Lantaran tak bisa tidur, dia mengambil ponsel yang sedang terhubung dengan aliran listrik. Kata Darren, tadi ada notifikasi pesan yang masuk di ponsel. Dia tak sempat melihat siapa pengirimnya lantaran baterai benda itu melemah dan langsung padam.
Dia baru ingat dan akan memeriksa siapakah gerangan yang mengirimkan pesan itu. Dan, bagaimana kabar Jacky? Apa dia sudah sampai di rumah dan memberi kabar? Ah, kenapa dia jadi melupakan pria itu gara-gara kehadiran Darren?Layar itu menjadi terang dan Gian menunggu sampai kondisinya stabil. Banyak sekali pesan masuk dari aplikasi hijau. Bukan hanya itu, ada lebih dari sepuluh panggilan masuk yang tak terjawab.Jihan.Semua dari Jihan. Apa ada sesuatu yang telah terjadi?Jarinya menggeser pesan masuk dan Gian membaca satu demi satu pesannya dengan seksama. Astaga, kenapa bisa jadi begini? Dia harus melakukan sesuatu hal yang urgent. Dengan jantung yang masih bertalu hebat, Gian mencari kontak"Apa yang terjadi, Han? Kenapa ibu bisa jatuh?"Gian yang baru sampai di rumah sakit umum Karawang, langsung mencecar pertanyaan. Setelah membaca pesan yang dikirim adiknya, wanita itu langsung menghubungi Jacky untuk meminta bantuan. Baginya, hanya Jacky yang bisa diandalkan karena Gian tak punya kendaraan, pun tak memungkinkan menggunakan transportasi umum di jam dini hari.Perjalanan Jakarta menuju Karawang membutuhkan dua jam dan bersyukur mereka tidak bertemu dengan kemacetan yang menjadi momok mengerikan warga Jakarta. Sekarang hampir jam empat."Kemarin sudah ada yang aneh dengan sikap ibu. Berulang kali aku bertanya, ibu bilang nggak apa-apa. Sampai tadi siang aku menemukan ibu jatuh di kamar mandi."Meski sedang berbicara dengan Gian, tetapi mata Jihan sesekali melirik ke arah pria berjaket kulit cokelat. Di mata Jihan, di saat Jacky terlihat mengantuk, kadar ketampanannya tak berkurang sama sekali. Gadis itu tak pernah bosan memandangi m
Wanita itu bergeming karena tak tahu bagaimana mulai menjelaskannya. Persahabatan selama tiga tahun yang dipupuk, mengajarkan mereka untuk saling membantu, menjaga dan tukar perhatian. Namun, perhatian yang diberikan Jacky melebihi dari seorang sahabat. Diam-diam pria itu mencintainya. Entah sejak kapan benih itu tumbuh, Jacky lupa."Maaf, Jack. Ceritanya panjang dan rumit."Gian memberanikan diri menoleh ke wajah Jacky yang terlihat letih. Namun, meski itu tidak mengurangi kejantanan di paras itu. Iris mata kecokelatan, alis tebal, bibir proposional, hidung besar dan lancip. Pantas saja, Jihan tergila-gila dengannya."Wajah Kak Jacky cowok banget, Jihan suka pria dewasa. Apa perasaan itu salah, Kak?"Tiba-tiba kalimat yang pernah diucapkan oleh lidah Jihan berdengung. Gian segera menepis rasa kagum untuk Jacky dan kembali ke masa sekarang. Wanita itu berjanji untuk tidak jatuh cinta pada pria tersebut demi Jihan."Kamu bisa mulai dari aw
Kembali, Gian memilih mengunci mulut, tak ingin Jacky terlalu mendetail permasalahan yang terjadi. Sementara tanpa menjawab, Jacky hanya bisa menerka bagaimana hubungan mereka selanjutnya.Di balik dinding koridor, sosok serba hitam itu tak sengaja mendengar apa yang terjadi pada Gian. Dia yang kebetulan datang ke rumah sakit, ingin mengetahui kabar ibu yang sedang dirawat. Berita tentang ibu yang tiba-tiba sakit juga didapat dari salah satu temannya."Bro, aku dengar ibumu jatuh dan adikmu sudah bawa ke rumah sakit kota. Apa kau tak mau mengunjunginya?"Sampailah kaki itu menginjak rumah sakit. Namun si anak tidak bisa bertemu dengan ibunya yang masih dalam perawatan intensif dan tidak dapat dikunjungi oleh siapapun kecuali tim medis. Lalu, saat dia ingin hengkang dari rumah sakit, matanya bertemu dengan Gian yang masuk dari pintu utama dengan tergesa-gesa. Dan pada akhirnya, dari percakapan itu, dirinya mengetahui sepenggal kisah wanita tersebu
Setelah menenangkan dan memberi pengertian kepada Emma, Darren akhirnya keluar rumah. Memang benar, pagi jam sepuluh si pria ada janji dengan salah satu klien pemasok bahan mentah. Namun, permainan golf hanya berlangsung satu jam. Setelahnya, ia bertolak ke apartemen untuk mencari si istri muda.Lantaran sudah berjanji pada Giandra tadi malam, Darren akan menemui dan mengecek keadaannya. Sedikit berbeda dengan hari sebelumnya, selama perjalanan pria itu mencoba menghubunginya beberapa kali. Pesan di aplikasi dan panggilan pun tak diangkat Gian. Ke mana wanita itu? Apakah dia baik-baik saja?Mobil pun dipacu dengan kecepatan di atas rata-rata karena khawatir terjadi sesuatu dengannya. Namun, setelah masuk ke apartemen, dia tak menemukan siapapun di sana. Semua ruangan sudah diperiksa dan Gian tak ada. Tidak ada tanda kecurigaan bahwa Gian diculik atau terjadi perampokan karena kondisi di apartemen terlihat rapi. Lalu, mengapa wanita itu tidak bisa dihubung
Tanpa mau menghabiskan waktu, Darren kembali masuk ke dalam gedung putih, mencari keberadaan orang yang menjadi bahan pemikirannya sejak tadi malam. Dia mengambil ponsel dari dalam saku celana. Jari itu mencari nama Gian lalu menekan tombol hijau.Meski sejak tadi pagi panggilannya tak digubris, Darren tak putus asa dan berusaha berpikir positif."Mungkin dia tak dengar deringan ponselnya saat aku hubungi. Barangkali sekarang dia sudah luang dan kali ini angkat teleponnya."Benar saja. Hanya butuh dua kali deringan, suara lembut seorang wanita menerobos ke dalam gendang telinganya."Kamu di mana , Jasmine?"Terdengar decakan kesal karena kesalahan nama panggilan tersebut."Aku bukan ....""Iya, aku tidak mau begitu kamu mempermasalahkannya sekarang. Kamu ada di instalsi apa?""Instalasi?""Iya, kamu ada di rumah sakit umum Karawang, kan? Aku sudah di depan gedung. Kamu ada di lantai berapa dan instalasi
"Itu tadi siapa, Bang? Yang jalan bareng dengan Kak Gian? Apakah pacar atau temannya? Tapi kalau teman, tidak mungkin. Soalnya aku lihat mereka dekat dan ...."Jihan yang langsung melangkah ke koridor segera bertemu Jacky untuk menuntaskan rasa ingin tahu. Namun bukannya menjawab, pria itu bangkit berdiri dan seperti menghindari pertanyaan yang tak ingin didengar."Bang!""Kamu tanyakan sendiri dengan kakakmu, Han. aku tidak tahu soal itu."Percakapan itu diakhiri ketika mata mereka melihat tiga orang berseragam hijau dari koridor berjalan dengan tergesa menuju ke pintu ICU."Apa yang terjadi, Dok? Apa sudah ada perkembangan tentang ibu saya?""Maaf, kami akan segera kabari setelah selesai melakukan tindakan lebih lanjut."Pintu ICU pun tertutup dengan rapat, meninggalkan Jihan dan Jacky yang mematung sehingga punggung itu menghilang.***"Aku harus kembali ke rumah sakit untuk melihat perkembangan ibu,
"Dia ...."Baru satu kata yang terucap, pintu ruang ICU terbuka. Perhatian mereka pun teralih ke arah pria berambut putih dengan seragam hijau yang baru keluar. Disusul dua perawat yang tampak sibuk dengan alat medis di kedua tangan mereka."Bagaimana dengan ibu kami, Dok?"Gian maupun Jihan berhamburan mendekat setelah sang dokter melepas kacamata tebalnya. Sebagian wajah yang dihiasi keriput itu terlihat lebih rileks dan hangat."Alhamdullilah, beliau sudah sadar. Kadar oksigen telah normal. Hanya saja, tekanan darah dan kadar gula masih meninggi. Kita harus ekstra memperhatikan, jangan sampai terlampau batas yang bisa merambat ke penyakit komplikasi."Setelah mendengarkan penjelasan, mereka mengucapkan terima kasih sebelum dokter tersebut pamit. Mereka belum diperbolehkan masuk ke dalam ruang steril secara bersamaan. Jadi, Gian terlebih dahulu yang masuk dan hanya diizinkan selama lima menit saja.Suara irama mesin terdengar t
Ibu melanjutkan setelah tak mendapat respons Gian. Kondisi yang sudah hampir stabil, membuatnya bisa mengendalikan hati yang tiba-tiba terasa tersayat. Dia tak rela salah satu putrinya menyandang istri siri yang masih menjadi cemoohan masyarakat.Di sana, Gian berupaya memberi pengertian kepada ibu dan menyatakan tidak menyesal melakukan hal itu, alih-alih demi keluarga. Dirinya pun tak ada keinginan merebut harta dari suaminya. Dia berjerih payah memastikan ibu agar beliau menjadi tenang."Semua kulakukan demi Ibu dan Jihan. Jadi, kalian tak perlu mengkhawatirkan bagaimana aku ke depannya. Semuanya akan baik-baik saja setelah aku melahirkan anak Pak Darren."Bersyukur setelah menjelaskan, ibu tidak menampilkan wajah protes meski hatinya masih belum ikhlas. Dan setelahnya, ibu pun tak bertanya banyak hal karena ingin beristirahat sebab jarum pendek di jam dinding sudah menunjukkan angka delapan.Sudah dua hari, Darren yang kembali ke Jakarta belum