"Ha! Adik?" kata Arka mengeryitkan alisnya. "Anda siapa? Memang saya mengenal Anda?" lanjut Arka lagi membuat wanita itu mengerucutkan bibirnya. "Ahh ... kamu, mah! Jahat banget, masa lupa sama aku," keluh wanita itu seraya memukul lengan Arka membuat lelaki itu mengaduh dan menatap tak suka pada perempuan tersebut. "Jangan berbelit-belit, mendingan Anda pergi! Saya tak mengenal Anda, Anda membuat mood saya jadi hancur," sinis Arka bersidekap menatap nyalang ke arah wanita tersebut. "Kamu bener-bener gak inget aku, Ka," ujar wanita itu lalu mengembuskan napas kesal lalu mengangguk."Ahh ... mungkin karna sudah terlalu lama, Ka, tapi bener, kan, aku gak salah kenalin orang. Kamu Arka, kan," cerocos wanita itu membuat Arka mendengkus geram mendengar celoteh perempuan tersebut. "Bisa pergi! Jangan ganggu saya! Saya gak kenal dengan Anda!" ketus Arka malah disambut kekehan wanita itu dan menepuk-nepuk lengan Arka sok akrab sekali pikir Mona yang berjalan mendekati mereka."Dih, kamu
Mona menerima tangan Arumi untuk bersalam. "Aku Mona, istri Mas Arka, bukan adiknya," tuturnya membuat Arumi terkejut. "Wah ... kamu nih bercanda, gak boleh lho nikah sama saudara," sangkal Arumi membuat Mona mendengkus lalu merogoh dompetnya dan sang suami dan mengambil KTP untuk memperlihat pada Arumi. "Sekarang anda percaya, sekarang bisa ansa pergi, saya mau family time," usir Mona menatap kesal ke arah Arumi."Huh, yang sopan jadi orang tuh!" cibir Arumi lalu berlalu meninggalkan mereka, Arka tersenyum kagum melihat sang istri. "Kenapa Mas tatapan aku terus, kesal karna gebetannya diusir," cecar Mona melirik sinis sang suami lalu mengambil Gaia dari gendongan Arka."Hey, tunggu!" kata Arka mengikuti sang istri dan terkekeh kala melihat wajah kesal Mona. "Jangan cemberut gitu, nanti cantiknya hilang lho," ujar Arka dan membuat Mona melirik sekilas dengan sinis dan mendengkus. "Tampilanku memang biasa aja! Puas kamu," sahut Mona sarkatis, lalu mengajak anaknya memilih lagi. "
"Hallo Gaia," sapa Kean yang berada di samping gadis kecil itu membuat Gaia melirik sekilas lalu fokus memilih sepatu lagi. "Ihh ... kok Om dicuekin sih," keluh Kean berjongkok mensejajarkan tingginya dengan anak Arka. "Gaia lagi cali sepatu, Om, jangan ganggu," protes gadis kecil itu seraya mengerucutkan bibirnya, karna Kean memaksa agar Gaia memandang lelaki tersebut. "Jangan cemberut gitu, nanti Om traktir deh," rayu Kean membuat Gaia yang tadi cemberut langsung mengembangkan senyumannya membikin lelaki itu ikut melengkungan bibir seperti bulan sabit. "Janji," kata Gaia menyodorkan kelingkingnya ke hadapan Kean membuat lelaki itu terkekeh dan menautkan jari mereka. "Janji dong, emang Om pernah ingkar janji," ucap Kean dengan nada sombong lalu menggendong gadis kecil tersebut."Peynah." Kean langsung memandang wajah Gaia kala gadis itu mengeluarkan kata tersebut. (Peynah : pernah)"Eh, kapan, Sayang," ujar Kean terus menatap wajah imut Gaia, lelaki itu tak jadi memilih-milik s
"Mama ... sepatu Gaia udah sempit, nanti beliin lagi ya," pinta gadis itu yang kini sudah berusia delapan tahun yang kini menginjak sekolah dasar kelas dua. "Iya Sayang, sekalian kita nanti jalan-jalan di mall," sahut sang Mama membuat gadis itu tersenyum sumringah lalu mencium Pipi Mona. "Abis pulang sekolah ya, Mah." Mona mengangguk sebagai jawaban."Gaia, ayo cepat! Katanya takut terlambat," teriak Arka membuat Gaia lekas menyalimi sang Mama lalu berlari masuk ke kendaraan roda empat milik Papanya. "Jangan terlalu buat Mamamu, kelelahan, Sayang. Lihat perutnya sudah semakin besar, sulit buat bergerak," nasehat Arka kala lelaki itu mulai melajukan kendaraan roda empat tersebut."Iya Papa, Gaia juga tau kok. Tenang aja, nanti pas jalan-jalan aku yang bawa belanjaan," sambut Gaia membuat Arka mengangguk."Inget, jangan lama-lama. Jangan buat Mamamu berdiri terlalu lama oke," ujar Arka lagi yang dibalas anggukan Gaia berkali-kali. "Iya Papa, Gaia tau kok. Gaia, kan sayang Mama sama
"Tolong lepasin, Om ...," pinta Gaia dengan air mata sudah berderai."Hey, jangan nangis. Ini Kak Atha," kata lelaki itu lalu melepaskan kostumnya dan mengulas senyum kala mata Gaia menatap ia dengan berkaca-kaca."Ihh ... Ka Ata jahat," pekik Gaia lalu memukul lelaki itu membuat Atha mengaduh pelan. "Maaf, ya sudah. Sebagai gantinya Kak Atha traktir deh," tawar Atha membuat Gaia mendengkus lalu mengangguk pelan."Sudah dong cemberutnya, jelek tau," ledek Atha membuat Gaia geram dan mencubit lelaki itu. "Eh, adu. Sakit Gaia," keluh Atha dan Gaia tertawa senang. "Biarin! Ka Atanya nyebelin sih," ketus Gaia lalu bersidekap dan melangkah pergi. "Kamu mau kemana," kata itu keluar kala Gaia melangkah."Katanya mau neraktir, ayo cepat! Siap-siap aja isi dompet Ka Ata habis," sahut Gaia membuat Atha terkekeh lalu mengikuti langkah gadis tersebut."Silahkan my princess, kamu mau beli apa," kata Atha kala membukakan pintu alfamart dan Gaia langsung tersenyum sumringah dan berlari mengambil
"Mendarat sampe rumah dengan selamat, bahkan uang di dompetku sampe habis nih. Si Gaia ngerjain habis-habisan," ujar Atha seraya mengeluh lelaki itu mendaratkan bokong di kursi dan menyodorkan struk pembayar yang tadi. Arka langsung mengambil struk pembayaran itu. Ia memandang kertas yang berisi apa saja belanjaan Gaia dan nominalnya. "Dia gak bakal morotin, kalau gak dikerjain duluan. Apalagi dibikin ampe nangis," ucap Arka dengan sinis dan menatap Atha yang hanya menyengir. "Hehehe ... udah kan, keluar dulu ya. Mau lanjutin kerjaan," pamit Atha lalu berlari keluar ruangan Arka. "Dasar!" Cibir Arka lalu merogoh saku yang ternyata handphonenya berdering. "Assalamualaikum, Papa!" pekik Gaia melambaikan tangannya diikuti Mona yang mengulas senyum walau tak terlihat oleh Arka karna yang memegang ponsel adalah Gaia. "Walaikumsalam, kalian sudah pergi," sahut Arka seraya bertanya dan dibalas anggukan perempuan itu."Gaia, itu ada toko buat peralatan bayi, ayo kesana!" ajak Mona, mata
*** "Mama ... kok Mama terus yang beli ini itu, Gaia kapan nih," keluh Gaia, perempuan itu akhirnya lesengan duduk di lantai menunggu sang Mama yang tengah memilih. "Eh, maaf, Sayang. Mama kesenangan liat ini itu buat calon adikmu, ayo abis ini kita beli sepatu dan beli makanan Mama laper nih," ujar Mona membuat Gaia langsung berdiri mengikuti sang Mama untuk membayar belanjaan. "Akhirnya Gaia bisa pilih-pilih sepatu," ujar gadis itu membuat Mona meringis, sang Mama mengikuti Gaia yang melangkah mencoba ke sana dan kemari. "Kalau kamu suka, beli beberapa sepatu, Sayang. Ini sebagai permintaan maaf, Mama," seru Mona lalu disambut pelukan gadis kecil itu dan lekas mengambil beberapa sepatu yang ia coba tadi. "Udah belum Gaia? perut Mama udah bunyi nih, malu," seru Mona membuat Gaia menoleh lalu mengangguk membawa beberapa sepatu yang akan di beli."Biar aku yang baca belanjaan, Mah. Mama bayar sepatu aku aja dulu," ujar Gaia membuat Mona mengangguk dan memberikan belanjaan milikny
"Kalian ayo cepat pesan, katanya udah laper pake banget, kan," ujar Aurel yang dibalas anggukan Gaia, gadis itu tengah memilih makanan yang akan di pesan lalu bilang pada Aurel. "Udah itu aja, Gaia?" tanya Aurel sekali lagi lalu dibalas anggukan mantap Gaia. "Kalau kamu apa nih, Mon. Gaia udah milih tuh, jangan sungkan sama aku mah, ayo milih atau mau aku pilihkan," celetuk Aurel yang dibalas gelengan Mona."Biar aku aja yang milih," kata Mona lalu wanita itu memegang buku menu dan memilih, mereka akhirnya berbincang seraya menunggu hidangan.Kala hidangan datang, mereka langsung menyantap. Gaia sangat lahap menyuapkan makanan ke mulut. Pipi yang masih terlihat tembem membuat beberapa orang gemas melihatnya. Aurel tak tahan mengeluarkan tawa lalu segera menyodorkan tisu. "Elap bibirmu, pelan-pelan aja Gaia. Makanan ini gak bakal lari," ujar Aurel yang hanya disambut cengiran Gaia."Enak makanannya Ka, lagian aku laper banget. Nungguin Mama lama banget belanja," seru Gaia membuat Mo
Beberapa tahun berlalu, anak perempuan Mona kini beranjak dewasa, ia berusia tujuh belas tahun. Sedangkan putranya sembilan tahun. Sepasang suami istri itu kini menjemput Ghibran. "Jangan suka bolos dong, Sayang. Momy pusing selalu dipanggil ke sekolah gara-gara kelakuan kamu," nasihat Mona. Ghibran hanya menganggukan kepala, lelaki itu malah memainkan ponselnya. Arka yang melihat dari kaca geram, ia menghentikan kendaraan roda empat dan menatap kesal ke arah Ghibran. "Ghibran! Kamu denger gak sih kata Momy, kalau dinasihatin itu dengerin! Jangan sambil main handphone," omel Arka. Ghibran yang mendengar omelan Papanya itu langsung memasukan benda pipih tersebut ke saku. Ia segera menundukan kepala kala melihat tatapan tajam Arka. "Ghibran dengerin kok, Dad." Arka yang mendengar sahutan dengan nada malas itu membuat ia geram. Lelaki tersebut turun, lalu membuka pintu belakang. "Ayo turun! Kamu pulang jalan," sentak Arka. Mona yang mendengar itu membulatkan mata, sedangkan
Sorenya Dara benar diantarkan pindah oleh Amel, bahkan wanita itu terkejut karena semuanya telah disiapkan. Kini hanya Dara dan Annisa yang berada di kontrakan. Mona telah pergi bersama Gaia, Ghibran di gendongannya, pulang pakai taksi. Annisa merapikan semuanya, sedangkan Dara melihat sekeliling. Kontrakan ini sudah dibiayai beberapa bulan, kalau sudah sembuh dan melakukan operasi lagi. Ia berencana melamar kerja diluar. "Mendingan kamu istirahat aja, lumayan capek juga kan sampai sini," seru Annisa. Perempuan itu kini tengah memasukkan bahan makanan ke dalam kulkas pekerjaan jadi bertambah, Anisa berdoa semoga Dara tidak mengerjainya. Dara menganggu, dia perlahan menuju kamar dan berbaring di ke ranjang. "Ahh ... tempat ini sangat kecil sekali, jauh berbeda sama kediamannya. Tapi ... udah dikasih tempat aja allhamdulillah." Dara berkata dalam hatinya, ia memejamkan mata lalu terlelap. Sedangkan Annisa sibuk memasak dan merapikan barang. Dia mengembuskan napas lalu langsung du
Setelah mengatakan itu, Mona langsung membuka pintu. Lalu matanya melihat kedua asisten. "Tenang aja, kalian bisa lakuin pekerjaan lagi. Aku mau menyelesaikan urusanku dulu," ucap Mona lembut. Setelah mendapatkan anggukan, Mona langsung menutup pintu lagi. Tatapan itu tajam bak pisau yang baru diasah. Dara yang mendapatkan itu, mendadak nyalinya menciut. "Aku menyayangimu, aku menganggapmu sebagai saudara. Tapi inikah balasanmu, hendak merebut suamiku!" sinis Mona. Mona mencengkram bahu Dara dengan kuat, melampiaskan kekesalannya. Lalu ia mengembuskan napas menetralkan kemarahan dan kekecewaan pada sang teman. "Sudahlah, yang penting Mas Arka gak melirik sedikitpun. Tapi tetap saja! Hati ini hancur gara-gara kamu melakukan hal itu," ungkap Mona. Dara juga ikut menitihkan air mata, ia menepis tangan Mona yang memegang bahunya. Wanita itu langsung mengambil buku dan pulpen di laci lalu menulis sesuatu dan memberikan kepada Mona, kemudian mengempaskan bokong ke ranjang karena kaki
Arka menghela napas kala mendengar dengkuran halus sang istri. Ia memilih tidak ambil pusing dam ikut menjelajah alam mimpi. Sedangkam di kamar Dara, wanita itu terus memikirkan apa yang dikatakan Mona. "Apa dia tau?" Dara bertanda pada dirinya sendiri, karena frustasi menjambak rambut. "Ahh ... ini membuat gue pusing, apa yang harus dilakukan." Wanita itu terus memonolog, ia menjatuhkan tubuh ke kasur. Memikirkan perkataan Mona. Dia sangat frustasi, berkali-kali memukul kasur karena pusing. " Ah ... ini sangat memusingkan, kalau dia tahu kenapa masih bersikap baik." Dara terus bergelut dengan pikirannya tanpa sadar telah lelah karena kelelahan. Waktu berlalu begitu cepat pagi tiba. Kini mereka tengah sarapan bersama, sesekali Dara melirik Mona terlihat wanita itu biasa saja. "Dara Aku ingin ngomong sesuatu sama kamu," lontar Mona. Mendengar perkataan Mona, Dara langsung memandang dia lalu mengangguk sebagai jawaban. "Setelah sarapan, kita bicara di kamar kamu," ucap Mona.
Acara itu akhirnya selesai, yang mendekorasi halaman ini telah pulang. Begitu pula Atha, kini semua tengah beristirahat di ruang tengah."Aku mau nidurin Ghibran dulu, lihat matanya udah berat banget. Tadi berisik jadi dia gak bisa tidur," tutur Mona.Mona bangkit dari duduknya, ia tengah menimang Ghibran. Gaia dan Arka mengangguk mengiyakan. "Mama, Pah, aku juga mau bobo. Ngantuk banget nih," celetuk Gaia.Arka bangkit lalu melangkah mengikuti sang anak."Sini Papa anter," sahut Arka.Gaia menoleh menandang sang Papa. Ia mengeryitkan alis karena merasa aneh dengan tingkah lelaki itu. "Tumben," celetuk Gaia.Mona yang mendengar itu tertawa."Takut kamu iri sama Ghibran, makanya Papa menggantikan Mamamu buat antar putri kecil ini," ujar Arka.Arka berjongkok, ia mengusap kepala Gaia dengan sayang."Apaan sih, Pah. Aku juga ngerti dong, akukan sekarang seorang Kakak," ujar Gaia.Gaia langsung mempautkan bibirnya, ia menatap kesal sang Papa.Sedangkan Mona yang hendak pergi tak jadi, i
Annisa juga terkejut melihat isi rumah. Ia langsung berlari dan berteriak memanggil penghuni rumah ini."Dewi ... Nyonya Mona, Tuan Arka! Gaia, kalian di mana." Annisa terus berlari mencari semua orang, meninggalkan Dara yang tertatih.Kala sampai di dekat halaman, saat hendak berteriak lagi. Tangannya di tarik seseorang, membuat ia terkejut dan hendak memekik tetapi mulutnya langsung dibekam."Jangan teriak, ini aku," bisik Dewi. Annisa langsung menoleh melirik Dewi, sedangkan wanita itu lekas melepaskan bekamannya. "Kalau nanti aku jantungan gimana!" omel Annisa dengan nada pelan. Dewi meletakan jari telunjuk di bibir, lalu ia menarik Annisa agar mengikutnya bersembunyi. Kala mendengar suara langkah kaki ke arah halaman. Wanita itu mengetik sesuatu di ponselnya dan ditunjukan pada Annisa. [Kita bakal kasih kejutan sama Dara, kita bakal keluar dan teriak suprise gitu. Kami semua udah pada ngumpet pada kalian datang. Isi rumah berantakan itu kami sengaja.] Annisa menganggukkan k
Annisa yang membaca itu langsung berjongkok, ia memegang lengan Dara."Aku mohon, Dara. Jangan buat aku dipecat oleh Tuan Arka, kalau aku gak kerja bagaimana nanti ...." Ucapan Annisa terhenti kala Dara menepis pegangan tangan wanita itu. Terlihat Dara menghela napas lalu mengetik sesuatu. [Berdiri! Kamu membuat aku seperti orang jahat.]Annisa menggeleng kala Dara menyodorkan handphone agar ia membacanya. Dara mengepalkan tangan lalu mengetik sesuatu lagi. [Iya-iya aku gak bakal lapor, ayo cepat bangun! Bikin malu aja.] Setelah membaca ketikan itu, Annisa langsung mengulas senyum. Ia bangkit dan menghapus jejak air mata. "Jangan pulang dulu, Dara. Kita jalan-jalan, udah lama bukan gak jalan-jalan gini," celetuk Annisa. Dara yang mendengar itu memandang Annisa. "Emang gak bosen di rumah terus," lanjut Annisa. Dara mengangguk mengiyakan, ia langsung mengecek saldonya dan mengulas senyum. Bergegas melangkah diikuti Annisa. Wanita itu langsung memesan taksi, Annisa yang melihat i
"Kamu mau coba-coba bohongin aku, ya!" omel Mona pelan.Tangan wanita itu bergerak mencubit pinggang sang suami. Membuat Arka mengaduh, sedangkan Gaia menutup mulut agar tidak menertawakan Papanya. "Aku gak bohongin kamu, kok. Kamu, kan yang ngomong sendiri," sahut Arka. Arka membela dirinya, sedangkan Atha yang melihat adegan itu hanya tersenyum kecil. Ia mengajak Gaia untuk berkeliling dan meninggalkan sepasang suami istri ini. Mona hanya melirik kesal Arka, ia langsung melangkah pergi kala Dewi memanggil. "Iya, Dew. Sebentar," sahut Mona. Kala melangkah pergi, Mona menjulurkan lidah meledek sang suami. Sedangkan Arka hanya tersenyum melihat tingkah istrinya itu."Istriku, istriku. Kenapa semakin kesini semakin menggemaskan sih," gumam Arka.Lelaki itu akhirnya melangkah untuk melihat-lihat keadaan."Semoga Dara sadar deh, dan tau diri. Dia masih aja ngejar-ngejar suami temannya sendiri, padahal Mona begitu baik sama dia," batin Arka berseru.Sedangkan Atha dan Gaia, mereka te
"Ayo Dara," ajak Annisa. Dara yang mendengarnya melengos, ia langsung melangkah meninggalkan Annisa. "Kita mau ke mana kira-kira, Dara?" tanya Annisa. Dara melirik kesal Annisa. Ia menghentikan langkahnya lalu mengetik sesuatu. [Kamu berisik, banget! Kita cari tukang bubur kacang hijau.]Annisa memutarkan bola mata, dan mengangguk. Mereka berjalan menuju tempat yang biasa Dara membeli.Sesampai di sana, keduanya langsung memesan kala sampai."Dara, kamu bawa uang gak? Aku kelupaan bawa dompet nih, soalnya," ucap Annisa. Dara membulatkan matanya kala mendengar ucapan Annisa. Ia langsung mengambil ponsel untuk meminta uang pada Arka. Kala melihat benda pipih itu, bertepatan suara notifikasi pesan masuk.[Aku sudah meminta Mas Arka mengirim uang ke akun dana, kamu. Cek deh,] Wanita tersebut langsung memanyunkan bibirnya, ia lekas mengecek aplikasi yang disebutkan Mona. Terlihat dia menghela napas, dan menaruh ponselnya ke saku."Huh ... padahal tadi kesempatan aku mengirim pesan sa