Bu Erna dan Nessa tidak berani membantah. Mereka berdua langsung mengikuti Rizal, mengambil posisi masing-masing seperti saat merek berangkat tadi. Rizal langsung menjalankan mobil tanpa berpamitan pada Arjuna dan Lily yang sebentar lagi akan menyusul mereka juga.
"Ini semua gara-gara kamu, Nes!" ucap Rizal yang masih memendam perasaan marahnya sedari ruko tadi.
"Sudahlah, Zal! Semuanya sudah terjadi. Kenapa kamu harus mencari tahu tentang sesuatu yang sudah terlewat lama."
Bu Erna menenangkan Rizal yang mulai gusar lagi. Ia takut bila Rizal menyetir dalam keadaan emosi.
Kali ini Nessa berusaha menekan rasa takutnya dengan membuang pandangan ke samping, berpura-pura menikmati perjalanan pulang mereka. Dalam hati ia menyumpah pada Arjuna, karena menyumbangkan ide yang membuat posisinya terjepit sendirian.
"Ibu juga! Kenapa ibu diam aja, waktu Arjuna bilang mau nik
Lily dan Arjuna dibantu oleh Mang Dirman, membersihkan ruko yang akan mereka tinggalkan. Segala sisa bahan masakan Lily diberikan pada Mang Dirman yang dengan berat hati melepas kepindahan Lily kembali."Enggak nyangka, Mas. Semuanya begitu cepat. Padahal Abi dan Husen, mulai betah di sini," ucap Mang Dirman sambil mengumpulkan sisa sampah ke dalam kresek."Iya, Mang. Aku juga benar-benar enggak nyangka. Seperti mimpi," jawab Arjuna sambil memandang kosong ke jalanan."Tapi, Mas beruntung loh, menikahi Mbak Lily. Yaa ... walaupun naik ranjang sih."Arjuna hanya diam menyimak ucapan Mang Dirman, menatap Lily yang masih merapi-rapikan beberapa barang mereka di mobil. Walaupun diam, ia masih menunggu kelanjutan ucapan Mang Dirman."Beberapa bulan di sini, Mbak Lily sering kasih makanan sama kami. Kalau pas antaran lagi banyak juga, mbak Lily pasti kasih lebih buat saya. Pokoknya baik deh, orangnya! Mas Juna beruntung, Lily bukan hany
Arjuna dan Lily tiba di rumah mendekati waktu zuhur. Arjuna turun dari mobil terlebih dahulu dan menurunkan barang-barang mereka. Abidzar dan Hussein, langsung menghambur masuk menuju kamar lama. Sepertinya mereka berdua begitu merindukan kamar mereka.Lily meraih dua buah tas, dan membawanya sekaligus. Arjuna pun demikian. Kedua tangannya, dipenuhi oleh barang milik Abi dan Husen.Arjuna mengantar tas Abi dan Husen ke kamar mereka terlebih dahulu. Setelah itu, ia kembali keluar untuk mengambil dua kardus yang cukup berat. Ia sendiri tidak tahu, isinya apa. Semua umat yang ada di rumah tidak ada yang keluar menyambut kedatangan mereka. Mungkin sedang tidur siang.Sampai di ruang tamu, Lily meletakkan kedua tasnya dengan wajah bingung. Arjuna yang melintas membawa kardus, berhenti sejenak."Kenapa? Kok bingung? Rumah ini enggak berubah kok, semua posisi kamar, dapur, dan lainnya masih sama," ucap Arjuna."Ehm ... emmm ... itu, a-aku ...
Lily menarik napas dalam dan menghembus dengan cepat."Baguslah kalau kamu masih punya perasaan begitu," sahut Lily jengkel."Ya sudah! Kalau gitu ikutin aja kata suamimu ini," sahut Arjuna acuh, langsung berbaring kembali sambil meraih guling.Lily mendelik, melihat Arjuna yang sudah meringkuk lagi di tempat tidur. Karena belum ada lemari tempat menyimpan pakaiannya sendiri, Lily memutuskan untuk keluar.Ia menuju kamar Abidzar dan Hussein. Tidak terlalu berdebu, sepertinya rajin di sapu. Lemari lama Abi dan Husen juga tidak berpindah tempat. Tangan Lily langsung bergerak, membersihkan lemari dengan kemoceng yang masih bergantung di sebelahnya.Setelah cukup bersih, ia mulai menyusun kembali pakaian kedua anaknya, bergantian. Abidzar dan Hussein sendiri, langsung bermain keluar. Mereka seperti kangen sekali dengan lingkungan rumah tersebut.Setelah kamar Abi dan Husen sudah siap untuk di tempati, Lily merebahkan tubuhnya ke pemb
Sore harinya, Arjuna heran melihat Lily yang masih saja berada di tempat tidur. Arjuna yang baru kembali dari lari-lari sore, langsung mendekat."Tadi gayanya sok enggak mau tidur di sini. Sudah masuk, eh! Enggak mau keluar-keluar lagi. Mulai betah ya?" ledek Arjuna.Wajah Lily langsung memerah mendengar ucapan Arjuna, membuatnya makin enggan menampakkan wajah."Ly! Kamu sakit?" tanya Arjuna mendadak serius melihat Lily diam saja, dan tidak menjawab ucapannya seperti biasa."Ho-oh. Sakit!" ucap Lily akhirnya dengan suara yang dibuat selemas mungkin. Berpura-pura sakit sepertinya adalah solusi terbaik untuk dapat kesempatan berbaring dengan tenang.Arjuna tidak menjawab apa-apa lagi. Ia langsung melangkah ke dapur menemui Nessa yang baru saja selesai membuatkan kopi untuk suaminya."Nes, kalau kopi Rizal sudah selesai, tolong buatkan istriku bubur ayam ya! Yang enak! Jangan keasinan. Dia lagi enggak enak badan!" perintah Arjuna seperti
Melihat Rizal hanya diam, Nessa meninggalkannya di kamar. Ia bergegas menuju ruang tamu. Ia melihat Arjuna sedang duduk santai di sofa. Cepat-cepat Nessa berbalik menghindari Arjuna. Tapi sial, Arjuna terlanjur melihat keberadaannya."Nes, buburnya sudah matang? Tolong bawakan ke kamar, bisa ya?"Tenggorokan Nessa terasa tercekat. Semula ia ingin menolak dengan kata-kata kasar. Tapi langsung berubah pikiran, saat menyadari ini kesempatannya menemui Lily. Ini kesempatannya untuk berbicara empat mata dengan Lily. Kebetulan masih ada hal yang ingin ia katakan, yang selama ini menggangu pikirannya."Bisa Kak. Tenang aja, sebentar kuambil dulu buburnya, sekalian nyuapin juga bisa. Kak Juna santai aja di sini," ucap Nessa berpura-pura bersikap lembut.Arjuna mengangguk kecil mendengar ucapan Nessa. Nessa langsung berbalik menuju dapur, untuk memindahkan semua bubur dari panci kecil ke mangkuk yang agak besar. Dengan langkah cepat, ia menuju ke
Lily melangkah dengan cueknya. Arjuna menarik mundur empat buah kursi. Lily memaksakan diri untuk tersenyum supaya terlihat senang atas tindakan dan perhatian Arjuna. Setelah duduk, ia meraih piring untuk kedua anaknya terlebih dahulu."Abi, pakai apa?" tanya Lily."Ayam goreng bagian pahanya, Ma!" Abizar berbicara penuh semangat."Hussein juga mau ayam?"Hussein mengangguk. Lily langsung mengambil bagian yang diminta oleh kedua anaknya. Setelah itu ia meraih satu piring makan lagi, mengisinya dengan nasi lalu meletakkan di hadapannya.Tapi sesaat kemudian, buru-buru ia menggeser piringnya ke hadapan Arjuna karena merasa ada yang menginjak kakinya dari bawah meja. Itu pasti perbuatan Arjuna!"Makasih ya, Dek," ucap Arjuna membuat Lily terpaksa tersenyum meski hanya sedikit."Mau lauk sama sayur apa?" tanya Lily berusaha berbicara semesra mungkin, padahal ucapan terima kasih dari Arjuna tadi sudah cukup me
Lily menepis tangan Arjuna begitu mereka sudah menjauh dari ruang makan."Juna! Apa maksudmu tadi? Kamu pasti lagi mengigau ya?" Lily menarik Arjuna cepat-cepat menuju kamar mereka."Aku serius!""Tapi kamu kok berani ngusir Rizal di depan ibu? Bukannya ini rumah orang tuamu ya?""Emang!" sahut Arjuna singkat."Lalu? Kenapa ibu diam saja tadi?" Lily semakin tak mengerti. Biasanya Bu Erna bergerak cepat saat ada yang menindas anak dan mantu kesayangannya."Dia tidak berhak, karena bukan ibu kandungku," sahut Arjuna sambil duduk ditepi ranjang."Hah?" Lily kaget bukan kepalang. Ia ikut duduk dengan wajah antusias di samping Arjuna, berharap ada tambahan penjelasan."Ya, rumah ini didirikan di atas tanah ibu kandungku. Surat-suratnya pun atas nama ibu kandungku dulu karena ayah membangunnya saat ibu masih hidup."Penjelasan Arjuna membuat Lily tercengang sejenak."Berarti kamu dan Rizal?" tany
Arjuna yang baru keluar dari kamar mandi baru mengerti, kenapa tadi serba buru-buru. Rupanya ia ingin menguasai tempat tidur sendirian malam ini. Arjuna mencebik sambil meraih kopiah. Kemudian ia salat dengan khusuk di atas sajadah yang sudah terhampar, bekas Lily salat tadi. Selesai salat, Arjuna masih santai berzikir dan berdoa.Setelah itu, Arjuna meraih bantal, selimut, dan guling yang berceceran di lantai, kemudian mengembalikannya ke atas kasur. Lily berbalik dan menendang gulingnya pelan, hingga terjatuh lagi. Arjuna meraih guling kembali, kemudian menjatukan bersama dirinya di ranjang, bersebelahan dengan Lily yang langsung duduk, dan menyandarkan tubuhnya ke dinding."Juna ... mending kamu tidur dibawah dulu deh, malam ini. Kita gantian, besok-besok aku!" bujuk Lily yang nampak enggan berbagi tempat tidur dengan Arjuna."Ngapain? Jaman sudah enak kok dibuat-buat susah," jawab Arjuna acuh. Lily menarik napas panjang.Ia langsung turun
"Waduh!" Rizal garuk-garuk kepala."Ta-pi, saya bukan suaminya, Mbak," tolak Rizal."Oh, Maaf! Suaminya kemana?""Suaminya di tempat kerja. Hapenya ketinggalan, tapi, nanti ada ibu saya datang dampingin," jelas Rizal. Perawat akhirnya mengerti. Rizal kembali menelpon ibunya yang tak kunjung tiba. Tapi tak di angkat-angkat. Beberapa saat kemudian, wajah Rizal berubah cerah saat Bu Erna sudah tiba di pintu ruang bersalin.Rizal segera membawa Ayezha menjauh, dan Bu Erna langsung masuk dan mendekat pada Lily, yang mulai mengejan. Ia langsung memegang tangan Lily dan menyapu bulir keringat yang menempel di dahinya."Oooeeek ... oeeeek ...."Karena ini pengalaman ke empat kalinya Lily melahirkan, tak perlu waktu lama mengejan, terdengar suara tangis bayi. Lily langsung terkulai lemas. Bayi yang sangat mungil karena lahir di bulan ke tujuh itu diangkat oleh perawat untuk dibersihkan. Bu Erna sendiri, membantu membersihkan anggota
Rizal mengangkat wajahnya pelan-pelan mengikuti arah ekor mata Lily, melirik-lirik pada pasien yang mengisi di satu bagian ruangan mereka."Iya. Kayaknya iya!" jawab Rizal setengah berbisik juga.Mereka semua penasaran apa yang terjadi dengan Nessa. Kenapa yang menjaganya bukan ayah atau ibunya. Kenapa dia didampingi oleh dua orang asing yang sebaya dengan mereka? Nessa sendiri begitu menatap mereka dengan tatapan kosong. Seolah mereka tidak pernah saling mengenal.Rizal jadi penasaran. Arjuna pun mendukungnya untuk mendekat. Nampaknya ia juga sangat penasaran. Begitu wanita yang ikut menjaga Nessa tadi keluar, Rizal mewakili mereka semua mendekat."Permisi Pak. Dia Nessa kan?""Iya," jawab lelaki tadi singkat sambil menoleh."Dia sakit apa? Perempuan yang tadi disini siapanya? Ibu sama Bapaknya kemana?" Rizal memberondong lelaki tersebut dengan pertanyaan beruntun."Oh, tadi itu istri saya. Orang tuanya Nessa meninggal sa
Arjuna mandi secepat kilat. Rengekan Ayezha memanggil-manggil dari luar memaksanya buru-buru untuk menyelesaikan mandinya.Baru keluar dari kamar mandi, Ayezha sudah menunggunya di pintu. Alhasil, masih menggunakan handuk ia mengangkat dan membawa Ayezha duduk di pangkuannya."Papa pakai baju dulu ya, sama mama dulu ya?" bujuk Arjuna. Ayezha menggeleng, ia malah berpegangan erat di leher Arjuna.Arjuna memandang istri dan anaknya bergantian dengan gemas. Lily tertawa senang melihat wajah Arjuna yang lucu, menghadapi tingkahnya dan Ayezha. Tiba-tiba ponsel Arjuna berdering. Panggilan dari Bu Erna."Assalamu'alaikum Bu ....""Wa'alaikumsallam, Juna. Ibu mau ngabarin, istrinya Rizal sudah melahirkan," ucap Bu Erna langsung."Alhamdulillah, ini di mana sekarang, Bu?""Masih di rumah sakit," jawab Bu Erna."Oh, Ya Bu! Sebentar kami ke sana ya, Bu ... mau dibawakan apa?" suara Arjuna terdengar bersemangat."E
"Ngomong apa sih, Mas? Iya. Sejak ketemu Rizal tadi, hatiku berubah. Berubah makin saayaaang sama suamiku yang luar biasa dan baik hati ini. Peduli sama adeknya yang dulu cuma bisa nyusahin dia aja," jawab Lily manja membuat Arjuna tersenyum bahagia."Bagaimanapun, dia adekku. Dalam tubuh kami ada aliran darah yang sama kan? Walaupun beda ibu? Seburuk-buruknya Rizal, sifat baiknya yang kuacungi jempol itu sayang sama ibu. Coba kamu ingat, pernah enggak Rizal berbicara kasar sama ibu? Enggak pernah kan? Meskipun dulu dia berlebihan sampai ngabaikan istrinya karena patuh sama ibu. Tapi kalau dulu dia enggak begitu, bisa jadi yang duduk di sampingku hari ini bukan kamu. Iyakan?"Arjuna bertanya sambil melirik pada Lily yang mengangguk sambil memandangnya penuh cinta. Kekagumannya atas kebijakan Arjuna bertambah besar."Ternyata memang semua ada sisi baik dan hikmahnya ya," gumam Lily begitu Arjuna mulai menjalankan kendaraan mereka."
Sesaat kemudian Rizal seperti tersadar akan sesuatu, lalu melangkahkan kaki masuk ke dapur untuk mengangkat menu makanan keluar.Lily merasa bersalah melihat tatapan Rizal. Arjuna memperhatikan perubahan raut wajah Lily, seperti gelisah. Ia menarik Lily menjauh sebentar."Kamu merasa bersalah, ya?" tanya Arjuna. Lily hanya diam. Ia sendiri tak tahu kenapa ia harus merasa bersalah."Minta maaflah pada Rizal. Atas kebohonganmu selama jadi istrinya dulu. Bagaimanapun, yang namanya bohong apalagi saat itu dia berstatus suamimu, tetaplah dosa," ucap Arjuna lembut. Lily hanya diam. Ia ragu dan takut. Lily masih saja berpikir, Rizal masih sama seperti yang dulu."Ly! Euumm, boleh aku ngomong sebentar?" tiba-tiba Rizal muncul dari belakang.Arjuna langsung masuk meninggalkan Lily dan Rizal yang duduk di kursi pel Keduanya duduk berhadapan. Jantung Lily berdegup kencang. Ia berpikir pasti Rizal akan menanyakan soal kebohongannya.
"Mas, kenapa sih aku enggak boleh ke ruko lagi? Mbak Fi juga kayaknya takut banget aku ke sana? Kenapa?" Lily mencoba kembali memancing pembicaraan setelah penolakan Mbak Fi sebulan yang lalu."Enggak apa-apa. kan aku sudah bilang, alasannya. Aku pengen kamu cepat hamil. Enggak perlu capek-capek lagi," Arjuna bersikukuh dengan alasan lamanya."Yaelah! kalo ke sana kan nengok doang, gak ngapa-ngapain! Gak capek. Gak ngaruh, Mas!" protes Lily."Pokoknya enggak boleh!""Kalau aku sudah hamil, baru boleh berarti ya?" tanya Lily. Arjuna diam, nampak masih enggan mengiyakan. Lily jadi makin penasaran melihat tingkah laku suaminya."Maaaas! Kalau sudah hamil, jangan kurung aku lagi, ya!" Lily mulai merengek."Heeeeeemmm. Hamil aja dulu!" Arjuna akhirnya mulai tak tega mendengar rengekan Lily."Bener, Mas?" Lily berbalik menatap suaminya. Arjuna hanya menaikkan alis sebagai jawaban."Mas. Liat deh!" Lily mengambil ses
Tiga minggu berlalu begitu cepat.Lily bersiap tidur mengenakan piyama lengan panjang. Ia menyusun bantal seperti biasanya. Arjuna masih menggosok gigi di kamar mandi.Setelah semuanya beres, Lily memilih-milih kaset yang sudah hampir semuanya ditonton."Yaaaah!"Suara Lily terdengar kecewa."Kenapa?" tanya Arjuna yang baru keluar dari kamar mandi."Ngadat semua kasetnya! Padahal tinggal ini aja yang belum diputar. Besok kita cari kaset-kaset baru yang banyak, ya!" ucap Lily.Arjuna diam saja, tak menjawab. Lily menuju pembaringan, sambil membuka ponsel ia berbaring. Jari-jarinya langsung berselancar di youtube. Tiba-tiba Arjuna berbaring dan langsung merampas ponsel Lily."Mau ngapain?" ucapnya sambil meletakkan kembali ponsel Lily di dekatnya."Mau cari tontonan. Kan kasetnya rusak, besok kita cari lagi kaset baru, ya?" sahut Lily sambil bertanya."Enggak perlu! Mulai sekarang sebelum
Arjuna menurut saja pada ajakan Lily. Begitupun saat Lily memaksanya duduk sambil menatap wajahnya."Jadi, dulu itu aku melakukan sterill enggak dipotong. Cuma diikat, dan masih bisa dibuka lagi," terang Lily membuat Arjuna sangat terkejut."Emang bisa?" Arjuna menampakkan ketidakpercayaan."Kenapa enggak? Jaman udah semakin canggih. Tubektomi yang kulakukan hanya sebatas menutupi saluran indung telur kanan dan kiri supaya tidak terjadi pembuahan, jadi masih bisa dibuka. Prosedur membuka ikatan itu namanya anastomosis tuba, yaitu menggabungkan bagian saluran indung telur yang masih sehat," terang Lily sambil mengingat ucapan Dokter yang membantunya beberapa tahum silam.Arjuna menatap Lily penuh rasa syukur. Tetapi sesaat kemudian senyumnya meredup. "Tapi, apa enggak ada resiko kalau dibuka lagi ? Kalau membahayakan kamu, sebaiknya enggak usah. Kita sudah punya Husen dan Abi. Aku enggak masalah punya anak tiri aja. Bukankan selama aku ja
Setelah Rizal keluar, Arjuna langsung menutup pintu dan menguncinya. Ia tak ingin Rizal kembali mengusik mereka berdua. Arjuna merasa tak tega, melihat Lily selalu menangis bila berurusan dengan Rizal.Di luar kamar mereka, Rizal serasa tak mampu melangkah. Tulangnya seperti tak mampu menopang tubuh. Rizal bergeser dari pintu kamar Arjuna dan Lily, untuk bersandar di dinding. Ia meremas dadanya yang terasa sakit luar dalam. Berkali-kali ia menyapu matanya yang kabur, karena aliran air mata yang tak mampu dibendung.Rizal baru tahu rasa dan arti sebuah kehilangan, setelah hartanya yang paling berharga kini dalam genggaman orang yang tepat. Dia tak lagi memiliki alasan untuk memintanya kembali.Menyesalkah dia? Sangat! Tapi, kini Rizal sadar. Sesal tinggallah sesal. Mungkin memang sudah tiba waktu dan garis jodohnya dengan Lily terputus, dan tak bisa disambung lagi. Jodoh mereka sudah habis, tak akan bisa ia paksakan untuk bersatu lagi.Bu Erna mengha