Malam Tanpa Noda
Drian menatap ponselnya sejak tadi. Prily belum menghubungi atau membalas pesan aplikasi hijau. Biasanya, setiap malam mereka akan melakukan video call. Mengobati rasa rindu dan saling berbagi cerita."Ke mana Prily? Gak biasanya gak kasih kabar."Tangan kekar yang tersemat cincin emas sepuluh karat sebagai tanda pernikahan mereka menghubungi nomor kontak istrinya. Tak ada jawaban dari wanita berwajah boneka.Pikirannya kalut dan hati belum tenang jika, tak melihat wajah Prily sebagai laporan kalau wanita itu baik-baik saja.
"Aku sudah pulang dan sampai rumah."
"Aku lagi makan."
"Aku mau tidur."
Seperti itulah Prily. Memberikan kabar apa saja setelah pulang kerja.
Drian merasa takut dan khawatir karena istrinya bekerja dengan musuh bubuyutan.
Masuk kandang harimau yang sewaktu-waktu akan menerkam mangsa di depan matanya. Drian tak mau itu terjadi.&n
Malam Tanpa NodaPrily kembali duduk di kursi jabatannya, mengingat-ingat percakapan antar Johan dan si penelepon misterius. "Siapa yang dihubungi Johan." Berusaha mencari jawaban selama beberapa bulan ini.Beberapa bukti telah ditemukan Prily. Namun, kali ini berbeda. Ia tak tahu ada orang di belakang Johan. Sudah pasti bukan lelaki licik itu pasti ada lelaki licik lain.Prily merasakan hal yang mencurigakan. Bisa jadi bahaya bagi keluarga Mahendra. Rasa was-was, takut dan khawatir terselimut menjadi satu.Berkali-kali menggigit bibirnya. Ingin rasanya mengambiĺ ponsel Johan dan menghubungi si misterius penelepon."Andai aku punya sadap. Pasti sudah ke temu jawabannya. Sayang, aku tak berpikir hal itu. Pasti akan lebih mudan."Prily!" panggil Johan dengan lantang dari dalam ruangannya."Prily!" panggilnya ke dua kali. Nada terakhir cukup tinggai bagaikan suara toa mushola.Pril
Malam Tanpa Noda"Lepas! Lepaskan aku!" maki Prily. Memberontak agar lelaki itu tak menyentuh atau menyakiti dirinya."Jangan sentuh aku! Tanganmu tak pantas menyentuh kulitku yang mulus. Berengsek!""Kamu telah mengintip. Pasti sedang membuat kejahatan."Siapa yang jahat? Kalian yang jahat!"Tubuh Prily di seret paksa masuk ke dalam rumah. Prily memukul tubuh lelaki bertato burung elang. Tak akan melepaskan lelaki itu."Lepaskan Bajingan!"Tubuh Prily dilempar paksa olehnya hingga bersimpuh di kaki Johan."Ha ... ha ... selamat datang Cantik!" sapa Johan. Menyeringai melihat belahan dada Prily terpapang dari atas. Tubuh Prily tak begitu buruk. Body bak gitar spanyol dan wajah bagaikan boneka bereiPrily, membulatkan mata menatap lelaki di samping Johan. Ia terlihat gugup karena permainannya telah di ketahui Prily.Keringat sebiji jagung menetes di keni
Malam Tanpa NodaPrily ingin mendekati Lily. Melirik Johan agar membantunya. Namun, lelaki itu tak peduli."Johan, apa kamu sudah gila! Dia kesakitan kalau dia mati rencanamu akan gagal." Prily membujuk Johan agar mau membawa Lily ke dokter."Betul juga aku harus membawanya ke rumah sakit bisa gagal rencanaku."Lily merasakn nyeri di bagian perutnya. Mau tak mau harus ikut dengan Johan menuju mobil sedan."Awas kalau kamu berani kabur. Akan aku bunuh suamimu yang bodoh itu!"Johan membawa Lily ke bidan di sebuah kampung."Kita tidak ke rumah sakit?" tanya Prily. Rumah kecil bertulisan bidan."Tidak. Aku tak mau mengambil resiko."Lily hanya diam ketika sang bidan memeriksanya. Wanita berseragam putih dengan hijab merah tak mengerti kode Lily. Mata Lily berkaca-kaca."Memeriksa perut Lily. Degub jantung anak dalam perutnya sehat. Bidan memeri
Malam Tanpa Noda"Aku lihat kamu bertemu Drian di parkiran Mahendra. Apa kalian sudah bercerai?" tanya Drian. Ia tak sengaja memergoki mereka.Wajah Prily terlihat tak suka dengan kehadiran Drian. Johan mendengar percakapan mereka."Aku ingin meletakkan barang-barang ke mobil. Melihatmu dengan suamimu eh maksudku calon mantan suami." Terkekeh sendiri."Oh, biasalah. Namanya lelaki tak mau diceraikan." Prili ikut terkekeh menutupi kegugupannya.Untung saja Prily mengusir Drian kasar dan tak mendekati lelaki itu. Padahal, hati merindu.Johan meneguk habis minuman di tangan kanan, mata semakin memerah, kepala berputar- putar bagaikan komedi putar. Meminum sekali teguk langsung dari botol tersebut. Tenggorokan tak puas meminumnya. Entah apa manfaat dari minuman tersebut hanya membuat seseorang mabuk dan tak sadarkan diri.Prily merasakan hawa yang tak enak. Tatapan dan senyum m
Malam Tanpa NodaJohan terbaring di ranjang tanpa sehelai benangpun. Tubuh kekarnya terekspos. Hanya tubuh tertutup dengan selimut tebal putih. Kepalanya terasa sakit dan berat. Bagian leher belakang nyeri. "Leherku sakit sekali!" Menyentuh bagian tersebut dan memijat perlahan. Memutar ke kanan dan kiri. Mencoba mengingat kejadian semalam juga percuma. Dirinya mabuk berat. Melihat pakaian tak ada di bagian tubuh, Johan berdesis pelan. "Semoga saja bukan pelayan yang aku tiduri." Terduduk di pinggir ranjang untuk sesaat. Bangkit menuju kamar mandi yang tak jauh dari ranjang besar berukuran king. Begitulah sifat laki-laki one stand night, ketika mabuk tak ingat siapa yang telah berbagi peluh dengannya. Ia tak peduli. Asalkan hasratnya selalu terpenuhi. Di kamar lain, masih satu atap dengan Johan. Lily menekuk kedua kakinya, menangis di kedua pahanya. Wajah pucat dan mata tak bisa terpejam. Takut kejadia
Malam Tanpa Noda Drian berencana mengikuti mobil Prily dengan mengunakan mobil salah satu karyawan lain. "Saya pinjam mobil kamu. Kamu pakai mobil saya. Besok kita tukeran lagi," pinta Drian kepada karyawan defisi lain. Wajah lelaki itu mengernyit heran. Kurang apa mobil Drian. Mengapa harus bertukaran dengannya. "Mobil Bapak terlalu mewah. Saya takut." Menundukkan kepala antara mau dan tidak. "Gak usah takut. Saya percaya sama kamu." Memberikan kunci dan surat penting lainnya. "Mana kuncimu?" Akhirnya, lelaki itu setuju. Memberikan kunci kepada Drian. Kapan lagi mengendarai mobil seharga satu miliyar. "Cepat pergi!" "Baik, Pak." Drian memarkirkan mobil avanza merah tak jauh dari istrinya. Sebelum Prily pergi, ia lebih dulu berpamitan dengan alasan Azila dan Afisah mengajak ke mall. Terpaksa lelaki itu berdusta agar bisa melihat dengan siapa istrinya berjumpa.
Malam Tanpa Noda"Bagaimana percintaan kalian kemarin di hotel. Pasti pelayanannya memuaskan," sindir Drian ketika Prily mengantarkan berkas ke meja Drian."Kamu mengikutiku?""Kenapa? Kaget?" Drian tersenyum sinis."Jangan kamu lakukan itu!""Lakukan apa? Bercinta dengan lelaki lain dan status wanita itu masih istri sah.""Iya, tapi ....""Tapi, kamu menikmatinya," potong Drian cepat."Bukan itu. Aku tak bisa menjelaskannya."Drian bangkit dari duduk, kedua tangan memukul meja. Suara terdengar nyaring antara telapak tangan dan benda mati itu."Tak bisa menjelaskannya. Kenapa?" Membulatkan mata. Hati Drian kecewa dan cemburu."Aku ...""Aku tahu pernikahan kita terpaksa. Aku tahun cintamu bukan buatku. Aku berusaha agar pernikahan ini tetap berjalan seumur hidup. Nyatanya, kamu malah selingkuh.""Drian, aku ... minta maa
Malam Tanpa Noda"Drian ini surat pengunduran diri aku. Hari ini aku terakhir bekerja disini." Prilly memberikan surat pengunduran diri di atas meja Drian."Mengundurkan diri bagus kalau begitu setidaknya saya tidak pernah melihat kamu lagi." Tanpa menatapnya. Tangan sibuk melihat ponsel."Aku akan menyelesaikan semua laporan untuk bulan ini karena besok sudah mulai memasuki bulan baru hari ini juga semua akan selesai pada waktunya.""Bagus, lebih baik kamu selesaikan semuanya, segera pergi dari perusahaan Mahendra. Aku akan menggantikan posisi kamu dengan orang lain dan satu lagi. Aku akan mengurus surat penceraian, mengalah untuk kalian. Semoga kamu berbahagia dengan Johan." Membuka Amplop putih dan menandatangani surat itu tanpa berpikir panjang.Lelaki mana yang tak jijik berbagi wanita. Bagi Drian, Prily sudah tak pantas untuknya. Menghianati rumah tangga yang mereka jalanin. Sempat lelaki itu merasa nyama
Malam Tanpa Noda Perut Lily semakin membesar. Mereka sudah melakukan syukuran tujuh bulan dan kini menunggu kehadiran sang buah hati. Fian selalu Siaga. Begitu juga Airi dan Putra. Tak ingin cucu pertamanya mengalami hal buruk. Lily dan Fian kembali ke rumah Mahendra. "Aduh!" teriak Lily melepaskan ponsel hingga membentur lantai keramik putih. Fian menghampiri istrinya dan menutup panggilan begitu saja. "Drian, kita harus pulang!" pinta Prily. "Tidak bisa. Kita baru sehari di sini?" "Kamu tak dengar kalau Lily teriak kesakitan." "Belum waktunya ia lahiran masih satu bulan lagi." "Tapi, aku khawatir sekali!" "Kita hubungi adik kembar. Mereka pasti tahu." Jemari kekar Drian menekan kontak Afisah dan menunggu panggilan terangkat. Dua kali berdering baru diangkat oleh gadis manis yang beranjak dewasa.
Malam Tanpa NodaDua orang sejoli berada di sebuah hotel bintang lima. Sang lelaki berada di atas tubuh wanita. Meliuk-liuk bagaikan ular.Suara mereka bagaikan nyanyian kerinduan. Rindu setelah semua terjadi. Rindu setelah kehampaan menyelimuti. Pikiran negatif selalu menghantui. Kecemburuan membuat Drian tak berpikir jernih.Drian melepaskan diri dan terbaring di samping wanita tanpa sehelai kain. Wanita berwajah boneka bibir manis istri Drian.Prily selamat dari aksi penembakan itu. Walaupun, dirinya koma untuk beberapa hari.Seluruh keluarga Mahendra berdoa kepada sang pencipta agar Prily diselamatkan dari maut.Airi melakukan amal secara besar-besaran meminta doa kepada anak-anak yatim piatu.Prily meletakkan kepala di dada bidang Drian. Memainkan jemari lentik memutar-mutar. Membentuk nama dirinya dan juga lelaki yang dicintainya.“Aku lapar,” rengek Prily.&n
Malam Tanpa NodaTubuh Prily dibawa dengan mobil ambulance. Selama perjalanan tangan Drian tak lepas dari wanita berwajah boneka.Pengorbanan untuk orang tuanya sangat besar. Rela mengorbankan nyawa demi belahan jiwanya."Prily, bertahanlah!"Air mata menetes di pipi lelaki itu. Para medis menawarkan diri untuk mengobati luka Drian."Tidak usah! Selamatkan saja istri saya."Tubuh Prily terkujur kaku bagian perut mengalir noda merah. Tangan petugas menekan bagian itu agar tak kehilangan banyak darah.Semua setok darah sudah dipersiapkan untuk Prily sesuai golongan darahnya. Golongan darah Prily mudah dicari, memudahkan para medis melakukan operasi.--Drian menunggu Prily di ruang tunggu operasi. Gelisah dan takut kehilangan wanita itu. Tak peduli Prily telah mengkhiantinya. Bermain api dengan Johan dan berakhir di tempat tidur.Melihat tubuh
Malam Tanpa NodaSemua serangan Drian tak dapat menyentuh kulit Johan sedikitpun. "Kamu tak akan bisa melawanku." Johan menyeringai. Setiap serangan selalu ditangkis.Kaki kekar Drian menendang ke arah perut Johan hingga lelaki perusak itu terjerembab di lantai, tawa terdengar di bibir Johan.Johan segera bangkit dan memiringkan kepala, Drian hendak menghampiri Johan namun, lawannya mengeluarkan sesuatu dari balik jaketnya.Senyum menyeringai menghampiri Airi. Wajah tampan milik Johan menatap ibu dari anak-anak Mahendra. Menarik wanita itu kasar, Prily hendak menghalanginya namun kalah cepat."Drian!" panggil Airi.Johan menodongkan senjata dengan pelatuk menempel di jarinya. Tersenyum menyeringai, sekali tekan sejata api itu akan meledak dan masuk ke dalam kepala Airi dan napas akan terhenti dalam hitungan detik."Kamu mendekat aku pecahkan kepalanya. Mundur!" Membulatkan
"Kalau begitu. Jauhkan dia dan jangan ganggu wanita itu. Kamu tak ingat berapa umurnya?""Tentu Sayang. Sekarang kita selesaikan semua dan setelah itu kita bersenang-senang."Johan kembali menatap penerus Mahendra."Bawa semuanya ke mari dan habiskan mereka sekarang juga!"Teriakkan Johan menyadarkan Airi. Wanita itu membuka mata perlahan. Makian Drian membuat dirinya sadar sesuatu telah terjadi."Prily ...."Johan menoleh ke arah Airi. "Selamat datang Bunda. Bagaimana tidurmu?"Airi ingin bergerak namun, tubuhnya terikat."Lepaskan aku.""Lepas? Tidak!" Johan menyeringai."Prily, tolong ...."Wajah Prily berubah pucat. Ia tak tega melihat wanita yang telah mencurahkan kasih sayang untuknya.Johan melirik Drian sinis. "Lepaskan wanita ini!"Tali yang mengikat Airi terlepas satu persatu. Airi menyent
Malam Tanpa NodaJohan sangat bergairah melihat hal ini. "Sangat cantik dan memesona," puji Johan. Drian berteriak memaki Lelaki itu dengan segala macam nama binatang. "Jangan sentuh dia!" teriak Drian. Rahangnya mengeras dan wajah memerah. Johan tak peduli tetap berjalan menuju wanita itu. Wanita cantik bagaikan bidadari. "Hentikan Johan! Kamu menyentuhnya akan aku bunuh!" ancam Drian. Wajahnya memerah urat leher terlihat membesar. Napasnya terputus-putus. Satu pukulan menimpa punggung Drian. Lelaki itu tetap bertahan. Johan menghentikan langkahnya, berbalik arah dan menghampiri Drian. Tersenyum menyeringai. Tubuhnya menjongkong menarik rambut belakang hingga rontok."Kamu ancam aku. Padahal, umurmu tak lama lagi. Ha ... ha ...." Menjambak rambut Drian lebih keras."Cuih!"Johan mengusap wajahnya dengan tangan kiri.Anak buah Johan menendang tubuh Drian berkali-k
Malam Tanpa NodaKedua tangan Fian terikat ke belakang, Fian tak sadarkan diri sejak beberapa jam lalu. Johan menatap lelaki gagah dan tampan dihadapannya."Bang ... bangun ...." Drian menatap kakak kandungnya yang belum sadarkan diri sejak beberapa jam. Memastikan keadaan lelaki itu baik-baik saja.Putra juga berada bersama mereka. Tiga lelaki terikat dengan lutut bertekuk di hadapan Johan.Putra juga diculik ketika mengantar kedua anak kembarnya ke sekolah. Fian tak menyadari kalau sang ayah telah diculik oleh mereka."Jangan sakiti anakku, Johan!" ancam Putra menatap tajam lelaki yang telah dianggap keponakan olehnya."Tenang saja Om. Rasa sakitnya hanya sekilas." Tawa mengema di pabrik tua itu."Mengapa kamu lakukan ini, Johan?""Om tak ingat?" Menaikkan satu alis ke atas. "Papaku meninggal karena Om." Kebencian terlihat jelas di mata Johan."Itu buk
Malam Tanpa NodaHari penembusan Lily telah tiba, Fian di temani Faisal menuju pabrik kosong pada malam hari."Om, yakin ini tempatnya?""Tentu saja.""Sepi sekali!""Pabrik ini sudah tak digunakan bertahun-tahun tentu saja tak berpenghuni."Fian mendesah panjang. Kedua tangannya membawa dua tas besar hitam kaluar dari mobil."Om, tunggu di sini," ucap Faisal."Baik, aku akan mencari mereka." Fian berjalan ke arah pintu masuk pabrik.Bulu leher Fian bergidik ngeri. Pasalnya, tempat yang sudah lama tak berpenghuni banyak sekali makhluk halus. Fian membuang pikiran negatif. Tujuannya saat ini adalah menjemput Lily."Tega sekali mereka kalau Lily berada di tempat ini."Fian berjalan hingga berada di pintu masuk pabrik. Pintu itu telah rusak dan tak terbentuk lagi.Suara dering telepon Fian memecahkan pikirannya saat ini. Fia
Malam Tanpa Noda"Sakit!" rintih Lily menyentuh perutnya."Kita ke bidan kemarin. Kamu tahan dulu." Prily menyalakan mesin mobil dan meninggalkan kediaman Johan."Aku gak mau, Prily. Aku ingin Fian." Lily meringis berkali-kali. Mengapa nasibnya seperti ini.Kehamilan pertama adalah hal yang ditunggu-tunggu. Seharusnya, Lily dimanja dan disayang Fian. Namun, ia jadi tahanan."Please! Kamu bersabar dulu. Kita gak mungkin melawan Johan. Keselamatan bayi dan dirimu bisa bahaya.""Aku ingin Fian. Aku ingin pulang," rengeknya bagaikan anak kecil."Sudah, jangan pikirkan hal itu. Lebih baik kita periksa kandunganmu. Bersabarlah!""Aku kangen suamiku. Apa aku salah jika merindukannya. Prily, tolong bebaskan aku!""Tidak bisa. Ini bisa berbahaya. Johan itu nekad."Prily membawa Lily ke bidan. Wajah istri mantan kekasihnya itu pucat dan merintih berkali-kal