Share

Ranjangku

Penulis: Uci ekaputra
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

"Sepertinya kamu tidak sabar untuk mencari penggantiku, Ra." Mas Hilman melangkah semakin dekat dengan tempatku berada.

Aku mengepalkan tangan mendengar ucapan Mas Hilman yang menghujam hatiku. Bukankah dia tidak berhak berkata seperti itu padaku? Mas Hilman sudah tidak punya hak untuk mengaturku.

"Ada apa kamu kemari, Mas?" tanyaku sembari menatap tajam Mas Hilman.

"Apa maksudmu, Ra? Memangnya aku tidak boleh kemari? Ini rumah ibuku, Ra. Jadi tidak ada yang berhak untuk melarangku kemari. Tidak kamu ataupun Mbak Nuri."

Aku tersentak mendengar perkataan Mas Hilman. Dia memang masih berhak untuk datang kemari kapan pun. Tapi kenapa dia harus membawa Linda kemari?

"Kamu—."

"Memang tidak ada yang melarangmu kemari, Man. Tapi aku juga berhak atas rumah ini. Aku putri ibu, bagaimana pun aku juga berhak menentukan siapa yang boleh ada di sini." Suara Mbak Nuri tiba-tiba terdengar memotong ucapanku.

Aku pun langsung menolehkan kepalaku ke arahnya. Mbak Nuri datang dari arah ruang depan semba
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • Maduku Putri Konglomerat   Ternyata Sama

    "Sidang perceraianmu akan digelar sebentar lagi, Ra. Tapi kamu tidak perlu datang," ucap Pak Alif melalui sambungan ponsel.Pak Alif menelpon karena dia mengabari bahwa dia tidak bisa datang kemari untuk sementara waktu. Tadi pagi Pak Alif ditelpon oleh asisten rumah tangganya, yang mengabarkan bahwa ayah Pak Alif sedang mencarinya. Ada keperluan mendesak yang harus Pak Alif lakukan."Iya, Pak," sahutku.Lalu kami sama-sama diam, aku bingung mau berkata apa lagi pada Pak Alif. Sedang Pak Alif, juga tidak menanggapi sahutanku tadi. Entah apa yang sekarang sedang Pak Alif pikirkan, aku tidak tahu."Hmm ... Ra," panggil Pak Alif setelah lebih dari sepuluh menit kami sama-sama tak bersuara."Ada apa, Pak?" tanyaku padanya."Apa kamu tidak apa-apa?" Pak Alif malah balik bertanya padaku tanpa menjawab pertanyaanku terlebih dahulu."Apa maksudnya, Pak?"Terdengar suara Pak Alif menghela napasnya panjang, dapat kupastikan bahwa dia tampak ragu untuk menjelaskan padaku tentang maksud dari pert

  • Maduku Putri Konglomerat   Bukan Babu

    "Biar Ryan aku yang gendong, Mbak," ucapku pada Mbak Nuri yang terlihat kepayahan karena menggendong putra semata wayangnya itu. Memang badan Ryan berbeda dari balita seusianya, dia terlihat lebih besar dari usianya.Kami sedang berjalan di tengah pasar, sudah hampir setengah jam, kami sibuk berbelanja untuk keperluan konsumsi pengajian nanti.Aku sedang menenteng satu tas besar yang berisi penuh dengan belanjaan kami. Sementara Mbak Nuri sedang menggendong putranya itu."Baiklah, Ra. Biar aku yang membawa tas belanjaannya," sahut Mbak Nuri sembari menyerahkan Ryan padaku.Aku langsung menurunkan belanjaan, lalu meraih Ryan dari tangan Mbak Nuri. Setelah Ryan berada di dalam gendonganku, Mbak Nuri mengambil tas dan menentengnya."Ayo kita pulang," ucap Mbak Nuri.Aku pun mengangguk, lalu kami berjalan bersama keluar dari pasar. Setelah keluar dari pasar, kami pulang ke rumah dengan menaiki becak motor yang sering mangkal di depan pasar.Selang lima belas menit perjalanan kami pun tela

  • Maduku Putri Konglomerat   Teriakan

    "Jangan ladeni mereka, Ra. Biarkan saja mereka mengurus diri mereka sendiri."Kata-kata Mbak Nuri terngiang-ngiang di pikiranku. Mbak Nuri terlihat sangat tidak suka dengan keluarga baru Mas Hilman. Jujur, aku pun juga kurang suka pada mereka. Apa lagi aku sangat tahu, seperti apa ibu mertua Mas Hilman sekarang.Aku sedang duduk di teras rumah, menikmati semilir angin di malam yang cerah. Berada di dalam rumah terus membuatku seakan sesak, tidak bisa bernapas dengan lancar. Di mana-mana, aku selalu melihat kemesraan Mas Hilman dan Linda. Aku sangat muak sekali.Aku harus bersabar sampai tujuh hari meninggalnya ibu berlalu. Kurang dua hari lagi, aku bisa keluar dari rumah ini. Dan aku harus menahan diri melihat kemesraan mereka selama dua hari itu.Aku menarik napas panjang, lalu aku menghembuskannya perlahan. Aku melakukannya sekali lagi, sampai hatiku terasa sedikit tenang.Aku kembali termenung mengingat ucapan Pak Alif tadi pagi. Katanya, sidang perceraianku akan digelar. Rasanya p

  • Maduku Putri Konglomerat   Pertengkaran

    "Hei ... dasar kamu wanita gatal! Kamu pasti mencoba merayu Mas Hilman agar kembali bersamamu lagi 'kan?" hardik Linda.Aku baru saja keluar dari kamar mandi ketika Linda menghadangku. Aku bangun lebih awal hari ini, karena tidak mau keduluan orang-orang menggunakan kamar mandi, atau bahkan aku harus menunggu orang yang sedang bermesraan di dalam kamar mandi.Memang di rumah kami hanya ada satu kamar mandi saja. Jadi wajar kalau kami harus menggunakannya dengan bergantian.Aku hanya menatap Linda jengah. Dia menuduhku tanpa bukti yang jelas. Memangnya siapa yang menggoda suaminya? Berdekatan dengannya pun aku tidak sudi, lalu buat apa aku menggoda Mas Hilman? Aneh.Aku pun juga malas berhadapan dengan Linda. Pikirannya selalu buruk padaku. Padahal aku tidak berbuat apa-apa, tapi aku selalu mendapat tuduhan yang keji."Kenapa diam saja? Kamu pasti sudah merencanakan untuk merebut kembali Mas Hilman dariku 'kan?" sentak Linda."Benar! Kamu pasti sengaja menggoda Hilman." Suara ibu Linda

  • Maduku Putri Konglomerat   Kedatangan Mila

    "Ya Allah, aku kangen sekali denganmu, Ra," ucap Mila sembari memelukku.Aku pun membalas pelukan dari Mila dengan erat. Berada di pelukan Mila membuatku seketika ingin menangis. Sudah lama aku menahan air mataku, semenjak kepergian ibu. Tidak ada tempat untukku menumpahkan segala kesedihan dalam hatiku.Memang ada Mbak Nuri yang akan siap mendengarkan keluh kesahku, tapi aku tidak tega membebaninya dengan kesedihanku sementara dia juga pasti sangat sedih dengan kepergian ibu. Mana mungkin aku berani menambah beban untuk Mbak Nuri.Air mataku perlahan luruh dan makin lama makin deras, mengalir membasahi bahu Mila. Isak tangisku pun mulai keluar dari bibirku. Aku sudah tidak bisa memgendalikan diriku lagi. Air mataku benar-benar tumpah kali ini."Yang sabar, Ra." Mila mengelus punggungku lembut, dia tampak mencoba untuk menenangkanku.Di depan semua orang aku berlagak kuat, tidak menangis setelah acara pemakaman ibu, tapi sejujurnya aku menyimpan semua kesedihanku yang mendalam.Aku m

  • Maduku Putri Konglomerat   Jangan Menikah

    Aku berjalan menyusuri jalan setapak yang tidak jauh dari rumah ibu. Aku sedang dalam perjalanan mengambil kue pesanan Mbak Nuri yang akan dipakai untuk acara nanti malam.Biasanya kue pesanan Mbak Nuri selalu diantar oleh Mbak Kinanti, tapi hari ini dia sedang banyak orderan. Jadi aku yang akan mengambilnya hari ini.Sementara Mila sedang beristirahat. Aku tidak berani membangunkan tidur nyenyaknya. Dia pasti sangat capek hingga tidak sadar jika aku telah meninggalkannya sendirian di kamar.Aku berjalan sembari bermain ponsel, berbalas pesan dengan Pak Alif. Katanya, dia akan datang besok. Sekalian menjemputku untuk kembali ke rumah yang aku tempati sebelumnya. Tidak mungkin 'kan jika aku berlama-lama tinggal satu atap dengan Mas Hilman dan keluarganya. Bisa-bisa tekanan darahku meninggi terus menerus.Sudut bibirku terangkat kala membaca pesan Pak Alif yang lucu. Pak Alif ternyata bisa melucu juga. Padahal, raut wajah Pak Alif selalu terlihat serius dan terkesan dingin.Sebuah tanga

  • Maduku Putri Konglomerat   Kembali

    "Sudah selesai bersiap, Ra?" Mila menepuk pundakku, aku tersentak, tersadar dari lamunanku.Aku sedang mengemasi barang-barangku tadi, begitu selesai, anganku menerawang mengingat momen-momen kebersamaanku dengan ibu. Lalu tiba-tiba Mila sudah datang saja."Bukannya jawab malah ngelamun lagi, Ra. Ngelamunin apa sih?" tanya Mila lagi.Aku tersenyum tipis, "Maaf, Mil. Aku sedang teringat kenanganku bersama dengan ibu.""Sabar ya, Ra. Do'akan saja agar ibumu tenang di alam sana," sahut Mila.Aku pun mengangguk menanggapi ucapan Mila. Lalu, aku mengedarkan pandangan ke setiap sudut kamar ibu, mencoba merekam suasana kamar yang akan sangat aku rindukan. Mungkin, setelah ini aku tidak akan pernah datang lagi kemari. Perceraianku dengan Mas Hilman pasti akan segera selesai, dan kami benar-benar akan menjadi orang asing yang tidak memiliki ikatan apapun."Ra ... ayo kita pergi. Pak Alif sudah menunggu kita dari tadi."Aku menoleh ke arah Mila. Benar apa kata Mila, kami harus segera pergi. Aca

  • Maduku Putri Konglomerat   Berakhirnya Ikatan

    "Aku berangkat dulu, Ra. Oh iya, nanti kamu jangan lupa mampir ke restoran," pamit Mila, dia akan segera berangkat ke restoran.Tidak terasa waktu cepat sekali berlalu, sudah hampir enam bulan sejak aku meninggalkan rumah ibu. Sekarang Mila sudah menggantikan posisi Mas Alif sebagai manager restoran. Sekarang aku sudah terbiasa memanggilnya seperti itu. Katanya, aku sudah bukan lagi bawahannya, jadi aku tidak boleh memanggilnya dengan sebutan 'Pak'. Dan aku pun berusaha untuk mengganti panggilanku padanya, walaupun di awal aku merasa sulit tapi akhirnya aku pun menjadi terbiasa.Sementara Mas Alif sekarang beralih menjalankan perusahaan sang ayah. Mengingat ayahnya sudah tidak memungkinkan lagi untuk tetap menjalankan perusahaan miliknya.Aku pun masih tetap bekerja di restoran, membantu Mila tentunya. Saat ini aku sudah berhasil mengumpulkan uang untuk sekedar menyewa rumah di dekat restoran. Aku menyewanya berdua dengan Mila, agar kami bisa lebih mudah mengerjakan pekerjaan kami ya

Bab terbaru

  • Maduku Putri Konglomerat   Akhir Bahagia

    Kuedarkan pandangan menuju tempat akad, dapat kulihat punggung seorang lelaki yang memakai setelan jas yang senada dengan gaun pernikahanku. Keningku berkerut melihat punggungnya, dalam hati aku bertanya-tanya siapa lelaki tersebut.Ada apa ini? Bukankah hari ini aku akan menikah dengan Mas Atar? Lalu, kenapa bukan dia yang duduk di sana? Kenapa dia malah berdiri seperti tamu undangan yang lainnya?Banyak sekali pertanyaan yang bersarang di otakku. Ya Allah ... apa lagi yang Engkau tetapkan untuk hamba-Mu ini? Aku menghiba, rasanya sudah tidak kuasa lagi jika harus menanggung penderitaan lebih lagi."Ra ... ayo. Para tamu undangan sudah menunggu mempelai perempuannya turun," ucap Mila membuatku menoleh padanya.Aku menatap Mila dengan pandangan penuh tanya, aku menuntut jawabannya melalui tatapan, karena untuk membuka mulut pun aku seakan tak kuasa lagi.Mila menerbitkan senyumnya dan berkata, "Sudah saatnya kamu bahagia, Ra. Sudah cukup selama ini kamu menderita. Berbahagialah dengan

  • Maduku Putri Konglomerat   Siapa

    "Apa kamu sudah benar-benar yakin, Ra?" tanya Mila di saat aku sedang mengepak baju-bajuku.Mila sekarang sedang berada di rumahku karena besok aku akan menikah dengan Mas Atar. Tak terasa waktu cepat sekali berlalu. Besok aku akan benar-benar menikah dengan Mas Atar. Jujur, hatiku masih berat sekali, tapi aku tidak bisa lari begitu saja setelah memupuk harapan semua orang.Aku terdiam, lalu memandang Mila dengan senyum tipis menghiasi bibirku untuk meyakinkan Mila bahwa aku baik-baik saja. Aku tahu jika Mila mengkhawatirkanku, mengingat besok sudah hari pernikahanku dengan Mas Atar. Tapi aku sudah tidak bisa mundur lagi. Tidak mungkin aku membatalkan pernikahan yang sudah di depan mata. Aku akan membuat semua orang malu. Jika hanya aku yang malu tidak mengapa, tapi jangan keluarga Ibu Rani. Beliau adalah orang baik. Tidak sepatutnya aku membuat beliau malu."Kumohon pikirkan sekali lagi, Ra. Pumpung pernikahanmu belum terjadi." Kembali, Mila membujukku untuk memikirkan tentang keputus

  • Maduku Putri Konglomerat   Yakin

    "Ayo kita pergi, Ra." Masih pagi tapi Mas Atar sudah datang ke butik, membuatku tidak bisa fokus pada pekerjaanku. Dia sedang duduk di depan meja kerjaku dengan posisi tangan bertopang dagu. Sementara aku baru saja akan mengerjakan pekerjaanku.Aku meletakkan pena ke atas meja, lalu memandang jengah lelaki yang bergelar calon suamiku itu. Aku sedang sangat sibuk hari ini. Pekerjaanku sedang menumpuk dan harus segera aku selesaikan, mengingat sebentar lagi aku akan disibukkan dengan pernikahanku."Memang mau kemana, Mas? Kamu tahu aku sedang sibuk, bukan?" tanyaku dengan nada datar.Mas Atar terdengar mendecakkan lidahnya. "Aku sudah meminta ijin pada ibu, beliau pun menyetujuinya. Apalagi saat aku mengatakan ingin mencari cincin untuk pernikahan kita, beliau langsung bersemangat untuk menyuruhku menemuimu," jawabnya. "Bahkan beliau yang paling antusias dengan pernikahan kita. Sebegitu bahagianya ibu ketika tahu kita akan segera menikah," imbuhnya dengan senyum melebar.Aku membulatkan

  • Maduku Putri Konglomerat   Mila Marah

    "Jelaskan padaku, Ra. Jelaskan apa yang aku dengar dari Bayu kalau kamu akan menikah dengan Mas Atar itu salah." Suara Mila sedikit meninggi dari balik sambungan telepon.Aku mendesah, aku memang sudah memperkirakan jika Mila akan menuntut penjelasan padaku jika mendengar berita pernikahanku dengan Mas Atar.Tak terasa satu bulan telah berlalu semenjak aku meminta penjelasan pada Mas Atar. Kini, pernikahanku tinggal satu bulan lagi. Ibu Rani meminta kami cepat-cepat menikah. Jadilah bulan depan pernikahan kami akan diadakan.Memang terkesan terburu-buru, tapi aku sudah pasrah. Jalan hidupku akan bagaimana, aku serahkan semuanya pada Yang Kuasa. Entah kebahagiaan ataupun kesengsaraan yang akan menemani sisa hidupku. Aku tidak tahu. Biar takdir yang akan menentukan nasibku kedepannya.Selama ini aku tidak menceritakan tentang pernikahanku dengan Mas Atar pada Mila. Aku tidak mau mengganggu bulan madu Mila. Di pikiranku, nanti saja saat hari pernikahan sudah dekat, agar Mila tidak terlal

  • Maduku Putri Konglomerat   Pengakuan

    Aku melangkah dengan gontai setelah keluar dari ruangan Ibu Rani. Rasanya seluruh kekuatan tubuhku seolah menghilang. Semua yang baru saja terjadi mampu membuatku kehilangan semangat untuk memulai hariku."Kamu kenapa, Ra? Tidak enak badan?" tanya Sarah ketika aku telah sampai di meja kerjaku.Aku hanya menatap Sarah dengan tidak bersemangat. Sarah pun berjalan mendekat ke arahku. Disentuhnya keningku dengan punggung tangannya."Tidak demam. Tapi kenapa wajahmu terlihat pucat," ucapnya sembari mengerutkan kening."Aku tidak apa-apa, Sar. Mungkin aku hanya kecapekan saja," sahutku, tidak mau membuat Sarah semakin khawatir."Iya kali, Ra. Harusnya kamu istirahat saja di rumah."Aku menggelengkan kepala, "Tidak, Sar. Pekerjaanku sudah banyak. Aku tidak mau menunda-nunda pekerjaanku."Sarah tampak menghela napas. "Ya sudah, kalau kamu inginnya begitu, Ra. Aku nggak akan mengganggumu kalau begitu." Sarah pun beranjak menuju meja kerjanya.Aku pun mulai mengerjakan pekerjaanku yang sudah me

  • Maduku Putri Konglomerat   Terjebak

    "Wah ... kamu sudah datang, Ra." Sarah menatapku dengan senyum yang aneh. Sorot matanya seolah sedang memandang takjub padaku.Aku baru saja datang, dan langsung menuju meja kerjaku. Rasanya sudah lama sekali aku tidak datang ke butik."Ada apa, Sar?" tanyaku penasaran dengan senyum Sarah, biasanya aku juga tidak mau tahu urusan orang lain. Tapi entah kenapa, senyum Sarah terasa aneh bagiku."Kamu jangan pura-pura deh, Ra," sahut Sarah.Aku mengernyitkan keningku, tidak mengerti dengan apa yang dimaksud oleh Sarah. Pura-pura? Pura-pura apa maksudnya? Aku memandang Sarah dengan raut wajah penuh tanya."Ck ... kamu gimana sih, Ra. Masak nggak tahu. Kamu itu jangan pura-pura nggak tahu apa-apa. Mentang-mentang sebentar lagi jadi mantunya Bu Rani, kamu nggak mau berbagi kabar bahagia dengan kami," tutur Sarah mendecakkan lidahnya.Netraku membulat sempurna mendengar penuturan Sarah. Tidak. Dia pasti salah bicara. Aku ... aku tidak mungkin menjadi calon menantu Ibu Rani."Menantu Ibu Rani?

  • Maduku Putri Konglomerat   Bersiap

    "Ah, aku juga permisi, Mas," pamitku.Aku harus segera pergi sebelum Mas Atar menginterogasiku dengan berbagai pertanyaan yang menyulitkanku. Dan aku tidak mau itu terjadi. Aku langsung melangkah meninggalkan Mas Atar dan Kiara yang berada di dalam gendongannya."Tunggu, Ra. Kamu berhutang sesuatu padaku," ucapnya menahan langkahku. Aku berhenti seketika mendengar ucapan Mas Atar.Aku menoleh ke arahnya, menatap takut-takut padanya. Tapi aku terperangah ketika melihatnya tersenyum tipis ke arahku. Aku mengusap-usap mataku, mencoba memastikan jika mataku tidak salah lihat. Barusan aku benar-benar melihatnya tersenyum.Mas Atar tersenyum? Lelaki es itu tersenyum? Aku sampai melongo melihatnya. Rasanya tidak percaya jika lelaki yang selalu berwajah datar itu tersenyum walaupun tidak begitu terlihat. Tapi aku yakin dia sedang tersenyum tadi."Ada apa? Kenapa melihatku seperti itu?" tanyanya terlihat mengernyitkan kening. Sepertinya dia heran karena aku melihatnya sembari mengusap-usap mat

  • Maduku Putri Konglomerat   Kebohongan

    "Apa?" tanya Mas Alif tampak terkejut dengan jawabanku. Wajahnya pun tidak dapat menyembunyikan rasa keterkejutannya.'Maaf, Mas. Aku harus berbohong demi kebaikan semuanya.'Perlahan aku meriah tangan Kiara dan mengajaknya melangkah mendekat ke arah Mas Alif. Setelah sampai di depannya, aku berjongkok menyejajarkan tinggiku dengan Kiara. Kutatap mata polos gadis kecil di hadapanku itu dengan lembut.'Maafkan aku karena memanfaatkanmu ya, Nak. Semoga kamu mau membantu.'Aku menarik napas panjang, lalu membuangnya perlahan. "Sayang, salim dulu sama Om Alif, ya," ucapku pada Kiara dengan nada lembut.Netra bening Kiara menatapku dengan polosnya, tapi tak urung juga dia menganggukkan kepalanya, mengikuti perintahku. Tangan mungilnya terulur ke arah Mas Alif, sementara Mas Alif masih berdiri mematung. Tampak sekali jika dia benar-benar terkejut dengan kebohonganku."Halo, Om," tutur Kiara dengan tangan yang masih terulur.Mas Alif tersentak, lalu kemudian dia ikut berjongkok dan membalas

  • Maduku Putri Konglomerat   Kiara

    Aku mematut diriku di cermin, mencoba menyembunyikan mata bengkakku sebaik mungkin. Setelah dirasa mataku yang bengkak tertutup make up, aku pun bangkit dari duduk. Lalu aku segera keluar dari kamar.Aku memandang takjub suasana pesta yang sangat ramai. Mila benar-benar menjadi ratu di hari pernikahannya. Pernikahan Mila sangatlah mewah, benar-benar pernikahan impian setiap wanita. Aku pun dulu sangat memimpikan pernikahan seperti ini. Tapi dulu aku sudah bahagia dengan pernikahan sederhana yang Mas Hilman berikan.Akan tetapi semuanya telah hancur sia-sia. Dan aku pun telah menempuh hidupku sendirian.Aku mendesah kasar. Tidak baik mengingat-ingat hal yang menyakitkan. Hari ini adalah hari bahagia untuk Mila. Aku harusnya mengesampingkan perasaanku.Aku melangkah menuruni tangga, mencoba bergabung dengan orang-orang yang hadir di pesta pernikahan Mila. Tapi setelah sampai di ujung tangga, seseorang menarik tanganku. Aku pun menoleh, menatap orang yang menarik tanganku. Netraku membul

DMCA.com Protection Status