Home / Romansa / Maju Mundur Kena Duda Anak Satu / Darimana Asal Susu Itu?

Share

Darimana Asal Susu Itu?

Author: Si Mendhut
last update Last Updated: 2023-10-03 21:37:37

Setelah berhasil memeluk Jiya, kemudian Bumi pun berbalik dan menjawab pertanyaan Nyonya Desi. "Tante Jiya ini mamaku, yang waktu itu menikah dengan Papa."

"Benarkan, Ma?" Bumi beralih melempar pertanyaan pada Jiya sembari menyuguhkan senyum termanisnya.

Langsung saja Jiya tersenyum canggung. "Iya, kamu memang benar," jawab Jiya sambil mengusap kepala Bumi dengan pelan.

Langsung saja tatapan penuh tanya dari Nyonya Desi berubah menjadi tatapan tajam.

"Tante, aku—" Kalimat Jiya terhenti ketika tiba-tiba saja Nyonya Desi berbalik badan.

"Kamu temui aku setelah selesai menyusui Clayton!" titah Nyonya Desi sembari melangkah meninggalkan tempat tersebut.

Jiya terdiam. Calon ibu mertuanya yang memang sejak awal sudah tidak menyukainya karena statusnya sebagai seorang janda dan juga hanya orang biasa kini mempunyai lebih banyak alasan untuk memisahkannya dari Raka.

"Sepertinya memang sulit dipertahankan," batin Jiya sambil tersenyum getir menatap punggung Nyonya Desi yang semakin lama semakin jauh dari pandangannya.

"Mama, apa benar kamu ingin menjadi menantu di rumah Oma Desi?" tanya Bumi dengan ekspresi sok penasarannya.

Kini Jiya pun mengalihkan pandangannya pada sosok pria kecil yang sudah lama tak dia dengar suaranya itu. "Sudah lama kita tidak bertemu, sepertinya kamu semakin pintar saja," ucapnya sembari mencubit gemas pipi Bumi.

Langsung saja Bumi membalas dengan mencubit telapak tangan Jiya, hingga Jiya pun melepaskan cubitannya. "Tentu saja aku semakin pintar, jangan pikir kamu bisa membodohiku lagi kali ini," sahut Bumi sembari tersenyum meremehkan.

"Apa dia marah karena kejadian waktu itu?" batin Jiya sambil terus menatap wajah pria kecil di depannya.

"Ambil ini, kata Papa kamu harus menggunakannya!" Bumi memberikan sebuah botol obat.

Jiya pun menerima botol obat tersebut dengan rasa yang bercampur aduk. "Terima kas—"

"Itu tidak gratis," potong Bumi.

"Tidak gratis?" Jiya menatap botol obat di tangannya. "Berapa?"

"Hanya Papa yang tahu. Kamu tanya saja padanya."

Jiya mengernyit. "Kalian ingin mengerjaiku?"

"Untuk apa mengerjaimu, kamu pikir kamu pantas untuk dikerjai," sahut Bumi sambil berbalik.

"Hah?" Jiya menyipitkan matanya.

"Ingat saja, kali ini aku tidak akan tertipu lagi olehmu. Aku dan Papa akan menagih janjimu," ujar Bumi sambil melangkah meninggalkan tempat tersebut.

"Bumi," desis Jiya sambil menggenggam erat botol obat di tangannya.

Setengah jam lebih berlalu. Setelah Jiya selesai memompa ASI dan menyusui Clayton, akhirnya dia membawa batita yang sudah terlelap tersebut ke dalam box bayi.

"Clayton," gumam Jiya sembari mengecup kening anak berumur satu tahunan tersebut. Dia memandangi wajah gembul berkulit putih tersebut selama beberapa saat. Dan tanpa terasa tiba-tiba saja air matanya meleleh.

"Bagaimana jika nanti aku sudah tidak bisa melihat kamu lagi," batinnya sembari mengamati jari-jari kecil Clayton selama beberapa saat.

"Tenang Ji, kamu harus tetap tenang," monolognya yang kemudian menghela napas panjang.

Sesaat kemudian, tiba-tiba saja terdengar ketukan di pintu masuk ruangan tersebut.

"Iya, aku akan segera pergi ke ruangan Nyonya Desi, aku tidak lupa kok Bi," ucap Jiya sambil menutup kelambu box bayi Clayton.

"Sepertinya calon ibu mertuamu sudah bertindak lebih cepat dari dugaanmu, benar kan?"

Suara laki-laki yang baru saja mengajukan pertanyaan tersebut langsung membuat Jiya tersentak dan dengan cepat berbalik. "Kamu," ucapnya melihat Adam yang dengan tenang memasuki ruangan tersebut.

Adam terus saja melangkah ke arah Jiya, bahkan membuat Jiya perlahan mundur dan terus mundur hingga sampailah batasnya. Tubuh Jiya kini tak bisa lagi bergerak karena di belakang punggungnya adalah dinding.

"Kenapa kamu takut? Apa kamu merasa bersalah?" Adam menahan Jiya di dalam kungkungannya.

Jiya yang awalnya menatap lekat mata Adam, kini langsung menoleh ke arah lain.

"Kenapa hanya diam? Berubah bisu?" ejek Adam sambil mencengkeram dagu Jiya dan membawa wajah mungil itu kembali menatap matanya.

"Kita ini sudah tidak punya hubungan Mas, jadi kamu jangan mendekatiku lagi!" seru Jiya sembari mencoba mendorong tubuh Adam, tetapi nyatanya tubuh besar di depannya itu tak bergerak sedikit pun.

"Aku bisa melepaskanmu, tapi kamu harus menjawab pertanyaanku," ucap Adam yang kini makin keras mencengkeram dagu Jiya.

"Apa?"

"Dari mana asal susumu?"

Seketika mata Jiya membola mendengar pertanyaan tersebut.

"Kamu tidak mungkin memiliki ASI jika kamu tidak pernah hamil. Kamu hamil anak kita kan?" tanya Adam lalu memukul dinding tepat di dekat wajah Jiya.

Jiya memejamkan matanya saat suara dentuman dari tangan Adam dan tembok di belakang tubuhnya terdengar menggema di telinganya.

"Jawab!" sentak Adam.

Namun Jiya terus saja diam sambil menutup mata. "Apa yang harus aku lakukan?" batinnya yang tidak ingin menceritakan masalah kematian anak mereka.

Namun, tiba-tiba saja napasnya tercekat ketika tangan Adam mencengkeram lehernya. "Mas," ucapnya sambil berusaha melepaskan tangan Adam.

"Katakan, di mana anakku? Katakan!" tekan Adam yang kini saling beradu pandang dengan Jiya.

Jiya tak menjawab dan terus berusaha melepaskan cengkeraman di lehernya. Hingga ….

"Heeeekk! Huee!" Tangis tiba-tiba pecah dari Clayton yang tadi tertidur pulas.

"Lepaskan aku, Clayton nangis," pinta Jiya sambil menarik-narik lengan Adam.

Dan dari pintu kamar itu tiba-tiba saja masuklah Suster Ana. "Bu Jiya," ucapnya pelan ketika melihat Adam yang masih mencengkeram leher Jiya.

Tentu saja dia sempat terkejut, bahkan langkahnya sempat berhenti selama beberapa saat, sampai akhirnya dia memutuskan kembali melangkah menghampiri box bayi karena Clayton semakin keras menangis.

Dan di saat yang sama, tiba-tiba saja Jiya menendang paha Adam dan membuat mantan suaminya itu mundur selangkah, bahkan terjungkal ke belakang karena tidak seimbang. Dan tanpa menunggu lama Jiya pun segera menyambar tas slempangnya dan berlari meninggalkan kamar tersebut.

Sedangkan Adam yang sempat terjatuh pun langsung berdiri dan merapikan pakaiannya. "Kamu tidak melihat apa pun, mengerti?" ucapnya tanpa menoleh ke arah suster Ana.

Sedangkan Suster Ana yang sedang menggendong Clayton pun menjawab dengan kaki gemetar. "Ba-ba-baik, Tuan."

"Bagus," sahut Adam sembari melangkah dengan santai meninggalkan kamar tersebut.

Lima belas menit berlalu. Setelah meninggalkan rumah keluarga Raka tanpa berpamitan, akhirnya Jiya pun sampai di toko tempatnya berjualan sekaligus tinggal bersama dengan Dila.

"Tumben sudah pulang, Mbak?" sapa penjual mie ayam yang membuka usaha di dekat toko kue milik Jiya.

Jiya yang baru saja sampai pun segera turun dari motornya. "Iya Mas, si Claytonnya sudah tidur," jawabnya sambil tersenyum kaku.

"Oh …," sahut penjual mie ayam sambil manggut-manggut.

"Ya sudah aku masuk dulu ya Mas, mau bantuin Dila," cicit Jiya sembari melangkah masuk ke dalam tokonya tanpa menunggu sahutan salah satu tetangganya tersebut.

Dan sesampainya di dalam toko, Jiya pun langsung menjatuhkan tubuhnya di atas kasur lantai di belakang meja kasir.

"Ada apa?" tanya Dila yang langsung keluar dari ruang belakang ketika mendengar suara Jiya yang ambruk di kasur tipis .

"Mati aku Dil," jawab Jiya sambil mengusap-usap wajahnya hingga memerah.

"Sudah kubilang jangan ke sana, kamu sih ngeyel," sahut Dila sambil melangkah kembali ke ruang belakang. "Terus tadi calon ibu mertuamu bagaimana? Dia marah atau—"

"Bukan, bukan dia," potong Jiya. "Dia belum sempat marah."

"Lalu?" Dila melongokkan kepalanya agar bisa melihat tingkah Jiya saat ini.

"Mas Adam ada di sana malam ini," ucap Jiya sambil mengusap-usap lehernya.

Tiba-tiba Dila yang di ruang belakang berpindah dengan cepat ke bagian depan. Dia duduk di depan Jiya dan menatap sahabatnya itu dengan rasa penasaran tinggi. "Terus?" tanyanya.

"Dia nyekik aku," ucap Jiya yang masih mengusap-usap lehernya. Kemudian dia dengan cepat merubah posisi tubuhnya dari berbaring menjadi duduk. "Dia tanya dari mana aku punya susu untuk nenenin Clayton."

"Lalu kamu jawab gimana?"

"Aku diem, mangkannya dia marah." Jiya sekali lagi mengusap-usap wajahnya. "Aku nggak nyangka kalau dia akan nanyain masalah ini dan langsung bisa nebak tentang anaknya."

Dila pun manggut-manggut. "Iya, bener juga," gumamnya.

Jiya mendongakkan kepalanya menatap ke arah langit-langit tempat itu. "Entahlah Dil, gimana nasibku selanjutnya," gumamnya.

**

Keesokan harinya.

Seperti biasanya, hari ini Jiya kembali disibukkan dengan pesanan orang-orang yang akan diambil hari ini. Hingga dia memilih untuk menyingkirkan kegalauannya sementara waktu dan berkonsentrasi pada adonan roti yang ada di hadapannya.

"Tinggal donat ini," gumamnya sembari merenggangkan punggungnya yang terasa pegal karena terus menunduk sejak pagi.

Namun, tiba-tiba saja terdengar dering ponselnya memenuhi ruangan tersebut, hingga Jiya pun terpaksa melepas sarung tangan plastiknya untuk mengangkat panggilan tersebut.

"Bu Jiya, tolong datang ke rumah sakit Prisma Husada sekarang," ucap Bi Tumi di seberang panggilan tersebut.

"Ada apa Bi?" Jiya berubah panik.

"Tolong ke sini saja dulu Bu, nanti—" Kalimat Bi Tumi terhenti bersamaan dengan putusnya panggilan tersebut.

Dan tanpa berpikir lama, Jiya melepas celemeknya dan langsung menyambar tas slempangnya sambil berteriak. "Dil, aku pergi ke rumah sakit sebentar!"

"Hah, siapa yang sakit?" Dila balik bertanya dengan suara yang tak kalah tinggi dengan diiringi suara mixer yang menyertai.

"Belum tahu," jawab Jiya sembari melangkah dengan cepat keluar dari toko tersebut.

Related chapters

  • Maju Mundur Kena Duda Anak Satu   Tuduhan Calon Mertua

    Setengah jam berlalu, kini Jiya sudah sampai di depan salah satu ruangan yang dikatakan oleh Bi Tumi."Ada apa Bi, Clayton sakit?" tanya Jiya pada Bi Tumi yang sedang menunggu di luar ruangan. Sesaat kemudian Jiya mengalihkan pandangannya ke arah pintu ruangan yang tertutup rapat. "Apa sakitnya parah? Semalam sepertinya baik-baik saja.""Nggak tahu juga, Bu. Tadi tiba-tiba saja Nyonya teriak-teriak nyuruh Pak Dadang mengeluarkan mobil, terus ke sini," beber Bi Tumi yang kini ikut menatap ke arah pintu ruangan di dekat mereka."Astaga, semoga nggak ada yang serius," gumam Jiya yang semakin penasaran, tetapi hanya bisa menunggu seperti yang Bi Tumi lakukan.Sesaat kemudian Bi Tumi menepuk pelan lengan Jiya, dan membuat Jiya menoleh ke arah wanita paruh baya tersebut."Ayo duduk Bu," ajak Bi Tumi sambil melangkah ke arah kursi tunggu yang berada di dekat mereka.Namun belum sempat Jiya menyahut, tiba-tiba saja terdengar langkah seseorang yang sedang berlari ke arah mereka. "Ada

    Last Updated : 2023-10-03
  • Maju Mundur Kena Duda Anak Satu   Pengakuan Jiya

    Jiya terdiam. Dia benar-benar tidak menyangka kalau Raka akan mengatakan hal itu. Ya, dulu Jiya memang mengarang cerita seperti yang dikatakan oleh Raka untuk mengelabui semua orang yang mengenalnya di kota itu.Saat itu Jiya berpikir untuk tidak menceritakan yang sebenarnya dan bertingkah sebagai wanita yang diceraikan dan menyedihkan, agar lebih mudah diterima para tetangganya karena saat itu dia sedang hamil dan datang ke kota itu tanpa suami. Sedangkan saat bertemu dengan Raka, dia juga mengatakan kebohongan itu karena dia tidak pernah berpikir akan sedekat ini dengan Raka."Katakan Ji, apa yang sebenarnya terjadi?" tanya Raka sambil menarik tangannya dari satpam rumah sakit yang memeganginya.Desakan dari Raka membuat Jiya menelan ludahnya. Sesaat kemudian Jiya pun berganti melirik ke arah Adam yang juga sedang menatapnya dengan tajam. 'Bagaimana ini?' batin Jiya yang kebingungan.Sesaat kemudian Raka sudah beralih mendekati jiya. "Katakan yang sebenarnya!" tekan Raka sambil m

    Last Updated : 2023-10-13
  • Maju Mundur Kena Duda Anak Satu   Paket Dari Superman

    Setelah itu Jiya dan Dila pun membawa paket tersebut masuk ke dapur."Aku tidak menyangka kalau kamu akan menerima paket itu," ujar Dila yang saat ini berdiri tepat di sebelah Jiya. Dia dan Jiya sama-sama memandangi paket yang baru saja diletakkan oleh Jiya di atas meja khusus untuk memotong roti."Bukankah tadi kamu yang bersemangat mendapat paket ini," sahut Jiya sambil melirik ke arah sahabatnya itu.Dila pun menoleh dan menyahut, "Kamu kan tahu sendiri kalau aku itu cuma bercanda. Lagi pula biasanya kamu juga tidak akan mau menerima barang-barang yang tidak jelas seperti ini."Jiya pun mengambil gunting yang ada di dekat paket tersebut. "Sebenarnya kalau paket ini belum dibayar aku juga tidak akan menerimanya. Tapi karena paket ini sudah dibayar, jadi tidak ada ruginya kalau aku menerimanya. Lagi pula beberapa hari ini hidupku penuh dengan hal-hal aneh, tidak akan jadi lebih aneh lagi jika ada paket seperti ini.""Hati-hati Ji bukannya, guntingnya dikit-dikit aja, jangan-janga

    Last Updated : 2023-10-14
  • Maju Mundur Kena Duda Anak Satu   Ikan Goreng Hampir Satu Kilogram

    "Selamat malam Tante," ucap anak laki-laki yang baru saja turun dari mobil tersebut sambil tersenyum hangat ke arah Dila."Ah, iya-iya selamat malam," sahut Dila lalu tersenyum canggung ke arah anak laki-laki yang saat ini berjalan ke arahnya sambil membawa sebuah buket bunga mawar."Ini untuk Tante," ucap anak laki-laki tersebut sambil menyodorkan buket bunga yang ada di tangannya.Senyum pun mengembang di bibir Dila. "Wah, terima kasih ya, Bumi. Kamu memang anak yang manis," ucapnya sambil mengusap wajah anak laki-laki tersebut.Sedangkan Jiya yang melihat hal itu langsung menutupi bibirnya dengan telapak tangan kirinya. 'Dasar anak kampret,' batinnya yang kini menahan tawa melihat tingkah Bumi yang sangat jelas ingin membuatnya kesal.Sesaat kemudian Bumi menoleh dan mengambil kantong kresek yang saat ini disodorkan oleh anak buah ayahnya. "Ini untuk kamu," ucap Bumi dengan ketus sambil menyodorkan kantong kresek yang berisikan marta

    Last Updated : 2023-10-15
  • Maju Mundur Kena Duda Anak Satu   Kesepakatan Adam Dan Bumi

    Setengah jam berlalu. Setelah menyelesaikan makan malamnya, kemudian Bumi dan Adam meninggalkan toko kecil Jiya. "Kenapa, Pa?" tanya Bumi yang memperhatikan Papanya karena sejak meninggalkan toko kue Jiya, papanya terus saja diam sambil menatap ke luar jendela mobil."Ada apa?" tanya Adam sambil menoleh ke arah Bumi yang saat ini langsung melengos."Papa masih memikirkan wanita menyebalkan itu?" tanya Bumi yang kini berganti menatap ke luar kaca mobil di sampingnya."Wanita itu?" tanya Adam sambil memijat keningnya."Mama. Papa masih memikirkan mama?" tanya Bumi.Adam berhenti memijat keningnya dan kembali menoleh ke arah Bumi. "Apa kamu sudah tidak menginginkan dia menjadi mama kamu?" "Memangnya dari awal siapa yang ingin dia menjadi mamaku?" sahut Bumi dengan ketus.Adam menghela napas panjang mendengar jawaban anak laki-laki di dekatnya itu. "Jadi kamu ingin membiarkan dia menjadi istri om-mu?" tanyanya."Enak saja," sahut Bumi sambil menoleh ke arah Adam dengan cepat. "

    Last Updated : 2023-10-16
  • Maju Mundur Kena Duda Anak Satu    Hanya Ingin Bertemu Clayton

    Di saat yang sama Dila yang berada di dekat Jiya pun ikut berteriak dan melompat ke belakang selangkah karena terkejut."Apa?" tanya Dila dengan kesal sambil menepuk pundak Jiya dengan keras.Belum sempat Jiya menjawab, tiba-tiba laki-laki tersebut bangun dari posisinya —yang tadi berbaring di atas kursi."Ternyata sudah pagi," ucap laki-laki tersebut sambil menatap ke sekitar tempat itu."Kamu orang yang mengantar bumi semalam 'kan?" tanya Jiya yang masih mengingat jelas siapa laki-laki di depannya itu."Benar, saya sopir semalam, Nyonya," jawab laki-laki tersebut sambil membungkuk, mengambil bunga yang sempat terjatuh di lantai."Maaf Nyonya, saya tidak sengaja menjatuhkan bunga ini," ucap sopir tersebut sambil menyodorkan bunga mawar itu ke arah Jiya.Jiya mengerutkan beningnya menatap mawar tersebut. "Bunga ini untukku?" tanyanya yang merasa enggan menerima bunga tersebut."Benar Nyonya. Bunga itu dari tuan kecil. Semalam saya kembali ke sini karena ingin memberikan bunga mawar it

    Last Updated : 2023-10-19
  • Maju Mundur Kena Duda Anak Satu   Bukan Pencuri

    Beberapa menit berlalu. Saat ini Jiya sedang membuatkan minuman seperti yang diinginkan oleh calon ibu mertuanya.'Ingat Ji, jangan sampai kamu lengah dan ada orang yang mendekati minuman ini. Ingat, jika sampai Nenek lampir itu menyuruh pembantunya ngasih racun ke minuman ini, maka kamu yang akan disalahkan dan masuk penjara,' batin Jiya sambil mengaduk-aduk minuman buatannya.Benar saja seperti perkiraanya, tiba-tiba seorang pelayan masuk ke tempat itu dan mendekati Jiya. "Biar saya bawa ke depan Bu," ucap pelayan itu dengan ramah.Langsung saja Jiya genggam erat nampan minumannya. "Tidak perlu Mbak, biar aku saja yang membawanya ke depan. Tadi Nyonya Desi sendiri yang menyuruhku membuatnya, takutnya nanti dia marah kalau bukan aku yang membawanya," sahutnya dengan cepat."Tidak apa-apa Bu, Ibu pergi ke atas menjenguk anak Tuan Raka saja," cicit pelayan itu sambil mengulurkan tangannya untuk meraih nampan minuman tersebut, tetapi Jiya langsung menggeser nampan minuman tersebut.

    Last Updated : 2023-10-21
  • Maju Mundur Kena Duda Anak Satu   Jangan Disuntik

    Lima belas menit berlalu. Saat ini Adam dan Jiya baru saja selesai mendaftar dan duduk di ruang tunggu di salah satu klinik yang ada di dekat perumahan tempat Raka dan keluarganya tinggal."Sudahlah Mas, ini dikasih obat merah juga bakal sembuh," ucap Jiya yang merasa enggan untuk diperiksa dokter."Jangan bercanda, lukamu itu parah," sahut Adam yang saat ini duduk tepat di samping Jiya.Sesaat kemudian Jiya berdiri. "Sudah kubilang ini tidak apa-apa, aku—" Belum selesai Jiya bicara, Adam langsung menarik tangan Jiya hingga membuat Jiya duduk kembali."Tolonglah Mas, aku bisa mengobati ini sendiri," ujar Jiya yang kini mulai memohon dengan ekspresi memelas di wajahnya.Adam langsung menoleh dan menatap Jiya dengan tajam. "Kamu bukan anak kecil lagi. Apa aku perlu membujukmu seperti anak TK?""Membujuk apa, aku ini hanya tidak mau membuang-buang uang," sahut Jiya dengan ketus, mencoba untuk menutupi alasan yang sebenarnya."Kita ini pernah hidup bersama, Ji. Mana mungkin aku

    Last Updated : 2023-10-26

Latest chapter

  • Maju Mundur Kena Duda Anak Satu   Bapak Rumah Tangga

    “Sudah turunin aku, aku bisa jalan ke kamar sendiri,” ucap Jiya yang juga mendengar panggilan dari lantai satu.“Tidak perlu, biarkan saja orang itu menunggu,” sahut Adam yang mempercepat langkahnya naik ke lantai dua.Jiya pun tersenyum menatap Adam yang sedang membawanya naik tangga. “Lucu,” gumamnya.“Apa?“ tanya Adam yang kini terus menatap ke arah depan.“Nggak ada Mas,” sahut Jiya lalu kembali menunduk.Setelah mengantar Jiya masuk ke dalam kamar mandi, kemudian Adam mengganti pakaiannya dan turun ke lantai satu untuk melihat orang yang bertamu ke rumahnya pagi itu. Dia berjalan ke arah ruang tamu, tetapi dia tidak menemukan siapa pun di sana.“Apakah orangnya sudah pulang?“ gumam Adam karena dia mendengar kalau orang yang bertamu itu memanggil namanya, jadi seharusnya orang itu sudah sangat mengenal dirinya.Sesaat kemudian terdengar langkah kaki yang berasal dari ruangan yang lebih dalam. Adam pun menoleh, menunggu pemilik suara langkah kaki tersebut.“Tuan muda,” ucap pemban

  • Maju Mundur Kena Duda Anak Satu   Ngompol

    Mata Jiya terbelalak ketika tiba-tiba Adam mencium pipinya. “Apa sih kamu, Mas,” ketusnya.Adam terkekeh karena merasa geli melihat Jiya yang salah tingkah. Merasa kesal dengan tawa Adam, Jiya dengan cepat mengambil sebuah potongan apel dan memasukkannya ke dalam mulut Adam. Dan seketika Adam pun berhenti tertawa.“Bagaimana kalau aku tersedak,” ucap Adam sambil mengunyah apel itu.“Ya habisnya kamu ngeselin sih, Mas,” sahut Jiya sambil cemberut.Adam kemudian tersenyum kembali lalu menggelitiki pinggang Jiya, hingga membuat Jiya tertawa terbahak-bahak. “Aduh, ampun Mas,” ucap Jiya sambil mencoba untuk menjauh dari Adam, tetapi Adam terus menahan dan menggelitiki pinggang Jiya. Hingga akhirnya dia merosot ke lantai karena lemas terlalu banyak tertawa.Namun, tiba-tiba salah satu asisten rumah tangga kiriman Nyonya Titi masuk ke dalam ruangan itu dan membuat Adam berhenti menggelitiki Jiya.“Kenapa kamu ke sini?“ tanya Adam dengan tatapan tajamnya.“Itu … saya, saya ….“ Asisten rumah

  • Maju Mundur Kena Duda Anak Satu   Mengusir ART

    Jiya mendesis cukup keras ketika dia akan bangun dari ranjangnya. 'Pinggangku rasane koyo copot,' batin Jiya lalu berpegangan pada pinggiran ranjang itu dan kemudian berdiri.“Apa yang yang kamu lakukan?“ tanya Adam sambil memiringkan tubuhnya menghadap ke arah Jiya.“Aku ngadek Mas, berdiri.“ Jiya mengucap kata Berdiri dengan pernekanan agar Adam tahu arti istilah jawa yang dia ucapkan. “Masa kamu nggak lihat,” ketusnya.Adam tersenyum kecil. “Lalu kenapa kamu seperti nenek-nenek? Ingin berdiri harus berpegangan kepada sesuatu,” selorohnya.“Pinggangku habis diseruduk truk tronton, puas?“ Jiya masih menyahut dengan ketus. Kini Jiya berjalan ke arah kamar mandi sambil memegangi pinggangnya.“Apa perlu aku bantu?“ Tanya Adam.“Nggak usah Mas, yang ada kamu malah nyusahin bukannya ngebantu,” jawab Jiya sambil masuk ke dalam kamar mandi.Adam pun merebahkan tubuhnya. Matanya menatap langit-langit kamar itu, tak lupa sebuah senyum masih terukir di wajahnya.“Jiya,” gumam Adam.*Keesokan

  • Maju Mundur Kena Duda Anak Satu   Ikat Pinggang Di Pergelangan Tangan

    “Pak Adam,” gumam semua orang sambil berdiri dari kursi mereka, termasuk Nathan yang langsung meletakkan berkas di tangannya.“Berani sekali kalian!“ teriak Adam dengan tatapan tajam yang seolah ingin membakar semua laki-laki yang ada di dalam ruangan itu.Para laki-laki itu saling melirik karena tidak mengerti asal mula kemarahan Adam.Kemudian Adam menoleh ke arah Jiya. “Ke sini!“ Namun Jiya langsung melengos. “Pulanglah, aku bisa pulang sendiri,” sahutnya dengan ketus.Mendengar hal itu Adam mengepalkan tangannya dan kemudian melangkah ke arah Jiya. “Apa yang ingin kamu lakukan di sini?“ tanyanya sambil menggenggam tangan Jiya.“Tunggu Pak,” ucap Nathan yang ingin membela Jiya karena merasa kalau Adam akan memarahi Jiya, walaupun dia juga tidak tahu apa penyebab kemarahan Adam saat ini. “Dia datang ke sini untuk menjemput Leni, dia—”“Siapa kamu berani berbicara mewakili istriku!“ sentak Adam.Mata Nathan pun membulat mendengar kalimat Adam, begitu juga dengan semua orang yang ada

  • Maju Mundur Kena Duda Anak Satu   Jiya Bukan Anak Baru

    Feni lebih terkejut lagi saat melihat dua orang yang sedang belutut di halaman rumah itu. “Siapa mereka?“ tanya Feni karena saat ini dua orang itu menundukkan kepala mereka.“Angkat kepala kalian!“ teriak Dimas memberikan perintah.Kemudian dua orang tersebut mengangkat kepalanya dan menatap ke arah Feni.“Dia …,” ucap Feni lalu kembali menatap ke arah Dimas.“Benar, orang yang ada di foto itu adalah dia bukan aku. Ada orang yang sengaja ingin merusak hubungan kita,” sahut Dimas.“Ini benar?“ tanya Feni sambil kembali menatap ke arah laki-laki yang mirip dengan suaminya itu.“Tentu saja. Aku tidak mungkin menghianati kamu dan dua anak kita,” sahut Dimas sambil mengusap perut Feni dengan lembut.Feni pun terdiam dan menundukkan pandangannya. “Maaf,” ucapnya lirih.Dimas kemudian menggenggam tangan Feni. “Kamu tidak perlu minta maaf, ini tidak sepenuhnya kesalahan kamu,” sahutnya sambil mengecup punggung tangan Feni itu.Feni kembali mengangkat pandangannya. “Apakah kamu tahu siapa

  • Maju Mundur Kena Duda Anak Satu   Berhasil

    Mereka pun cukup lama bersantai di pinggir kolam tersebut sambil terus membicarakan masalah mereka masing masing, dan juga membahas masalah rencana Dimas dan memaltangkan rencana tersebut.Hingga malam menjadi semakin larut, dan mereka pun masuk ke dalam rumah. Mereka memutuskan untuk beristirahat malam itu. Dimas pun memilih menempati salah satu kamar tamu di rumah itu. Dimas juga sempat memperhatikan pelayan yang dibicarakan Adam tadi, dan benar saja pelayan itu ternyata cukup mencurigakan.****3 hari kemudian..Setiap hari Adam menjemput dan mengantar Jiya pulang ke rumah Dimas, tapi dalam beberapa hari itu semua yang mereka bahas hanya seputar masalah Dimas dan Feni tidak ada yang lain.Hingga malam pun tiba...Adam dan Dimas sedang berada di luar sebuah club malam. Anak buah Adam menemukan bahwa wanita itu bekerja di club malam ini sebagai penari striptis. “Gimana, semua udah siap?” tanya Dimas lewat telpon yang ada di genggamannya“Siap Tuan!” suara di dalam telpon

  • Maju Mundur Kena Duda Anak Satu   Rencana Dimas

    “Ahhkk!” ucap Jiya sambil bangun dari lantai tempatnya terjatuh. Setelah itu Jiya bangun, dan melihat ke arah orang yang sedang memegang daun pintu tersebut.“Astaga Mbak, kamu kenapa?” ucap Jiya terkejut melihat Feni yang kusut, berantakan. Kemudian Jiya segera menggandeng Feni untuk duduk di sofa ruang tamu tersebut. Feni lalu menangis keras “Hiks.. hiks.. huwa…!” “Bagaimana nasibku dan anakku. Kenapa mas Dimas tega seperti ini padaku,” ucap Feni sambil terus menangis memeluk Jiya.Kemudian Jiya pun memeluk sambil mengelus pundak Feni “Sabar mbak, Sabar. Ingat Mbak sedang mengandung, kasihan anak Mbak kalau Mbak menangis seperti ini,” ucap Jiya mencoba menenangkan Feni“Tapi Ji, bagaimana aku bisa tenang saat tahu kalau mas Dimas selingkuh seperti itu,” ucap Feni“Iya Mbak, aku sudah tahu itu dari Mas Dimas,” ucap Jiya“Jadi kamu kesini disuruh Dimas?” ucap Feni langsung melepaskan pelukannya dari dia‘Eh, aku salah bicara,’ batin Jiya kaget“Tentu saja tidak. Aku memang mendenga

  • Maju Mundur Kena Duda Anak Satu   Ibu Kantin

    Pyarrrr! Brughhh!… Terdengar suara piring pecah dan di ikuti benda jatuh dari dapur.Kemudian Jiya, Lena dan Leni saling menatap sejenak. Lalu, mereka bertiga pun langsung berlari ke arah dapur. Dan saat sampai di pintu dapur, mereka pun kaget melihat Ibu kantin sedang terbaring di lantai dan sebuah piring pecah di sampingnya.Lena yang sampai di dapur duluan, langsung mencoba membangunkan ibu kantin, tapi tidak ada respon“Kita tidak mungkin kuat menggotong dia,” ucap Lena sambil melihat tubuh Ibu kantin yang memang bisa di sebut mengalami obesitas.Lalu Lena meletakkan kepala ibu kantin di pangkuannya, dan terlihatlah ada darah di lantai tepat di bagian bekas tempat kepala ibu kantin terjatuh.“Astaga, darah!” teriak Leni.Lena pun terdiam seketika, wajahnya berubah memucat.. “Len, sabar… Len,” ucap Leni menggoyang-goyangkan tubuh saudara kembarnya tersebut“Astaga!”teriak Jiya “Leni, kamu jaga Lena dan Ibu kantin. Aku cari bantuan,” ucap JiyaKemudian Jiya pun langsung berla

  • Maju Mundur Kena Duda Anak Satu   Dimas Akan Bercerai

    Setelah mengendarai mobil selama 15 menit, kemudian mereka sampai di sebuah kafe langganan Adam dan Dimas.Adam pun segera masuk ke dalam cafe tersebut, dikuti oleh Jiya yang ada di belakangnya.Setelah mereka masuk ke dalam Cafe tersebut. Kemudian Adam dan Jiya melihat ke sekitar, lalu menemukan Dimas yang sedang duduk di salah satu meja yang agak jauh dari mereka. Dimas terlihat tak bergerak sedikitpun, ia teeus menatap ke arah luar jendela kaca di sebelahnya.Kemudian mereka pun mendekat ke arah Dimas. Tapi, Dimas tidak bergeming sedikitpun. Dia tidak sadar dengan kedatangan Jiya dan Adam yang sudah duduk di depannya.“Ehem!” Adam berdehem. Kemudian Dimas pun tersadar dari lamunannya, dan langsung menoleh dan melihat ada Adam dan Jiya yang sudah duduk depannyaLalu Dimas pun kini mengusap-ngusap wajahnya.“Ada apa?” tanya Adam penasaran pada sahabatnya tersebut karena terlihat sangat kacau“Aku sedang pusing, istriku minta cerai,” ucap Dimas“Apa!” ucap Adam dan Jiya bersamaan, kag

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status