Pov IbuSebagai seorang Ibu tentu aku juga sangat mengharapkan kehadiran seorang cucu apalagi Firman telah berumah tangga dengan Yunita sudah 3 tahun lebih, waktu yang terbilang sudah cukup lama, karena faktanya banyak pasangan yang baru beberapa bulan menikah saja mereka sudah hamil. Di saat aku berkumpul dengan teman-teman arisan, mereka juga terkadang membawa serta cucu mereka, mereka juga selalu menanyakan kepadaku, "mana cucumu? Umur kita sudah tak lagi muda lho, apalagi yang kita tunggu selain kehadiran cucu untuk menghibur kita di masa tua." Ucapan beberapa teman-temanku membuatku kesal, kemudian meluapkannya pada Firman dan juga Yunita, kapan mereka akan punya anak. Jadi kan aku bisa sesekali membawanya di saat arisan atau berkumpul bersama teman-temanku.Firman selalu berkata, sabar. Sabar. Tapi mau sampai kapan? Aku yang tadinya begitu menyayangi Yunita sebagai anak mantu pun perlahan luruh karena Ia tak juga kunjung hamil. Hingga suatu hari Laras mengenalkan temannya bern
Setelah aku panjatkan doa, aku pun pamit, meski aku seolah berbicara sendiri, tapi aku yakin Mas Umam mendengarnya.Sesampainya di rumah aku tiba-tiba punya ide untuk makan malam di luar bersama Firman dan Laras, aku juga ingin mengundang Tania. Entah kenapa jika bersama Dia, dengan sikap manjanya aku justru senang, merasa di perlukan sebagai sosok Ibu. Berbeda dengan Yunita Dia memang menantuku, tapi sikap mandirinya seolah tak membutuhkan Aku sebagai Ibu mertuanya."Tania kamu masih singel?" tanyaku pada Tania kala itu. "Masih singel Tante, belum Nemu yang cocok," sahutnya."Maklumlah Tante, Tania sibuk kerja, jadi urusan pasangan nomor sekian." Tania wanita pekerja, Dia cantik, dan seorang model, berbeda dengan Yunita yang hanya bisa mengandalkan penghasilan Firman anakku. Dari itu aku bisa menyimpulkan kalau Tania layak bersanding dengan Firman, semoga dengan Tania, Firman bisa segera mendapatkan keturunan, bukankah seorang laki-laki boleh beristri lebih dari satu."Kalau kamu j
Pov Ibu."Silahkan kamu pulang, biarkan saya bicara dulu dengan Firman!" sahutku cepat, membuat wajah Tania berubah masam. Aku tak ingin Dia berlama-lama di sini. Apa yang aku lihat tadi sudah cukup jelas, seorang wanita baik-baik tak akan mau melakukan hal seintim itu di tempat umum.Aku mencoba mengusir secara halus gadis yang sejak tadi menatapku penuh arti. Aku paham Dia mungkin bingung dan meminta penjelasan kenapa tiba-tiba sikapku berubah.Aku balas menatap gadis cantik yang tadinya aku begitu menyukainya, namun sayang itu sebelum aku melihat sikap centilnya pada laki-laki lain, harusnya Dia bisa menjaga diri, setelah Dia menyanggupi permintaanku hendak menjadikan dirinya menantu, seharusnya Dia bisa menjaga sikap dengan laki-laki lain.Tapi ternyata Dia begitu ganjen dengan laki-laki lain, yang mungkin saja itu pacarnya, aku pun tak tahu.Beberapa saat kami saling tatap, hingga akhirnya Tania meminta ijin untuk ke toilet, sebisaku menahan gejolak di dalam dada, aku tak ingin
"Stop! Ibu! Jangan asal nuduh, Yonya Ratih!" Tania memicing. Sesaat kemudian sudut bibirnya tertarik ia tersenyum sinis yang lebih tepatnya sebuah seringaian."Heemm haha Ibu lupa? Kalau status saya dan Kak Firman belum juga ada kejelasan? Mana janji Ibu untuk mendekatkan kami, dan segera mengadakan pernikahan untukku aku dengan Kak Firman? Mana?! Mana?! Nyatanya Kak Firman begitu sulit kuraih, hidupnya seolah hanya berpusat pada istrinya yang mandul itu?! Lalu aku harus menunggu ketidakpastian ini dengan berdiam diri dan menutup diri dari semua laki-laki?! No! Aku bukan wanita bodoh seperti Yunita mantu Ibu, yang masih terus bertahan walau ibu mertuanya telah menghadirkan calon madu untuknya, Aku nggak bisa Bu! Aku pun punya kebebasan untuk jalan dengan siapapun selama aku belum terikat pernikahan dengan putra Ibu!"Tania seperti kesetanan, Dia bahkan berkata dengan mata melotot, seolah tak mau kalah."Nggak punya sopan santun!" sentakku sambil menunjuk wajahnya. Hilang sudah rasa su
Pov IbuAku pun mengangguk dan mulai memejamkan mata. Mungkin benar aku harus istirahat, nanti jika aku sudah merasa lebih sehat, baru aku bicara pada Yunita dan Firman. Ketika aku terjaga, perlahan aku buka mata ini, suasana sudah sepi, sunyi, hanya jam dinding yang berdetik memecah keheningan. Jarumnya menunjuk ke arah angka 1 dini hari.Terlihat Laras sudah terlelap di bangku samping ranjang rumah sakit, kepalanya bertumpu pada tangannya sendiri yang dijadikan bantal. Di sofa panjang, terlihat Firman pun terlelap, dan Yunita juga tidur dengan bersandar di bahu Firman. Mereka semua terlelap dalam damai malam ini.Hingga tiba-tiba kandung kemihku terasa penuh, aku baru ingat belum buang air kecil saat di toilet dengan Tania malam tadi. Perlahan aku beringsut bangkit dari ranjang. Kemudian pelan aku turunkan kaki ini menginjak lantai rumah sakit yang terasa begitu dingin. "Ibu! Ibu mau kemana?" Seketika Aku menoleh ke arah sumber suara itu. Yunita mengerjapkan matanya, memperhatikank
"Maafkan Ibu, Nak," ucapku lirih. Yunita pun mengangguk. Sesaat kemudian Ia mendekat dan memelukku erat."Maafkan Yunita juga ya, Bu. Maafkan Yunita, yang tidak sempurna ini," bisiknya lirih di dekat telingaku. Aku mengusap lembut punggungnya yang bergetar. Kemudian mengurangi pelukan."Kamu cantik dan sempurna, Sayang. Ibu yang salah. Kamu dan Firman saling mencintai, betapa Ibu sangat berdosa karena mengharapkan perceraian diantara kalian, Ibu mohon maafkan Ibu." Gadis cantik yang dulu kami minta langsung pada orangtuanya kini masih terisak. Betapa aku yang sudah keterlaluan. Apa yang harus aku sampaikan pada besan nanti, jika kami bertemu. Apakah Yunita telah mengadu pada Mama dan Papanya."Terimakasih, Ibu sudah mau berubah, dan menerimaku kembali seperti dulu, Bu," isaknya."Ibu! Yunita! Kenapa kalian menangis?" tanya Firman yang tiba-tiba bangun, mungkin karena mendengar suara Isak tangis kami berdua.Sontak kami berdua menoleh ke arah Firman, yang masih mengucek matanya."Janga
Pov LarasAku Larasati. Menjadi adik dari Kak Firman yang tampan, tentu membuatku memiliki kebanggaan tersendiri memiliki seorang Kakak laki-laki tampan, mapan, juga sangat penyayang. Saat Kak Firman memutuskan untuk menikahi Kak Yunita tentu ada rasa cemburu dari dalam hati ini. Sebagai seorang adik, aku merasa patah hati, ketika melihat Kakakku kini telah menentukan pilihan untuk meraih bahagianya.Walaupun memang itu sudah menjadi kodrat setiap manusia untuk hidup bahagia dengan pasangan halalnya. Tapi tetap saja rasa cemburu itu ada, aku khawatir setelah menikah nanti, Kak Firman tak lagi dekat denganku, tak lagi memenuhi apa yang aku inginkan, tak ada waktu untuk selalu bersamaku. Dan berbagai alasan lainnya yang aku khawatirkan.Cukup lama aku terdiam kala itu, di saat hari pernikahan Kak Firman dan Kak Yunita di gelar pun, aku menampilkan senyum bahagia, namun sebenarnya hati ini terselip rasa cemburu, entahlah mungkin orang bilang cemburu ini tak beralasan, tapi itulah kenyat
Pov Laras.Hari terus bergulir, hingga hari ini, aku mendapatkan pesan dari Ibu, kalau hari ini beliau meminta kami. Aku, Kak Firman dan juga Kak Yunita untuk makan malam disebuah restoran. Aku sedikit heran karena tak biasa Ibu mengajak kami makan di luar, Padahal biasanya, jika Aku atau Kak Firman mengajak Ibu makan keluar, Ibu sering menolak, beliau lebih suka makan di rumah, lebih leluasa katanya.Walaupun dalam hati ini meragu karena ternyata Ibu juga mengajak serta Tania, aku pun menyanggupinya untuk datang, sepulang dari kantor aku langsung menuju ke restoran yang sudah ditentukan Ibu. Dalam hati ini juga ada rasa was-was. Takut Ibu akan membahas rencananya yaitu menjodohkan Kak Firman dengan Tania.Jika benar itu yang akan Ibu katakan, aku akan langsung bersuara. Tidak setuju. Bahkan saat itu juga aku akan langsung bongkar tabiat asli Tania itu seperti apa. Agar Ibu tidak terus menerus harus menekan Kak Firman lagi.Aku berusaha untuk menyelesaikan pekerjaanku agar lebih cepat