"Sial banget sih."
Tak pernah terbayangkan oleh Adrian akan bermain solo sekali lagi. Rasanya menyakitkan, tidak ada pria manapun yang mau.
Ingatan Adrian waktu pertama kali bermain solo tanpa diundang menari-nari di kepala, waktu itu gara-gara Bi Inah memanggil Naomi dan mengacaukan aktivitasnya. Sekarang, dia harus bermain sendiri lagi karena Naomi datang bulan. Berapa hari wanita datang bulan saja Adrian tidak tau. Sungguh membuatnya frustasi.
Dengan tubuh yang masih basah dan bagian intimnya dibaluti handuk, Adrian berdiri menghadap cermin dan menyeka permukaan cermin tersebut yang beruap agar pantulan tubuhnya kelihatan semua dengan jelas.
Tampaklah sosok sempurna Adrian yang menjadi incaran setiap wanita, tapi dibalik kesempurnaan itu, sesungguhnya Adrian nol besar soal wanita.
"Apa aku tanya langsung sama Naomi, berapa hari biasanya dia kedatangan b
Mesin mobil sudah dimatikan dari beberapa menit lalu, tapi Adrian masih duduk dengan gelisah dalam mobilnya yang terparkir di salah satu mini market.Turun... Tidak... Turun... Tidak.Dia seperti orang bodoh yang menghitung kancing baju, sebelum mengambil keputusan untuk turun atau tidak dari mobil. Tapi kalau tidak turun, bagaimana dia akan membelikan pembalut untuk Naomi? Ah, kenapa hari ini dia sial sekali? Tidak ke kantor karena ingin bersenang-senang dengan Naomi seharian, tapi apa yang dia dapat?Menyebalkan.Melihat ada seorang anak laki-laki masuk ke minimarket, Adrian terpikir untuk menyuruh anak itu saja yang membelikan. Tinggal beri dia uang untuk beli pembalut dan upah.Oke, begitu saja.Adrian tersenyum puas. Dia tak perlu mempermalukan dirinya dengan masuk dan membelikan pembalut."Hei Dik. Bole
"Mas, kamu yakin kita mau tidur seperti ini?"Untuk ke sekian kalinya Adrian dibuat mendesah. Kenapa Naomi tidak bisa sebentar saja tak mengganggunya? Ia ingin tidur, walaupun belum tentu akan senyenyak biasanya.Ya, Adrian menahan diri dengan tidur di sofa yang ia bawa dari ruang tamu. Sedangkan Naomi tidur di kasur sendirian."Sofa itu kecil, Mas. Kalau kamu bergolek terus jatuh ke lantai, gimana?" Naomi bertanya karena khawatir. Lagipula, masa harus sebegitunya sekali? Hanya karena ia datang bulan, Adrian menjaga jarak darinya."Naomi, tidur aja deh, jangan ganggu aku."Mengerucut bibirnya, Naomi masih memikirkan cara agar supaya Adrian mau berpindah tidur ke kasur."Aku bukannya ganggu, tapi aku khawatir sama kamu, Mas. Lagipula aku udah berganti baju kok." Naomi memakai alasan bajunya yang sudah diganti dengan piyama, supaya Adria
"Naomi, kamu bilang tidak bisa jauh-jauh dari aku?" Suara Adrian menahan langkah Naomi yang bergerak menjauhinya.Tadinya mereka sedang duduk sofa ruang tamu menonton acara televisi, sinetron ikan terbang yang judulnya Ku Menangis. Naomi merasa bosan karena tak suka drama dengan tipe-tipe gadis yang teraniaya, tapi anehnya Adrian malah suka. Suaminya itu begitu menikmati, sampai tak berkedip sama sekali.Makanya Naomi memutuskan ingin menggedor kamar Elang, atau kalau pun anak itu tak menyadarinya, dia akan menyelinap masuk ke kamar putra sambungnya itu. Mungkin bercerita dengan Elang lebih asyik. Tapi, Adrian menahan langkahnya."Emang sih, Mas. Tapi aku nggak suka karena kamu nonton sinetron begituan. Aku tuh lebih suka nonton drama yang gadisnya energik, ambisius dan cantik. Kayak aku.""Tapi kan pemeran prianya ganteng, tampan, CEO pula. Kayak suami kamu ini." Adrian menyengir h
Tok... Tok... Tok..."Nyonya, di bawah ada tamu." Wajah Bi Inah tampak tidak biasanya saat dia berbicara dengan Naomi, semacam ada kekhawatiran atau gugup, entahlah.Naomi yang baru bangun siang hari itu, bahkan rambutnya masih acak-acakan, dibuat bingung. Siapa yang dibilang Bi Inah sebagai tamu? Selama ini di rumah mereka memang tak pernah kedatangan tamu."Siapa, Bik?" tanya Naomi. Dia tak punya bayangan sama sekali."Mantan ibu mertuanya Tuan Adrian." Bi Inah menyahut pelan serupa berbisik seraya melirik ke belakang, khawatir kalau tiba-tiba orang yang sedang dia bicarakan muncul tanpa aba-aba.Kening Naomi jadi berkerut. "Ngapain dia ke mari ya, Bik?"Menggeleng pelan. "Bibik juga tidak tau, Nyonya. Ada baiknya temui saja.""Bibik udah telpon Mas Adrian? Kali aja ibu mertuanya sudah janjian mau ke mari?"
"Mas, kata Bi Inah, kamu nggak suka banget sama ibu mertua kamu ya?"Naomi dan Adrian sedang duduk bersandar di kepala ranjang. Adrian sibuk mengotak-atik sesuatu di laptopnya sedang Naomi hanya jadi penonton sembari otaknya berpikir keras, antara dia mau bilang tentang kedatangan neneknya Elang atau tidak memberitahu saja.Mendengar kata ibu mertua, Adrian langsung menghentikan pekerjaannya di laptop, dan menoleh ke arah Naomi. Selama ini saja dia tak pernah menceritakan tentang masa lalunya bersama mantan istri. Kenapa Bi Inah? Ah, cari masalah saja."Ngapain Bi Inah bilang begitu sama kamu?" tanya Adrian, ada nada geram dalam ucapannya."Aku yang nanya, Mas.""Kenapa kamu tiba-tiba nanya? Selama ini kamu nggak pernah komplain walaupun aku nggak cerita, kan?""Ya, aku nanya, karena ibu mertua kamu tiba-tiba datang ke sini. Aku pikir, dia datang setela
"Cari siapa ya?" Naomi bertanya pada pria yang berdiri membelakanginya.Wajah ayu wanita muda itu dibuat berkerut sana-sini. Heran. Seingatnya, baru 3 hari lalu ibu mertua Adrian yang juga merupakan nenek dari Elang datang ke rumah ini, dan sekarang ada lagi seorang pria yang datang ke rumah tanpa pemberitahuan lebih dulu.Apa dia juga bagian dari keluarga ibu mertua Adrian yang berniat untuk mengambil Elang? Oh iya, soal kemarin itu, Elang sudah bercerita pada Adrian kalau kedatangan neneknya adalah untuk membujuknya menginap di rumah sang nenek, sama artinya dia ingin mengambil alih Elang dari Adrian, bukan?Ah, tidak-tidak. Naomi menggeleng kecil kepalanya menepis pemikiran buruknya.Pria tersebut memutar badannya menghadap Naomi, dan untuk beberapa saat mereka saling pandang dengan pandangan yang sangat dalam. Seolah sedang saling menyelami hati masing-masing. 
Heuuuh.Naomi duduk di pinggir ranjang dengan kedua tangan bersidekap ke dada, dari mulutnya keluar helaan nafas. Ia tak habis pikir, bagaimana bisa tidak ada satu pun foto mantan istri Adrian yang tersisa di rumah ini. Ia cek kembali di album foto yang ditemuinya kemarin, ia juga sudah menggeledah seisi kamar Adrian, tak juga ketemu.Segitunya Mas Adrian benci dengan wanita itu? Atau aku tanya Elang saja, tidak mungkin kalau dia juga tak menyimpan foto mamanya, kan?Helaan nafas terdengar lagi. Elang sedang asyik bersama dengan si Leo itu, Naomi malas menyela mereka, lebih tepatnya malas bertemu muka dengan Leo."Apa aku telpon Mas Adrian aja?"Bukan untuk bertanya soal foto mantan istrinya ya, cuma mengajak mengobrol karena Naomi merasa sangat bosan, ditambah rasa penasarannya tak berbuah jawaban.Meraih ponselnya, Naomi kemudian men
"Mas, kayaknya kamu punya masalah pribadi ya sama Leo?"Naomi bertanya bukan tanpa alasan. Dia mendengar jelas tadi ucapan Leo yang seolah menyindir Adrian tentang perebut hak milik orang lain.Apa maksudnya? Apa Adrian pernah merebut hak yang seharusnya jadi milik Leo? Apa yang dimaksud Leo adalah mantan istri Adrian? Apa jangan-jangan wanita itu dulunya adalah kekasih Leo yang direbut oleh Adrian? Atau wanita yang lain lagi? Ah, Naomi kepikiran, makanya dia bertanya saja."Kok kamu tau? Memangnya kelihatan banget ya kalau aku tidak suka sama dia?" Adrian yang tadinya menyantap makan siang dengan tak berselera kini memfokuskan pandangan pada sang istri yang duduk berseberangan.Naomi mengangguk mantap seraya balik menatap dalam sang suami. Tentu saja dia tahu, Naomi bukan anak kecil lagi untuk paham hal-hal begituan."Tadi dia juga menyindir kamu, kan? Me