Aku mengumpat kesal ketika panggilan teleponku yang entah sudah ke berapa kalinya tak kunjung juga di angkat Reva. Awalnya aku menyuruh Johan untuk menghubunginya saja karena aku tidak mempunyai nomor ponselnya. Tapi ketika Johan mengatakan jika panggilan teleponnya tak di angkat Reva, aku pun memberanikan diri untuk meminta langsung nomor ponsel Reva pada Johan.
Sahabatku yang super kepo akut itu pun tentu saja bertanya padaku, ada hal apa sampai aku meminta nomor Reva. Aku beralasan jika ada hal penting yang harus ku bicarakan dengan Reva, dan syukurlah Johan percaya.
Wajahku sumringah ketika aku berhasil mendapatkan nomor ponselnya, kini yang harus ku lakukan adalah cepat-cepat menghubunginya.
Panggilan teleponku tersambung, hatiku berdebar ketika menunggu Reva mengangkatnya. Namun sampai dering terakhir pun Reva tak mengangkatnya. Aku tak menyerah, kembali ku hubungi lagi dia, dan hasilnya tetap sama sampai lima kali panggilan telepon ku tak juga di angkat.<
Aku menatap sengit dua pria yang kini berdiri di hadapanku, tatapan tak suka pun ku layangkan pada satu pria itu."Kenapa kau membawa dia, Jo?" tanyaku beralih menatap Johan."Bukankah aku menyuruhmu untuk mencari dan mendapatkan nomor ponselnya saja. Sisanya kau bawa Reva untuk menemuiku." lanjutku lagi merasa geram dengan Johan."Reva pergi bos.""Apa? Maksudnya?" tanyaku kaget bercampur panik.Johan melirik ke arah Aldy, "tolong katakan pada bosku.""Tidak, kenapa aku harus repot-repot untuk mengatakan padanya mengenai kekasihku?""Karena aku masih membutuhkannya," ucapku yang langsung mendapat tatapan kaget Johan dan Aldy."Ma—maksudku, aku masih membutuhkan bantuannya.""Bantuan apa?""Sesuatu hal, dan aku tidak akan mengatakan pada kalian tentunya. Karena Mak comblangku adalah Reva." aku berdiri dari dudukku dan berjalan mendekati mereka."Dimana Reva? Apa dia tidak
Sudah tiga hari ini ibuku ikut serta membantu para warga yang juga membantu saat ada orang yang akan melakukan acara. Seperti acara hajatan, khitanan dan pernikahan. Hal seperti ini biasa orang kami menyebutnya dengan istilah rewang, ibuku rewang di tempat acara pernikahan.Dan ini adalah puncak acaranya, dimana nantinya sepasang mempelai pengantin akan melakukan serangkaian proses menuju sah dan resmi menjadi sepasang suami-istri setelah melakukan ijab kabul. Lalu selanjutnya akan dilaksanakan acara resepsi pernikahan.Aku ikut menyambut dengan antusias hari ini, ingin menyaksikan secara langsung acara ini dari awal sampai selesai.Memang acara pesta pernikahan yang di selenggarakan terbilang sederhana, namun sangat meriah dan ramai di isi dengan kehangatan para warga yang sudah seperti keluarga. Keluarga besar, ya semua orang di kampungku inilah seluruh keluargaku.Jarak dari rumahku menuju acara pesta lumayan agak jauh, kalau berjalan kaki sekita
"Apakah masih lama?" tanyaku pada Johan yang saat ini fokus menyetir.Sudah hampir lima jam lebih kami di perjalanan, tapi tak kunjung juga sampai di kampung tempat acara pesta pernikahan saudara jauh Johan."Dikit lagi bos," sahutnya nyengir.Huffftt, aku mendengkus sebal mendengarnya. Dari tadi dia bilang dikit lagi, dikit lagi, tapi nyatanya sampai sekarang pun tak kunjung sampai.Ini sebenarnya rumah saudara jauh Johan tinggal di kampung yang paling pelosok apa?"Felly, are you okay?" tanyaku seraya menoleh ke belakang, dimana istri Johan yang duduk di jok kursi belakang bersama sang putra tercinta mereka.Felo, nama anak sulung Johan yang kini sudah berusia dua setengah tahun. Anak tampan yang manis, imut, lucu dan sangat menggemaskan."I'm okay Artan, bahkan aku sangat menikmati perjalanan ini." jawab Felly sembari mengelus perut buncitnya yang semakin hari membesar secara perlahan-lahan. Hal itu tak luput dari pengamatank
Langkah kaki Reva berhenti ketika matanya bersiborok dengan mata Artan, ia kaget luar biasa dan tak menyangka jika akan bertemu dengan Artan di kampungnya ini.Apakah ia sedang bermimpi? Ataukah ini hanyalah halusinasi Reva saja?Reva memejamkan matanya seraya menggeleng-gelengkan kepalanya berulang kali, berharap jika apa yang di lihatnya itu salah. Reva berdoa dalam hatinya, semoga saja saat dia membuka mata sosok Artan tak ada.Namun sialnya ketika Reva membuka kembali kedua matanya, sosok Artan masih ada disana. Duduk diantara barisan para pria, Reva juga melihat sosok Johan."Pak Johan?" gumam Reva tak menyangka."Kak Johan?" ulang Lila menoleh ke arah Reva saat ia tak sengaja mendengar Reva menyebut nama saudara jauhnya."Kamu mengenalnya Lila?" tanya Reva yang di angguki Lila."Dia saudara jauh yang ku maksud tadi Re." jelas Lila menjelaskan hubungan diantara ia dan Johan.Reva ternganga mendengarnya, jadi ini...?
Jantung Reva berpacu semakin cepat dan serasa ingin melompat keluar dari dalam tubuhnya. Bagaimana tidak? Pasalnya kini Artan semakin cepat dan dekat dengannya.Kedua telapak tangan Reva basah oleh keringat dingin yang menguar begitu saja, apalagi dahinya semakin penuh bulir-bulir keringat dingin yang menetes. Reva mengelap sekilas dahinya dengan punggung sebelah tangannya, kemudian mencengkeram kembali bagian kebayanya.Saat Artan sudah berdiri menjulang di sampingnya kini duduk, Reva rasanya ingin bumi terbelah menjadi dua dan menenggelamkannya saja.Lihatlah bagaimana cara Artan yang menatapnya tak berkedip, penuh ketajaman dan intimidasi yang kuat. Reva tak perlu repot-repot menoleh dan mendongakkan wajahnya melihat ke wajah tampan Artan, cukup memperhatikan satu persatu milmik wajah dan reaksi teman-temannya saja Reva sudah tahu bagaimana pesona seorang Artan Narendra yang begitu banyak dikagumi para wanita.Kedua mata Reva mendelik terke
"Kenapa kau pergi begitu saja tanpa memberitahuku terlebih dahulu?" tanya Artan membuka percakapan antara ia dan Reva yang sejak tadi hanya diam.Artan menepikan mobilnya didekat pohon besar yang masih kawasan kampung, ia memberhentikan mobilnya karena merasa lelah dan tak tahan ingin segera bertanya pada Reva.Reva mendengkus sebal, jika ia memberitahu Artan mengenai kepergiannya yang pulang kampung itu sama saja bukan kabur artinya. Tak mungkin Reva mengatakan jika alasannya yang begitu kuat melarikan diri pulang kampung adalah karena Artan.Tapi, jika sudah begini maka alasan tepat apa yang bisa Reva berikan. Huffftt!"Jawab pertanyaanku Reva!" peringat Artan merasa kesal karena Reva hanya diam saja."Tidak ada alasan," ucap Reva pada akhirnya menjawab pertanyaan Artan karena mulutnya sudah terasa gatal ingin menjawabnya."Tak ada alasan bagi seseorang yang ingin pulang kampung bukan? Anda pasti tahu alasannya apa, dan ku rasa aku j
Tolong bantu aku untuk semakin dekat dengan Niken, aku ingin menjalani suatu hubungan yang serius dengannya.Sial!Artan merutuki mulutnya sendiri yang dengan lancang bebas mengeluarkan kata-kata itu. Padahal niat awal Artan sebenarnya ingin bilang jika sepertinya mulai gila karena terus memikirkan Reva serta merindukannya.Tapi, kenapa malah kata-kata ini yang keluar? Aisshhh.Artan dapat melihat jelas mulut Reva yang tadinya menganga lebar mungkin efek kaget, namun kini Reva mengatupkan mulutnya dan merubah ekspresinya yang tadi seperti orang yang hampir nyaris pingsan.Reva berdeham sebentar sebelum mulai bicara, "jadi untuk ini kau sangat gigih ingin menemuiku?""Ya."Jawaban singkat Artan membuat Reva semakin terluka, Reva mengepalkan tangan seraya meremasnya."Lalu, kenapa kau memilihku? Bukankah banyak Mak comblang yang lain? Bukankah kita sepakat jika kau sudah menemukan wanita yang kau inginkan, maka
Reva belum sepenuhnya berpikir jernih ketika Artan melangkah semakin dekat dan berdiri di depan pintu utama rumahnya. Saat menyadari akan tindakan Artan yang main nyelonong saja, Reva berlari dan berusaha menghalangi Artan."Kenapa?" tanya Artan tak suka karena Reva yang membentangkan kedua tangannya menghalangi Artan agar tak ikut masuk ke dalam rumahnya.Reva menatap tajam Artan, namun yang di tatap sama sekali tak berpengaruh sedikitpun."Aku kan sudah mengusirmu, kenapa kau malah berjalan dan seakan ingin masuk ke dalam rumahku?!" ucap Reva ketus dan kini mendelikkan matanya pada Artan."Suka-suka ku dong." sahut Artan cuek dan kembali melangkah, dengan gampangnya Artan menyingkirkan tubuh Reva yang tadi menghalangi langkahnya.Artan menatap gembok yang terpasang di pintu rumah Reva, berbalik badan ke arah Reva dengan tatapan memohon."Apa?!" tanya Reva yang sudah kelewat ketus pun tak bisa mencegah suaranya yang ketus."Buka pint
Keluarga Reva tak menyangka jika hari ini bakal bertemu dengan calon besannya, kedua orang tua Artan memaksa anaknya itu untuk membawa mereka bertemu dengan orang tua Reva.Artan tersenyum geli melihat sang mama yang awalnya ogah-ogahan dengan hubungan ia dan Reva. Tapi, kini mamanya itulah yang malah terlihat sangat antusias menyambut hubungan mereka. Bahkan kini mama Artan sudah ngebet dan tak sabar menunggu hari pernikahan mereka tiba."Halooo calon besan," sapaan hangat mama Artan pada orang tua Reva, sedangkan papa Artan sendiri hanya menyunggingkan senyumannya menyapa kedua orang tua Reva.Mama Artan mendekat dan memberikan kecupan di kedua pipi ibu Reva sembari memeluknya. Sungguh perlakuan manis yang dapat menghangat hati calon besannya."Putraku sudah menceritakan semuanya, mengenai perjalanan kisah cintanya dengan Reva. Jadi, kapan kita menentukan hari pernikahan mereka?" kata mama Reva tersenyum mengedipkan mata sebagai kode.
Artan dengan santai merangkul pundak Reva yang kini semakin gemetaran dan mencengkeram erat kemeja putih milik Artan yang melekat di tubuhnya. Kedua orang tua Artan mendelik menyaksikan anak dan wanita yang di akui sebagai kekasih putranya."Artan, apa yang kamu katakan? K—kekasih?" tanya mama Artan tergugu dengan ucapan anaknya tadi."Mama, papa, ayo masuklah terlebih dahulu. Aku akan menjelaskan semuanya pada kalian berdua." ucap Artan lembut."Tidak!" penolakan tegas mamanya. "Kami berdua tidak sudi masuk jika wanita jalang penghangat ranjang kamu masih disini.""Dia bukan jalang mama!" sentak Artan dengan suara yang mulai meninggi. "Dia kekasihku, namanya Revalda.""You lie! Kami tidak percaya dengan ucapanmu." mama Artan semakin murka, kembali menatap sengit ke arah Reva dari bawah sampai ke atas."Lihatlah dia, apakah pantas untuk disebut sebagai wanita baik-baik. Penampilannya sungguh memprihatinkan, dan sangat di sayangka
Setelah sampai di kota, Artan menyuruh Johan untuk mengantarkan dan mengurusi segala keperluan keluarga Reva selama tinggal disini. Johan mengangguk patuh dan mengantarkan keluarga Reva ke villa milik Artan.Sementara untuk Reva, Artan meminta izin pada kedua orang tua Reva agar mengizinkan putrinya untuk tinggal bersamanya dan berjanji tidak akan berbuat macam-macam sampai tiba hari pernikahan mereka. Orang tua Reva tersenyum mengangguk dan mengizinkan, mereka percaya pada Artan sepenuhnya."Selamat datang di apartemenku!" jerit Artan ketika sampai di apartemennya, membuka pintu dan mempersilakan Reva masuk dengan hormat.Reva tersenyum geli melihat tingkah kekasihnya, cukup tercengang melihat apartemen Artan yang indah. Reva berjalan sambil matanya tetap terus memperhatikan setiap sudut apartemen Artan."Kau suka?" tanya Artan sambil mendekap memeluk tubuh Reva dari belakang.Reva merasakan nyaman dan hangat dengan lekukan Artan
Reva dan Artan sudah memutuskan untuk kembali ke kota siang ini juga, sudah cukup berlama-lama Artan bersantai-santai seperti seorang pengangguran yang tak ada kerjaan. Banyak segala tanggung jawab Artan yang tertunda selama ia di kampung Reva, kini ia mau tak mau dengan berat hati harus kembali ke kota untuk mengurusi bisnisnya yang hampir nyaris ia tinggalkan. Dan selama itu pula Artan menyerahkan segala urusan kantornya pada Miko, sepupunya.Kemarin Miko mengubunginya dan ngomel-ngomel karena Artan yang lupa diri, berjanji mengatakan pada Miko jika ia menyerahkan segala semua urusan tanggung jawab perusahaannya pada Miko selama seminggu. Tapi, ini jauh dari kata menepati janji yang Artan ucapkan.Miko juga punya perusahaan sendiri yang harus pria itu pikirkan dan kelola. Artan berdoa semoga saja masalah ini tak sampai ke telinga kedua orang tuanya.Tadi, Reva awalnya sempat menolak untuk kembali ke kota dan menyuruh Artan pulang ke kota bersama Johan se
"Heh, kalian berdua di tanya juga kok malah saling pandang senyum-senyum. Menyebalkan!" gerutu Aldy merasa kesal, pasalnya baik Artan maupun Reva tak ada yang menjawab dengan pasti pertanyaannya.Reva terkikik, "kenapa memangnya Al? Kau terlihat sangat penasaran sekali.""Oh, ya jelas aku sangat penasaran sekali. Aku penasaran, gimana sih gaya orang pacaran yang awal pertemuannya di awali dengan pertengkaran dan kebencian?" goda Aldy yang langsung membuat wajah Reva dan Artan merah padam.Ya, siapa yang tidak tahu mengenai hubungan Reva dan Artan sebelumnya. Dan, siapa juga yang tidak tahu bagaimana interaksi yang terjalin di antara keduanya yang sering kerap kali beradu mulut.Aldy saja masih ingat dengan jelas di ingatannya, merasa geli dan lucu jika sekarang kedua orang tersebut menjadi sepasang kekasih.Apakah mereka bisa rukun? Atau malah semakin adu mulut terus?Artan melangkah mendekati Reva, merangkul pundak wanita
Setelah kepergian Niken yang akhirnya mau di antarkan oleh Aldy dan Deva. Kedua pria itu kembali pada sore hari hampir menjelang malam dengan keadaan yang sangat lelah.Reva mengambilkan air untuk adik dan temannya tersebut, keduanya bersandar lelah di kursi ruang tamu."Capek?" tanya Reva yang di angguki lemah keduanya."Siapa suruh untuk berbuat usil mengerjai orang lain." kata Reva mengomeli kedua pria itu yang tampak sekarat karena kelelahan.Aldy menatap tajam Reva, "tapi kalau tidak kerena keusilan aku, Johan dan Deva. Maka selamanya kalian berdua tak akan pernah mau saling mengungkapkan perasaan kalian masing-masing. Iya, kan?" sindir Aldy.Reva berdeham dan membuang pandangannya ke arah lain. Merasa malu atas sindiran Aldy namun ia juga merasa berterima kasih pada ketiga pria itu yang berhasil membuat ia dan Artan saling menyatakan cinta."Ah ya, dimana pria itu?" tanya Aldy celingukan mencari seseorang."Siapa?" Reva ik
"Surprise!" jerit penuh kehebohan Johan, mengalihkan perhatian dari delikan mata Reva dan Artan.Aldy melirik ke arah Johan lalu ia ikut-ikutan menjerit heboh seperti Johan. "Yuhuuu, surprise! Selamat ya Artan dan Reva yang akhirnya sama-sama saling menyatakan cinta.""Yoyoyo, akhirnya rencana kita bertiga sukses untuk membuat kedua manusia bego ini mengakui perasaannya dengan jujur dan saking terbuka." ucap Johan menepuk dadanya bangga."Eh, kok bertiga sih?" elak Aldy tak terima."Tentu bertiga lah, Deva kan ikut dalam rencana kita juga.""Ya, aku tahu, tapi bocah itu baru tadinya kita komplotin buat kerjasama."Pada akhirnya Johan dan Aldy saling berdebat panjang hanya karena mempermasalahkan Deva. Istri dan anak Johan pun ikut dalam diskusi mereka. Reva dan Artan saling tatap, bingung dengan maksud kedua pria yang tengah berdebat itu.Satu-satunya orang yang lebih sangat bingung adalah Niken, perempuan itu sunggu
Reva terus menyesap bibir tebal dan merah alami milik Artan yang terasa dingin, pria itu termasuk pria yang merokok walaupun jarang tapi anehnya Artan memiliki bibir yang berwarna merah alami.Sengaja Reva menggoda bibir Artan yang sedang di cumbunya saat ini, dan Reva harus merasa kecewa menerima reaksi Artan yang hanya berdiam diri bagaikan patung.Reva yang sudah tak tahan harus menahan kakinya yang menjinjit pun terpaksa melepaskan ciumannya. Menatap dengan sorot kecewa karena pada kenyataannya Artan tak membalas ciumannya, yang itu artinya berarti Artan mencintai Niken.Niken sendiri tampak tersenyum senang dengan hati yang bersorak gembira. Menatap sinis Reva yang begitu pede sekaligus lancang mencium kekasih orang lain.Rasakan itu! batin Niken mengumpati Reva.Reva merasakan malu dengan hati yang hancur karena rasa kecewa, rasanya Reva ingin menghilang dari hadapan mereka berdua saat ini juga. Tapi rasanya itu tidak mungkin dan sangat
Aldy tersenyum mengekori Reva berjalan di belakangnya, tadi Reva meminta Aldy untuk bicara berdua sebentar. Reva berhenti melangkah ketika mereka sudah di halaman belakang rumahnya."Ada apa Re?" tanya Aldy tersenyum.Plaaakkk.Satu tamparan cukup kuat mendarat mulus di pipi kiri Aldy, Reva menatap Aldy nyalang penuh kemarahan."Selama ini, kau menganggap hubungan persahabatan kita seperti apa?" tanya Reva lirih.Aldy merasakan kebas pada pipinya yang di tampar Reva tadi, menatap tak percaya pada sahabatnya yang baru saja menamparnya."Reva ada apa denganmu? Kenapa kau menamparku?" Aldy tak menjawab pertanyaan Reva dan cenderung balik bertanya alasan kenapa Reva menamparnya."Jawab pertanyaanku Al, kau menganggap hubungan persahabatan kita selama ini tuh apa?" ulang Reva menuntut jawaban Aldy."Aku tidak mengerti, apa sebenarnya maksudmu? Tiba-tiba saja kau mengajakku untuk mengobrol berdua denganmu, lalu dengan tiba-tiba