Share

Pergi

Penulis: Uci ekaputra
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

"Apa Ibu yakin ingin ikut denganku, Bu? Apa Ibu tidak mau berubah pikiran? Masih ada waktu jika Ibu ingin berubah pikiran."

Aku memastikan kembali keputusan Ibu yang ingin ikut denganku. Aku tidak mau beliau akhirnya menyesal jika ternyata hanya hidup menderita bersamaku. Aku akan mulai hidup dari nol, tidak memiliki apa-apa untuk memberikan Ibu yang terbaik.

"Iya, Ra. Apalagi sekarang kesehatanku sudah semakin membaik. Aku pasti tidak akan menyusahkanmu lagi, Ra."

Aku tersenyum tipis mendengar jawaban Ibu, karena memang kesehatan Ibu sudah semakin membaik setelah lima hari berlalu sejak kejadian beliau mengusir Mas Hilman pergi.

Sejak itu, Ibu tidak pernah mau bertemu dengan Mas Hilman. Beliau selalu menolak kedatangan Mas Hilman dengan mengurung diri di kamar bila Mas Hilman datang dan tidak menemuinya sama sekali.

Aku pun tidak pernah memaksa Ibu untuk menemui putranya itu. Aku takut malah Ibu menjadi bersedih lagi jika aku memaksanya untuk bertemu dengan Mas Hilman.

"Apa Ibu tida
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • Maduku Putri Konglomerat   Melamar Pekerjaan

    "Jadi kamu melamar perkerjaan di tempat kerja Mila, Ra?" tanya Ibu yang nampak sibuk melipat baju-baju dari para tetangga dan sudah selesai di cuci.Ah, kami sudah menemukan tempat tinggal yang masih layak dengan harga yang terjangkau. Dan tak terasa sudah hampir satu bulan aku dan Ibu pindah di tempat ini. Tempat yang menurutku tidak terlalu bagus dibandingkan dengan rumah Ibu, tapi mampu membuat hariku tenang, tanpa melihat wajah Mas Hilman lagi.Awal-awal kepergian kami, Mas Hilman selalu menelfon dan mengirim pesan padaku. Tapi aku tidak pernah menanggapinya sama sekali. Lalu dia tak henti-hentinya mengirim pesan dan menelfon di setiap waktu, sampai aku merasa terganggu. Hingga akhirnya aku pun mengganti nomer ponselku agar tidak semakin terganggu. Kini hanya Mbak Nuri saja yang memiliki nomer ponselku."Jadi, Bu," jawabku sembari menyetrika pakaian.Oh ya, untuk menyambung hidup, aku dan Ibu memutuskan untuk menerima jasa mencuci baju. Pekerjaan yang dianggap orang sepele, tapi t

  • Maduku Putri Konglomerat   Bertemu Kembali

    "Iya, Mbak. Jangan khawatir, Ibu baik-baik saja. Mungkin akhir pekan depan kami akan berkunjung ke tempat Mbak," ucapku melalui sambungan telfon.Aku sedang bertukar kabar dengan Mbak Nuri melalui sambungan telfon. Aku dan Ibu sudah menceritakan semuanya pada Mbak Nuri.Awalnya Mbak Nuri keberatan jika Ibu ikut denganku, dia takut jika sewaktu-waktu penyakit Ibu kambuh dan akan menyusahkanku. Tapi seiring berjalannya waktu, Mbak Nuri menerima keputusan Ibu untuk ikut denganku, setelah mengetahui bahwa penyakit Ibu belum pernah kambuh sama sekali sejak ikut pindah bersamaku.Mbak Nuri juga mendukung keinginanku untuk bercerai dari adiknya lelakinya itu. Dia juga sama kecewanya pada pengkhianatan Mas Hilman. Saat mendengar ceritaku tentang Mas Hilman, Mbak Nuri tidak henti-hentinya memaki adiknya itu.Orang selembut Mbak Nuri sampai bisa memaki orang hanya dengan mendengar ceritaku, lalu bagaimana denganku yang mengalaminya sendiri? Harusnya kemarin aku juga memaki-maki Mas Hilman untuk

  • Maduku Putri Konglomerat   Berbicara Berdua

    "Ada apa, Mas?" tanya wanita yang bersama dengan Mas Hilman.Ah, Linda, ya nama wanita itu Linda. Aku tidak pernah melupakan nama maduku itu.Aku akui Linda memanglah cantik, dia mempunyai kulit yang putih dan masih terlihat muda dibandingkan denganku. Apalagi kata Mas Hilman, Linda adalah putri dari seorang konglomerat. Tentu saja banyak lelaki yang mengejarnya. Termasuk Mas Hilman sendiri.Mas Hilman mengalihkan pandangannya dariku dan beralih menatap Linda. Hatiku pun berdenyut nyeri melihat Mas Hilman mengalihkan padangan dariku. Berpura-pura tidak mengenalku."Tidak ada apa-apa, Sayang," jawab Mas Hilman.Hah, Sayang? Panggilannya mesra sekali. Aku tersenyum miris mendengar Mas Hilman memanggil Linda dengan sebutan itu.Lucu bukan? Ketika aku menyaksikan sendiri suamiku memanggil mesra wanita lain di hadapanku. Aku ingin tertawa, tapi masalahnya sekarang, air mataku pun tidak bisa aku tahan. Air mataku keluar sendiri tanpa aku sadari.Aku bodoh, karena masih saja merasa sakit mel

  • Maduku Putri Konglomerat   Tangisan Ibu

    "Kamu yakin sudah tidak apa-apa, Ra?" tanya Mila, nampak masih khawatir padaku.Mila menemukanku sedang menangis di sudut kegelapan dengan posisi berjongkok bersandar pada dinding, sembari menutup wajahku dengan kedua tangan. Dia langsung memelukku dan menenangkanku tanpa banyak kata. Bahkan sampai sekarang dia tidak bertanya tentang sebab aku menangis seperti itu.Aku tahu, bukan Mila tidak peduli padaku, tapi mungkin dia hanya ingin membuatku tenang terlebih dahulu sebelum menanyakan sebab dia menemukanku dengan kondisi yang mengenaskan. Bukankah dia sangat pengertian? Ah, Mila. Kenapa hatimu sangat baik sekali?"Aku sudah tidak apa-apa, Mil. Maaf, aku sudah membuatmu khawatir," jawabku mencoba melebarkan senyumku, mencoba meyakinkan Mila bahwa aku sudah membaik dan dia tidak perlu khawatir lagi padaku."Baiklah, kalau begitu aku pulang dulu, Ra. Kamu cepatlah masuk ke dalam. Kasihan Ibumu, beliau pasti khawatir padamu," ucap Mila sembari berdiri dari duduknya.Aku mengangguk, "Teri

  • Maduku Putri Konglomerat   Kehadiran Linda

    Aku menarik napas panjang, lalu perlahan menghembuskannya. Aku melakukannya sebelum bertemu dengan ibu. Beliau pasti sedang ada di dapur, menyiapkan sarapan yang sudah aku masak sejak subuh. Rutinitas yang selalu beliau kerjakan setiap pagi.Setelah merasa sudah siap bertemu dengan ibu, aku pun melangkahkan kaki ke arah dapur."Kamu sudah selesai bersiap, Ra?" tanya ibu begitu melihatku masuk ke dapur, dengan senyum menghiasi wajah tuanya.Aku mengangguk menanggapi pertanyaan ibu. Ah, senyum itu. Senyum yang aku tahu sedang ibu paksakan untuk menutupi kesedihannya dariku. Hatiku malah sakit melihat ibu tersenyum seperti itu, padahal aku tahu kalau beliau sedang memendam kesedihan. Andai saja aku bisa memutar waktu, aku pasti tidak akan membawa ibu ikut bersamaku agar beliau tidak perlu bersedih hati."Duduklah, Ra. Ibu sudah selesai menyiapkan sarapannya," ucap ibu lagi membuatku tersadar dari lamunan.Aku pun langsung duduk dan memulai sarapan dalam diam. Aku masih belum bisa mengelu

  • Maduku Putri Konglomerat   Terkikis

    Sudah dua minggu berlalu sejak kehadiran Linda di ruang kerja Pak Alif, dan sejak itu pula aku melihatnya selalu datang menemui Pak Alif. Bahkan dia selalu datang setiap hari, walaupun waktunya selalu tidak tentu. Kadang bisa siang kadang bisa sore.Hari ini pun dia juga datang di jam makan siang, entah apa hubungan mereka hingga Linda mendatangi Pak Alif setiap hari, aku juga tidak tahu. Dan aku pun tidak mau tahu apapun tentang Linda. Tapi yang aku syukuri adalah dia selalu datang sendiri, tanpa Mas Hilman tentunya.Aku sudah mulai terbiasa melihat Linda wara wiri di sekitarku. Mungkin aku juga sudah kebal dengan kehadirannya, atau mungkin karena aku sudah bertekad keluar dari penderitaanku. Entahlah. Yang pasti sekarang aku tidak terpengaruh dengan kehadiran Linda. Tidak seperti di awal-awal pertemuanku dengannya.Walau mungkin terkadang aku masih merasa enggan untuk melihat wajah maduku itu. Apa aku bisa menyebutnya maduku, sementara dia saja tidak tahu kalau aku adalah istri pert

  • Maduku Putri Konglomerat   Pak Alif

    "Hai, Ra."Aku menoleh, menatap suara orang yang menyapaku. Lalu, aku mengangguk sembari tersenyum sopan ketika netraku menemukan Pak Alif yang telah menyapaku, bahkan dia sudah berada di sampingku.Aku sedang duduk di depan restoran, menunggu ojek pesananku datang. Jika biasanya aku selalu berangkat dan pulang bersama dengan Mila, tapi tidak dengan hari ini. Hari ini Mila sedang ijin, dia berada di rumah saudaranya yang sedang hajatan."Kamu sedang apa di sini?" tanyanya lagi."Saya sedang menunggu ojek, Pak," jawabku."Mila kemana? Biasanya kamu selalu barengan sama dia?""Mila tadi ijin, Pak," jawabku lagi."Oh," sahut Pak Alif, lalu dia terdiam sejenak sembari menatapku dengan pandangan aneh, "boleh aku duduk di sini?" tanya Pak Alif lagi, membuatku mengernyitkan kening. Heran, kenapa Pak Alif mau duduk di sini bersamaku. Sedangkan dia tidak perlu menunggu ojek sepertiku. Karena Pak Alif tinggal di bagian lantai atas restoran. Aku pun belum pernah menginjakkan kaki di lantai terse

  • Maduku Putri Konglomerat   Mengusik

    Langit nampak menggelap karena mendung, angin pun sudah berhembus dengan kencangnya sejak tadi. Aku sedang duduk di teras rumah, menikmati secangkir kopi hitam. Minuman yang dulu tidak pernah aku sukai, tapi semenjak pindah kemari, aku jadi menyukainya. Rasa pahit kopinya, mengingatkanku akan pahitnya hidupku setelah mengetahui pengkhianatan Mas Hilman.Hari ini aku sedang libur, jadi aku sedang menikmati waktu soreku dengan bersantai di depan rumah. Sedangkan ibu, sedang ada di kamar mandi. Katanya setelah selesai dari kamar mandi, beliau akan menyusulku ke depan. Sekalian membawakan camilan untuk kami santap sembari bersantai bersama.Aku kembali menyesap kopi yang masih mengeluarkan asapnya. Setelahnya, aku meletakkan kembali cangkir yang berisi kopi tersebut di atas meja.Sembari menunggu ibu, aku memainkan ponsel. Bertukar pesan dengan Mila yang masih ada di tempat kerja. Dan dari Mila aku mengetahui jika Linda dan Mas Hilman kembali mengunjungi Pak Alif, sama seperti biasanya.S

Bab terbaru

  • Maduku Putri Konglomerat   Akhir Bahagia

    Kuedarkan pandangan menuju tempat akad, dapat kulihat punggung seorang lelaki yang memakai setelan jas yang senada dengan gaun pernikahanku. Keningku berkerut melihat punggungnya, dalam hati aku bertanya-tanya siapa lelaki tersebut.Ada apa ini? Bukankah hari ini aku akan menikah dengan Mas Atar? Lalu, kenapa bukan dia yang duduk di sana? Kenapa dia malah berdiri seperti tamu undangan yang lainnya?Banyak sekali pertanyaan yang bersarang di otakku. Ya Allah ... apa lagi yang Engkau tetapkan untuk hamba-Mu ini? Aku menghiba, rasanya sudah tidak kuasa lagi jika harus menanggung penderitaan lebih lagi."Ra ... ayo. Para tamu undangan sudah menunggu mempelai perempuannya turun," ucap Mila membuatku menoleh padanya.Aku menatap Mila dengan pandangan penuh tanya, aku menuntut jawabannya melalui tatapan, karena untuk membuka mulut pun aku seakan tak kuasa lagi.Mila menerbitkan senyumnya dan berkata, "Sudah saatnya kamu bahagia, Ra. Sudah cukup selama ini kamu menderita. Berbahagialah dengan

  • Maduku Putri Konglomerat   Siapa

    "Apa kamu sudah benar-benar yakin, Ra?" tanya Mila di saat aku sedang mengepak baju-bajuku.Mila sekarang sedang berada di rumahku karena besok aku akan menikah dengan Mas Atar. Tak terasa waktu cepat sekali berlalu. Besok aku akan benar-benar menikah dengan Mas Atar. Jujur, hatiku masih berat sekali, tapi aku tidak bisa lari begitu saja setelah memupuk harapan semua orang.Aku terdiam, lalu memandang Mila dengan senyum tipis menghiasi bibirku untuk meyakinkan Mila bahwa aku baik-baik saja. Aku tahu jika Mila mengkhawatirkanku, mengingat besok sudah hari pernikahanku dengan Mas Atar. Tapi aku sudah tidak bisa mundur lagi. Tidak mungkin aku membatalkan pernikahan yang sudah di depan mata. Aku akan membuat semua orang malu. Jika hanya aku yang malu tidak mengapa, tapi jangan keluarga Ibu Rani. Beliau adalah orang baik. Tidak sepatutnya aku membuat beliau malu."Kumohon pikirkan sekali lagi, Ra. Pumpung pernikahanmu belum terjadi." Kembali, Mila membujukku untuk memikirkan tentang keputus

  • Maduku Putri Konglomerat   Yakin

    "Ayo kita pergi, Ra." Masih pagi tapi Mas Atar sudah datang ke butik, membuatku tidak bisa fokus pada pekerjaanku. Dia sedang duduk di depan meja kerjaku dengan posisi tangan bertopang dagu. Sementara aku baru saja akan mengerjakan pekerjaanku.Aku meletakkan pena ke atas meja, lalu memandang jengah lelaki yang bergelar calon suamiku itu. Aku sedang sangat sibuk hari ini. Pekerjaanku sedang menumpuk dan harus segera aku selesaikan, mengingat sebentar lagi aku akan disibukkan dengan pernikahanku."Memang mau kemana, Mas? Kamu tahu aku sedang sibuk, bukan?" tanyaku dengan nada datar.Mas Atar terdengar mendecakkan lidahnya. "Aku sudah meminta ijin pada ibu, beliau pun menyetujuinya. Apalagi saat aku mengatakan ingin mencari cincin untuk pernikahan kita, beliau langsung bersemangat untuk menyuruhku menemuimu," jawabnya. "Bahkan beliau yang paling antusias dengan pernikahan kita. Sebegitu bahagianya ibu ketika tahu kita akan segera menikah," imbuhnya dengan senyum melebar.Aku membulatkan

  • Maduku Putri Konglomerat   Mila Marah

    "Jelaskan padaku, Ra. Jelaskan apa yang aku dengar dari Bayu kalau kamu akan menikah dengan Mas Atar itu salah." Suara Mila sedikit meninggi dari balik sambungan telepon.Aku mendesah, aku memang sudah memperkirakan jika Mila akan menuntut penjelasan padaku jika mendengar berita pernikahanku dengan Mas Atar.Tak terasa satu bulan telah berlalu semenjak aku meminta penjelasan pada Mas Atar. Kini, pernikahanku tinggal satu bulan lagi. Ibu Rani meminta kami cepat-cepat menikah. Jadilah bulan depan pernikahan kami akan diadakan.Memang terkesan terburu-buru, tapi aku sudah pasrah. Jalan hidupku akan bagaimana, aku serahkan semuanya pada Yang Kuasa. Entah kebahagiaan ataupun kesengsaraan yang akan menemani sisa hidupku. Aku tidak tahu. Biar takdir yang akan menentukan nasibku kedepannya.Selama ini aku tidak menceritakan tentang pernikahanku dengan Mas Atar pada Mila. Aku tidak mau mengganggu bulan madu Mila. Di pikiranku, nanti saja saat hari pernikahan sudah dekat, agar Mila tidak terlal

  • Maduku Putri Konglomerat   Pengakuan

    Aku melangkah dengan gontai setelah keluar dari ruangan Ibu Rani. Rasanya seluruh kekuatan tubuhku seolah menghilang. Semua yang baru saja terjadi mampu membuatku kehilangan semangat untuk memulai hariku."Kamu kenapa, Ra? Tidak enak badan?" tanya Sarah ketika aku telah sampai di meja kerjaku.Aku hanya menatap Sarah dengan tidak bersemangat. Sarah pun berjalan mendekat ke arahku. Disentuhnya keningku dengan punggung tangannya."Tidak demam. Tapi kenapa wajahmu terlihat pucat," ucapnya sembari mengerutkan kening."Aku tidak apa-apa, Sar. Mungkin aku hanya kecapekan saja," sahutku, tidak mau membuat Sarah semakin khawatir."Iya kali, Ra. Harusnya kamu istirahat saja di rumah."Aku menggelengkan kepala, "Tidak, Sar. Pekerjaanku sudah banyak. Aku tidak mau menunda-nunda pekerjaanku."Sarah tampak menghela napas. "Ya sudah, kalau kamu inginnya begitu, Ra. Aku nggak akan mengganggumu kalau begitu." Sarah pun beranjak menuju meja kerjanya.Aku pun mulai mengerjakan pekerjaanku yang sudah me

  • Maduku Putri Konglomerat   Terjebak

    "Wah ... kamu sudah datang, Ra." Sarah menatapku dengan senyum yang aneh. Sorot matanya seolah sedang memandang takjub padaku.Aku baru saja datang, dan langsung menuju meja kerjaku. Rasanya sudah lama sekali aku tidak datang ke butik."Ada apa, Sar?" tanyaku penasaran dengan senyum Sarah, biasanya aku juga tidak mau tahu urusan orang lain. Tapi entah kenapa, senyum Sarah terasa aneh bagiku."Kamu jangan pura-pura deh, Ra," sahut Sarah.Aku mengernyitkan keningku, tidak mengerti dengan apa yang dimaksud oleh Sarah. Pura-pura? Pura-pura apa maksudnya? Aku memandang Sarah dengan raut wajah penuh tanya."Ck ... kamu gimana sih, Ra. Masak nggak tahu. Kamu itu jangan pura-pura nggak tahu apa-apa. Mentang-mentang sebentar lagi jadi mantunya Bu Rani, kamu nggak mau berbagi kabar bahagia dengan kami," tutur Sarah mendecakkan lidahnya.Netraku membulat sempurna mendengar penuturan Sarah. Tidak. Dia pasti salah bicara. Aku ... aku tidak mungkin menjadi calon menantu Ibu Rani."Menantu Ibu Rani?

  • Maduku Putri Konglomerat   Bersiap

    "Ah, aku juga permisi, Mas," pamitku.Aku harus segera pergi sebelum Mas Atar menginterogasiku dengan berbagai pertanyaan yang menyulitkanku. Dan aku tidak mau itu terjadi. Aku langsung melangkah meninggalkan Mas Atar dan Kiara yang berada di dalam gendongannya."Tunggu, Ra. Kamu berhutang sesuatu padaku," ucapnya menahan langkahku. Aku berhenti seketika mendengar ucapan Mas Atar.Aku menoleh ke arahnya, menatap takut-takut padanya. Tapi aku terperangah ketika melihatnya tersenyum tipis ke arahku. Aku mengusap-usap mataku, mencoba memastikan jika mataku tidak salah lihat. Barusan aku benar-benar melihatnya tersenyum.Mas Atar tersenyum? Lelaki es itu tersenyum? Aku sampai melongo melihatnya. Rasanya tidak percaya jika lelaki yang selalu berwajah datar itu tersenyum walaupun tidak begitu terlihat. Tapi aku yakin dia sedang tersenyum tadi."Ada apa? Kenapa melihatku seperti itu?" tanyanya terlihat mengernyitkan kening. Sepertinya dia heran karena aku melihatnya sembari mengusap-usap mat

  • Maduku Putri Konglomerat   Kebohongan

    "Apa?" tanya Mas Alif tampak terkejut dengan jawabanku. Wajahnya pun tidak dapat menyembunyikan rasa keterkejutannya.'Maaf, Mas. Aku harus berbohong demi kebaikan semuanya.'Perlahan aku meriah tangan Kiara dan mengajaknya melangkah mendekat ke arah Mas Alif. Setelah sampai di depannya, aku berjongkok menyejajarkan tinggiku dengan Kiara. Kutatap mata polos gadis kecil di hadapanku itu dengan lembut.'Maafkan aku karena memanfaatkanmu ya, Nak. Semoga kamu mau membantu.'Aku menarik napas panjang, lalu membuangnya perlahan. "Sayang, salim dulu sama Om Alif, ya," ucapku pada Kiara dengan nada lembut.Netra bening Kiara menatapku dengan polosnya, tapi tak urung juga dia menganggukkan kepalanya, mengikuti perintahku. Tangan mungilnya terulur ke arah Mas Alif, sementara Mas Alif masih berdiri mematung. Tampak sekali jika dia benar-benar terkejut dengan kebohonganku."Halo, Om," tutur Kiara dengan tangan yang masih terulur.Mas Alif tersentak, lalu kemudian dia ikut berjongkok dan membalas

  • Maduku Putri Konglomerat   Kiara

    Aku mematut diriku di cermin, mencoba menyembunyikan mata bengkakku sebaik mungkin. Setelah dirasa mataku yang bengkak tertutup make up, aku pun bangkit dari duduk. Lalu aku segera keluar dari kamar.Aku memandang takjub suasana pesta yang sangat ramai. Mila benar-benar menjadi ratu di hari pernikahannya. Pernikahan Mila sangatlah mewah, benar-benar pernikahan impian setiap wanita. Aku pun dulu sangat memimpikan pernikahan seperti ini. Tapi dulu aku sudah bahagia dengan pernikahan sederhana yang Mas Hilman berikan.Akan tetapi semuanya telah hancur sia-sia. Dan aku pun telah menempuh hidupku sendirian.Aku mendesah kasar. Tidak baik mengingat-ingat hal yang menyakitkan. Hari ini adalah hari bahagia untuk Mila. Aku harusnya mengesampingkan perasaanku.Aku melangkah menuruni tangga, mencoba bergabung dengan orang-orang yang hadir di pesta pernikahan Mila. Tapi setelah sampai di ujung tangga, seseorang menarik tanganku. Aku pun menoleh, menatap orang yang menarik tanganku. Netraku membul

DMCA.com Protection Status