Home / Romansa / Madu Untuk Suamiku / Melupakan Kekecewaan

Share

Melupakan Kekecewaan

Author: Anis Hidayah
last update Last Updated: 2022-03-16 19:38:24

Meski perlakuan Ustaz Subhan semalam masih membekas, tetapi sebagai istri Kiyada sadar harus terbiasa menekan ego. Apalagi mengingat posisinya yang hanya sebagai istri ke dua. Rela dinikahi demi uang.

“Ustaz, sakit? Panas sekali.” Raut kekhawatiran tampak jelas di wajah Kiyada.

“Sepertinya Cuma masuk angin biasa. Nanti juga sembuh.”

Kiyada mengangguk ragu. Ia membiarkan Ustaz Subhan yang bangkit secara perlahan menuju kamar mandi. Langkah laki-laki itu tampak sedikit tertatih. Ingin rasanya Kiyada membantu, tetapi peristiwa semalam kembali terngiang.

Setelah Ustaz Subhan menghilang dari pandangan, segera Kiyada mempersiapkan pakaian juga sajadah sang suami. Rumah Kiyada cukup jauh dari masjid, sehingga selama berada di sini Ustaz Subhan belum pernah jamaah Subuh di masjid.

Keluar dari kamar mandi, wajah layu Ustaz Subhan tampak lebih segar. Keduanya pun melaksanakan salat Subuh berjamaah di kamar sempit ini. Terhanyut dalam sujud rukuk yang syahdu, mengadukan segala kesah pada Sang Penggenggam takdir.

“Biasanya kalau sakit Ustaz ke dokter atau minum obat dulu?” Kiyada bertanya ragu. Sebab ia benar-benar tak tahu harus bersikap bagaimana.

“Minum obat saja. Kamu tolong belikan obat masuk angin, ya?”

“Baik, Ustaz.”

Segera Kiyada melepas mukena dan memasang hijabnya. Melihat Ustaz Subhan tampak lemah begitu, membuat Kiyada benar-benar tidak tega. Ia menjadi ragu apakah akan tetap berangkat ke kampus atau menemani sang suami yang tengah sakit di rumah.

“Maaf, untuk kejadian semalam.” Tanpa diduga, Ustaz Subhan menahan pergelangan tangan Kiyada yang hendak berbalik menuju pintu.

Kiyada tertegun, ia tak tahu harus bersikap seperti apa saat ini.

Malam itu masih terekam jelas dalam ingatan Kiyada. Saat ia telah menyiapkan jiwa raga untuk melayani sang suami, tetapi ia ditinggalkan begitu saja saatsdering telephon berbunyi. Tak perlu dijelaskan, Kiyada tahu itu dari siapa.

“Mas kangen sama kamu, Sayang.”

Satu kalimat yang cukup mengoyak hati Kiyada. Ia mengutuk dirinya yang dengan kesadaran penuh menguping pembicaraan Ustaz Subhan. Harusnya ia cukup tahu diri, mengetahui perasaan Ustaz Subhan hanya akan membuat hatinya semakin tersakiti.

Bahkan pelukan Ustaz Subhan malam itu terasa hambar. Kiyada tahu, jika laki-laki itu memeluknya semata karena rasa bersalah.

“Ustaz, nggak apa-apa ‘kan kalau saya tinggal sendirian di rumah. Saya izin mau mengumpulkan berkas ke kampus.”

Ragu-ragu Kiyada meminta izin suaminya. Perihal kejadian semalam, Kiyada sudah tak ingin lagi mengingatnya.

Ustaz Subhan mengangguk beberapa kali. Ia tahu Kiyada sedang berusaha mengalihkan pembicaraan.

Kiyada tersenyum semringah, setidaknya suasana kampus bisa sedikit mengalihkan kerancuan hatinya. “Kalau begitu saya ke warung dulu, buat beli obat masuk anginnya.”

Beruntung toko kelontong di dekat rumah Kiyada telah buka sebelum matahari terbit, karena sang penjual juga menjadi langganan warga yang akan membeli sayuran segar untuk memasak pagi tanpa harus pergi ke pasar.

Keadaan toko telah dipenuhi deretan ibu-ibu yang bergerombol memilih sayuran segar. Beberapa di antara mereka menyapa Kiyada ramah. Namun, satu dua ada juga yang menatapnya sinis.

Menganggap ia sebagai wanita murahan yang rela untuk menjadi istri ke dua dari Ustaz tampan tersohor di kampung ini.

Sekuat tenaga Kiyada berusaha tak mempedulikan bisik-bisik ibu-ibu itu. Ia sadar jika pilihannya pasti akan menimbulkan banyak asumsi dari warga sekitar.

“Enak, ya, pengantin baru. Istri ke dua rasa istri satu-satunnya,” celetuk seorang ibu muda dengan dandanan paling mencolok di tempat itu.

“Tapi, bagaimanapun posisi istri pertama tak pernah terganti. Perbedaan mereka saja bagaikan langit dan bumi.” Kali ini wanita paruh baya dengan badan tambun yang menyahut. Seolah tak mempedulikan kehadiran Kiyada.

Tak ingin berlama-lama berada dalam situasi seperti ini, segera Kiyada membayar semua belanjaan yang telah dipilihnya. 

“Kamu yang sabar, ya. Mereka hanya belum pernah merasakan berada di posisi kamu saat ini.” Ucapan ibu pemilik toko membuat gemuruh di hati Kiyada sedikit mereda.

Dalam perjalanan pulang, perkataan yang ia dengar di toko terus terngiang di benak Kiyada. Tak ada wanita yang benar-benar rela menjadi yang ke dua. Ia merenungi kembali keputusannya, apakah ini memang yang terbaik?

Dibukanya pintu rumah yang tak terkunci itu. Menata beberapa sayur di dalam kulkas. Juga menyiapkan bubur ayam yang tadi sempat dibeli Kiyada.

Tampak di dalam kamar laki-laki yang telah mengoyak perasaan Kiyada tengah berkutat dengan benda berlayar pipih di tangannya. Posisi yang tadinya tertidur, telah berubah menyandar pada kepala ranjang.

“Dimakan dulu buburnya, Ustaz. Nanti keburu dingin.” Kiyada meletakkan nampan di sisi ranjang.

“Terima kasih, ya.” Tatapan penuh ketulusan terpancar dari wajah Ustaz Subhan.

“Kan sudah kewajiban saya sebagai istri.” Kiyada tersenyum simpul.

“Kalau misalkan saya meminta kamu untuk tidak ke kampus hari ini kamu keberatan tidak? Saya ingin ditemani.”

Kalimat yang meluncur dari bibir Ustaz Subhan membuat Kiyada tertegun. Apa maksudnya sang suami berkata ingin ditemani? Mungkinkah laki-laki itu telah menyadari akan arti Kiyada sebagai istri yang sah di mata hukum dan agama?

Related chapters

  • Madu Untuk Suamiku   Membuka Hati

    Kiyada memang telah lama mengagumi sosok laki-laki di hadapannya. Namun, sedikitpun tak pernah terpikir untuk menjadi istri ke duanya. Bagi Kiyada Ustaz Subhan adalah sosok laki-laki saleh idaman kaum hawa.Bagaimana tidak, wajah menawan sedikit ketimuran, juga ditunjang dengan samudra ilmu yang begitu luas. Sangat serasi dengan Ustazah Shofia. Wanita dengan tubuh tinggi semampai, dan jejak karir di bidang akademi yang patut diperhitungkan.“Kalau Ustaz tidak rida saya ke kampus, maka saya tidak akan berangkat.”“Pergilah jika memang itu sangat penting bagi pendidikan kamu.”Jawaban Ustaz Subhan membuat Kiyada bimbang. Ia sangat ingin merawat sang suami yang tengah sakit di rumah. Namun, dirinya juga takut jika tiba-tiba ada panggilan dari Ustazah Shofia, lalu ia kembali diabaikan.“Berkas itu bisa diserahkan besok, saya akan merawat Ustaz saja,” pungkas Kiyada pada akhirnya.Ustaz Subhan terse

    Last Updated : 2022-03-16
  • Madu Untuk Suamiku   Hadirnya Masa Lalu

    Angin pagi berembus perlahan. Memisahkan dedaunan kering dari ranting. Meniup lembut ujung jilbab biru muda yang dikenakan Kiyada. Dua pasang mata saling beradu, tatapan yang dulu sempat menjadi candu, kini kembali bertemu.Senyuman laki-laki itu masih sama. Lesung pipi yang menawan, juga deretan geligi rapi yang menjadi penyempurna. Kiyada tertunduk, tak mampu berlama-lama menikmati keindahan yang sudah bukan haknya lagi.“Kamu beneran kuliah di sini lagi? Mau pindah jurusan atau melanjutkan yang kemarin?” Laki-laki pemilik mata teduh tersebut memberondong Kiyada dengan sederet pertanyaan.“Iya, Kak. Aku mau pindah jurusan.” Kiyada tersenyum canggung.Farhan mengangguk beberapa kali. Laki-laki itu kembali tersenyum menatap Kiyada. Sorot matanya menyiratkan sebuah kerinduan yang mendalam.“Mmm ... kalau begitu aku duluan, Kak,” pamit Kiyada, ia tak ingin berlama-lama terjebak dalam situasi seperti ini.&ld

    Last Updated : 2022-03-16
  • Madu Untuk Suamiku   Sebuah Pengakuan

    [Saya titip Mas Subhan, ya. Layani dia sebaik mungkin] Pesan masuk dari Ustazah Shofia tadi pagi kembali terngiang. Sementara laki-laki di hadapan Kiyada masih menatapnya lekat. Seolah tak ingin terlewat setiap gerak gerik Kiyada. “Siapa? Kok nggak diangkat?” Farhan menaikkan satu alisnya. “Aku keluar sebentar, ya, Kak. Di sini terlalu bising,” tukas Kiyada beralasan. Beruntung keadaan cafe sedang benar-benar ramai pengunjung. Farhan mengangguk, mempersilakan Kiyada untuk menerima panggilan tersebut. Mencari tempat yang cukup sepi, Kiyada menekan tombol untuk menghubungi kembali nomor sang suami. Setelah dua kali panggilan tak terjawab, Ustaz Subhan tak lagi mengulangi panggilan telephonnya. Perasaan bersalah menyelemuti hati Kiyada. Ia merasa seperti istri yang sedang selingkuh secara sembunyi-sembunyi. “Assalamualaikum,” ucap Kiyada lirih begitu dering pertama lansung tersambung. “Waalaikumsalam. Kamu masih belu

    Last Updated : 2022-03-18
  • Madu Untuk Suamiku   Di Bawah Derasnya Hujan

    Dari sudut ruangan lantunan musik Shanna Shannon berjudul Rela mengalun merdu. Terik matahari perlahan tertutup awan kelabu. Suasana yang tercipta mendadak menjadi sendu. Dua insan itu saling terdiam menata debar dalam kalbu. “Selamat, semoga rumah tangga kamu sakinah mawadah warahmah,” ungkap Farhan pada akhirnya. Ada banyak pertanyaan yang ingin Farhan lontarkan pada Kiyada. Namun, lidahnya tersa kelu. Apalagi saat Farhan melihat air mata itu, seolah pernikahan Kiyada menyimpan sebuah duka. Perihal rumah tangga Kiyada, Farhan sadar jika itu bukan lagi ranahnya. Sekalipun Kiyada adalah wanita yang ia cintai semenjak dua tahun terakhir. Wanita cerdas dengan segala kesederhanaannya. “Maafkan aku, Kak.” Bergetar suara Kiyada saat mengatakannya.“Tidak ada yang perlu dimaafkan, Kiyada. Semua sudah tertulis sesuai skenario terbaik dari Allah.” Memaksakan senyum terukir meski hati begitu getir. Perlahan rintik hujan menyapa bumi. Menciptak

    Last Updated : 2022-03-19
  • Madu Untuk Suamiku   Perhatian Kecil

    Seorang yang tadi pagi bersama Kiyada di ruang administrasi datang menghampiri. Wanita itu tampak bertanya-tanya dengan keberadaan laki-laki di samping Kiyada.Fatimah tahu arti tatapan laki-laki di hadapan Kiyada. Laki-laki dengan sorot mata tajam dan meneduhkan tersebut terlihat menyimpan sebuah rasa pada Kiyada.“Kamu nggak langsung pulang, Ki?” Fatimah mengerutkan kening.“Eh, iya ini tadi masih ada sedikit urusan sama Kak Farhan,” ujar Kiyada sedikit gelagapan.“Perkenalkan saya Farhan, kakak tingkatnya Kiyada dulu.” Farhan menangkupkan kedua tangan di depan dada.Fatimah hanya mengangguk sekilas. Tanpa perlu dijelaskan, dari gestur Kiyada dan Farhan ia tahu jika dua insan itu ada sesuatu. Sepertinya meraka memiliki hubungan masa lalu yang lebih dari sekadar teman biasa.Laki-laki itu memang tergolong tampan. Bahkan, di antara mahasiswa yang Fatimah temui di kampus ini, Farhan lah yang paling mempeson

    Last Updated : 2022-03-19
  • Madu Untuk Suamiku   Di Bawah Sinar Rembulan

    “Kamu tidak lupa sama titipan saya ‘kan?” Ustaz Subhan segera menutup kitab yang tengah dibukanya.Kiyada tersentak, kebersamaan dengan Farhan telah melalaikannya dari titipan sang suami. “Maaf, Ustaz, saya lupa. Soalnya tadi takut keburu hujan.” Kiyada tertunduk merasa bersalah.“Iya, nggak apa-apa. Nanti saya bisa beli di toko.” Laki-laki tersebut tersenyum maklum.Sejujurnya bukan hanya perihal lupa pada pesanan Ustaz Subhan yang membuat Kiyada merasa bersalah. Lebih dari itu, kebersamaannya dengan laki-laki lain lah yang membuat dirinya lalai.“Malam ini kamu ada kesibukan?” tanya Ustaz Subhan masih dalam posisi duduknya bersandar pada kepala ranjang.“Tidak ada, Ustaz. Memangnya kanapa?” Kiyada mengerutkan kening.“Saya mau ajak kamu jalan-jalan.”“Kan Ustaz masih sakit.”Jika tak ingat kesehatan Ustaz Subhan yang mengalami demam tadi

    Last Updated : 2022-03-20
  • Madu Untuk Suamiku   Cemburu?

    Melewati bibir pantai berpasir putih, dua insan itu kini saling bergandengan tangan. Ustaz Subhan sengaja menonaktifkan telephon genggamnya, karena ia benar-benar ingin bersikap adil pada Kiyada.Masalah hati dan perasaan sampai kapan pun tak akan pernah terbagi sama rata. Di antara kedua istrinya, tentulah rasa cinta Ustaz Subhan lebih besar untuk Shofia. Wanita satu-satunya yang berhasil memikat hati semenjak pandangan pertama.Di saat seperti ini, wajah istri pertamanya justru menari-nari di pelupuk mata. Sedang apakah wanita itu kini. Terakhir saat telephon, Shofia mengatakan jika ibunya Kiyada mengalami kemajuan cukup pesat pada kesehatannya.“Ustaz, saya ingin ke kamar mandi.” Sebuah suara renyah menyentak kesadaran Ustaz Subhan.“Eh, iya. Sepertinya di ujung sana ada kamar mandi untuk umum.” Ustaz Subhan terkesiap.Laki-laki tersebut merutuki dirinya sendiri. Harusnya di saat seperti ini ia tak boleh memikirkan

    Last Updated : 2022-03-21
  • Madu Untuk Suamiku   Pagi yang Syahdu

    Kiyada tak tahu harus bahagia atau bersedih atas peristiwa yang baru saja ia alami. Kini dirinya telah resmi melepaskan pusaka yang selama ini dijaga kepada laki-laki yang halal. Seseorang yang menikahinya karena mengharapkan keturunan. Kiyada mengelus perutnya yang masih rata. Bagaimana jika ia benar-benar hamil dan tiba-tiba ibu pulang. Beliau pasti kecewa besar terhadapnya. Putri yang selama ini dibesarkan sepenuh jiwa raga harus rela menjadi istri ke dua. Dipandangi wajah yang tengah tertidur pulas di sampingnya. Laki-laki yang beberapa jam lalu telah berhasil membawanya ke puncak nirwana untuk pertama kalinya. Rahang tegas juga bulu-bulu halus itu sempat menyentuh area sensitif Kiyada. Melihat jarum jam yang menunjuk pukul dua dini hari, Kiyada perlahan turun dari ranjang. Ia tak ingin mengganggu tidur lelap sang suami. “Akh.” Kiyada mengadu merasakan nyeri di area bawahnya. Ustaz Subhan segera terjaga begitu mendengar rintihan dari

    Last Updated : 2022-03-21

Latest chapter

  • Madu Untuk Suamiku   Bidadari Surga

    Memasuki halaman rumah sakit, ingatan Kiyada kembali pada sang ibu. Saat pertama kali menginjakkan kaki di sini, hingga Allah memanggil ibu untuk pulang. Namun, Kiyada tahu, ia tidak boleh terlalu lama larut dalam kesedihan. Demi bayi yang ada dalam rahimnya, ia harus bisa mengendalikan suasana hati. Meski untuk saat ini itu bukanlah hal yang mudah.“Apakah saya nanti boleh masuk ke dalam menemui Ustazah Shofia?” tanya Kiyada saat ia dan Ustaz Subhan baru saja memasuki lift.“Nanti kita konsultasikan dulu sama dokter.”Kiyada hanya bisa menarik napas panjang seraya mengangguk pasrah. Ia tak bisa memaksa kali ini. Meski dirinya sangat ingin melihat secara langsung kondisi Ustazah Shofia.“Keadaan Shofia dua hari terakhir benar-benar menurun. Tidak sembarang orang bisa masuk ke ruangannya,” ucap Ustaz Subhan memberi penjelasan.Kiyada tahu pasti bagaimana prosedur orang-orang dengan penyakit kronis seperti Ustazah Shofia. Barangkali Ustaz Subhan lupa bahwa Kiyada telah merawat ibu seora

  • Madu Untuk Suamiku   Terjebak Rasa

    Kiyada sangat menikmati makan malamnya. Meski hanya di warung sederhana dan menu seadanya. Namun, kebersamaan dengan sang suami yang membuat suasana terasa istimewa. Semenjak menikah, sepertinya bisa dihitung dengan jari berapa kali Kiyada dan Ustaz Subhan makan berdua saja.Keduanya makan dalam hening. Kiyada diam-diam memperhatikan laki-laki di seberang tempat duduknya yang makan dengan tampak lahap. Entah karena terburu ingin segera kembali ke rumah sakit tempat Ustazah Shofia dirawat, atau memang perutnya merasa sangat lapar.Meski cahaya di tempat itu tidak terlalu terang, tapi Kiyada masih bisa melihat dengan jelas gurat kelelahan di wajah Ustaz Subhan. Ia tahu berada di posisi sang suami saat ini pasti tidak mudah. Memiliki dua istri yang sama-sama membutuhkan kehadirannya.“Kalau boleh saya bisa kok menggantikan menjaga Ustazah Shofia,” ucap Kiyada setelah ia menyantap setengah porsi soto pesanannya. Rasa lapar yang tadi sempat melanda mendadak lenyap melihat keadaan Ustaz Sub

  • Madu Untuk Suamiku   Tak Mampu Menolak Rasa

    Kiyada dan Ustaz Subhan duduk di serambi masjid. Keduanya sama-sama terdiam seraya mengamati lalu lalang para jamaah. Kiyada tak memiliki keberanian untuk memulai pembicaraan. Ia takut salah bicara. Apalagi melihat tampang Ustaz Subhan yang begitu kelelahan. Lingkaran di sekitar matanya amat kentara.“Belum ada perkembangan sama sekali dengan kondisi Shofia.” Ustaz Subhan mulai angkat bicara. Ia menoleh sekilas ke arah Kiyada. “Sepertinya dokter juga sudah pasrah. Tidak banyak hal yang bisa dilakukan.”Selama mengenal sosok Ustaz Subhan, rasanya baru kali ini Kiyada menyaksikan laki-laki itu begitu rapuh. Bahkan Ustaz Subhan tampak berusaha keras untuk menahan air matanya.“Mas, sudah makan?” Tak ingin sang suami terlalu larut dalam kesedihan, Kiyada memilih untuk mengalihkan topik pembicaraan.Ustaz Subhan menggeleng. “Terakhir makan tadi pagi.”“Bagaimana kalau kita cari makan dulu? Kebetulan saya juga belum makan.”“Ya sudah kita cari tempat makan di dekat sini.”Mendapat sambutan

  • Madu Untuk Suamiku   Harapan dan Doa

    24 jam sudah berlalu, tapi tak ada perkembangan sama sekali terhadap kondisi Shofia. Ustaz Subhan juga hampir tak beranjak dari sisi sang istri, kecuali hanya keluar untuk makan dan salat. Entah mengapa Ustaz Subhan merasa Shofia kian jauh.“Bagaimana perkembangan istri saya, Dokter?” tanya Ustaz Subhan pada dokter yang baru saja memeriksa keadaan Shofia.Dokter laki-laki paruh baya itu terdiam beberapa saat. Tak ada harapan sama sekali dari raut wajah yang mulai keriput tersebut.“Doakan saja yang terbaik, Pak.”Ucapan dokter itu memang terdengar ringan, tetapi Ustaz Paham apa maksud yang tersirat dari kalimatnya. Sepertinya ia sudah harus siap dengan segala kemungkinan yang akan terjadi. Dan ia tetap berharap keajaiban itu masih bisa terjadi.“Baik, Dok. Terima kasih.”Sudah hampir 2 hari Shofia tidak membuka mata sama sekali. Tubuhnya dipenuhi berbagai macam peralatan medis. Bahkan jika alat-alat penunjang itu dilepas, Ustaz Subhan tidak terlalu yakin jika sang istri masih bisa h

  • Madu Untuk Suamiku   Angan yang Sirna

    Ustaz Subhan sempat tertegun beberapa saat mendapati Kiyada memutus sambungan telepon secara sepihak. Bahkan tanpa ucapan salam sama sekali. Tak biasanya wanita itu bersikap seperti ini. Apakah sikapnya melarang Kiyada datang ke sini sudah keterlaluan?Meski telah bertahun-tahun hidup dengan Shofia, dan beberapa bulan menjadi suami Kiyada, Ustaz Subhan masih belum bisa memahami keduanya dengan baik. Ia tak memiliki ide apapun untuk membujuk Kiyada, atau sekadar menanyakan sikapnya tadi.Namun, untuk sekarang, tentu kondisi Shofia lebih penting dari apapun. Laki-laki itu melangkah tergesa menuju ruang perawatan Shofia. Berharap setelah ini akan ada kabar baik terkait perkembangan sang istri.Di depan ruangan yang dijaga cukup ketat itu, Jihan duduk termenung. Wajahnya muram, hingga tak menyadari kedatangan Ustaz Subhan.“Kamu sudah makan, Jihan?” Ustaz Subhan mencoba berbasi-basi. Berharap bisa sedikit mengurai aura kebencian dari wanita itu yang timbul semenjak ia menikah lagi.Jihan

  • Madu Untuk Suamiku   Tak Lagi Sama

    Keadaan Kiyada yang masih terasa lemah setelah kehilangan sang ibu, kini harus kembali menerima kabar kurang baik dari sang suami. Meski kerap merasa cemburu dengan kasih sayang Ustaz Subhan pada Shofia, tetapi Kiyada sungguh tak ingin terjadi sesuatu yang buruk pada wanita itu.Walau bagaimanapun, tanpa perantara Shofia, pernikahan ini tak akan pernah terjadi. Dan Kiyada harus berjuang sendiri memikirkan biaya pengobatan sang ibu yang cukup menguras dompet. Apalagi mengingat di kampung ini ia hanya memiliki ibu.“Mas, saya ingin melihat kondisi Ustazah Shofia,” pinta Kiyada pada Ustaz Subhan.“Besok kalau keadaannya sudah membaik, kamu saya ajak ke sini, ya.”Kiyada tertunduk lesu. Meski tidak melarang secara langsung, ia paham jika kalimat itu adalah sebuah larangan secara halus. Padahal berada di rumah seorang diri juga membosankan baginya. Kiyada jadi lebih sering teringat ibu dan itu membuatnya terus-terusan bersedih.“Tapi saya bosan di rumah sendirian. Siapa tahu di sana bisa m

  • Madu Untuk Suamiku   Gelisah Menanti Kabar

    Malam itu perasaan Kiyada sungguh bahagia. Sebab tak dapat dipungkiri bahwa dirinya juga teramat merindukan belaian sang suami. Meski tak banyak kalimat manis yang dilontarkan Ustaz Subhan, setidaknya senyuman dan satu kali panggilan-sayang- sudah lebih dari cukup bagi Kiyada.Namun, sepertinya harapan Kiyada terlampau tinggi. Nyatanya, saat terbangun menjelang waktu Subuh, Ustaz Subhan sudah tidak ada disisinya. Padahal tadi malam ia sempat berpesan untuk dibangunkan salat tahajud. “Mas?” Perlahan Kiyada bangkit dari tempat tidur. Mencari sosok Ustaz Subhan yang ternyata tidak ada di dalam kamar.Perut Kiyada yang semakin membesar membuat ia tak bisa bergerak selincah biasanya. Ia berjalan menuju kamar mandi, barangkali Ustaz Subhan tengah mandi atau mengambil wudhu. Lagi-lagi tak ada siapapun di sana. Suasana rumah terasa sepi dan sunyi. Hanya terdengar suara detak jarum jam juga sesekali suara kokok ayam jantan.Tidak biasanya Ustaz Subhan berangkat ke masjid sebelum Subuh seperti

  • Madu Untuk Suamiku   Kembali Merajut Kedekatan

    Sepertinya Aldi masih belum cukup puas dengan jawaban yang diberikan Ustaz Subhan. Sementara suara qiraat penanda akan masuknya waktu Isya sudah berkumandang dari arah masjid. Obrolan keduanya pun mau tak mau harus berakhir.“Kalau kapan-kapan saya silaturahim ke rumah Ustaz, boleh?” tanya Aldi sebelum Ustaz Subhan beranjak.Meski sempat ragu, Ustaz Subhan akhirnya mengangguk seraya tersenyum simpul. Tidak mungkin ia menolak seseorang yang ingin datang untuk bertanya perihal agama. Namun, Ustaz Subhan masih belum tahu apakah Aldi sudah tahu statusnya sebagai suami yang memiliki dua istri.Hingga selesai jamaah Isya dan menempuh perjalanan menuju rumah Kiyada, percakapan singkat dengan Aldi masih terus saja menghantui hati dan pikiran Ustaz Subhan. Bagaimana jika Aldi belum tahu akan statusnya? Pikiran yang berkelana di sepanjang perjalanan, membuat Ustaz Subhan tak sadar jika ia telah sampai di halaman rumah Kiyada. Suasana rumah itu tak lagi sepi seperti sebelum ia berangkat ke masj

  • Madu Untuk Suamiku   Tertampar Pertanyaan

    Sejujurnya beberapa menit yang lalu Ustaz Subhan telah berbohong pada Kiyada, dengan mengatakan bahwa ia ada urusan dengan remaja masjid setempat. Ia hanya ingin memberi waktu jeda pada hubungan mereka. Sebab sejak perbincangan tadi semua terasa semakin canggung. Entah lah apa penyebab pastinya.Lalu tanpa diduga pertemuannya dengan seorang remaja laki-laki yang mempertanyakan persoalan poligami membuat Ustaz Subhan merasa terusik. Sebenarnya apa yang ingin dipertanyakan, dan mengapa harus dirinya yang mendapat pertanyaan?Benar saja, setelah turun dari salat jamaah, remaja tersebut menunggu di dekat gapura masjid. Ini baru kali pertama Ustaz Subhan bertemu dengan laki-laki itu. Dilihat dari tampilannya, bisa ditebak jika ia bukan seperti penduduk setempat.“Assalamualaikum, Ustaz.” Dengan takzim ia mencium punggung tangan Ustaz Subhan.“Waalaikumsalam.” Ustaz Subhan memasang mimik setenang mungkin.“Sebelumnya maaf, apa saya mengganggu waktunya Ustaz?”Waktu menuju Isya’ masih cukup

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status