Share

Hasil Laporan.

Penulis: Author Mars
last update Terakhir Diperbarui: 2024-03-13 18:20:31

Di ruangan tamu yang luas dan mewah itu, Ronald menatap putranya, lalu menghela napas sebelum membuka pembicaraan. "Bukankah kamu sudah memegang kendali kekuasaan sebagian Angkatan Militer? Kenapa kamu memintanya lagi?" tanya Ronald penasaran. Tidak biasanya putranya itu meminta sesuatu yang hampir mustahil.

"Untuk persiapan, Aku mendengar informasi pihak musuh sedang melatih tentara mereka. Aku tidak ingin lengah. Sebagai seorang Jenderal aku harus bersiap atas segala hal. Mental prajuritku dan semua senjata yang dibutuhkan. Papa pasti mengerti maksudku," jawab Charlie.

"Kalau itu tujuanmu, Papa tidak akan membantah. Kalahkan musuh dan mengharumkan negara kita. Ada satu permintaan yang papa harap kamu bisa mengabulkannya!"

"Tentang apa?" tanya Charlie.

"Tentang adikmu, Hendy," jawab Ronald.

Charlie terdiam sejenak.

"Apakah dia sudah kuat melihat darah atau pun mayat?" tanya Charlie yang telah memahami isi hati ayahnya itu.

"Dia butuh latihan."

"Pa, di medan perang bukan tempat latih
Bab Terkunci
Lanjutkan Membaca di GoodNovel
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terkait

  • Malam Pengantin dengan Jenderal Dingin   Terungkap Hubungan Charlie dan Ronald

    "Tuan, sebagian kebenaran sudah terungkap, Selanjutnya apa yang harus kita lakukan?" tanya Andrew."Apakah orang itu masih hidup atau sudah meninggal, Kalau sudah meninggal maka jawaban yang aku ingin tahu tidak akan terungkap selamanya," ucap Charlie putus asa."Belum ada yang menemukan jasadnya, Jadi, aku yakin dia pasti masih hidup," jawab Andrew yang berusaha menenangkan atasannya."Orang yang mengidap penyakit Congenital insensitivity to pain with Anhydrosis, tidak akan bertahan lebih lama," ujar Charlie."Walaupun begitu, kita akan tetap mencarinya sampai dapat, Kalau kasus ini ada hubungan dengan Pak Perdana Menteri. Kita hanya perlu mengawasinya," ujar Andrew."Tuan, aku baru ingat sesuatu yang mungkin penting untuk kasus ini. Kematian istrinya juga misteri. Dulu dokter mengatakan dia meninggal akibat bun*h diri karena suaminya yang hilang. Akan tetapi, info yang saya dapatkan berbeda dengan yang diberitakan," ungkap Andrew. Charlie mengernyitkan dahinya, "Apakah, dia dibunuh

    Terakhir Diperbarui : 2024-03-14
  • Malam Pengantin dengan Jenderal Dingin   Meliza Menemui Vivian

    Kediaman Jenderal.Meliza dengan langkah anggun mendekati pintu gerbang kediaman besar yang terlihat seperti istana. Ia mengenakan kemeja merah yang menarik perhatian, dipadukan dengan blazer elegan dan dress selutut. Wajahnya penuh percaya diri dan matanya menatap tajam ke depan. Sementara itu, di dalam rumah, Vivian sedang berjalan menuju pintu depan untuk menyambut tamu yang datang. Begitu melihat Meliza, ia merasa asing dengan wanita itu. Namun, Vivian berusaha tetap sopan dan ramah saat menyapa Meliza. "Selamat datang, Nyonya. Apakah Anda ingin bertemu dengan Tuan?" tanya Vivian dengan sopan, sambil menundukkan kepalanya sedikit. Meliza tersenyum sinis dan menatap Vivian dengan tatapan merendahkan. Ia melihat gadis muda itu dari atas ke bawah seolah ingin menghancurkan harga dirinya. "Kamu adalah Vivian Alexander?" tanya Meliza dengan nada menghina, sambil mengangkat alisnya dengan angkuh. Vivian terkejut dengan sikap Meliza yang sangat angkuh. Namun, ia tetap menjawab dengan

    Terakhir Diperbarui : 2024-03-14
  • Malam Pengantin dengan Jenderal Dingin   Pertemuan Celine dan Vivian

    Meliza tersenyum sinis, memandang Jenderal itu. "Saya hanya datang melihat menantu mama. Saya tidak sabar menanti kelahirannya," jawabnya dengan alasan yang jelas-jelas palsu. Vivian menatap Meliza dengan pandangan tajam, karena kebohongan wanita itu. Sementara itu, Charlie berusaha untuk tetap tenang, walaupun hatinya berkobar marah. Suasana di ruangan itu menjadi tegang, seolah-olah setiap kata yang diucapkan bisa memicu pertikaian hebat."Masih lama! Datang sekarang bukankah terlalu cepat! Silakan pergi!" ucapnya dengan nada tegas yang membuat tamu tersebut menelan ludah. Kemarahan terpancar jelas dari sorot matanya. "Andrew, antar tamu!" perintah Charlie dengan suara berwibawa. Segera saja Andrew, asisten setia keluarga itu, mengangguk patuh dan menggiring tamu tersebut keluar dari rumah. Setelah memastikan tamu itu benar-benar pergi, Charlie menghela napas lega lalu menghampiri istrinya, Vivian, yang sedang di ruang tamu. Senyuman hangat merekah di bibirnya. "Kamu baik-baik s

    Terakhir Diperbarui : 2024-03-14
  • Malam Pengantin dengan Jenderal Dingin   Ciuman Mesra

    "Tuan, Nyonya, selamat kalian sudah bersatu. Ini adalah berita gembira," ucap Celine tersenyum."Bibi...," ucap Vivian terhenti. "Nyonya Zanetta." Vivian langsung mengubah sapaan setelah mengingat identitas asli wanita itu.Celine dengan ramah menyahut istri sang Jenderal itu,"Panggil saja bibi! Terdengar lebih akrab. Setidaknya kita sudah kenal dan tinggal bersama satu malam," kata Celine dengan senyum."Baiklah," jawab Vivian.Charlie menatap mesra pada istrinya,"Saat itu hanya nyonya Zanetta yang bisa aku percaya, sehingga meminta bantuannya untuk menjemputmu," jelas Charlie."Sebenarnya kalau tanpa bantuan Anda, saya sudah tidak berdiri di sini lagi. Semua ini atas bantuan yang Anda berikan pada saya," ucap Celine pada Charlie."Sama-sama! Jangan sungkan!" jawab Charlie.***Charlie dan Vivian baru saja kembali ke kediaman mereka setelah menghadiri acara di gedung Group Stars. Setelah memasuki kamar, Vivian tampak duduk di tepi kasur dengan tatapan kosong dan wajah murung. Ia ter

    Terakhir Diperbarui : 2024-03-14
  • Malam Pengantin dengan Jenderal Dingin   Charlie Yang Tegas

    Vivian hanya bisa mengangguk pasrah dan menggigit bibirnya. Perlahan, Charlie bangkit dan merasakan Sensasi yang luar biasa nikmat menyeruak dalam diri Charlie. Selama hidupnya, hanya Vivian wanita yang pernah dia sentuh. Pria itu memeluk tubuh istrinya erat, merapatkan bibirnya pada leher Vivian yang halus. Napasnya terasa panas dan berat, membuat Vivian semakin ketakutan. Namun, ia tak bisa melarikan diri. Dalam sekejap, Charlie mulai melakukan penyatuan dengan istrinya, mencoba merasakan kembali kenikmatan yang pernah ia rasakan sebelumnya. Sementara itu, Vivian merasakan perih yang menusuk-nusuk hatinya. Ia meremas sprei dengan erat, menahan rasa sakit yang tak terperikan. "Aahh!" teriak Vivian, meneteskan air mata yang tak bisa ditahan lagi. Di kamar yang remang-remang, Charlie merasa begitu beruntung bisa menikmati saat-saat indah bersama Vivian, istrinya yang cantik jelita. Tubuh mereka saling menyatu, penuh dengan kehangatan dan cinta yang mendalam. Merasakan perih yang d

    Terakhir Diperbarui : 2024-03-14
  • Malam Pengantin dengan Jenderal Dingin   Kekhawatiran Charlie

    Sementara itu, di koridor rumah sakit, Dokter Hanz berjalan sambil membaca berkas pasien. Tiba-tiba, dia berpapasan dengan temannya, Charlie. Dokter Hanz menghentikan langkahnya, bingung melihat Charlie di sana. "Kenapa kamu ada di sini?" tanya Dokter Hanz, penasaran. Charlie menghela napas, tampak kesal. "Mari kita minum!" ajak Charlie tanpa menjawab pertanyaan temannya, lalu melangkah pergi. Di sebuah cafe, Charlie dan Hanz duduk berhadapan sambil menyesap minuman yang mereka pesan. Charlie tampak murung dan gelisah, sedangkan Hanz mencoba menggali informasi tentang apa yang terjadi. "Aku yakin ibu tirimu pasti sangat terpukul dengan kejadian tadi," ucap Hanz, mencoba meredam amarah Charlie."Aku tidak peduli apa yang dia lakukan. Sebagai Jenderal yang mengendalikan banyak prajurit. Aku harus bijak dalam membuat keputusan. Abaikan tali persaudaraan. Siapa pun dia aku harus bersikap tegas. Kalau tidak mampu maka jangan pernah bermimpi untuk bergabung," jawab Charlie.Charlie dan H

    Terakhir Diperbarui : 2024-03-14
  • Malam Pengantin dengan Jenderal Dingin   Vivian Mencemaskan Charlie

    Charlie menghela napas kasar, matanya berkaca-kaca. Ia mengepalkan tangannya erat, merasakan keraguan dan keputusasaan yang mendalam. "Aku akan memberi penjelasan di saat itu juga. Aku berharap Vivian akan memahamiku," jawabnya dengan suara yang bergetar. Hanz menggigit bibirnya, menatap Charlie dengan pandangan yang bercampur rasa iba dan kebingungan. Dalam hatinya ia merasa terbelah antara keinginan untuk membantu sahabatnya dan rasa tanggung jawab sebagai seorang dokter yang harus mempertimbangkan segala aspek sebelum melakukan tindakan yang tak dapat diubah.****Kediaman JenderalCharlie membuka pintu kamarnya dengan perasaan kusam dan langkah yang tidak semangat, seolah hidupnya terasa berat. Begitu masuk, istrinya, Vivian, segera menyadari perubahan suasana pada suaminya dan menghampirinya dengan cemas. "Kenapa wajahmu begitu kusam?" tanya Vivian sambil menyentuh wajah Charlie dengan lembut. "Apa kamu sedang minum?" lanjut Vivian yang mencium bau alkohol yang menyengat di bad

    Terakhir Diperbarui : 2024-03-15
  • Malam Pengantin dengan Jenderal Dingin   Rencana Penyerangan

    Meliza berjalan masuk ke rumah dengan langkah cepat, Hendy yang baru saja sadar dari pingsannya, masih terlihat lemah. Wajah wanita itu memerah, penuh amarah yang mendalam. Begitu pintu rumah tertutup, Meliza langsung melepaskan segala kekesalannya. "Charlie tidak tahu sopan santun! Tega sekali Charlie memperlakukan putra kita seperti itu!" ucap Meliza dengan suara yang tercekat. Suaminya, Ronald. menatap Meliza dan Hendy dengan ekspresi tenang. "Meliza, apa yang dilakukan Charlie sebenarnya adalah tugasnya sebagai Jenderal. Dia ingin memastikan Hendy benar-benar memiliki kemampuan untuk mengobati korban perang nantinya," jelas Ronald dengan tenang. Meliza menatap suaminya dengan pandangan tidak percaya. "Tapi, dia menyakiti putra kita! Hendy bahkan pingsan karena ulah Charlie padanya!" seru Meliza, sambil meraih tangan Hendy. Ronald menghela napas panjang. "Aku tahu, Tapi, jika Hendy tidak bisa mengatasi hal sekecil itu, bagaimana dia akan mampu menghadapi medan perang yang jauh

    Terakhir Diperbarui : 2024-03-15

Bab terbaru

  • Malam Pengantin dengan Jenderal Dingin   Happy End

    Justin yang melihat dirinya dikepung semakin yakin akan segera ditahan oleh mereka.Justin berdiri tegak di hadapan Bryan, wajahnya penuh amarah dan keputusasaan. Seluruh tubuhnya gemetar, namun ia tetap bersikeras untuk menuntut balas. "Kau membunuhnya sama saja membunuhku, Bryan Anderson," bisik Justin dengan suara parau. "Di saat itu juga, aku ingin mati bersamamu." Para prajurit mengarahkan senjata ke arah Justin, namun tiba-tiba Bryan mengangkat tangannya dan memberi perintah. "Kalian semua tahan! Jangan menembak tanpa perintah dariku!" Semua prajurit segera menurunkan senjata mereka, tak berani melawan perintah dari pemimpin mereka. Bryan menatap Justin dengan tatapan tajam, Bryan mengangkat senjatanya dan menodongkannya ke arah Justin. "Bukankah ini yang kau inginkan, Justin?" tantang Bryan, suaranya terdengar tenang namun tajam. "Kita akan saling menembak dan menguji kecepatan. Siapa yang kalah, dia yang mati!" Mereka saling menatap, matanya beradu, menunggu siapa yang akan

  • Malam Pengantin dengan Jenderal Dingin   Pertemuan Bryan dan Justin Maxwel

    Salah satu anggota Justin, melangkah cepat menuju ruangan Justin dan memberi laporan dengan nafas terengah-engah, "Tuan, berita buruk. Bryan Anderson memimpin sekelompok prajuritnya mengepung kawasan kita. Bukan hanya dari dekat, mereka juga mengawasi dari jauh. Teman-teman kita tidak bisa berkutik." Justin tersentak kaget, wajahnya memerah oleh kegemasan yang mulai memuncak. Ia segera membuka jendela ruangannya dan melihat ke arah luar sana. Matanya melihat banyak prajurit yang mengelilingi kawasan tempat tinggalnya, mereka bersiap dengan senjata di tangan dan tatapan yang tajam. "Sialan, Bryan Anderson, aku belum bertindak. Mereka sudah menyerang dulu," desis Justin dengan marah, mengepal tangan hingga knuckle-nya memutih. "Lawan mati-matian! Walau tidak ada jalan keluar, kita harus tetap lawan hingga pertumpahan darah!" perintah Justin.Anggotanya mengangguk, kemudian berlari keluar ruangan untuk mengumpulkan anggota lainnya. Sementara itu, Justin berdiri tegak, menatap luar jen

  • Malam Pengantin dengan Jenderal Dingin   Menyerang Kediaman Justin

    Bryan mencium bibir istrinya dengan lembut dan penuh kasih sayang, tangannya memeluk tubuh ramping Vivian dengan penuh perhatian. Di tengah kehangatan pelukan itu, Bryan menatap dalam-dalam mata istrinya dan berkata dengan suara lembut, "Aku ingin mengandeng tanganmu hingga akhir hayatku! Tidak peduli dalam kondisi apa pun. Aku akan tetap menjadi suami yang baik dan setia. biarkan aku yang menjadi kakimu di saat kamu ingin berjalan!" Mendengar ucapan tulus Bryan, hati Vivian terenyuh. Seulas senyum bahagia menghiasi bibirnya dan ia merasa semangat hidupnya kembali membara. "Terima kasih!" ucap Vivian sambil memeluk Bryan balik, merasakan kehangatan yang mengalir dari tubuh suaminya. Bryan kemudian melepaskan pelukan mereka dan menatap istrinya dengan tatapan penuh harapan. "Vivian, setelah urusan di sini selesai, kita akan ke China menjumpai tabib untuk menyembuhkan kakimu," kata Bryan dengan penuh keyakinan. Mendengar kata 'tabib', Vivian terkejut dan penasaran. "Tabib?" tanyanya

  • Malam Pengantin dengan Jenderal Dingin   Lion Adalah Justin Maxwel

    Rysa berdiri dengan gemetar, menatap Bryan dengan mata yang berkaca-kaca. Ia merasa terpojok, tak tahu harus berkata apa untuk membela diri. "Tuan, Aku tidak mengerti maksudmu, Aku tidak melakukan kesalahan sama sekali," ujar Rysa yang ketakutan dan berusaha membela diri. Bryan menatapnya dengan tatapan tajam dan dingin. Ia melempar foto dan data ke wajah Rysa sehingga berterbangan dan jatuh berserakan di lantai. Rysa menunduk, merasa terhina, dan memungut foto-foto tersebut dengan tangan gemetar. "Kalau bukan karena kau pergi ke rumah mewah itu, Aku masih tidak tahu ternyata kamu adalah utusan Lion, yang sebelumnya menyamar sebagai pekerja di toko bunga. Apa kau masih tidak mengaku?" tanya Bryan dengan suara keras dan penuh kemarahan. "Tuan, aku...," ucap Rysa terdiam, ketakutan. Wajahnya tampak pucat, dan tangannya terus gemetar. Ia mencoba menemukan kata-kata yang tepat untuk meyakinkan Bryan bahwa ia tidak bersalah, namun terasa sulit. Bryan melangkah mendekat, membuat Rysa mu

  • Malam Pengantin dengan Jenderal Dingin   Ketahuan Identitas Rysa

    Vivian menatap Bryan dengan mata berkaca-kaca, lalu mengeluarkan lembaran laporan medis milik Bryan dari amplop besar itu. Dia membacanya dengan seksama, dan hampir tidak percaya dengan laporan tersebut. Menurut laporan itu, Bryan telah melakukan vesektomi, prosedur pembedahan yang dilakukan untuk membuatnya mandul secara permanen.Bryan melihat kebingungan di wajah Vivian dan menghela napas sebelum berbicara, "Sebelum Hanz meninggal, aku meminta bantuannya. Aku tahu...melakukan ini tanpa sepengatahuanmu adalah salahku. Saat itu kamu baru keguguran. Aku tidak ingin kamu semakin tertekan." Mata Vivian membelalak, tak menyangka suaminya menyembunyikan rahasia sebesar ini darinya. "Kamu selalu berharap bisa memiliki seorang anak denganku. Tapi aku bukan tidak mau. Aku tidak ingin anak kita sama menderitanya denganku. Cukup aku saja yang menderita!" ungkap Bryan dengan suara bergetar."Lalu, untuk apa kamu memberitahu aku sekarang?" tanya Vivian yang memasukan kembali laporan tersebut.

  • Malam Pengantin dengan Jenderal Dingin   Godaan Rysa

    Malam itu, langit diliputi awan tebal dan rembulan menyembunyikan diri. Bryan terbaring di atas kasurnya dengan pikiran yang kalut, merenung tentang permasalahan dalam rumah tangganya. Tiba-tiba, pintu kamar terbuka pelan dan sosok Rysa muncul dari baliknya. Dalam diam, Rysa menghampiri Bryan yang tampak lelah dan terlelap. Setiap langkahnya begitu hati-hati, tak ingin membangunkan pria itu. Begitu dekat dengannya, Rysa mulai melepaskan pakaiannya satu per satu, menampakkan tubuh putih mulusnya yang begitu menggoda. Dua gundukan besar di dada Rysa terlihat menonjol, dan bagian bawah tubuhnya juga terbuka lebar, memancarkan aura yang memikat. Rysa menatap Bryan dengan tatapan penuh nafsu, lalu berbisik dalam hati, "Bryan Anderson, malam ini juga aku akan membuatmu melupakan istrimu itu." Perlahan, Rysa mencium wajah Bryan yang masih terlelap, namun tiba-tiba pria itu terbangun dan menatap Rysa dengan ekspresi terkejut. Dia segera menahan tangan wanita itu dan bertanya dengan nada ke

  • Malam Pengantin dengan Jenderal Dingin   Ingin Bercerai

    Lily kemudian memberitahu apa saja yang dia ketahui selama ini," Nyonya, mengetahui setiap larut malam Rysa mendatangi ruangan pribadi Anda. Nyonya hanya diam dan tidak ingin menganggu. Walau pun begitu sebenarnya nyonya selalu menangis di setiap malam. Saya juga selalu melihat nyonya menolak bantuan dari Rysan. Walau pun nyonya sudah tidak nyaman dengan keberadaan Rysa. Tapi nyonya tetap diam dan bungkam. Tidak tahu apa yang dipikirkan nyonya!" Bryan semakin merasa bersalah terhadap istrinya, Ia mengingat kembali permintaan Vivian yang tidak membutuhkan Rysa. Akan tetapi Bryan bersikeras menolak permintaannya."Ternyata karena kesalahpahaman sehingga Vivian meminta dia pergi, kenapa aku tidak bisa membaca pikiran istriku sendiri," sesal Bryan sambil mengusap wajahnya."Vivian, Aku akan membuktikan padamu, bahwa aku sama sekali tidak mengkhianatimu. Secantik apa pun atau sesempurna apa pun wanita lain. Mereka tidak sebandingmu di mataku," batin Bryan.Di sisi lain, Rysa melangkah den

  • Malam Pengantin dengan Jenderal Dingin   Vivian Meninggalkan Kediaman

    Vivian kembali ke kamarnya, matanya terasa sembab setelah sepanjang hari menangis. Begitu memasuki kamar, ia segera mengambil semua botol obat yang ada di atas meja. Ia membuka tutup botol-botol itu satu per satu, dan menggenggam butiran obat yang beraneka warna dalam tangannya. Dengan mengunakan kursi roda, ia menuju ke kamar mandi dan membuang semua obat tersebut ke dalam toilet. Vivian menatap pil-pil yang hanyut di dalam air, kemudian menekan tombol siram. Butiran obat langsung tenggelam, seakan membawa perasaan putus asa yang melanda dirinya. Dada Vivian sesak saat ia merenungkan betapa suaminya, Bryan, ternyata telah menjalin hubungan dengan wanita lain. Baginya, kondisi tubuhnya yang cacat kini sudah tidak penting sama sekali. Ia merasa sudah kehilangan segalanya, dan tak ada yang bisa ia lakukan untuk mengubah kenyataan tersebut. Ia duduk di kursi roda dan masih berada di kamar mandi, menangis sambil menahan suaranya agar tidak terdengar oleh orang lain. Kemarahan dan kekes

  • Malam Pengantin dengan Jenderal Dingin   Vivian Frustasi

    Keesokan harinya.Vivian hanya duduk sambil menatap Rysa yang merapikan kamarnya. Ia masih berbayang suaminya yang begitu peduli pada wanita itu."Nyonya, air sudah saya sediakan, Saya akan mengambil pakaian Anda sekarang," kata Rysa yang membuka pintu lemari dan mengambil pakaian Vivian.Tanpa beralih pandangan, Vivian memperhatikan Rysa dari atas hingga ujung kaki. Ia merasa iri dengan kecantikan yang dimiliki wanita itu. Dibandingkan dirinya yang sama sekali bukan tandingannya.Vivian hanya bisa kecewa pada dirinya, yang tidak mampu melakukan tanggung jawab sebagai seorang istri. Walau ia sangat cemburu dengan Rysa yang kini telah menjadi perhatian suaminya. Akan tetap ia tetap memilih diam."Aku akan mandi sendiri, Kamu pergilah lakukan pekerjaanmu yang lain!" perintah Vivian."Nyonya, Saya harus membantu Anda mandi. Kalau tidak akan bahaya kalau Anda sendiri berada di kamar mandi," kata Rysa.Vivian menatap wanita itu dengan senyum paksa," Aku ingin melakukannya sendiri, Supaya

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status