Mungkin, Preston bertengkar dengan cinta pertamanya? Soalnya dia tiba-tiba pulang malam ini. Itu artinya, hubungan keduanya sedang tidak baik-baik saja. Jika tidak, Preston pasti menemani cinta pertamanya.Hanya saja, Livy meragukan suatu hal. Mungkin, wanita itu tidak tahu apa-apa tentang pernikahan mereka berdua. Jika tidak, wanita itu pasti sudah membuat keributan.Namun, sepertinya ada yang salah. Mungkin wanita itu sudah tahu, makanya mereka bertengkar. Makanya juga, Preston pulang malam ini.Hanya saja, kalau benar seperti itu, Preston tidak seharusnya pulang. Hal ini pasti akan membuat cinta pertamanya marah. Apa mungkin Preston tidak tahu cara membujuk wanita?Livy merasa tidak berdaya. Dia bahkan ingin pergi ke ruang kerja untuk memperjelas semuanya dan membimbing Preston cara membujuk Sylvia. Namun, Livy mengurungkan niatnya.Dia tidak seharusnya ikut campur urusan orang. Apalagi, selama dirinya dan Preston masih menjadi pasangan suami istri, status Livy sangat mencanggungkan
"Jangan nangis!" tegur Preston dengan suara serak. Sekujur tubuhnya terasa geli. Jika Livy terus seperti ini, takutnya dia tidak bisa mengendalikan hasratnya.Namun, Preston tahu dia harus menahan diri karena nenek Livy baru meninggal. Dia harus menunggu hingga Livy menerima kepergian neneknya, hingga Livy menerima dirinya. Yang paling utama adalah Preston sedang melatih ketahanannya.Dulu, Preston tidak pernah berminat pada hal seperti ini. Namun, sejak kejadian di resor, hasrat terus menggerogoti dirinya, membuatnya sulit untuk bertahan. Kini, Preston sepertinya mengerti bagaimana rasanya menjadi seorang pecandu. Hanya saja, hal yang membuat mereka kecanduan berbeda.Begitu mendengar teguran Preston, Livy tak kuasa termangu. Dia terdiam dan tampak tidak berdaya.Saat ini, Livy seolah-olah sudah mengetahui nasibnya. Sebentar lagi, dia pasti akan menjadi bidak yang dibuang. Bahkan, Preston tidak akan punya kesabaran untuk menghadapinya lagi.Livy menggigit bibirnya dengan keras kepala.
Kulit Livy sangat bagus, putih dan lembut. Livy juga tidak membutuhkan riasan yang berlebihan untuk menampilkan kecantikan dan keanggunannya. Dia berbeda dengan wanita lain."Kamu sampai lemas begini. Mana mungkin aku menolak cutimu?" Preston terkekeh-kekeh di samping telinga Livy. Tentunya, dia tahu Livy tidak mungkin mendengarnya. Bagaimanapun, wanita ini tidur dengan sangat nyenyak.Preston bangkit, lalu pergi ke kamar mandi. Dia tidak pernah merasa sepuas dan senyaman ini. Pelepasan yang dilakukannya semalam membuat seluruh kabut di dalam hatinya sirna.Setelah berpakaian, Preston keluar dari kamar. Kebetulan, dia bertemu Tina yang sedang menyapu. Preston lantas berpesan, "Dia masih tidur. Jangan ganggu dia sebelum dia bangun."Tina bisa merasakan ada yang berbeda dari biasanya. Dia segera tersenyum dan mengangguk.....Livy terlalu lelah. Dia tidur sampai sore hari. Ketika dia bangun, langit sudah mulai gelap. Dia mengira hari masih pagi. Ketika melihat matahari senja, dia baru me
Livy mengikuti arah pandang David. Tatapannya juga tertuju pada tong sampah. Begitu melihatnya, dia sontak terperanjat. Banyak tisu yang menumpuk di sana, bahkan ada beberapa yang terjatuh keluar.Seketika, wajah Livy memerah. Telinga dan lehernya juga terasa panas. Dia ingin sekali mencari lubang untuk bersembunyi supaya tidak ada yang memperhatikannya."Ini bukan urusanmu." Preston melirik David, lalu meneruskan dengan dingin, "Cepat periksa dia.""Menurut pengalamanku, Kak Livy seharusnya jatuh sakit karena bermain terlalu lama ...." Usai berbicara, David menarik napas dalam-dalam dan mengacungkan jempolnya kepada Preston.Preston langsung melontarkan tatapan tajam, membuat David buru-buru berlari ke pinggir ranjang untuk memeriksa denyut nadi Livy.David juga adalah dokter pengobatan tradisional. Makanya, dia bisa langsung mengobati beberapa penyakit tanpa mengharuskan pasien datang ke rumah sakit. Ini juga alasan kenapa Preston memanggilnya kemari."Tadi sudah kubilang, dugaanku n
"Pergi sana!"....Saat makan, hanya ada Livy dan Preston di vila. Suasana sangat sunyi dan agak aneh, seolah-olah mereka tidak pernah bercinta semalam.Livy sedang memikirkan cara untuk meminta kesempatan kepada Preston agar tidak menurunkan jabatannya. Dia sangat menghargai pekerjaannya yang sekarang. Bagaimanapun, pengorbanannya sangat besar.Namun, setelah mendongak dan melihat Preston yang sedang makan dengan tenang, Livy tiba-tiba takut Preston marah jika dirinya tiba-tiba membahas topik tersebut.Jadi, Livy memutuskan untuk berbasa-basi dulu, "Kenapa Pak David nggak ikut makan? Makanan malam ini sangat banyak. Kita berdua saja nggak bakal habis. Sayang sekali."Tina memang menyiapkan makanan untuk tiga orang karena melihat David datang. Porsinya lebih banyak, bahkan Tina menambahkan tiga lauk."Panggil saja namanya langsung, nggak usah seformal itu." Usai mengatakan itu, Preston menyahut, "Dia agak sibuk kalau malam. Nggak usah diajak makan."Saat mendengar kata sibuk, Livy pun
Entah mengapa, hati Livy terasa sakit. Sebuah emosi yang tidak bisa dideskripsikan menyelimuti hatinya. Ini berbeda dengan saat Stanley mengkhianatinya. Saat itu, dia memang sedih, tetapi lebih banyak kebencian. Kebencian itu membuatnya ingin mati bersama Stanley.Akan tetapi, sekarang berbeda. Livy seperti putus cinta. Kini, dia seperti memahami perasaan para tokoh wanita yang ada di novel yang dibacanya saat remaja.Sebelum Livy bereaksi, Preston sudah menjawab panggilan itu. Livy samar-samar bisa mendengar suara wanita, sangat mirip dengan suara yang didengarnya di luar kantor hari itu.Setelah mendengarnya, Preston berujar dengan suara rendah, "Ya, aku segera ke sana."Preston bangkit, lalu melontarkan kalimat singkat kepada Livy, "Aku ada urusan di luar. Kamu cepat tidur."Kemudian, pintu terbuka dan tertutup begitu saja. Livy akhirnya bereaksi. Sepertinya, Preston tidak akan pulang malam ini. Dia pergi mencari Sylvia.Livy tidak mendengar jelas omongan di ujung telepon, tetapi di
"Sekarang memang belum, tapi bukan berarti ke depannya nggak bakal ada hubungan istimewa, 'kan?""Benar, benar! Erick mengejarmu dengan sangat serius. Aku yakin sebentar lagi, kamu bakal jatuh cinta.""Erick tampan dan berbakat. Aku rasa kalian sangat serasi.""Aku lihat dia sangat perhatian, bahkan menunjukkannya secara terang-terangan. Lihat saja teh ini, masih panas.""Dia pasti suka Livy, makanya mengejarnya secara terang-terangan. Dia bukan playboy. Soalnya aku nggak pernah dengar rumornya dengan wanita lain.""Aku rasa pengorbanan Erick ini harus dihargai. Livy, kamu boleh mempertimbangkannya."Para rekan kerja sibuk mengobrol. Livy pun merasa pusing. Dia sama sekali tidak merasa senang, melainkan merasa terbebani."Sudah, jangan dibahas lagi. Aku rasa Erick belum tentu serius. Jangan kira kasih kopi kasih teh saja sudah bisa memenangkan hati Livy. Memangnya hati wanita begitu mudah didapatkan?" Ivana akhirnya maju untuk membela Livy. Kemudian, dia membujuk para staf untuk bubar.
Livy yakin dugaannya benar. Jika dia bermoral, dia seharusnya mengambil inisiatif untuk mundur. Hanya saja ....Stanley belum mendapat ganjaran yang setimpal. Keluarga Taslim masih hidup dengan tenang di luar sana. Jika meninggalkan Preston, dia tidak akan punya kesempatan untuk membalas dendam pada Keluarga Taslim.Livy telah mengambil risiko besar pada rencana sebelumnya. Siapa sangka, Chloe bisa memaafkan tindakan Stanley itu. Hal ini membuat perasaan Livy sungguh campur aduk.Setibanya di depan ruang kantor Preston, Livy ragu-ragu sejenak. Pada akhirnya, dia menarik napas dalam-dalam dan mengetuk pintu."Masuk." Terdengar suara Preston. Livy membuka pintu dan masuk. Ruangan ini tidak berbeda dari biasa, tetapi Livy agak gugup. Dia khawatir Preston mencarinya untuk membatalkan kontrak.Livy merasa dirinya sangat tidak tahu malu. Dia seharusnya berinisiatif mundur, merestui hubungan Preston dengan Sylvia. Namun, dia malah tidak ingin Preston mengakhiri kontrak mereka. Livy benar-bena
Ekspresi Livy langsung berubah.Sylvia jelas bukan meminta untuk "dibantu", tetapi ingin Livy menggendong Sylvia yang beratnya hampir sama dengan dirinya ke dalam mobil! Selain itu, Livy sama sekali tidak berniat meremehkan Sylvia hanya karena kondisinya."Bukan begitu, Preston. Aku nggak pernah meremehkan Sylvia ...," jelas Livy dengan tergagap.Namun, entah apa yang dikatakan Preston di telepon, mata Sylvia yang sebelumnya memerah karena berpura-pura menangis, kini perlahan-lahan kembali cerah. Meski begitu, nadanya tetap terdengar tersedu-sedu."Preston, aku tahu. Kamu nggak perlu menghiburku. Demi kamu, aku nggak pernah menyesal. Tapi aku nggak ingin jadi beban siapa pun. Kalau kamu juga merasa aku merepotkan, aku nggak akan muncul lagi di hadapanmu."Tubuh Livy terasa dingin seketika. Dia mendengar percakapan Sylvia yang sengaja dibuat agar terdengar olehnya. Suara Preston terdengar jelas dan tegas dari telepon."Sylvia, kamu nggak akan pernah jadi beban bagiku. Jangan menangis la
"Kelilingi semua bagian saja, ya. Maaf merepotkan Bu Livy untuk mendorongku. Oh, ya, setelah selesai mengunjungi Grup Sandiaga, sore ini akum au jalan-jalan juga. Jadi, aku perlu Bu Livy menemaniku."Apa? Mau jalan-jalan pula?Livy tetap berusaha sabar dan mengingatkan dengan nada sopan, "Bu Sylvia, tugasku dari Pak Preston cuma menemanimu berkeliling Grup Sandiaga. Untuk jalan-jalan, kamu mungkin bisa mengajak teman atau sahabatmu."Sylvia tertawa kecil dengan nada menyindir, "Sepertinya aku tahu kenapa Bu Livy nggak bisa naik ke posisi yang lebih tinggi. Bahkan maksud tersirat dari atasan pun nggak bisa dipahami.""Maksud Preston adalah hari ini pekerjaanmu adalah menemaniku. Atau ... apakah aku perlu menelepon Preston sekarang untuk memastikannya?""Nggak perlu," jawab Livy cepat. Dia tahu, jika Sylvia benar-benar menelepon Preston, hasilnya hanya akan membuat Preston berpihak pada Sylvia. Jika itu terjadi, Livy hanya akan mempermalukan dirinya sendiri.Dengan senyum terpaksa, Livy
Untuk sesaat, seisi ruangan itu sunyi senyap. Livy berdiri perlahan, pandangannya tanpa sadar tertuju pada kedua orang yang baru saja masuk. Tebersit rasa getir yang samar di dadanya."Preston, jadi ini departemen sekretaris, ya? Kelihatannya memang bagus." Suara Sylvia terdengar begitu lembut dan memikat hingga semua orang yang mendengarnya merasa tersentuh.Kalau saja Livy tidak tahu Sylvia pernah sengaja mencoreng namanya sebelumnya, mungkin dia juga akan menganggap Sylvia sebagai wanita yang anggun dan penuh kelembutan."Hmm, ada delapan orang di sini, mereka bertugas menangani berbagai urusan," jelas Preston dengan nada datar. "Apa ada tempat lain yang ingin kamu lihat?""Tentu saja ada," jawab Sylvia dengan senyuman manis. Dia berkedip lembut dengan tatapan yang tampak begitu pengertian."Aku sudah lama nggak kembali ke negara ini, jadi belum sempat benar-benar melihat-lihat Grup Sandiaga. Tapi aku tahu kamu sibuk, Preston. Aku nggak bisa terus merepotkanmu. Gimana kalau aku menc
Nicky, Stanley ….Preston tidak percaya bahwa Livy tidak memiliki hubungan apa pun dengan mereka!"Livy."Mendengar namanya tiba-tiba dipanggil Preston, Livy menoleh. "Ada apa?" tanyanya."Ada sesuatu yang sebaiknya kamu akui sendiri terlebih dulu." Tatapan Preston sangat tajam seolah-olah bisa menebak isi pikiran orang.Livy tiba-tiba merasa bersalah. Setelah memikirkannya dengan saksama sejenak, dia berkata dengan tulus, "Sayang, aku nggak mengerti apa maksudmu."Mau terus terang apaan? Dia tidak pernah melakukan apa pun sama sekali. Sebaliknya, justru Preston yang terus menerus berlari ke arah Sylvia. Meski mereka hanya dalam hubungan kontrak, bukankah Preston seharusnya memberitahunya?Setidaknya katakan bahwa hubungan mereka dengan Sylvia akan segera berakhir. Dengan begitu, Livy bisa segera menarik kembali perasaan yang seharusnya tidak dia miliki. Bukan seperti sekarang, terus terombang-ambing antara rasa sakit dan momen-momen kehangatan yang diberikan Preston.....Hari Senin t
Ekspresi Preston tetap dingin tanpa emosi. Namun, setiap kata yang keluar dari mulutnya seperti menghujam tepat ke titik lemah Bahran.Pernikahan bisnis yang dulu dijalani Bahran dengan istrinya tidak dilandasi cinta. Selama bertahun-tahun, hubungan mereka hanya menghasilkan seorang putri.Meski demikian, latar belakang istrinya cukup kuat, sehingga dia memiliki watak yang keras dan sulit dihadapi. Setiap ulah Bahran di luar rumah selalu sampai ke telinganya, dan setiap kali hal itu terjadi, pasti diikuti oleh pertengkaran besar."Preston, kamu ini terlalu ikut campur!" Bahran yang merasa harga dirinya diinjak, mulai kehilangan kendali.Dengan nada penuh amarah, dia berkata, "Kenapa berpura-pura di depanku? Kamu dan Livy sama sekali nggak punya cinta yang sebenarnya! Aku cuma ngasih tahu Livy cara terbaik untuk mengamankan posisinya, yaitu dengan punya anak. Sama seperti ibumu dulu. Setidaknya, dia mendapatkan sesuatu, bukan?"Kata-kata itu langsung menyulut kemarahan Preston. Aura din
Chloe segera mengendalikan ekspresinya.Makan malam berlangsung cepat. Preston dan Tristan naik ke lantai dua untuk membahas sesuatu di ruang kerja. Livy tidak ingin terus berada bersama Keluarga Sandiaga, sehingga dia mencari alasan pergi ke taman belakang untuk menghirup udara segar."Livy, lagi menikmati bulan, ya?" Baru saja Livy menemukan tempat untuk duduk, suara Bahran tiba-tiba terdengar dari belakangnya.Livy menoleh dan mengangguk dengan canggung. "Iya, cuma sebentar saja. Kak, aku pamit dulu. Aku nggak mau mengganggu waktu Kakak.""Kenapa buru-buru?" Bahran menghalangi jalannya dengan langkah santai. Pandangannya yang tertuju pada Livy tampak penuh maksud tersembunyi, sementara senyum di wajahnya terlihat ramah. "Livy, yang tadi kubilang di depan Ayah itu semua benar, lho."Mata Livy segera memancarkan kewaspadaan. "Apa maksud Kakak?"Bahran melanjutkan, "Begini, jangan tertipu dengan kesan bahwa Preston nggak peduli sama wanita. Dia memang kelihatannya pria baik yang nggak
Hati Livy langsung tersentak. Apakah Chloe sudah tahu semuanya?Telapak tangannya mulai berkeringat. Livy khawatir Chloe akan mengungkap hubungannya dengan Stanley. Meskipun Stanley yang berselingkuh dan bersalah, dengan semua ucapan yang dilontarkan Chloe tadi, sulit untuk tidak membuat Keluarga Sandiaga memiliki persepsi buruk terhadapnya."Benaran aku kenal?" Melanie semakin bersemangat dan buru-buru bertanya, "Chloe, coba bilang sama Bibi, siapa sebenarnya wanita yang nggak tahu malu itu?"Tubuh Livy menjadi tegang dan pandangannya tertuju erat pada Chloe.Tebersit ejekan di mata Chloe. Dia memutar sedikit kata-katanya sebelum akhirnya tersenyum tipis."Aib keluarga nggak perlu diumbar. Wanita itu mungkin cuma terpikat karena Stanley terlalu luar biasa. Meskipun dia mencoba mendekat, Stanley nggak akan menginginkannya. Nggak usah dibahas lagi, buang waktu saja!""Oh, Chloe memang berbesar hati." Melanie tersenyum kecil."Kenapa kamu kelihatannya tegang sekali?" Suara dingin Preston
"Bahran!" bentak Tristan yang tidak tahan lagi mendengar ucapannya.Tristan mengayunkan tongkatnya ke arah Bahran dua kali, tetapi Bahran menghindar dengan cepat. Saking marahnya, Tristan mengentakkan tongkatnya dengan keras ke lantai sambil berkata, "Aku tahu seperti apa Preston itu! Kamu pikir semua orang seperti kamu yang bisa melakukan hal nggak tahu malu begini?"Bahran yang terus dimarahi oleh semua orang, wajahnya mulai memerah. Dengan nada gelisah, dia akhirnya membuka mulut."Ayah nggak boleh bilang gitu. Ayah sendiri juga sama saja, 'kan? Setelah nikah sama Ibu, Ayah tetap bersenang-senang di luar. Buah jatuh nggak jauh dari pohonnya. Aku bisa jadi begini juga karena niru Ayah ....""Kurang ajar!"Tristan benar-benar marah. Dia bangkit dari sofa dan menghantamkan tongkatnya ke arah Bahran dua kali dengan keras. "Suruh kamu pulang untuk makan sama-sama, bukan untuk bicara begini! Kalau kamu begini lagi, lain kali kamu nggak usah pulang lagi daripada aku mati kesal!""Sudah,
Sebelumnya Erick, sekarang Nicky. Jika hanya satu pria, Preston masih bisa memahaminya. Namun, sekarang ada begitu banyak pria yang bermunculan di sekitar Livy. Tidak mungkin jika mengatakan tidak ada masalah pada wanita ini.Namun, ucapan Preston bagaikan pisau tajam yang menikam hati Livy. Bibirnya sampai memucat. Lipstik sekalipun tidak bisa menutupi kepucatannya itu."Jadi, kamu rasa ini salahku? Kamu rasa aku yang nggak menjaga diri?""Aku cuma memperingatkanmu. Selama kontrak kita belum berakhir, sebaiknya jangan melakukan hal-hal yang melanggar moral. Mengenai Nicky ... dia cuma pengacara biasa. Kalau kamu masih diam-diam bertemu dengannya, aku bisa membuatnya kehilangan pekerjaan."Nada bicara dan ekspresi Preston sama dinginnya. Ini adalah ancaman yang terang-terangan. Livy tahu Preston bisa melakukan hal seperti itu. Erick adalah contoh pertama.Jika Preston bisa membuat Erick dipenjara, dia tentu tidak akan menunjukkan belas kasihan kepada Nicky. Livy tidak ingin Nicky menja