"Maaf, kalian bisa tidur di sini saja!" ucap Lily sambil menunjuk ambal yang terhampar di ruang tamu.
Baru saja mulut Lily menutup, Rizal melesat cepat, menarik Arjuna lagi. Rupanya ia sudah menyiapkan ancang-ancang untuk perseteruan yang kedua. Bu Erna, Lily, dan Nessa memekik kaget. Bu Erna dan Nessa memegang tangan Rizal bersebelahan. Sementara Lily membantu Arjuna berdiri, dan menariknya menjauh dari jangkauan Rizal. Perlakuan Arjuna terhadap Lily membuat darah Rizal serasa mendidih.
"Hebaaat! Hebaaat! Arjuna kamu kakak yang hebat!" Rizal bertepuk tangan sambil tertawa lebar.
"Pantas saja, kamu betah menyendiri sampai tua. Ternyata kamu menunggu dia! Bekasku! Jandaku! Jandaku yang jalang!" Rizal terbahak seperti orang kesurupan sambil bertepuk tangan.
"Jaga mulutmu Rizal!" ucap Lily emosi, melihat tingkah Rizal. Lily merasa Rizal tidak hanya menghinanya, tapi juga menghina Arjuna yang selama ini sudah banyak membantunya.
"Wow! Ibu coba li
Keesokan harinya, pagi-pagi sekali Arjuna sudah mandi. Karena belum ada toko baju yang buka pagi-pagi, Arjuna berniat meminjam baju koko milik Mang Dirman. Tapi ternyata, Mang Dirman memiliki simpanan baju koko yang masih baru berwarna putih. Ia memberikan secara gratis pada Arjuna lengkap dengan kopiah, sekaligus meminta maaf karena malam tadi tidak bisa berbuat apa-apa. Arjuna tentu saja tidak menyalahkan Mang Dirman atas kejadian tersebut. Baginya semua hanya serba kebetulan saja.Abidzar dan Hussein yang baru terbangun, nampak terkejut melihat kehadiran Rizal dan Bu Erna. Mereka mendekat takut-takut, saat Rizal memanggil mendekat. Bu Erna yang juga kangen pada kedua cucunya sedikit terharu. Ia menarik Hussein duduk di pangkuan, dan mencium cucu bungsunya.Seperti tidak memberikan kesempatan anaknya berbincang lama dengan mereka, Lily memanggil kedua putranya untuk mandi. Setelah itu, cepat-cepat ia memakaikan seragam sekolah, dan mengantar mereka berdua
"Ayo! Kita pulang duluan!" ucap Rizal pada istri dan ibunya.Bu Erna dan Nessa tidak berani membantah. Mereka berdua langsung mengikuti Rizal, mengambil posisi masing-masing seperti saat merek berangkat tadi. Rizal langsung menjalankan mobil tanpa berpamitan pada Arjuna dan Lily yang sebentar lagi akan menyusul mereka juga."Ini semua gara-gara kamu, Nes!" ucap Rizal yang masih memendam perasaan marahnya sedari ruko tadi."Sudahlah, Zal! Semuanya sudah terjadi. Kenapa kamu harus mencari tahu tentang sesuatu yang sudah terlewat lama."Bu Erna menenangkan Rizal yang mulai gusar lagi. Ia takut bila Rizal menyetir dalam keadaan emosi.Kali ini Nessa berusaha menekan rasa takutnya dengan membuang pandangan ke samping, berpura-pura menikmati perjalanan pulang mereka. Dalam hati ia menyumpah pada Arjuna, karena menyumbangkan ide yang membuat posisinya terjepit sendirian."Ibu juga! Kenapa ibu diam aja, waktu Arjuna bilang mau nik
Lily dan Arjuna dibantu oleh Mang Dirman, membersihkan ruko yang akan mereka tinggalkan. Segala sisa bahan masakan Lily diberikan pada Mang Dirman yang dengan berat hati melepas kepindahan Lily kembali."Enggak nyangka, Mas. Semuanya begitu cepat. Padahal Abi dan Husen, mulai betah di sini," ucap Mang Dirman sambil mengumpulkan sisa sampah ke dalam kresek."Iya, Mang. Aku juga benar-benar enggak nyangka. Seperti mimpi," jawab Arjuna sambil memandang kosong ke jalanan."Tapi, Mas beruntung loh, menikahi Mbak Lily. Yaa ... walaupun naik ranjang sih."Arjuna hanya diam menyimak ucapan Mang Dirman, menatap Lily yang masih merapi-rapikan beberapa barang mereka di mobil. Walaupun diam, ia masih menunggu kelanjutan ucapan Mang Dirman."Beberapa bulan di sini, Mbak Lily sering kasih makanan sama kami. Kalau pas antaran lagi banyak juga, mbak Lily pasti kasih lebih buat saya. Pokoknya baik deh, orangnya! Mas Juna beruntung, Lily bukan hany
Arjuna dan Lily tiba di rumah mendekati waktu zuhur. Arjuna turun dari mobil terlebih dahulu dan menurunkan barang-barang mereka. Abidzar dan Hussein, langsung menghambur masuk menuju kamar lama. Sepertinya mereka berdua begitu merindukan kamar mereka.Lily meraih dua buah tas, dan membawanya sekaligus. Arjuna pun demikian. Kedua tangannya, dipenuhi oleh barang milik Abi dan Husen.Arjuna mengantar tas Abi dan Husen ke kamar mereka terlebih dahulu. Setelah itu, ia kembali keluar untuk mengambil dua kardus yang cukup berat. Ia sendiri tidak tahu, isinya apa. Semua umat yang ada di rumah tidak ada yang keluar menyambut kedatangan mereka. Mungkin sedang tidur siang.Sampai di ruang tamu, Lily meletakkan kedua tasnya dengan wajah bingung. Arjuna yang melintas membawa kardus, berhenti sejenak."Kenapa? Kok bingung? Rumah ini enggak berubah kok, semua posisi kamar, dapur, dan lainnya masih sama," ucap Arjuna."Ehm ... emmm ... itu, a-aku ...
Lily menarik napas dalam dan menghembus dengan cepat."Baguslah kalau kamu masih punya perasaan begitu," sahut Lily jengkel."Ya sudah! Kalau gitu ikutin aja kata suamimu ini," sahut Arjuna acuh, langsung berbaring kembali sambil meraih guling.Lily mendelik, melihat Arjuna yang sudah meringkuk lagi di tempat tidur. Karena belum ada lemari tempat menyimpan pakaiannya sendiri, Lily memutuskan untuk keluar.Ia menuju kamar Abidzar dan Hussein. Tidak terlalu berdebu, sepertinya rajin di sapu. Lemari lama Abi dan Husen juga tidak berpindah tempat. Tangan Lily langsung bergerak, membersihkan lemari dengan kemoceng yang masih bergantung di sebelahnya.Setelah cukup bersih, ia mulai menyusun kembali pakaian kedua anaknya, bergantian. Abidzar dan Hussein sendiri, langsung bermain keluar. Mereka seperti kangen sekali dengan lingkungan rumah tersebut.Setelah kamar Abi dan Husen sudah siap untuk di tempati, Lily merebahkan tubuhnya ke pemb
Sore harinya, Arjuna heran melihat Lily yang masih saja berada di tempat tidur. Arjuna yang baru kembali dari lari-lari sore, langsung mendekat."Tadi gayanya sok enggak mau tidur di sini. Sudah masuk, eh! Enggak mau keluar-keluar lagi. Mulai betah ya?" ledek Arjuna.Wajah Lily langsung memerah mendengar ucapan Arjuna, membuatnya makin enggan menampakkan wajah."Ly! Kamu sakit?" tanya Arjuna mendadak serius melihat Lily diam saja, dan tidak menjawab ucapannya seperti biasa."Ho-oh. Sakit!" ucap Lily akhirnya dengan suara yang dibuat selemas mungkin. Berpura-pura sakit sepertinya adalah solusi terbaik untuk dapat kesempatan berbaring dengan tenang.Arjuna tidak menjawab apa-apa lagi. Ia langsung melangkah ke dapur menemui Nessa yang baru saja selesai membuatkan kopi untuk suaminya."Nes, kalau kopi Rizal sudah selesai, tolong buatkan istriku bubur ayam ya! Yang enak! Jangan keasinan. Dia lagi enggak enak badan!" perintah Arjuna seperti
Melihat Rizal hanya diam, Nessa meninggalkannya di kamar. Ia bergegas menuju ruang tamu. Ia melihat Arjuna sedang duduk santai di sofa. Cepat-cepat Nessa berbalik menghindari Arjuna. Tapi sial, Arjuna terlanjur melihat keberadaannya."Nes, buburnya sudah matang? Tolong bawakan ke kamar, bisa ya?"Tenggorokan Nessa terasa tercekat. Semula ia ingin menolak dengan kata-kata kasar. Tapi langsung berubah pikiran, saat menyadari ini kesempatannya menemui Lily. Ini kesempatannya untuk berbicara empat mata dengan Lily. Kebetulan masih ada hal yang ingin ia katakan, yang selama ini menggangu pikirannya."Bisa Kak. Tenang aja, sebentar kuambil dulu buburnya, sekalian nyuapin juga bisa. Kak Juna santai aja di sini," ucap Nessa berpura-pura bersikap lembut.Arjuna mengangguk kecil mendengar ucapan Nessa. Nessa langsung berbalik menuju dapur, untuk memindahkan semua bubur dari panci kecil ke mangkuk yang agak besar. Dengan langkah cepat, ia menuju ke
Lily melangkah dengan cueknya. Arjuna menarik mundur empat buah kursi. Lily memaksakan diri untuk tersenyum supaya terlihat senang atas tindakan dan perhatian Arjuna. Setelah duduk, ia meraih piring untuk kedua anaknya terlebih dahulu."Abi, pakai apa?" tanya Lily."Ayam goreng bagian pahanya, Ma!" Abizar berbicara penuh semangat."Hussein juga mau ayam?"Hussein mengangguk. Lily langsung mengambil bagian yang diminta oleh kedua anaknya. Setelah itu ia meraih satu piring makan lagi, mengisinya dengan nasi lalu meletakkan di hadapannya.Tapi sesaat kemudian, buru-buru ia menggeser piringnya ke hadapan Arjuna karena merasa ada yang menginjak kakinya dari bawah meja. Itu pasti perbuatan Arjuna!"Makasih ya, Dek," ucap Arjuna membuat Lily terpaksa tersenyum meski hanya sedikit."Mau lauk sama sayur apa?" tanya Lily berusaha berbicara semesra mungkin, padahal ucapan terima kasih dari Arjuna tadi sudah cukup me