Malam Tanpa Noda
Bab 170"Prily, gua mau ngomong sama elu?" Drian menghampiri gadis berwajah boneka yang sibuk di depan laptop."Ngomong aja di sini." Tatapannya ke arah layar dan kesepuluh jarinya mengetik di atas keyboard."Gua harap elu sadar diri." Duduk tepat di depan Prily, hanya meja yang menjadi pembatas mereka."Tolong, kalau ngomong yang jelas. Jangan bertele-tele." Memutar bola matanya malas."Gua yakin elu udah tahu kalau Fian dan Lily itu sudah menikah.""Lalu kenapa?" Tersenyum sinis."Bener' kan dugaan gua kalau elu tahu. Pantesan aja sok romantis di depan Lily. Gak nyangka banget. Dasar pelakor!""Hei, elu bilang apa? Pelakor!" Prily tak menerima ucapan Drian."Emang bener. Udah tahu laki orang di embat juga. Kayak gak ada laki-laki lain aja.""Fian itu milik aku. Lily telah merebutnya.""Kalian belum menikah baru pacaran iMalam Tanpa Noda Bab 171Airi menatap Putra yang terbaring lemah. Wajah suaminya semakin tirus. Semua alat terpasang ditubuhnya. "Ya Allah, sembuhkanlah suamiku. Cintaku dan kekasihku." Airi menghapus jejak bening di pipinya. Tangan Airi mengenggam jemari Putra. Mengecup perlahan dengan sepenuh cinta dan jiwa. Tak ada Putra hidup Airi menjadi hampa. Perawat masuk membawa kantung infus. Menganti kantung infus kosong dengan yang baru. Tersenyum ramah ketika keluar ruangan. Drrt ... drrt ...Suara ponsel Airi bergetar di atas nakas. Mengusap layar dan menekan ikon berwarna hijau. Mengucapkan salam sebelumnya."Halo Ma, Airi sudah di rumah sakit." Mata sembab dan kantung hitam melingkar di matanya. "Mama baru sampai bandara. Nanti, Mama ke sana. Kamu kirim nomor kamarnya.""Iya, Ma. Airi tunggu. Hati-hati di jalan!" ---"Airi ...," sapa m
Malam Tanpa NodaBab 172Sebuah tepukan di pundak membuat Airi terperajat. Menoleh ke belakang memastikan siapa yang telah menyapa. Mata Airi membulat tak percaya dengan pertemuan hari ini. Tak ada hujan dan angin. Orang yang telah lama menghilang kini berada di depan matanya. "Bang Faisal!" panggil Airi tak percaya. "Iya, ini aku." Senyum terukir di bibirnya. Wajah Faisal masih terlihat tampan namun, rambutnya sedikit berubah warna. Hitam bercampur putih. Kumis halus menghiasi wajahnya."Airi, kamu sedang apa di sini. Mana suamimu?" cercanya. Menatap belakang tubuh Airi memastikan sosok lelaki yang telah mengantikannya. "A-aku ...." Faisal menatap raut wajah mantan istrinya. Sepertinya telah terjadi sesuatu. Pucat dan tak bersinar. Senyumnya pudar dan tak nampak kebahagiaan. "Airi, kita duduk di taman itu." Tunjuk Faisal di bangku panjang dekat air mancur.
Malam Tanpa Noda Bab 173Tiit ... tiit ... tiiiiittttttt ...."Dokter, tolong suami.saya!" teriak Airi. Wajahnya panik. Mata mengembun. Para perawat dan dokter langsung masuk melihat keadaan Putra. Pak Joko dan Faisal saling berpandangan. Suara alat deteksi jantung terdengar nyaring. Garis lurus terbentuk di layar. Para perawat datang membawa alat. Mereka mempersilahkan Faisal dan Joko keluar ruangan."Dokter, help my husband," ucap Airi dengan berderai air mata. Dadanya sesak, pasokan udara menjadi terhambat. Penampilanya menjadi kusut."Ayo, Airi kita tunggu di luar," ajak pak Joko merangkulnya. "Papa, kak Putra." Tubuh Airi melemas. Kakinya tak mampu menahan berat badan. "Kita keluar, biar dokter menanganinya." Airi mengelengkan kepala." Aku mau menemaninya." Tatapanya tak jauh dari Putra. "Kita tunggu di luar." Airi masih bergeming menatap Putra y
Malam Tanpa NodaBab 173Tiit ... tiit ... tiiiiittttttt ...."Dokter, tolong suami saya!" teriak Airi. Wajahnya panik. Mata mengembun.Para perawat dan dokter langsung masuk melihat keadaan Putra."Dokter, cepat!"Para perawat dan dokter tak menghiraukan ocehan Airi.Pak Joko dan Faisal saling berpandangan. Suara alat deteksi jantung terdengar nyaring. Garis lurus terbentuk di layar.Beberapa saat kemudian dalam hitungan detik, para perawat lain datang membawa alat. Mereka mempersilahkan Faisal dan Joko keluar ruangan."Dokter, help my husband," ucap Airi dengan berderai air mata. Dadanya sesak, pasokan udara menjadi terhambat. Penampilanya menjadi kusut. Sadar kalau dirinya bukan berada di Indonesia."Ayo, Airi kita tunggu di luar," ajak pak Joko merangkul bahunya."Papa, kak Putra." Tubuh Airi melemas. Kakinya tak mampu menahan berat badan. Ingi
Malam Tanpa NodaBab 174"Fian!" panggil seorang lelaki seumuran Putra.Tubuhnya sedikit gemuk dan memiliki kumis lebat. "Om Marck." Wajah Fian pucat. Melepaskan tangan Prily kasar. Jantungnya berdegup kencang. Rasa panas dingin menjalar ke tubuh.Tatapan laki-laki itu membulat, melihat Fian dengan gadis lain bergandengan mesra. Matanya sempat melihat dari kejauhan. "Kamu sedang apa di sini?" Marck menatap tajam Fian bagaikan pisau yang baru diasah. Menusuk hingga kejantung. N"Mengantar teman pulang, Om." "Siapa gadis ini?" Fian tertawa kecil dan mengaruk kepala." Ini Prily teman Fian sewaktu kecil. Bunda dan ayah juga kenal. Dia pernah tinggal di panti." "Benarkah bu Airi kenal dengannya?" Selidiki laki-laki itu. "Be- benar Om. Tanya saja Drian. Si kembar juga tahu." "Hai Om. Saya Prily. Apa kabar?" Menyodorkan tangan namun, lelaki itu tak meny
Malam Tanpa NodaBab 175Fian menahan rasa asin di mulut, tak ingin membuat Lily tersingung. Akhirnya, satu piring nasi telah habis."Mau lagi?" tanya Lily lembut.Fian mengelengkan kepala cepat. Meminum air sebanyak-banyaknya."Jangan mimpi kalau aku masak enak buat kamu!" lirih Lily dalam hati.Fian menahan lengan Lily." Kamu mau ke mana?""Tidur.""Tunggu aku!"Fian mengikuti Lily melangkah ke lantai atas. Baru saja Fian hendak masuk. Pintu kamar Lily langsung tertutup."Lily, aku mau tidur!" teriak Fian dari luar kamar. Bunyi ketukan pintu berulang kali membuat geram."Tidur di kamar tamu," teriak Lily dibalik pintu."Aku mau ambil baju tidur dan perlengkapan mandi," alasan Fian.Pintu terbuka perlahan, Lily melemparkan baju dan juga peralatan mandi ke arah lelaki yang masih berdiri di depan pintu.&nb
Malam Tanpa Noda Bab 176 "Lily! Lily!" panggil Fian dengan nada tinggi. Masuk ke rumah tanpa mengucapkan salam. Melangkah menuju kamar Lily di lantai atas. "Ada apa?" Lily tahu pasti Fian akan memarahinya. "Apa yang kamu lakukan kepada Prily?" Membulatkan mata ke arah istrinya. "Aku tak melakukan apa-apa." Lily tak menatap Fian. Tatapannya mengarah ke posel. "Kamu sudah menamparnya hingga terluka." "Oh, itu. Kamu tanya ke dia. Apa yang dikatakan kekasihmu itu kepadaku. Wanita terhormat, tapi mulutnya berbisa. Apa dia pikir aku tak punya hati!" maki Lily. Tatapan mereka bertemu sesaat. Lily membuang muka ke arah lain. "Tapi, dia bilang kamu terlebih dulu menyerangnya." "Dan kamu percaya! Tentu saja, kamu percaya. Memangnya siapa aku dan kita." Menekan kata dibagian akhir. "Bukannya seperti itu. Aku hanya ...." "Hanya apa?" potong Lily."Aku ha
Malam Tanpa Noda Bab 177 "Ini nasi goreng pesananmu," ucap Fian. Ketika Prily membuka pintu apartemen."Wah, harum sekali." Membuka pintu dan menutup kembali setelah Fian masuk. Prily menarik kursi untuk Fian dan dirinya. Perlahan membuka tupperware ungu. Aroma nasi goreng mengugah selera. Udang dan baso ikan tertata rapi di atas nasi goreng. Prily mengambil sendok yang tak jauh darinya. Mengambil nasi goreng dan memasukkan ke dalam mulut. "Ehm, enak sekali. Aku suka, pas di mulut." Prily menyodorkan nasi goreng ke mulut Fian. Lelaki itu membuka mulutnya. Mengunyah perlahan dengan tatapan kosong. "Fian, kamu kenapa? Kok melamun." Tatapan Fian masih kosong. Prily melambaikan tangan ke depan wajah kekasihnya." Sayang, kamu melamun?" Fian terkejut ketika bahunya di pukul."Iya, Lily," ucap Fian spontan. "Lily, Kok dia, sih! Aku Prily bukan Lily.
Malam Tanpa Noda Perut Lily semakin membesar. Mereka sudah melakukan syukuran tujuh bulan dan kini menunggu kehadiran sang buah hati. Fian selalu Siaga. Begitu juga Airi dan Putra. Tak ingin cucu pertamanya mengalami hal buruk. Lily dan Fian kembali ke rumah Mahendra. "Aduh!" teriak Lily melepaskan ponsel hingga membentur lantai keramik putih. Fian menghampiri istrinya dan menutup panggilan begitu saja. "Drian, kita harus pulang!" pinta Prily. "Tidak bisa. Kita baru sehari di sini?" "Kamu tak dengar kalau Lily teriak kesakitan." "Belum waktunya ia lahiran masih satu bulan lagi." "Tapi, aku khawatir sekali!" "Kita hubungi adik kembar. Mereka pasti tahu." Jemari kekar Drian menekan kontak Afisah dan menunggu panggilan terangkat. Dua kali berdering baru diangkat oleh gadis manis yang beranjak dewasa.
Malam Tanpa NodaDua orang sejoli berada di sebuah hotel bintang lima. Sang lelaki berada di atas tubuh wanita. Meliuk-liuk bagaikan ular.Suara mereka bagaikan nyanyian kerinduan. Rindu setelah semua terjadi. Rindu setelah kehampaan menyelimuti. Pikiran negatif selalu menghantui. Kecemburuan membuat Drian tak berpikir jernih.Drian melepaskan diri dan terbaring di samping wanita tanpa sehelai kain. Wanita berwajah boneka bibir manis istri Drian.Prily selamat dari aksi penembakan itu. Walaupun, dirinya koma untuk beberapa hari.Seluruh keluarga Mahendra berdoa kepada sang pencipta agar Prily diselamatkan dari maut.Airi melakukan amal secara besar-besaran meminta doa kepada anak-anak yatim piatu.Prily meletakkan kepala di dada bidang Drian. Memainkan jemari lentik memutar-mutar. Membentuk nama dirinya dan juga lelaki yang dicintainya.“Aku lapar,” rengek Prily.&n
Malam Tanpa NodaTubuh Prily dibawa dengan mobil ambulance. Selama perjalanan tangan Drian tak lepas dari wanita berwajah boneka.Pengorbanan untuk orang tuanya sangat besar. Rela mengorbankan nyawa demi belahan jiwanya."Prily, bertahanlah!"Air mata menetes di pipi lelaki itu. Para medis menawarkan diri untuk mengobati luka Drian."Tidak usah! Selamatkan saja istri saya."Tubuh Prily terkujur kaku bagian perut mengalir noda merah. Tangan petugas menekan bagian itu agar tak kehilangan banyak darah.Semua setok darah sudah dipersiapkan untuk Prily sesuai golongan darahnya. Golongan darah Prily mudah dicari, memudahkan para medis melakukan operasi.--Drian menunggu Prily di ruang tunggu operasi. Gelisah dan takut kehilangan wanita itu. Tak peduli Prily telah mengkhiantinya. Bermain api dengan Johan dan berakhir di tempat tidur.Melihat tubuh
Malam Tanpa NodaSemua serangan Drian tak dapat menyentuh kulit Johan sedikitpun. "Kamu tak akan bisa melawanku." Johan menyeringai. Setiap serangan selalu ditangkis.Kaki kekar Drian menendang ke arah perut Johan hingga lelaki perusak itu terjerembab di lantai, tawa terdengar di bibir Johan.Johan segera bangkit dan memiringkan kepala, Drian hendak menghampiri Johan namun, lawannya mengeluarkan sesuatu dari balik jaketnya.Senyum menyeringai menghampiri Airi. Wajah tampan milik Johan menatap ibu dari anak-anak Mahendra. Menarik wanita itu kasar, Prily hendak menghalanginya namun kalah cepat."Drian!" panggil Airi.Johan menodongkan senjata dengan pelatuk menempel di jarinya. Tersenyum menyeringai, sekali tekan sejata api itu akan meledak dan masuk ke dalam kepala Airi dan napas akan terhenti dalam hitungan detik."Kamu mendekat aku pecahkan kepalanya. Mundur!" Membulatkan
"Kalau begitu. Jauhkan dia dan jangan ganggu wanita itu. Kamu tak ingat berapa umurnya?""Tentu Sayang. Sekarang kita selesaikan semua dan setelah itu kita bersenang-senang."Johan kembali menatap penerus Mahendra."Bawa semuanya ke mari dan habiskan mereka sekarang juga!"Teriakkan Johan menyadarkan Airi. Wanita itu membuka mata perlahan. Makian Drian membuat dirinya sadar sesuatu telah terjadi."Prily ...."Johan menoleh ke arah Airi. "Selamat datang Bunda. Bagaimana tidurmu?"Airi ingin bergerak namun, tubuhnya terikat."Lepaskan aku.""Lepas? Tidak!" Johan menyeringai."Prily, tolong ...."Wajah Prily berubah pucat. Ia tak tega melihat wanita yang telah mencurahkan kasih sayang untuknya.Johan melirik Drian sinis. "Lepaskan wanita ini!"Tali yang mengikat Airi terlepas satu persatu. Airi menyent
Malam Tanpa NodaJohan sangat bergairah melihat hal ini. "Sangat cantik dan memesona," puji Johan. Drian berteriak memaki Lelaki itu dengan segala macam nama binatang. "Jangan sentuh dia!" teriak Drian. Rahangnya mengeras dan wajah memerah. Johan tak peduli tetap berjalan menuju wanita itu. Wanita cantik bagaikan bidadari. "Hentikan Johan! Kamu menyentuhnya akan aku bunuh!" ancam Drian. Wajahnya memerah urat leher terlihat membesar. Napasnya terputus-putus. Satu pukulan menimpa punggung Drian. Lelaki itu tetap bertahan. Johan menghentikan langkahnya, berbalik arah dan menghampiri Drian. Tersenyum menyeringai. Tubuhnya menjongkong menarik rambut belakang hingga rontok."Kamu ancam aku. Padahal, umurmu tak lama lagi. Ha ... ha ...." Menjambak rambut Drian lebih keras."Cuih!"Johan mengusap wajahnya dengan tangan kiri.Anak buah Johan menendang tubuh Drian berkali-k
Malam Tanpa NodaKedua tangan Fian terikat ke belakang, Fian tak sadarkan diri sejak beberapa jam lalu. Johan menatap lelaki gagah dan tampan dihadapannya."Bang ... bangun ...." Drian menatap kakak kandungnya yang belum sadarkan diri sejak beberapa jam. Memastikan keadaan lelaki itu baik-baik saja.Putra juga berada bersama mereka. Tiga lelaki terikat dengan lutut bertekuk di hadapan Johan.Putra juga diculik ketika mengantar kedua anak kembarnya ke sekolah. Fian tak menyadari kalau sang ayah telah diculik oleh mereka."Jangan sakiti anakku, Johan!" ancam Putra menatap tajam lelaki yang telah dianggap keponakan olehnya."Tenang saja Om. Rasa sakitnya hanya sekilas." Tawa mengema di pabrik tua itu."Mengapa kamu lakukan ini, Johan?""Om tak ingat?" Menaikkan satu alis ke atas. "Papaku meninggal karena Om." Kebencian terlihat jelas di mata Johan."Itu buk
Malam Tanpa NodaHari penembusan Lily telah tiba, Fian di temani Faisal menuju pabrik kosong pada malam hari."Om, yakin ini tempatnya?""Tentu saja.""Sepi sekali!""Pabrik ini sudah tak digunakan bertahun-tahun tentu saja tak berpenghuni."Fian mendesah panjang. Kedua tangannya membawa dua tas besar hitam kaluar dari mobil."Om, tunggu di sini," ucap Faisal."Baik, aku akan mencari mereka." Fian berjalan ke arah pintu masuk pabrik.Bulu leher Fian bergidik ngeri. Pasalnya, tempat yang sudah lama tak berpenghuni banyak sekali makhluk halus. Fian membuang pikiran negatif. Tujuannya saat ini adalah menjemput Lily."Tega sekali mereka kalau Lily berada di tempat ini."Fian berjalan hingga berada di pintu masuk pabrik. Pintu itu telah rusak dan tak terbentuk lagi.Suara dering telepon Fian memecahkan pikirannya saat ini. Fia
Malam Tanpa Noda"Sakit!" rintih Lily menyentuh perutnya."Kita ke bidan kemarin. Kamu tahan dulu." Prily menyalakan mesin mobil dan meninggalkan kediaman Johan."Aku gak mau, Prily. Aku ingin Fian." Lily meringis berkali-kali. Mengapa nasibnya seperti ini.Kehamilan pertama adalah hal yang ditunggu-tunggu. Seharusnya, Lily dimanja dan disayang Fian. Namun, ia jadi tahanan."Please! Kamu bersabar dulu. Kita gak mungkin melawan Johan. Keselamatan bayi dan dirimu bisa bahaya.""Aku ingin Fian. Aku ingin pulang," rengeknya bagaikan anak kecil."Sudah, jangan pikirkan hal itu. Lebih baik kita periksa kandunganmu. Bersabarlah!""Aku kangen suamiku. Apa aku salah jika merindukannya. Prily, tolong bebaskan aku!""Tidak bisa. Ini bisa berbahaya. Johan itu nekad."Prily membawa Lily ke bidan. Wajah istri mantan kekasihnya itu pucat dan merintih berkali-kal