu jam sel
Malam itu Faiz pulang larut, Larasati sudah menunggunya di teras rumah, sambil mondar-mandir ia bermaksud mengadukan sikap Kinan pada dirinya siang tadi, Larasati tidak terima dituduh mencuri uang Faiz. Mobil avansa milik faiz, berhenti di garasi rumah, terlihat pria itu turun dari mobil, wajahnya terlihat letih dan lelah.“Ibu, kenapa diluar, udara dingin, nanti Ibu masuk angin,” ucap Faiz, sambil berjalan ke arah ibunya.“Ibu mau bicara denganmu, duduklah sebentar,” suruh Larasati sambil menarik tangan Faiz dan menyuruhnya duduk di kursi teras.“Ada apa?”“Siang tadi, aku masuk ke kamarmu dan mengambil uang dari almari pakaianmu, tapi Kinan marah, ia menganggap ibu mencuri, biasanya ‘kan seperti itu, ibu selalu mengambil uang dari almari, dulu Rania tidak keberatan jika aku mengambil uangmu,” protes Larasati kesal.Faiz menatap sang ibu dengan ekpresi datar. ”Jangan samakan Rania dan Kinan, Bu. Jelas beda Kinan itu wanita perkerja, ia merasa apa yang ada di rumah ini juga miliknya,