"Egois kamu, Mas!"
Nessa mendengkus kesal. Rizal mengusap tengkuknya berulang kali."Nes! Kamu yang egois. Aku sudah sebulanan sama kamu, masih enggak puas juga!" jawab Rizal membuat Nessa langsung menatapnya tajam dengan mata memerah.
"Kamu yang enggak pernah puas, Mas!" balasnya tak kalah kasar membentak.
"Nes, jangan lupa. Lily itu juga istriku!"
"Aku tahu, Mas. Tapi bukan berarti, kamu harus ninggalin aku yang lagi sakit begini, Mas! Aku ini lagi dapat musibah. Enak aja, kamu malah mau enak-enakan sama istri tua!" sanggah Nessa tak mau kalah alasan.
"Sakit begitu doang, dasar kamunya aja, yang cengeng," ujar Rizal sembari menegakkan tubuh.
Mata Nessa terbeliak mendengar ucapan yang keluar dari mulut suaminya. Hatinya mulai merasa kesal pada Lily. Sepertinya Lily mulai mengalihkan perhatian Rizal kembali. Nessa tidak akan membiarkan
Rasa-rasanya, baru saja Rizal memejamkan mata, tapi suara bising Abidzar dan Hessein sudah memenuhi kedua telinganya. Sambil mengerjap-ngerjapkan matanya yang terasa perih karena tidak bisa tidur dengan tenang semalaman, Rizal bangkit lalu menyandarkan tubuhnya di sandaran sofa.Ternyata hari sudah pagi. Abi dan Husen sudah mengenakan seragam sekolah masing-masing, meskipun masih belum rapi total."Kok Papa tidurnya di sini?" Abi dan Husen mendekat. Di belakang kedua bocah polos tersebut Bu Erna dan Nessa sama-sama menatap pada Rizal dengan arti yang berbeda.Bu Erna meminta menatapnya meminta penjelasan sedangkan Nessa menatap Rizal tajam seolah berkata 'awas kamu!' Rizal mengusap tengkuk mencari alasan."Oh, i-iya. Ketiduran. Tadi malam ... Papa kepanasan di kamar. Iyakan, Nes?" Rizal menatap Nessa sambil tersenyum. Nessa yang tak mau terlihat egois di depan Bu Erna pun langsung tersenyum sok bijak.
Lelaki tersebut membalikkan badan."Kak Juna!" tanpa sadar Lily menyebut nama kakak iparnya dengan suara tercekat.Tubuh Lily kembali membeku saat menyadari lelaki yang berbicara dengan nada ketus itu benar-benar Arjuna, kakak ipar yang memang tak pernah ramah terhadapnya. Sekilas tadi pagi Lily melihat Arjuna mengenakan baju senada, kemeja lengan panjang berwarna biru malam. Arjuna memang tadi terlihat berangkat pagi-pagi sekali meninggalkan rumah, sampai-sampai dia melewatkan sarapan begitu saja.Ah, Lily menepuk jidatnya. Tadi di luar, kenapa dia hanya memperhatikan warna mobil, dan tidak memperhatikan nomor platnya.Nomor ponsel pun, sangking tak pentingnya seorang Arjuna, Lily tak pernah bertanya apalagi menyimpannya. Arjuna pun nampaknya sampai hari ini tidak menyimpan nomor ponselnya karena itu mereka tidak bisa membaca bahwa Lily calon penyewanya. Selain itu, Lily juga telah menyetting foto profilnya hanya bisa dilihat oleh
Sial bagi Lily. Niat mencari tempat melepaskan diri dari rumah lama, malah menjeratnya ke dalam masalah baru yang diciptakan oleh Arjuna."Apa-apa'an sih, Kak Juna? Jangan mengambil kesempatan!"Gantian Lily yang berdiri, menatap Arjuna yang malah mengeluarkan ponsel dari saku celana."Aku sih, punya dugaan sendiri. Tapi, aku mau dengar langsung dulu dari mulutmu. Hitung-hitung buat ngukur tingkat instingku," ucap Arjuna membuat Lily mulai penasaran. Tapi ia tetap memilih bungkam. Apalagi ia melihat Arjuna memegang ponsel. Lily takut, Arjuna merekam dan melaporkan pada adik dan ibunya bila harus berbicara jujur. Bisa mati digantung dia."Masih enggak mau ngomong? Ya sudah enggak usah pulang! Aku telpon Mang Dirman, biar enggak usah bukain pintunya sampai besok pagi!" ucap Arjuna acuh sambil mengusap layar ponsel, bersiap menghubungi Mang Dirman yang diduga Lily adalah lelaki paruh baya yang menyambut kedatangannya tadi."Jangan macam-macam Kak Juna,
Lily mendongakkan wajah menatap Arjuna lekat. "Maksudnya aku harus patuh sama Kak Juna begitu? Kalau aku enggak mau?""Akan kuberitahukan sepulang dari sini, bahwa kamu menipu mereka semua!" ancam Arjuna sambil berdiri dan menatap Lily tajam.Wajah Lily berubah pucat. Sikap Arjuna benar-benar tidak bisa ditebak olehnya. Sebentar seperti melindungi, sebentar mengancam. Arjuna seperti orang berkepribadian ganda di mata Lily."Dari sisi mana aku harus yakin, bahwa Kak Juna benar-benar akan membantuku? Jangan-jangan Kak Juna hanya ingin mengerjaiku?" tanya Lily masih sangsi karena belum bisa menebak Arjuna benar-benar baik atau hanya sedang berpura-pura baik."Terserah kamu! Mau darimana saja. Pilihanmu cuma ada dua, mau kubongkar rahasiamu hari ini juga atau ikuti patuh sama perkataanku?"Ya ampuuun!Dua-duanya pilihan yang buruk bagi Lily. Tapi dia juga benar-benar takut Arjuna membongkar semuanya sebelum dia pergi."Oke ... okee ..
"Rizal?" tebak Arjuna melihat wajah Lily tak bersemangat menatap layar ponsel sambil menyalakan mesin kendaraan roda empatnya. Lily hanya membuang napas besar."Kenapa enggak diangkat? Takut?"Lily menggeleng sambil melempar pandangan ke samping. Ia memilih menonaktifkan dering ponsel dan menyimpan kembali benda pipih tersebut ke dalam tas."Sabuk pengaman!" titah Arjuna akhirnya melihat Lily nampak gelisah.Lily langsung melakukan perintah Arjuna. Sesekali ekor matanya melirik Arjuna yang menunggunya memasang sabuk pengaman. Tangannya bergerak malas. Arjuna gantian melirik, menyoroti gerakan Lily yang terkesan lambat. Setelah sabuk pengaman terpasang sempurna, Arjuna langsung menjalankan kendaraan mereka, kembali ke Penajam Paser Utara.Drrrt ... drrttt .... drrrtttt ....Ponsel Lily yang baru saja disetting memakai mode getar saja sepertinya berdering lagi. Lily merogoh tas dan mengeluarkan ponsel. Kali ini terpampang
Sudut bibir Arjuna langsung mengeluarkan darah sedikit. Namun Arjuna hanya menyapu sudut bibirnya tanpa mau membalas pukulan Rizal. Lily buru-buru turun dari mobil dan memekik melihat sudut bibir Arjuna berdarah."Mas Rizal! Berhenti!"Lily berlari menghampiri dua kakak beradik tersebut. Tangannya langsung menangkap tangan Rizal, yang ingin menghantam Arjuna untuk yang kedua kalinya."Apa-apa'an kamu, Mas?" tukas Lily sambil mendorong Rizal mundur hingga suaminya hampir terjungkal ke belakang."Kamu yang apa-apa'an. Kalian ... ngapain jalan berdua-duaan? Kamu juga enggak ada bilang apa-apa sama aku. Kenapa ninggalin Abi dan Husen seharian? Aku ini suamimu. Dan kamu! Dia istriku! Kenapa kamu pulang sama dia?" cecar Rizal sambil menatap Lily dan Arjuna bergantian dengan penuh emosi. Hatinya yang sempat khawatir pada Arjuna, semakin dikuasai oleh rasa cemburu buta."Mama ... mama dari mana? Kok lama baru pulang?" Abidzar dan Hussein berlar
Rizal terdiam sebentar, berusaha menahan emosi. Jangan sampai ia lepas kendali dan memukul Lily. Apa kata Arjuna nantinya?"Ayo, Mas! Kutunggu talakmu sekarang," tantang Lily sekali lagi, melihat Rizal malah melangkah keluar kamar. Tapi baru sampai di pintu, Rizal berhenti sebentar lalu berbalik memnghampiri Lily kembali di dalam kamar. Wajahnya berubah. Tak seberingas sebelumnya. Sambil tersenyum lembut, ia meraih tangan Lily yang duduk dengan kaki menjuntai di tepi ranjang."Maaf, Dek. Aku khilaf. Aku ... cemburu. Aku ... enggak pernah berpikir menceraikanmu, Dek. Kamu jangan berpikir dan berbicara yang tidak-tidak. Ingat, ada Abi dan Husen yang masih kecil. Ada perasaan mereka yang harus dijaga," ucap Rizal sambil mengusap punggung tangan Lily.Seketika hati Lily terasa sakit. Sakit yang teramat sangat. Lily merutuk kebodohannya sendiri. Ketampanan Rizal membuatnya menjadi seorang wanita yang paling bodoh selama beberapa tahun mereka membina rumah
Malam sudah semakin larut, Lily berkali-kali menguap. Tapi ia harus tetap terjaga. Pesan WA dari Arjuna benar-benar membuatnya penasaran sekaligus takut. Ia takut, jika tiba-tiba antara mertua, suami, dan Nessa ada yang memergoki.Pukul 23. 00 Wita lebih sedikit. Lily menatap layar ponselnya yang menyala.Kemudian ia meraih dan membaca pesan WA dari Arjuna lagi.[Sekarang]Lily tidak membalas tapi langsung melangkah menuju ruang pertemuan yang di instruksikan oleh Arjuna. Walaupun Lily tahu Arjuna pasti sudah memastikan seisi rumah telah tertidur lelap, tetap saja rasa was-was menghantuinya. Tetap saja ia berjalan menuju ruang makan sambil mengendap-ngendap dan berulang kali menengok ke kanan dan ke kiri."Aman," tiba-tiba Arjuna mengejutkan Lily. Tahu-tahu lelaki berambut gondrong tersebut sudah berdiri di dekatnya yang celingak-celinguk di dekat meja makan."Ada apa sih? Tengah malam juga. Sudah ngantuk, tahu? Mau cari ribut lagi apa t
"Waduh!" Rizal garuk-garuk kepala."Ta-pi, saya bukan suaminya, Mbak," tolak Rizal."Oh, Maaf! Suaminya kemana?""Suaminya di tempat kerja. Hapenya ketinggalan, tapi, nanti ada ibu saya datang dampingin," jelas Rizal. Perawat akhirnya mengerti. Rizal kembali menelpon ibunya yang tak kunjung tiba. Tapi tak di angkat-angkat. Beberapa saat kemudian, wajah Rizal berubah cerah saat Bu Erna sudah tiba di pintu ruang bersalin.Rizal segera membawa Ayezha menjauh, dan Bu Erna langsung masuk dan mendekat pada Lily, yang mulai mengejan. Ia langsung memegang tangan Lily dan menyapu bulir keringat yang menempel di dahinya."Oooeeek ... oeeeek ...."Karena ini pengalaman ke empat kalinya Lily melahirkan, tak perlu waktu lama mengejan, terdengar suara tangis bayi. Lily langsung terkulai lemas. Bayi yang sangat mungil karena lahir di bulan ke tujuh itu diangkat oleh perawat untuk dibersihkan. Bu Erna sendiri, membantu membersihkan anggota
Rizal mengangkat wajahnya pelan-pelan mengikuti arah ekor mata Lily, melirik-lirik pada pasien yang mengisi di satu bagian ruangan mereka."Iya. Kayaknya iya!" jawab Rizal setengah berbisik juga.Mereka semua penasaran apa yang terjadi dengan Nessa. Kenapa yang menjaganya bukan ayah atau ibunya. Kenapa dia didampingi oleh dua orang asing yang sebaya dengan mereka? Nessa sendiri begitu menatap mereka dengan tatapan kosong. Seolah mereka tidak pernah saling mengenal.Rizal jadi penasaran. Arjuna pun mendukungnya untuk mendekat. Nampaknya ia juga sangat penasaran. Begitu wanita yang ikut menjaga Nessa tadi keluar, Rizal mewakili mereka semua mendekat."Permisi Pak. Dia Nessa kan?""Iya," jawab lelaki tadi singkat sambil menoleh."Dia sakit apa? Perempuan yang tadi disini siapanya? Ibu sama Bapaknya kemana?" Rizal memberondong lelaki tersebut dengan pertanyaan beruntun."Oh, tadi itu istri saya. Orang tuanya Nessa meninggal sa
Arjuna mandi secepat kilat. Rengekan Ayezha memanggil-manggil dari luar memaksanya buru-buru untuk menyelesaikan mandinya.Baru keluar dari kamar mandi, Ayezha sudah menunggunya di pintu. Alhasil, masih menggunakan handuk ia mengangkat dan membawa Ayezha duduk di pangkuannya."Papa pakai baju dulu ya, sama mama dulu ya?" bujuk Arjuna. Ayezha menggeleng, ia malah berpegangan erat di leher Arjuna.Arjuna memandang istri dan anaknya bergantian dengan gemas. Lily tertawa senang melihat wajah Arjuna yang lucu, menghadapi tingkahnya dan Ayezha. Tiba-tiba ponsel Arjuna berdering. Panggilan dari Bu Erna."Assalamu'alaikum Bu ....""Wa'alaikumsallam, Juna. Ibu mau ngabarin, istrinya Rizal sudah melahirkan," ucap Bu Erna langsung."Alhamdulillah, ini di mana sekarang, Bu?""Masih di rumah sakit," jawab Bu Erna."Oh, Ya Bu! Sebentar kami ke sana ya, Bu ... mau dibawakan apa?" suara Arjuna terdengar bersemangat."E
"Ngomong apa sih, Mas? Iya. Sejak ketemu Rizal tadi, hatiku berubah. Berubah makin saayaaang sama suamiku yang luar biasa dan baik hati ini. Peduli sama adeknya yang dulu cuma bisa nyusahin dia aja," jawab Lily manja membuat Arjuna tersenyum bahagia."Bagaimanapun, dia adekku. Dalam tubuh kami ada aliran darah yang sama kan? Walaupun beda ibu? Seburuk-buruknya Rizal, sifat baiknya yang kuacungi jempol itu sayang sama ibu. Coba kamu ingat, pernah enggak Rizal berbicara kasar sama ibu? Enggak pernah kan? Meskipun dulu dia berlebihan sampai ngabaikan istrinya karena patuh sama ibu. Tapi kalau dulu dia enggak begitu, bisa jadi yang duduk di sampingku hari ini bukan kamu. Iyakan?"Arjuna bertanya sambil melirik pada Lily yang mengangguk sambil memandangnya penuh cinta. Kekagumannya atas kebijakan Arjuna bertambah besar."Ternyata memang semua ada sisi baik dan hikmahnya ya," gumam Lily begitu Arjuna mulai menjalankan kendaraan mereka."
Sesaat kemudian Rizal seperti tersadar akan sesuatu, lalu melangkahkan kaki masuk ke dapur untuk mengangkat menu makanan keluar.Lily merasa bersalah melihat tatapan Rizal. Arjuna memperhatikan perubahan raut wajah Lily, seperti gelisah. Ia menarik Lily menjauh sebentar."Kamu merasa bersalah, ya?" tanya Arjuna. Lily hanya diam. Ia sendiri tak tahu kenapa ia harus merasa bersalah."Minta maaflah pada Rizal. Atas kebohonganmu selama jadi istrinya dulu. Bagaimanapun, yang namanya bohong apalagi saat itu dia berstatus suamimu, tetaplah dosa," ucap Arjuna lembut. Lily hanya diam. Ia ragu dan takut. Lily masih saja berpikir, Rizal masih sama seperti yang dulu."Ly! Euumm, boleh aku ngomong sebentar?" tiba-tiba Rizal muncul dari belakang.Arjuna langsung masuk meninggalkan Lily dan Rizal yang duduk di kursi pel Keduanya duduk berhadapan. Jantung Lily berdegup kencang. Ia berpikir pasti Rizal akan menanyakan soal kebohongannya.
"Mas, kenapa sih aku enggak boleh ke ruko lagi? Mbak Fi juga kayaknya takut banget aku ke sana? Kenapa?" Lily mencoba kembali memancing pembicaraan setelah penolakan Mbak Fi sebulan yang lalu."Enggak apa-apa. kan aku sudah bilang, alasannya. Aku pengen kamu cepat hamil. Enggak perlu capek-capek lagi," Arjuna bersikukuh dengan alasan lamanya."Yaelah! kalo ke sana kan nengok doang, gak ngapa-ngapain! Gak capek. Gak ngaruh, Mas!" protes Lily."Pokoknya enggak boleh!""Kalau aku sudah hamil, baru boleh berarti ya?" tanya Lily. Arjuna diam, nampak masih enggan mengiyakan. Lily jadi makin penasaran melihat tingkah laku suaminya."Maaaas! Kalau sudah hamil, jangan kurung aku lagi, ya!" Lily mulai merengek."Heeeeeemmm. Hamil aja dulu!" Arjuna akhirnya mulai tak tega mendengar rengekan Lily."Bener, Mas?" Lily berbalik menatap suaminya. Arjuna hanya menaikkan alis sebagai jawaban."Mas. Liat deh!" Lily mengambil ses
Tiga minggu berlalu begitu cepat.Lily bersiap tidur mengenakan piyama lengan panjang. Ia menyusun bantal seperti biasanya. Arjuna masih menggosok gigi di kamar mandi.Setelah semuanya beres, Lily memilih-milih kaset yang sudah hampir semuanya ditonton."Yaaaah!"Suara Lily terdengar kecewa."Kenapa?" tanya Arjuna yang baru keluar dari kamar mandi."Ngadat semua kasetnya! Padahal tinggal ini aja yang belum diputar. Besok kita cari kaset-kaset baru yang banyak, ya!" ucap Lily.Arjuna diam saja, tak menjawab. Lily menuju pembaringan, sambil membuka ponsel ia berbaring. Jari-jarinya langsung berselancar di youtube. Tiba-tiba Arjuna berbaring dan langsung merampas ponsel Lily."Mau ngapain?" ucapnya sambil meletakkan kembali ponsel Lily di dekatnya."Mau cari tontonan. Kan kasetnya rusak, besok kita cari lagi kaset baru, ya?" sahut Lily sambil bertanya."Enggak perlu! Mulai sekarang sebelum
Arjuna menurut saja pada ajakan Lily. Begitupun saat Lily memaksanya duduk sambil menatap wajahnya."Jadi, dulu itu aku melakukan sterill enggak dipotong. Cuma diikat, dan masih bisa dibuka lagi," terang Lily membuat Arjuna sangat terkejut."Emang bisa?" Arjuna menampakkan ketidakpercayaan."Kenapa enggak? Jaman udah semakin canggih. Tubektomi yang kulakukan hanya sebatas menutupi saluran indung telur kanan dan kiri supaya tidak terjadi pembuahan, jadi masih bisa dibuka. Prosedur membuka ikatan itu namanya anastomosis tuba, yaitu menggabungkan bagian saluran indung telur yang masih sehat," terang Lily sambil mengingat ucapan Dokter yang membantunya beberapa tahum silam.Arjuna menatap Lily penuh rasa syukur. Tetapi sesaat kemudian senyumnya meredup. "Tapi, apa enggak ada resiko kalau dibuka lagi ? Kalau membahayakan kamu, sebaiknya enggak usah. Kita sudah punya Husen dan Abi. Aku enggak masalah punya anak tiri aja. Bukankan selama aku ja
Setelah Rizal keluar, Arjuna langsung menutup pintu dan menguncinya. Ia tak ingin Rizal kembali mengusik mereka berdua. Arjuna merasa tak tega, melihat Lily selalu menangis bila berurusan dengan Rizal.Di luar kamar mereka, Rizal serasa tak mampu melangkah. Tulangnya seperti tak mampu menopang tubuh. Rizal bergeser dari pintu kamar Arjuna dan Lily, untuk bersandar di dinding. Ia meremas dadanya yang terasa sakit luar dalam. Berkali-kali ia menyapu matanya yang kabur, karena aliran air mata yang tak mampu dibendung.Rizal baru tahu rasa dan arti sebuah kehilangan, setelah hartanya yang paling berharga kini dalam genggaman orang yang tepat. Dia tak lagi memiliki alasan untuk memintanya kembali.Menyesalkah dia? Sangat! Tapi, kini Rizal sadar. Sesal tinggallah sesal. Mungkin memang sudah tiba waktu dan garis jodohnya dengan Lily terputus, dan tak bisa disambung lagi. Jodoh mereka sudah habis, tak akan bisa ia paksakan untuk bersatu lagi.Bu Erna mengha