"Tidak ada orang yang bisa mengusirku selain suamimu sendiri," jawab Vivian.Edward dan Stone saling berhadapan dengan penuh tekad untuk mengalahkan satu sama lain. Edward melancarkan serangan dengan menendang keras tubuh Stone, yang sontak membuat lawannya terhuyung ke belakang. Tanpa memberi kesempatan bagi Stone untuk kembali menguasai diri, Edward melanjutkan serangannya dengan melayangkan tinju ke arah wajah Stone. Namun, Stone ternyata lebih gesit dari yang diperkirakan Edward. Ia berhasil menghindar dengan lincah dari tinju yang melayang padanya, lalu segera membalasnya dengan tendangan keras ke arah kaki Edward. Edward segera menangkap gerakan itu dan melompat ke atas, menghindari tendangan Stone. Dengan gerakan cepat, Edward mendaratkan tendangan ke arah dada Stone, membuat lawannya terpaksa mundur beberapa langkah. Semangat mereka untuk memenangkan pertarungan ini semakin membara. Keduanya tahu bahwa tak ada yang akan menyerah sampai salah satu dari mereka berhasil mengal
Setelah Ronald dan Stone meninggalkan rumah itu dengan langkah gusar, Charlie segera berlari ke arah Vivian yang duduk terduduk di sofa. Air mata mengalir deras di wajah Vivian yang memerah akibat tamparan tajam yang diterimanya dari mertuanya sendiri. Charlie duduk di samping Vivian, menggenggam tangannya yang dingin dan membelai rambutnya yang acak-acakan. "Vivian, Maaf, atas apa yang dilakukan papaku. Bagaimana dengan wajahmu, apakah masih sakit?" tanya Charlie dengan suara yang penuh kekhawatiran, jemarinya menyentuh dengan lembut bekas tamparan di pipi istrinya. Vivian mengangkat wajahnya, memandang suaminya dengan mata yang sembab. "Sakit yang aku rasakan tidak sebanding dengan perasaanku, Tapi, aku tidak apa-apa. Aku bisa mengatasi rasa sakit ini. Tidak ada yang lebih sakit dibandingkan dengan hinaan orang tuaku sendiri," jawab Vivian dengan suara lirih, mencoba tersenyum meski terlihat sangat menahan sakit. Charlie merasa hatinya tercabik-cabik melihat penderitaan istrinya
"To-tolong...Kami akan beritahu di mana markasnya," kata salah satu anak buah Astone."Diam!" teriak Astone pada anak buahnya sambil menahan sakit yang menusuk jantung. "Tarik dia keluar!" perintah Edward dengan tegas pada prajuritnya. Dua prajurit berbadan kekar segera menarik anak buah Astone yang berlumuran darah keluar dari ruangan, menuju aula markas yang luas. Astone dan anak buah lainnya masih menderita disiksa di ruangan tahanan.Edward berdiri tegak di hadapan anak buah Astone yang lemas dan penuh luka. Wajah pria itu pucat pasi, darah segar mengalir dari bibirnya yang robek. Sementara sepuluh jaringa hampir putus akibat siksaan yang ia terima. "Di mana sarang kalian dan berapa jumlah anggota kalian?" tanya Edward dengan nada dingin dan tegas. Anak buah Astone hanya bisa menundukkan kepalanya, pasrah dengan siksaan yang tak tertahankan yang telah diterimanya. Dalam keadaan hampir tak sadarkan diri, ia mengumpulkan sisa-sisa tenaganya untuk memberitahu Edward semua yang ia
"Baiklah, kalau begitu. Ingat dengan apa kamu janjikan," jawab Ryan.Tak lama kemudian dokter keluar dari ruangan tersebut dan sambil melepaskan maskernya.Ryan yang cemas menghampiri dokter itu," Bagaimana keadaan istri saya, Dokter?" "Untung tidak mengalami gegar otak, Kepalanya hanya luka ringan. Tidak bahaya sama sekali," jawab Dokter.Celine dan Cindy menghela napas lega mendengar ucapan dokter itu."Lalu, kapan pasien akan sadar?" tanya Ryan."Besok!" jawab Dokter.Kediaman Jenderal.Wajah Vivian masih terlihat muram, ia tak mampu melupakan begitu saja kehilangan anak yang baru saja gugur dari kandungannya. Dalam kesedihan itu, ia mencoba melampiaskannya dengan berada di dapur, memotong sayur untuk makan malam keluarga. Tak lama, Elena, asisten rumah tangga yang selalu angkuh, masuk ke dapur dengan langkah sombongnya. Pandangannya sama sekali tidak menghormati Vivian sebagai majikannya. Ia mendekati meja yang dikerjakan Vivian, memeriksa potongan sayur yang ada di sana. "Poton
Dengan perlahan, Vivian bangkit dari tempat tidur dan mulai mencari suaminya. Ia berjalan menuju ke ruangan suaminya. Saat melangkah masuk ke ruangan sebelah, Vivian melihat sosok suaminya yang terlelap di kursi. Raut wajah Charlie terlihat lelah, dengan mata sembab dan alis yang berkerut. Terlihat jelas bahwa beberapa hari ini Charlie sangat sibuk dan kurang tidur. "Beberapa hari ini dia selalu sibuk sehingga kurang tidur!" gumam Vivian dengan nada prihatin. Ia merasa iba melihat suaminya begitu lelah, namun tidak bisa berbuat banyak untuk membantu. Drrt!"Tiba-tiba ponsel milik Charlie bergetar. Vivian memandang ponsel suaminya yang diletakan di atas meja. Sebuah pesan masuk dari seseorang.[" Charlie, Aku bahagia bisa bertemu dengan kamu lagi. Selamat malam."] Vivian membulatkan mata besarnya membaca pesan yang muncul dinotifikasi ponsel suaminya. Perasaannya sedikit kecewa dan cemburu setelah membaca pesan tersebut. "Apa maksud dengan pesan ini? Siapa dia? Apakah Charlie menge
"Bagus! Kamu melakukan hal yang benar! Mungkin saja mereka adalah orang tua Vivian. Akan tetapi, kita harus mencari tahu kenapa mereka datang ke kota hanya untuk menemui putrinya? Apa yang terjadi saat Vivian kembali ke desa saat itu. Status Vivian saat ini tidak bisa diketahui mereka," ujar Celine."Baik, Direktur!" jawab Cindy.Keesokan harinya, Dokter yang merawat Vivian datang ke kamar untuk memeriksa kondisinya. Charlie, suaminya, duduk di samping ranjang sambil menggenggam tangan Vivian dengan erat. "Bagaimana kondisi istri saya?" tanya Charlie dengan cemas. Dokter itu menghela napas sejenak sebelum menjawab, "Kondisinya semakin membaik, akan tetapi ia harus tetap menjaga kesehatannya dan tidak melakukan aktivitas berat. Keguguran yang dialaminya mengakibatkan kehilangan banyak darah, jadi untuk pulih sepenuhnya diperlukan waktu sekitar empat puluh hingga enam puluh hari." Charlie mengangguk mengerti, sementara wajah Vivian terlihat semakin sedih. Hatinya hancur, bukan hanya
Edward dan pasukannya tiba di markas Astone dengan langkah pasti dan penuh semangat. Mereka telah merencanakan pengepungan ini dengan sangat matang. Tanpa ragu, mereka melempar bom asap ke arah markas itu, yang segera menyebabkan asap pekat menyebar ke seluruh ruang markas. Suara batuk dan tersedak terdengar dari dalam markas, para anggota Astone yang tak mampu melawan efek dari bom asap tersebut mulai tumbang satu per satu. Mereka terjatuh dengan wajah pucat dan tubuh lemas, tak mampu melawan serangan mendadak ini. "Tangkap dan lempar ke penjara!" perintah Edward dengan tegas sambil memandang ke arah pasukannya yang siap bertindak. "Baik," jawab mereka serempak, lalu mengenakan topeng gas yang telah disiapkan sebelumnya. Mereka melangkah masuk ke dalam markas yang kini terbungkus asap, siap menangkap para anggota Astone yang telah tumbang tak berdaya. Pasukan Edward bergerak cepat dan sigap, mengikat tangan dan kaki para anggota Astone yang terkapar di lantai. Mereka lalu membawa
"Apakah rumah sakit tidak ada rekamannya? Agar kita bisa tahu siapa yang membawanya pergi saat itu.""Cctv tidak terekam saat putri saya dibawa pergi, Mereka hanya melihat sepasang suami istri. Karena rekamannya tidak jelas sehingga tidak bisa mengenal siapa mereka. Mungkin saja saya sudah tidak memiliki kesempatan untuk menemukannya," ujar Celine."Selagi tidak putus asa, Anda pasti bisa menemukannya. Sama seperti hubungan saya dan Vivian. Siapa yang tahu apa yang terjadi setelah tahun berlalu. Saat itu dia bersama Kian Salveston. Tiga tahun kemudian dia menjadi istriku. Teruskan pencariannya! Jangan putus asa!" ujar Charlie.Celine tersenyum dan kembali bersemangat," Saya mengerti maksud Anda. Asalkan saya tidak putus asa. Pasti bisa menemukannya," jawab Celine."Ada satu cara untuk menemukan pemilik kalung," kata Charlie."Apa caranya?" tanya Celine."Beritahu media, apa yang Anda cari. Saya yakin setelah putri Anda melihatnya dia pasti akan paham," jawab Charlie."Benar juga! Ini