Aku sangat bersyukur karena Aldy membantu diriku yang hampir terjatuh akibat kedua lututku yang terasa lemas karena syok mendengar ucapan Artan. Bagaimana tidak syok? Pria itu dengan entengnya mengajak double date pada kami, OMG!
Niat hati ingin bersandiwara agar hari ini cepat selesai tapi kenapa malah berakhir panjang seperti ini. Belum lagi sempat aku berpikir jernih, tiba-tiba Aldy menjawab menyetujui ajakan double date dari Artan.
Ya Tuhan! Rasanya aku mulai gila sekarang! Apa-apaan kau Aldy?!
Ingin ku berteriak di depan Aldy sekarang juga, memaki serta memukulinya brutal. Tapi aku masih waras untuk tidak melakukan itu saat ini di depan dua manusia ini.
Ciihh, kenapa aku jadi sewot begini, kedua telingaku rasanya panas mendengar kencan mereka sukses. Padahal sebelumnya aku mendoakannya dan terkabul, seharusnya aku senang bukan? Tapi, kenapa aku merasa tak terima dan disini terasa sesak dan sakit sekali. Aku menyentuh dadaku, merasakan denyutan
Aku menunggu dengan antusias film yang sebentar lagi akan di putar, ku lirik sekilas Reva yang tengah tertidur dengan kepala menempel lekat di bahu pria itu yang katanya adalah kekasihnya.Aku mencibirkan bibirku kesal, entah kenapa aku tak terima mendengar pengakuan mereka. Firasatku mengatakan jika itu suatu kebohongan, tapi aku tidak bisa langsung memastikannya. Bisa saja perasaanku ini hanya firasat belaka.Tersentak kaget aku saat merasakan sebuah kepala bersandar di bahuku. Ku lirik ke kiri dan aku menemukan Niken yang tengah bersandar di bahuku. Hmm, apakah ia tertidur?Aku menggerakkan tanganku berniat memindahkan kepalanya, tapi niat itu tak jadi ku lakukan ketika suara Niken berseru melarangnya.Huffftt, ternyata wanita ini tidak tidur. batinku menghembuskan nafas kesal."Maaf, aku kira kamu tidur." bisikku di telinganya.Ia mengangkat kepalanya dan menatap ke arahku, "jadi, jika aku tertidur, apakah kamu marah kalau aku meny
Selesai menonton, kedua pasangan itu pulang ke rumah masing-masing. Artan mengantarkan Niken, dan Aldy mengantarkan Reva. Kini mereka sudah sama-sama masuk ke dalam mobil masing-masing.Masih jelas terbayang di benak Artan dan Reva mengingat kejadian di dalam bioskop tadi. Dimana Artan yang menenangkan Niken dengan penuh rasa perhatian dan ke-khawatiran, dan dimana Aldy yang juga melakukan hal sama pada Reva.Artan dan Reva sama-sama menghembuskan nafas kasarnya di tempat yang berbeda. Artan yang fokus menyetir menatap jalanan depan, dan Reva yang fokus menatap ke arah luar dari jendela kaca mobil.Keheningan terjadi antara dua pasangan itu, mereka sama-sama larut dalam pemikiran masing-masing. Aldy yang mengerti situasi suasana mood Reva pun lebih memilih diam.Jauh dari dalam benak Aldy sangat menyakini jika Reva jatuh cinta pada pria yang bernama Artan itu. Hal yang sama pun Aldy dapati dari ekspresi dan bahasa tubuh Artan yang tampak kesal
Reva mengabaikan banyaknya panggilan tak terjawab yang masuk di ponselnya. Mengabaikan juga banyaknya pesan masuk, sedikit mengernyit heran ketika melihat sebuah nomor tak dikenal yang menghubungi nomor ponselnya. Dan juga pesan masuk dari nomor baru tak di kenal itu. Isi pesan dari orang tersebut menanyakan dimana keberadaan Reva.Reva mengendikkan bahunya tanda tak peduli dan melanjutkan membereskan segala pakaiannya, memasukkan beberapa segala keperluannya ke dalam tas ransel miliknya.Rencana ia akan pulang kampung selama seminggu, untuk saat ini ia akan beres-beres dulu baru besok minta izin sekaligus berpamitan pada teman-temannya."Selesai!" ujar Reva terlihat senang.Reva menoleh ke segala arah sudut rumahnya. Apalagi yang harus ia lakukan?Nah, sebaiknya ia beres-beres membersihkan rumahnya sampai bersih dan kinclong. Lalu setelah ia kembali pulang dari kampung nanti tak repot-repot untuk membersihkannya lagi. Iya, ide bagus!&n
Setelah menempuh perjalanan yang cukup memakan waktu kurang lebih enam jam, akhirnya Reva sampai di kampung halamannya. Saat menginjakkan kakinya di tanah kelahirannya sendiri, tak sedikit para warga penduduk kampung yang menyambut kepulangannya, Reva jadi risih sendiri mendapati hal itu. Ia terlihat bak seperti aktris yang di sambut heboh oleh para penggemarnya.Reva menyalami para ibu-ibu dan bapak-bapak yang menyambutnya, memeluk dan saling menyapa bertanya kabar. Satu lagi sosok dari Reva yang ternyata sangat ramah, hal itu yang membuat para warga senang dan suka dengan kepribadiannya yang hangat dan berkeluarga.Reva di antarkan warga kampung menuju rumahnya, sambil berjalan Reva banyak bercerita dengan para warga kampung yang banyak bertanya mengenai bagaimana hidup Reva selama di kota? Apakah enak dan nyaman untuknya? Dan masih banyak lagi, Reva tersenyum dan menjawab seadanya saja.Kini Reva sudah sampai di halaman rumahnya, rumahnya yang tampak sepi saa
Aku mengumpat kesal ketika panggilan teleponku yang entah sudah ke berapa kalinya tak kunjung juga di angkat Reva. Awalnya aku menyuruh Johan untuk menghubunginya saja karena aku tidak mempunyai nomor ponselnya. Tapi ketika Johan mengatakan jika panggilan teleponnya tak di angkat Reva, aku pun memberanikan diri untuk meminta langsung nomor ponsel Reva pada Johan.Sahabatku yang super kepo akut itu pun tentu saja bertanya padaku, ada hal apa sampai aku meminta nomor Reva. Aku beralasan jika ada hal penting yang harus ku bicarakan dengan Reva, dan syukurlah Johan percaya.Wajahku sumringah ketika aku berhasil mendapatkan nomor ponselnya, kini yang harus ku lakukan adalah cepat-cepat menghubunginya.Panggilan teleponku tersambung, hatiku berdebar ketika menunggu Reva mengangkatnya. Namun sampai dering terakhir pun Reva tak mengangkatnya. Aku tak menyerah, kembali ku hubungi lagi dia, dan hasilnya tetap sama sampai lima kali panggilan telepon ku tak juga di angkat.
Aku menatap sengit dua pria yang kini berdiri di hadapanku, tatapan tak suka pun ku layangkan pada satu pria itu."Kenapa kau membawa dia, Jo?" tanyaku beralih menatap Johan."Bukankah aku menyuruhmu untuk mencari dan mendapatkan nomor ponselnya saja. Sisanya kau bawa Reva untuk menemuiku." lanjutku lagi merasa geram dengan Johan."Reva pergi bos.""Apa? Maksudnya?" tanyaku kaget bercampur panik.Johan melirik ke arah Aldy, "tolong katakan pada bosku.""Tidak, kenapa aku harus repot-repot untuk mengatakan padanya mengenai kekasihku?""Karena aku masih membutuhkannya," ucapku yang langsung mendapat tatapan kaget Johan dan Aldy."Ma—maksudku, aku masih membutuhkan bantuannya.""Bantuan apa?""Sesuatu hal, dan aku tidak akan mengatakan pada kalian tentunya. Karena Mak comblangku adalah Reva." aku berdiri dari dudukku dan berjalan mendekati mereka."Dimana Reva? Apa dia tidak
Sudah tiga hari ini ibuku ikut serta membantu para warga yang juga membantu saat ada orang yang akan melakukan acara. Seperti acara hajatan, khitanan dan pernikahan. Hal seperti ini biasa orang kami menyebutnya dengan istilah rewang, ibuku rewang di tempat acara pernikahan.Dan ini adalah puncak acaranya, dimana nantinya sepasang mempelai pengantin akan melakukan serangkaian proses menuju sah dan resmi menjadi sepasang suami-istri setelah melakukan ijab kabul. Lalu selanjutnya akan dilaksanakan acara resepsi pernikahan.Aku ikut menyambut dengan antusias hari ini, ingin menyaksikan secara langsung acara ini dari awal sampai selesai.Memang acara pesta pernikahan yang di selenggarakan terbilang sederhana, namun sangat meriah dan ramai di isi dengan kehangatan para warga yang sudah seperti keluarga. Keluarga besar, ya semua orang di kampungku inilah seluruh keluargaku.Jarak dari rumahku menuju acara pesta lumayan agak jauh, kalau berjalan kaki sekita
"Apakah masih lama?" tanyaku pada Johan yang saat ini fokus menyetir.Sudah hampir lima jam lebih kami di perjalanan, tapi tak kunjung juga sampai di kampung tempat acara pesta pernikahan saudara jauh Johan."Dikit lagi bos," sahutnya nyengir.Huffftt, aku mendengkus sebal mendengarnya. Dari tadi dia bilang dikit lagi, dikit lagi, tapi nyatanya sampai sekarang pun tak kunjung sampai.Ini sebenarnya rumah saudara jauh Johan tinggal di kampung yang paling pelosok apa?"Felly, are you okay?" tanyaku seraya menoleh ke belakang, dimana istri Johan yang duduk di jok kursi belakang bersama sang putra tercinta mereka.Felo, nama anak sulung Johan yang kini sudah berusia dua setengah tahun. Anak tampan yang manis, imut, lucu dan sangat menggemaskan."I'm okay Artan, bahkan aku sangat menikmati perjalanan ini." jawab Felly sembari mengelus perut buncitnya yang semakin hari membesar secara perlahan-lahan. Hal itu tak luput dari pengamatank
Keluarga Reva tak menyangka jika hari ini bakal bertemu dengan calon besannya, kedua orang tua Artan memaksa anaknya itu untuk membawa mereka bertemu dengan orang tua Reva.Artan tersenyum geli melihat sang mama yang awalnya ogah-ogahan dengan hubungan ia dan Reva. Tapi, kini mamanya itulah yang malah terlihat sangat antusias menyambut hubungan mereka. Bahkan kini mama Artan sudah ngebet dan tak sabar menunggu hari pernikahan mereka tiba."Halooo calon besan," sapaan hangat mama Artan pada orang tua Reva, sedangkan papa Artan sendiri hanya menyunggingkan senyumannya menyapa kedua orang tua Reva.Mama Artan mendekat dan memberikan kecupan di kedua pipi ibu Reva sembari memeluknya. Sungguh perlakuan manis yang dapat menghangat hati calon besannya."Putraku sudah menceritakan semuanya, mengenai perjalanan kisah cintanya dengan Reva. Jadi, kapan kita menentukan hari pernikahan mereka?" kata mama Reva tersenyum mengedipkan mata sebagai kode.
Artan dengan santai merangkul pundak Reva yang kini semakin gemetaran dan mencengkeram erat kemeja putih milik Artan yang melekat di tubuhnya. Kedua orang tua Artan mendelik menyaksikan anak dan wanita yang di akui sebagai kekasih putranya."Artan, apa yang kamu katakan? K—kekasih?" tanya mama Artan tergugu dengan ucapan anaknya tadi."Mama, papa, ayo masuklah terlebih dahulu. Aku akan menjelaskan semuanya pada kalian berdua." ucap Artan lembut."Tidak!" penolakan tegas mamanya. "Kami berdua tidak sudi masuk jika wanita jalang penghangat ranjang kamu masih disini.""Dia bukan jalang mama!" sentak Artan dengan suara yang mulai meninggi. "Dia kekasihku, namanya Revalda.""You lie! Kami tidak percaya dengan ucapanmu." mama Artan semakin murka, kembali menatap sengit ke arah Reva dari bawah sampai ke atas."Lihatlah dia, apakah pantas untuk disebut sebagai wanita baik-baik. Penampilannya sungguh memprihatinkan, dan sangat di sayangka
Setelah sampai di kota, Artan menyuruh Johan untuk mengantarkan dan mengurusi segala keperluan keluarga Reva selama tinggal disini. Johan mengangguk patuh dan mengantarkan keluarga Reva ke villa milik Artan.Sementara untuk Reva, Artan meminta izin pada kedua orang tua Reva agar mengizinkan putrinya untuk tinggal bersamanya dan berjanji tidak akan berbuat macam-macam sampai tiba hari pernikahan mereka. Orang tua Reva tersenyum mengangguk dan mengizinkan, mereka percaya pada Artan sepenuhnya."Selamat datang di apartemenku!" jerit Artan ketika sampai di apartemennya, membuka pintu dan mempersilakan Reva masuk dengan hormat.Reva tersenyum geli melihat tingkah kekasihnya, cukup tercengang melihat apartemen Artan yang indah. Reva berjalan sambil matanya tetap terus memperhatikan setiap sudut apartemen Artan."Kau suka?" tanya Artan sambil mendekap memeluk tubuh Reva dari belakang.Reva merasakan nyaman dan hangat dengan lekukan Artan
Reva dan Artan sudah memutuskan untuk kembali ke kota siang ini juga, sudah cukup berlama-lama Artan bersantai-santai seperti seorang pengangguran yang tak ada kerjaan. Banyak segala tanggung jawab Artan yang tertunda selama ia di kampung Reva, kini ia mau tak mau dengan berat hati harus kembali ke kota untuk mengurusi bisnisnya yang hampir nyaris ia tinggalkan. Dan selama itu pula Artan menyerahkan segala urusan kantornya pada Miko, sepupunya.Kemarin Miko mengubunginya dan ngomel-ngomel karena Artan yang lupa diri, berjanji mengatakan pada Miko jika ia menyerahkan segala semua urusan tanggung jawab perusahaannya pada Miko selama seminggu. Tapi, ini jauh dari kata menepati janji yang Artan ucapkan.Miko juga punya perusahaan sendiri yang harus pria itu pikirkan dan kelola. Artan berdoa semoga saja masalah ini tak sampai ke telinga kedua orang tuanya.Tadi, Reva awalnya sempat menolak untuk kembali ke kota dan menyuruh Artan pulang ke kota bersama Johan se
"Heh, kalian berdua di tanya juga kok malah saling pandang senyum-senyum. Menyebalkan!" gerutu Aldy merasa kesal, pasalnya baik Artan maupun Reva tak ada yang menjawab dengan pasti pertanyaannya.Reva terkikik, "kenapa memangnya Al? Kau terlihat sangat penasaran sekali.""Oh, ya jelas aku sangat penasaran sekali. Aku penasaran, gimana sih gaya orang pacaran yang awal pertemuannya di awali dengan pertengkaran dan kebencian?" goda Aldy yang langsung membuat wajah Reva dan Artan merah padam.Ya, siapa yang tidak tahu mengenai hubungan Reva dan Artan sebelumnya. Dan, siapa juga yang tidak tahu bagaimana interaksi yang terjalin di antara keduanya yang sering kerap kali beradu mulut.Aldy saja masih ingat dengan jelas di ingatannya, merasa geli dan lucu jika sekarang kedua orang tersebut menjadi sepasang kekasih.Apakah mereka bisa rukun? Atau malah semakin adu mulut terus?Artan melangkah mendekati Reva, merangkul pundak wanita
Setelah kepergian Niken yang akhirnya mau di antarkan oleh Aldy dan Deva. Kedua pria itu kembali pada sore hari hampir menjelang malam dengan keadaan yang sangat lelah.Reva mengambilkan air untuk adik dan temannya tersebut, keduanya bersandar lelah di kursi ruang tamu."Capek?" tanya Reva yang di angguki lemah keduanya."Siapa suruh untuk berbuat usil mengerjai orang lain." kata Reva mengomeli kedua pria itu yang tampak sekarat karena kelelahan.Aldy menatap tajam Reva, "tapi kalau tidak kerena keusilan aku, Johan dan Deva. Maka selamanya kalian berdua tak akan pernah mau saling mengungkapkan perasaan kalian masing-masing. Iya, kan?" sindir Aldy.Reva berdeham dan membuang pandangannya ke arah lain. Merasa malu atas sindiran Aldy namun ia juga merasa berterima kasih pada ketiga pria itu yang berhasil membuat ia dan Artan saling menyatakan cinta."Ah ya, dimana pria itu?" tanya Aldy celingukan mencari seseorang."Siapa?" Reva ik
"Surprise!" jerit penuh kehebohan Johan, mengalihkan perhatian dari delikan mata Reva dan Artan.Aldy melirik ke arah Johan lalu ia ikut-ikutan menjerit heboh seperti Johan. "Yuhuuu, surprise! Selamat ya Artan dan Reva yang akhirnya sama-sama saling menyatakan cinta.""Yoyoyo, akhirnya rencana kita bertiga sukses untuk membuat kedua manusia bego ini mengakui perasaannya dengan jujur dan saking terbuka." ucap Johan menepuk dadanya bangga."Eh, kok bertiga sih?" elak Aldy tak terima."Tentu bertiga lah, Deva kan ikut dalam rencana kita juga.""Ya, aku tahu, tapi bocah itu baru tadinya kita komplotin buat kerjasama."Pada akhirnya Johan dan Aldy saling berdebat panjang hanya karena mempermasalahkan Deva. Istri dan anak Johan pun ikut dalam diskusi mereka. Reva dan Artan saling tatap, bingung dengan maksud kedua pria yang tengah berdebat itu.Satu-satunya orang yang lebih sangat bingung adalah Niken, perempuan itu sunggu
Reva terus menyesap bibir tebal dan merah alami milik Artan yang terasa dingin, pria itu termasuk pria yang merokok walaupun jarang tapi anehnya Artan memiliki bibir yang berwarna merah alami.Sengaja Reva menggoda bibir Artan yang sedang di cumbunya saat ini, dan Reva harus merasa kecewa menerima reaksi Artan yang hanya berdiam diri bagaikan patung.Reva yang sudah tak tahan harus menahan kakinya yang menjinjit pun terpaksa melepaskan ciumannya. Menatap dengan sorot kecewa karena pada kenyataannya Artan tak membalas ciumannya, yang itu artinya berarti Artan mencintai Niken.Niken sendiri tampak tersenyum senang dengan hati yang bersorak gembira. Menatap sinis Reva yang begitu pede sekaligus lancang mencium kekasih orang lain.Rasakan itu! batin Niken mengumpati Reva.Reva merasakan malu dengan hati yang hancur karena rasa kecewa, rasanya Reva ingin menghilang dari hadapan mereka berdua saat ini juga. Tapi rasanya itu tidak mungkin dan sangat
Aldy tersenyum mengekori Reva berjalan di belakangnya, tadi Reva meminta Aldy untuk bicara berdua sebentar. Reva berhenti melangkah ketika mereka sudah di halaman belakang rumahnya."Ada apa Re?" tanya Aldy tersenyum.Plaaakkk.Satu tamparan cukup kuat mendarat mulus di pipi kiri Aldy, Reva menatap Aldy nyalang penuh kemarahan."Selama ini, kau menganggap hubungan persahabatan kita seperti apa?" tanya Reva lirih.Aldy merasakan kebas pada pipinya yang di tampar Reva tadi, menatap tak percaya pada sahabatnya yang baru saja menamparnya."Reva ada apa denganmu? Kenapa kau menamparku?" Aldy tak menjawab pertanyaan Reva dan cenderung balik bertanya alasan kenapa Reva menamparnya."Jawab pertanyaanku Al, kau menganggap hubungan persahabatan kita selama ini tuh apa?" ulang Reva menuntut jawaban Aldy."Aku tidak mengerti, apa sebenarnya maksudmu? Tiba-tiba saja kau mengajakku untuk mengobrol berdua denganmu, lalu dengan tiba-tiba