Raras duduk tenang sambil menunggu dokter spesialis kandungan, rasanya seperti mau disidang, tegang dan cemas. Wisnu tak kalah deg-degan, dia memegang jemari Raras dan memberikan senyum terbaiknya pada istrinya itu.Dokter duduk di depan mereka, menjabat tangan Wisnu dan Raras sekilas. "Kapan haid terakhirnya, Bu?" Raras memandang Wisnu seolah bertanya," kapan aku haid?" Wisnu menggeleng, dia sendiri tidak tau masalah itu. Yang jelas selama mereka menikah, dia tidak pernah mengetahui apa Raras haid atau tidak. Wanita itu dulu juga tidak menunaikan shalat, jadi haid atau tidak, sama saja."Aduh, saya gak tau persis, Dok. Yang jelas, mungkin empat bulan yang lalu, tanggalnya gak tau pasti."Dokter itu geli sendiri, inilah pasien yang paling aneh, haid sendiri tidak tau. Bagaimana mau menghitung usia kandungan dan memprediksi waktu kelahiran."Kapan pertama kali kalian melakukannya?" Pertanyaan itu sebenarnya tidak pantas ditanyakan. Tapi tak ada jalan keluar lain. Dua orang ini benar-
Wisnu sudah pulang ke rumahnya tadi sore. Akhirnya perpisahan terjadi juga walaupun cuma tiga hari. Alangkah lamanya waktu tiga hari itu bagi mereka.Saat ini dia merancang strategi bagaimana cara menyingkirkan dua ular di rumahnya itu. Raras tak habis fikir, kenapa Andini bisa keluar dari tempat rehabilitasi setelah tertangkap dan sudah menjadi pecandu selama lima tahun ini.Saat ini Raras duduk di samping Andini, dia sengaja membuat wanita berambut coklat itu tidak nyaman berada di rumah. Setelah kejadian mengganti seluruh perabot dan menurunkan semua foto dan mengganti dengan foto ibunya, suasana rumah semakin panas.Ayahnya tidak lagi ikut campur, dia lebih memilih menyendiri. Terkadang Raras melihat, ayahnya termangu sendiri setelah mendapati foto ibunya di seluruh ruangan. Mulai dari foto pernikahan mereka, sampai foto keluarga menjelang ibunya meninggal dunia.Ada kesedihan mendalam di wajah tua itu setiap melihat foto mendiang istrinya. Mungkin rindu dan rasa bersalah, bagaima
Ayah Raras mengetatkan rahangnya, dia tak peduli dengan wanita yang bersimpuh memegang kakinya sambil menangis penuh penyesalan. Laki-laki tua itu sangat marah, saking marahnya dia tidak bisa lagi mengucapkan sepatah kata pun. Tak ada kalimat yang bisa mewakili betapa terluka dan kecewanya dia, di tipu mentah-mentah dan dibodohi selama ini. Matanya memandang lurus foto ibu Raras yang terpajang di dinding. Mungkin ini adalah hukuman baginya, yang berbuat zalim pada istri pertamanya. Bagaimana istri keduanya itu bisa setega itu, ternyata kebangkrutannya juga di sebabkan karena istri keduanya itu memelihara pria muda dan memberikan fasilitas yang mewah.Mengingat beberapa menit yang lalu. Tiba-tiba saja foto-foto istrinya itu terletak manis di meja kerjanya, foto yang bahkan sangat menjijikkan, istrinya itu bertingkah seperti ABG yang baru jatuh cinta. Disertai dengan adanya video rekaman pengakuan seorang pria muda yang bahkan umurnya sama dengan Raras.Video itu dikirim oleh nomor tida
Wajah tua dan lelah yang masih terdiam merenung memandang foto mendiang istri pertamanya. Dia adalah Susno, ayah Raras, semua rentetan kejadian di rumah tangganya akhir-akhir ini membuat dia membuka mata bahwa dari awal wanita yang menjadi istri keduanya itu tidak benar-benar mencintainya.Namanya Laksmi, janda cantik yang dikenal sebagai wanita anggun dan mempesona. Disaat dia terpukul dengan kenyataan sang istri mengidap kanker ganas yang mengancam nyawanya, Laksmi yang dulu adalah seorang karyawan dari salah satu perusahaannya itu menjadi tempat bercerita dan berkeluh kesah. Hubungan yang dimulai dengan pertemanan biasa berkembang dengan bibit bibit cinta terlarang. Laksmi semakin sering datang ke rumah sakit dengan alasan menjenguk ibu Raras dan bertingkah layaknya teman.Sifat seakan peduli itu semakin membuat Susno merasa tertarik dan mulai memberanikan diri memperlihatkan hubungannya secara terang terangan dengan meminta izin kepada ibu Raras supaya dia bisa menikah lagi.Ibu
Wisnu mengusap pipi Raras yang sedang tertidur lelap. Wanita cantik itu selalu terlihat cantik dalam situasi apa pun. Wisnu menarik sedikit selimut mereka. Berbisik pelan di telinga istrinya itu. Dia sudah bertekad akan membuat istrinya menjadi soleha dan taat beribadah. Cinta ini tidak hanya berlaku di dunia, dia tidak ingin masuk surga sendiri tanpa Raras. Wisnu berlahan akan membimbing istrinya itu agar lebih taat." Ras, bangun.""Engghh ... jam berapa sekarang?""Jam tiga dini hari.""Masih jam tiga." Raras menarik selimutnya kembali."Iya, kita tahajud dulu.""Masih ngantuk." Raras memejamkan matanya kembali. Wisnu tak menyerah, dia akhirnya melahap kuncup mawar yang merekah milik Raras."Hmmm ... aku bahkan belum gosok gigi." Raras menjauhkan wajah suaminya."Katanya mau bunuh yahudi." Wisnu tersenyum mencubit hidung istrinya gemas. Raras langsung membuka matanya, bangkit dari atas ranjang, tanpa babibu langsung menuju kamar mandi."Ambil wudhuk ya, Ras!"Wisnu tersenyum, Raras
Pagi ini untuk pertama kalinya, mereka sarapan bersama tanpa ada perdebatan seperti biasanya. Ayah Raras terlihat lebih baik walaupun belum banyak bicara. Wisnu menyuap sarapan dengan tenang. Dia bukanlah tipe orang yang bisa memulai pembicaraan lebih dulu jika belum dekat dengan seseorang. Hanya terdengar bunyi dentingan sendok yang beradu dengan piring di ruangan itu."Ayah mau nambah nasi gorengnya?" Raras menyodorkan nasi goreng yang berada dalam mangkok besar. Ayahnya menggeleng."Ayah sudah kenyang." Laki-laki tua itu diam sejenak." Sudah berapa kandunganmu Ras?""Oh? Empat bulan lebih, ayah." Raras cukup kaget ayahnya mengetahui kehamilannya, mungkin kerena perut itu sudah mulai menonjol."Ras, lahirkanlah anak sebanyak mungkin, supaya rumah ini tidak sepi."Raras melirik Wisnu dan dibalas dengan anggukan antusias. Tentu saja Wisnu sangat bersemangat mendengar perintah itu."Ayah mau cucu berapa?" pancing Raras. Dia berusaha membuat ayahnya banyak bicara. Sudah lama mereka tid
Wisnu baru saja menyelesaikan sarapannya. Sebenarnya dia berniat menginap dua hari lagi di rumah Raras, namun pagi-pagi sekali dia mendapatkan telpon dari kampung, Mira mengalami demam tinggi. Dari semalam belum turun turun.Raras menggenggam tangan Wisnu. Memandang suami tampannya itu dengan raut penyesalan."Maafkan aku! Tidak bisa mendampingimu pulang ke rumah."Wisnu tersenyum, mengelus pipi putih milik istrinya."Tidak apa-apa, Ras. Mira hanya demam biasa, lagi pula, tidak baik bagimu jika terlalu sering berkendara terlalu lama, ada bayi yang masih kecil di sini." Wisnu mengusap perut Raras dengan sayang."Kapan kau akan kembali ke sini?" Tanya Raras penuh harap, semakin bertemu dengan suaminya itu malah semakin rindu."Paling lama dua hari lagi, jika Mira sudah sembuh, aku akan langsung ke sini.""Baiklah," Raras menunduk dengan wajah sendu. Berat rasanya berpisah dari suaminya itu."Hei ... sayang." Wisnu mengangkat dagu Raras, mengusap air mata yang meluncur di pipinya. Raras
Raras mengeratka tali yang terikat di tenda dan membantu menancapkannya ke tanah. Sesuai dengan keinginan mereka dulu, bahwa ingin menghabiskan bulan madu di hutan dengan membangun tenda. Semacam camping sederhana dan unik tapi sangat berkesan.Sebenarnya tempat ini tidak juga di kategorikan sebagai hutan yang berbahaya. Lokasinya tidak jauh dari rumah Wisnu, persis berada di atas bukit yang memiliki tebing curam yang dulu sempat ingin di panjat Raras.Awalnya Wisnu menolak aksi nekad istrinya itu, ingin berkemah dalam kondisi hamil. Tapi mendengar rengekannya siang dan malam, akhirnya Wisnu luluh juga. Sebenarnya ada jalan kecil yang bisa ditempuh dengan sepeda motor untuk mencapai bukit itu. Walaupun aga berliku dan sedikit memutar ke balik desa seberang.Tenda sudah terpasang, tenda yang cukup memberi perlindungan bagi mereka. Raras membawa berbagai keperluan selama di sana. Dia lah yang paling semangat saat ini."Ah! Akhirnya selesai." Raras merebahkan diri di atas selembar tikar