“Anya, kamu dipanggil pak Farhan.”
Lamunan Anya tentang pesan semalam buyar saat teman sekantornya, Dina, mengejutkan dengan informasi itu.
“Pak Farhan?” Beo Anya, tak biasanya bos mereka memanggilnya ke ruangan secara pribadi.
Dina mengangguk dan pergi meninggalkan Anya yang masih dalam kebingungan.
“Bapak memanggil saya?” Ucap Anya begitu dia sampai di ruangan pak Farhan, ketua cabang perusahaan tempat Anya bekerja.
“Iya, Anya. Duduklah.” Pak Farhan tampak begitu ramah pada Anya saat ini, hal itu membuat jantung Anya semakin berdetak dengan cepat.
“Ada apa ya, pak?”
“Begini, perusahaan pusat mempromosikanmu menjadi manajer pemasaran karena kinerjamu cukup bagus.” Ucap pak Farhan yang membuat senyum Anya langsung merekah.
“Tapi kamu pindah tugas di jakarta.” Lanjut pak Farhan, dan seketika senyum Anya langsung menghilang.
Jakarta sangat jauh dari kalimantan, dan tak mungkin dia meninggalkan suaminya untuk bekerja.
“Pak, tapi saya sudah menikah.”
Pak Farhan mengangguk mengerti, “Aku sangat tahu, tapi kalian belum mempunyai anakkan? Usiamu juga masih muda. Jika kinerjamu bagus disana, mungkin kamu akan dipromosikan lagi dan bisa kembali kesini.” Ucap pak Farhan meyakinkan Anya.
Tapi Anya hanya diam, “Pak, sepertinya saya butuh waktu.”
“Baiklah, tapi perusahaan tidak bisa menunggu lama.”
Setelah pak Farhan mengatakan hal tersebut, Anya bangkit dan pergi dari ruangan tersebut.
Entah dia menganggap ini sebagai berkah atau kesialan, jika saja mertuanya tak mendesaknya mungkin tanpa pikir panjang dia akan menerima tawaran itu. Dan menikmati pernikahan yang baru terjalin sebentar ini dengan bahagia.
Hingga notifikasi pesan masuk membuat Anya mengalihkan pikirannya.
‘Beli kacang-kacangan nanti jika pulang kerja, ayah menyukai itu.’
Pesan itu dikirim oleh Dimas, membuat Anya mengingat jika ayah mertuanya akan datang nanti. Entah drama apa lagi yang harus dia hadapi.
Karena jujur saja dia bahkan belum pernah melihat ayah mertuanya langsung, bahkan disaat hari pernikahannya, ayah mertuanya tak hadir karena ada perjalanan bisnis yang katanya tidak bisa ditinggal.
“Apa dia sama dengan ibu mertua?” Gumamnya dengan lelah.
Terlebih mengingat pesan yang dia temui semalam, dia rasanya ingin gila sekarang.
Anya kemudian membereskan mejanya dan bersiap untuk pulang, dan saat dia sampai di rumah. Suasana rumah sudah cukup ramai.
Dia tahu jika ayah mertuanya adalah memiliki kekayaan yang cukup fantastis mengingat dia pemiliki kebun kelapa sawit terluas di negara ini, ditambah perusahaan yang beberapa tahun ini dia rintis berjalan cukup baik.
Tapi dia tak menyangka jika banyak pengawal yang berdiri di depan rumahnya untuk mengawal pria itu.
“Assalamualaikum.” Ucap Anya begitu dia masuk ke dalam rumah.
Seluruh atensi mengarah ke arah Anya saat ini, tatapan Anya sedikit terpaku pada sosok tinggi tegap yang tegah berdiri melihat ke arah foto pernikahannya.
Pria tampan yang hanya dia lihat di foto ternyata lebih gagah dari ekspektasinya, disana ayah mertuanya menatapnya dengan datar. David merupakan keturunan inggris-indonesia, namun wajah bulenya yang paling dominan di wajahnya yang tegas dan tampan.
“Waalaikumsalam.” Jawabnya dengan dingin.
Anya sedikit menelan ludahnya, aura ayah mertuanya begitu kuat yang membuat nyalinya semakin menciut.
“Kenapa masih berdiri disana? Ayo siapkan makan malam.” Suara ibu mertuanya yang garang membuat Anya tersadar dan segera masuk tanpa berani melihat ke arah ayah mertuanya lagi.
Anya meletakkan belanjaannya di meja dapur. Mba Asih, pembantu panggilan yang hanya datang ketika ada acara tampak tersenyum pada Anya.
“Non Anya, sini biar saya yang memasukkannya ke toples.” Ucap mba Asih yang mengambil alih pekerjaan Anya.
Anya hanya mengangguk lalu rasa penasarannya membuatnya bertanya, “Mba Asih, kenal ayah sudah lama?”
Pertanyaan tersebut membuat mba Asih tersenyum, “Saya kurang tahu tentang bapak, non. Bapakkan dulu lama di inggris. Memang kenapa, non?”
Anya menggeleng dan membantu mba Asih menutup toples berisi berbagai jenis kacang di sana.
“Bapak tidak seperti ibu kok non, meskipun bapak terlihat dingin tapi dia tak banyak menuntut, jadi non Anya tenang saja jika takut bapak bertanya macam-macam.” Ucap mba Asih yang tahu kegelisahan Anya saat ini.
Anya tersenyum dan mengangguk, “Terima kasih, mba.”
Mereka berdua akhirnya menyiapkan toples berisi kacang tersebut ke meja ruang tamu, dimana David, ayah mertua Anya duduk.
Anya berusaha bersikap setenang mungkin dan meminimalisir kesalahan di depan mertuanya, dia tak ingin pertemuan pertama mereka meninggalkan kesan buruk.
Begitu selesai, Anya berniat kembali ke dapur. Tapi David menghentikan langkahnya.
“Duduk, kamu nyonya muda disini, bukan pembantu.” Ucap David dengan nada dingin.
Anya bahkan sampai menelan ludahnya dan mengangguk, “Baik, ayah.”
Hingga akhirnya Anya terjebak disana, hanya keheningan yang ada dan tatapan ayah mertuanya yang sedikit…. mengganggu ketenangan Anya saat ini.
“Bekerja dimana?” David akhirnya bersuara.
“Di perusahaan tekstil ayah, bagian pemasaran.” Jawab Anya, matanya masih belum berani menatap David secara langsung.
“Dimas yang membiarkanmu bekerja?” Tanya David dengan datar.
Sebelum Anya menjawab, tiba-tiba Regina yang baru dari dalam langsung menjawab.
“Tentu saja, mas. Sekarang jamannya wanita bekerja, agar dia tak menyusahkan putra kita.” Ucap Regina dengan tenang dan duduk di samping suaminya sambil menggandeng tangannya dengan mesra.
Anya yang melihat itu sedikit risih melihat ibu mertuanya yang terlihat begitu agresif meskipun berada di depannya. Tapi Anya bisa melihat ayah mertuanya juga tak nyaman dengan jarak istrinya itu.
“Dan kamu tahu mas? Anya bahkan belum hamil, itu membuatku malu dengan tetangga yang kemarin baru menikah tapi sudah langsung hamil.” Ucap Regina menambahi.
"Hamil bukan acara perlombaan." Bela David untuk Anya.
Tapi Regina masih tetap ingin menyudutkan Anya, "Tetap saja itu membuatku sangat malu."
Anya semakin tak nyaman duduk disana, terlebih api yang mulai di hidupkan mertuanya saat ini.
Untungnya Dimas pulang di waktu yang tepat sehingga percakapan itu berakhir sampai di sana, dan mereka memulai makan malam mereka.
Tapi ditengah-tengah makan malam yang tenang, tiba-tiba bunyi ponsel Dimas membuat mereka menatap ke arah pria itu.
“Maaf, aku angkat telepon terlebih dahulu.” Ucap Dimas segera setelah melihat siapa yang menelpon.
Anya terdiam disana, terlebih dia sempat melihat nama kontak yang tertera di ponsel suaminya itu.
Anya yan tak bisa menahan rasa penasarannya ikut pamit pergi dari ruang makan tersebut.
“Ayah, ibu, aku sudah selesai. Maaf tidak menunggu kalian selesai, karena ada pekerjaan yang harus aku kerjakan.” Alibinya yang kemudian pergi tanpa menunggu respon dari mereka.
Dia harus segera mengejar Dimas dan membuktikan kecurigaannya.
Tapi saat dia menghampirinya, dia hanya mendengar satu buah kalimat yang cukup membuatnya semakin penasaran.
“Iya, nanti aku transfer.” Ucap Dimas di seberang dengan nada sangat lembut.
Dan saat itu juga panggilan diputus oleh Dimas. Anya segera mendekati pria itu.
“Siapa mas?”
Dimas tampak terkejut dengan kehadiran Anya. Wajahnya terlihat pucat dan segera menyembunyikan ponselnya.
“Apa sih, kamu mengejutkanku. Sana minggir.” Marah Dimas yang langsung berlalu begitu saja, membuat Anya semakin curiga.
"Dia semakin berubah." Gumam Anya.
Anya terdiam di kamar, sambil melihat jam yang sudah menunjukkan pukul satu dini hari. Setelah tadi dia memergoki Dimas tengah berteleponan dengan seseorang, pria itu pergi entah kemana. Sudah sampai selarut ini Dimas pergi tanpa ada kabar, hingga Anya tertidur dan berharap ketika dia bangun, Dimas sudah berada di sampingnya. Tapi, siapa sangka jika sampai pagi menjelang Dimas bahkan tak kembali. Tak ada jejak juga pria itu tertidur di sampingnya. “Kemana, Mas Dimas?” Gumam Anya. Gedoran pintu diluar kamar mengejutkannya, disana dia juga mendengar teriakan ibu mertuanya yang cukup keras. “Sudah siang begini masih tidur, pantas saja anakku malas bersamamu.” Pagi-pagi dia sudah mendengar omelan ibu mertuanya begitu ia membuka pintu kamar. Anya hanya diam, dan kemudian menguncir rambutnya yang panjang lalu pergi ke dapur untuk menyiapkan makanan. Jam masih menunjukkan lima pagi, tapi ibu mertuanya selalu saja mencari kesalahannya disini. Dengan cekatan Anya memotong sayur untuk
“Pertemuan ini ditunda, bawahannya bilang jika kolega kita mendadak ada urusan.” Ucap pak Farhan begitu Anya masuk ke ruangan yang sudah di pesan.Anya yang memang dalam pikiran kalut sedikit bersyukur dengan penundaan ini.“Apakah saya boleh cuti siang ini pak?” Tanya Anya dengan serius.Pak Farhan mengangguk mengerti, terlebih melihat apa yang terjadi tadi. “Baiklah, tenangkan pikiranmu dulu. Kamu boleh cuti setengah hari.” Ucap pak Farhan.Anya mengangguk lalu memesan taxi untuk kembali ke rumah, dia harus segera mendapatkan penjelasan dari Dimas sekarang.Begitu sampai di rumah, betapa terkejutnya dia jika Dimas masih membawa wanita itu dan lebih menyakitkannya lagi adalah ketika ibu mertuanya yang tampak menyambut selingkuhan suaminya dengan sangat baik.“Untunglah kamu pulang, buatkan minum untuk mereka.” Titah Regina tanpa ada empati dan malam mengelus perut wanita itu dengan penuh kasih.Anya mengepalkan tangannya dengan kuat, kesabarannya sudah berada di puncak.“Mas, jelaska
Anya masih mematung di depan pintu, hasil lab yang baru dia lihat saat ini membuat gejolak tersendiri dihatinya. Dan saat Anya masih berdiri mematung di depan pintu, pintu itu terbuka yang membuat Anya mendongakkan kepalanya dan melihat ke arah David. Ternyata pintu itu tidak terkunci dan mungkin David tidak sabar menunggu Anya keluar.Tangannya masih menggenggam erat ke arah kertas hasil lab tersebut. David yang menyadari perubahan wajah Anya membuat pria itu penasaran.“Ada apa?” Tanya David dengan datar, tapi Anya merasa jika nada pria itu erlihat khawatir.Tapi Anya tak menjawab hingga David melihat ke arah surat hasil lab di tangannya.Tanpa pikir panjang, David langsung merebut kertas itu dari tangan Anya. Dia langsung membacanya, tak ada ekspresi lain yang David keluarkan selain wajah dingin dan rahang mengeras.“Jadi dia mandul?” Ucap David dengan dingin dan geram.Anya tak tahu harus menjawab apa atas pertanyaan ayah mertuanya tersebut, disana memang sudah tertulis dengan jel
Dimas terdiam cukup lama dengan pilihan yang diberikan oleh Anya.“Aku tak bisa memilih diantara kalian, Nya. Pria tidak masalah jika memiliki istri lebih dari satu, dan jaminanmu surga, Nya.” Dimas meyakinkan Anya saat ini.Anya menatap Dimas dengan tajam, merasa amarahnya semakin memuncak. "Mas, surga bukan dijamin dengan poligami, apalagi jika itu dilakukan tanpa keadilan dan kejujuran. Kamu telah mengkhianatiku dan sekarang meminta aku untuk menerima ini semua? Tidak, Mas. Aku tidak akan hidup dalam kebohongan dan ketidaksetiaan."Dimas terlihat bingung dan terdesak. "Tapi, Anya, aku mencintaimu. Aku hanya ingin kita semua bahagia."Anya menarik napas dalam-dalam, mencoba menenangkan dirinya meskipun hatinya bergemuruh. "Kamu tidak bisa mencintai seseorang dengan cara menghancurkan hatinya, Dimas. Jika kamu benar-benar mencintaiku, kamu akan menghormati perasaan dan kehormatan kita."Regina, yang sejak tadi diam di luar kamar langsung masuk dan mulai angkat bicara dengan nada taja
“Ini apartemen ayah mertuamu?” Felisha yang baru berkunjung pada pagi harinya langsung melihat desain interior apartemen tersebut.“Iya, padahal aku sudah mempunyai rumah di kota tapi memang tidak ada yang tahu.” Ucap Anya yang berada di dapur menyiapkan minuman untuk Felisha dan kembali ke ruang tamu.“Itu bagus, setidaknya dari pihak suamimu ada yang mendukungmu, Anya.” Ucap Felisha.Anya mengangguk, “Ya, aku juga bersyukur tentang hal itu. Aku juga belum menceritakan hal ini pada pamanku.”“Aku tak bisa membayangkan bagaimana marahnya pamanmu saat mengetahui kamu diperlakukan seperti ini. Tapi kamu belum menceritakan tentang Dimas yang mandul, Nya?”Anya menggeleng, “Aku akan mengatakan dan memberikan bukti di waktu yang tepat, aku ingin Dimas merasakan bahagia terlebih dahulu sebelum dia menghancurkannya sampai pria itu menjadi gila.”Felisha mengangguk setuju, dia juga merasa sakit hati saat sahabatnya di khianati. “Untung kamu tidak ingin di poligami, Nya. Jaman sekarang pria m
Di depan layar komputer yang masih menyala, Anya kembali melamun. Dina yang sudah tahu tentang permasalahan yang dialami Anya memilih untuk tidak mengajak wanita itu bicara.Hingga telepon kantor berbunyi, Dina segera bangkit dan mengangkatnya.“Ada, pak. Baik, pak.” Ucap Dina menjawab telepon tersebut lalu mendekati Anya.“Mba Anya, pak Farhan memanggil mba Anya.”Mendengar itu Anya mengangguk dan segera bangkit seolah tahu apa yang akan dibicarakan atasannya itu.Hingga dia sampai di ruangan pak Farhan, Anya langsung mengetuk pintu dan masuk.“Apa bapak memanggil saya?”Pak Farhan mengangguk dan segera menyuruh Anya untuk duduk.“Bagaimana, apakah kamu sudah memutuskan? Kali ini aku tak mendesakmu Anya, melihat kemarin kamu cuti pasti ada masalah yang menimpamu setelah kejadian di restoran itu.” Pak Farhan mengingatkan dengan raut wajah yang tampak ikut simpati.“Terima kasih pak atas perhatiannya. Berhubung bapak sudah tahu, saya akan menerimanya pak. Tapi mungkin butuh waktu satu
Anya masih termenung di dalam kamar, memikirkan Dimas yang benar-benar akan menikahi Anggun.Meskipun ada rasa sakit hati dan dendam yang memenuhi hatinya, tapi tetap saja tidak bisa dipungkiri ada rasa tak rela. Hubungan mereka bukanlah sebentar terlebih mereka pacaran lebih dari tiga tahun tapi harus kandang di pernikahan yang ke enam bulan.Dia menangis untuk terakhir kalinya di malam ini dan berjanji dia akan benar-benar menghapus perasaannya.“Aku sangat mencintaimu, Nya. Mau kah kamu menikah denganku.”Anya mengingat lamaran Dimas padanya di sebuah restoran mewah di kota kalimantan. Dulu tak ada badai di rumah tangga mereka sebelum Regina mulai mengusik mereka di pernikahan mereka yang ke tiga bulan.“Ibu mertua memang maut untuk menantunya.” Gumamnya sambil mengusap air matanya.Saat dia membuka ponselnya untuk mengalihkan rasa sesaknya, tapi begitu dia membuka sosial medianya, banyak pesan masuk disana dan mengirimkan sebuah foto dan pesan yang tertulis.Anya segera membuka p
Anya mengira setelah pulang dari butik dia akan kembali apartemen dan bebas. Ternyata apa yang dia pikirkan salah.“David, kenapa kita berhenti disini?” Tanya Anya pada David.Tapi pria itu hanya tersenyum tipis dan keluar dari mobil begitu saja. Anya pun dengan enggan mengikuti David keluar dari mobil.Anya merasa sedikit canggung saat mengikuti David masuk ke restoran mewah itu. Para pengunjung lainnya yang menggunakan setelan jas dan gaun indah membuatnya merasa kurang sesuai dengan pakaian kerjanya. Namun, David tampak tidak terpengaruh dan terus berjalan menuju meja yang sudah dipesan sebelumnya.Setelah mereka duduk, seorang pelayan datang dengan menu, namun David langsung memberi isyarat bahwa mereka tidak membutuhkannya. “Saya sudah memesan makanan sebelumnya,” kata David kepada pelayan.Anya menatap David dengan bingung. “Kenapa kita disini?”David tersenyum, kali ini senyum yang lebih hangat. “Aku pikir kamu membutuhkan sedikit hiburan setelah semua yang kamu alami. Makan ma
Aditya menunggu dengan tidak sabar pemeriksaan Agnia yang masih berada di dalam bersama dokter.“Sayang, duduklah dengan tenang aku yakin Agnia baik-baik saja.” Ucap Rima pada putranya tersebut.Kevin juga mengangguk menenangkan putranya, “Benar kata ibumu.”Aditya menghela napas dalam, berusaha mengendalikan kegelisahannya. Meski ia tahu orang tuanya berusaha menenangkan, perasaan cemas tetap menguasai dirinya. “Aku tahu, tapi tetap saja… ini sangat tiba-tiba,” jawabnya sambil mengusap wajahnya dengan kedua tangan.Tak lama kemudian, pintu ruang pemeriksaan terbuka, dan dokter keluar dengan raut wajah yang tenang. Aditya langsung berdiri dan menghampiri, "Dokter, bagaimana keadaan istri saya?"Dokter tersenyum kecil, “Tenang, Pak Aditya. Istri Anda hanya kelelahan dan mengalami gejala yang cukup umum di trimester awal kehamilan. Selamat, Pak, Ibu Agnia sedang mengandung.” Aditya terdiam, antara terkejut dan bahagia, sebelum senyum lebar terpancar di wajahnya. Rima dan Kevin yang men
Hari-hari berlalu, hingga pernikahan Agnia dan Aditya datang di pagi yang cerah ini.“Kau sangat tampan sayang.” Ucap Rima pada putranya yang tengah bersiap untuk prosesi pernikahannya.Aditya tersenyum pada ibunya, Rima, yang tampak berkaca-kaca melihat putranya dalam balutan pakaian pengantin. "Terima kasih, Ibu. Tanpa Ibu, aku mungkin tak akan sampai di hari ini," ucapnya sambil merapikan setelan jasnya.Rima mengangguk, menyentuh pipinya dengan lembut. "Ibu bangga padamu, Aditya. Kau telah memilih pasangan yang baik dan penuh kasih. Semoga kalian berdua selalu berbahagia."Aditya mengangguk penuh keyakinan. "Aku tahu, Bu. Agnia adalah seseorang yang benar-benar bisa kuandalkan, dan aku siap menjalani hidup bersamanya."Sementara itu, di ruangan lain, Agnia juga tengah bersiap dengan gaun pengantinnya yang anggun. Anya, Angel, dan Mila, membantu memastikan segalanya sempurna. Anya merapikan sedikit veil Agnia dan berkata dengan senyum hangat, "Kau benar-benar cantik, Agnia. Aditya
“Kita akan main banana boat!!” Ucap Rose dengan semangat saat mereka bermain di tepi pantai dan akan menaiki permainan itu.Rose, Misella, dan Alex tampak sangat bersemangat saat mengenakan jaket pelampung mereka. Suasana pantai yang cerah dan angin laut yang segar semakin menambah antusiasme mereka. "Ini pasti seru banget!" seru Misella dengan tawa yang lepas, tak sabar untuk segera bermain.Banana boat yang berwarna cerah itu berayun di atas air laut yang jernih, siap membawa mereka meluncur cepat di atas ombak. Alex, yang awalnya terlihat sedikit canggung, akhirnya tersenyum kecil karena semangat yang menular dari kedua temannya.Ketika banana boat mulai bergerak, Rose berteriak penuh kegembiraan, diikuti oleh Misella yang tak henti tertawa. Ombak mengayunkan mereka dengan cukup kencang, membuat perasaan adrenalin dan kegembiraan memenuhi suasana. Alex, yang awalnya tampak tenang, akhirnya ikut berteriak seru, menikmati momen tersebut bersama mereka."Pegangan yang kuat!" seru Mise
Johanna, istri Henry yang sedang bersantai di mansionnya tampak melihat sosial medianya. Sebagai nyonya Anderson, dia sama sekali tak melakukan apapun selain menikmati hidup dan uang suaminya.Hingga tak sengaja dia melihat akun Anya, istri dan nyonya dari keluarga Baskara tersebut. Rasa penasarannya mulai timbul terlebih melihat pengikut wanita itu mencapai jutaan followers.“Dia seorang artis?” Gumam Johanna dengan penasaran namun tatapannya merendahkan, karena menurutnya pekerjaan seperti itu tak menunjukkan martabat keluarga terpandang karena terlalu mengekspose kegiatan privasinya.Dengan tenang dia mulai melihat story Anya yang begitu banyak, mulai dari pemandangan di bali hingga perayaan ulang tahunnya disana.“Apa bagusnya merayakan di Bali?” Gumam Johanna dengan sinis, hingga dia melihat video Anya yang diperlakukan suaminya bak ratu, terlebih melihat pandangan David yang begitu terlihat mencintai istrinya bahkan menciumnya setelah mengucapkan selamat ulang tahun.Johanna men
“Happy birthday to you!!” Semua orang gembira merayakan ulang tahun Anya.Anya tertawa bahagia di tengah-tengah mereka, “Happy birthday, honey.” Ucap David sambil mengecup bibir Anya sekilas.Anya memeluk suaminya dengan lembut, “Terima kasih sayang.” Ucapnya dengan penuh cinta.Suasana pesta ulang tahun Anya di Bali terasa hangat dan penuh kebahagiaan. Semua orang bersorak-sorai, dan tawa Anya memenuhi ruangan. Dia memeluk David dengan erat, merasa sangat bersyukur memiliki suami yang selalu ada di sisinya."Ini ulang tahun terbaik," ucap Anya dengan mata berbinar, masih memeluk David. "Aku tidak bisa meminta lebih dari ini."David tersenyum, menatapnya dengan penuh cinta. "Kau pantas mendapatkan semua kebahagiaan ini, sayang."Sahabat-sahabat Anya, seperti Angel, Mila, dan Nersa, ikut memberikan ucapan selamat sambil memberikan hadiah-hadiah kecil yang dipilih dengan penuh perhatian.“Apakah kami telat?” Tiba-tiba suara Aditya datang membuat mereka semua menoleh.“Kalian sudah datan
“Diana sudah kau siapkan barang endors-nya? Kita akan terbang pukul sepuluh pagi nanti.” Ucap Anya saat mereka akan berangkat ke Bali.Diana mengangguk, “Sudah, ini semua aman. Huft padahal kita suda menaikkan rate card-nya tapi masih banyak yang mengendors, membuatku harus mengedit lebih banyak saja.” Gumam Diana dengan mengeluh.Anya yang mendengarnya tertawa, “Bukankan gajimu sudah dua digit, setidaknya sebanding bukan?” Ucap Anya dengan kekeha ringan.Memang selama lima tahun ini karir Anya sebagai influencer sangat stabil bahkan cenderung semakin naik, meskipun Anya sekarang sudah membatasi endorsan yang masuk, namun tetap saja Diana sebagai editor dan juga manajernya cukup kalang kabut.“Tentu saja, setiap gajian aku bisa membeli satu motor baru. Tapi tetap saja lelah.” Ucap Diana dengan santai.Anya tersenyum, “Ya sudah, masukkan itu dalam mobil dan minta supir untuk mengambil sisanya. Kita berangkat sekarang, aku akan memanggil anak-anak dan juga suamiku.” Ucap Anya dengan lem
“Mama, apa aku boleh ajak Rose dan Alex ke bali nanti?” Tanya Misella saat mereka sedang makan malam.Anya yang mendengar nama Alex disebut juga langsung terkejut, “Alex?”Misella mengangguk, “Tadi dia bergabung denganku dan Rose, dia sudah cukup baik dari sebelumnya. Dan sepertinya teman-temannya dulu ikut menjauhinya dan sekarang dia jadi temanku. Saat aku cerita akan ke Bali dia terlihat murung, sepertinya dia tak pernah liburan bersama keluarga.” Ucap Misella.Anya dan David saling bertukar pandang, memikirkan permintaan putri mereka. Anya merasakan keraguan, terutama karena pengalaman sebelumnya dengan Alex, namun dia juga tak bisa mengabaikan sifat baik hati Misella.“Kamu sudah yakin dengan perubahan Alex, Misella? Aku tahu dia telah meminta maaf, tapi mengajaknya liburan bersama keluarga kita adalah hal yang besar,” kata Anya pelan, mencoba memahami situasinya.Misella mengangguk mantap. “Iya, Ma. Dia memang terlihat menyesal. Teman-teman lamanya juga menjauhinya, dan aku tak
“Aihh… Calon mantuku datang. Bagaimana persiapannya? Apakah sudah memilih gaun?” Tanya Rima dengan lembut saat Agnia datang berkunjung ke mansion.Agnia tersenyum lalu menaruh kue yang dia bawa di meja.“Kau bawa apa, Agnia? Kue buatanmu lagi ya? Wahh, ayah Aditya sangat senang kemarin dan hari ini kau bawakan lagi, pasti dia sangat bahagia.” Ucap Rima dengan semangat.Agnia tertawa pelan, dia bahagia dia disambut dengan sangat hangat di mansion ini. Seolah mereka tak mempermasalahkan status Agnia bahkan hanya kue sederhana saja mereka sudah sangat bahagia sehingga dia merasa dihargai.“Hanya kue biasa, bu. Kalau ibu ingin kue yang lain nanti Agnia buatkan, kebetulan Agnia sangat suka buat kue.” Ucap Agnia dengan lembut.Rima tersenyum hangat, wajahnya penuh kebahagiaan. "Kau ini memang sangat perhatian. Kami beruntung sekali mendapatkan calon menantu sepertimu, Agnia." Dia mengambil kue dari meja, lalu mencicipinya dengan penuh antusias. "Hmm, enak sekali! Ayah Aditya pasti sangat me
“Bagaimana dengan desain gaun ini, nona? Apakah anda suka?” Tanya desainer gaun pengantin yang ditunjuk oleh Aditya untuk Agnia.Agnia tampak bingung memilih, terlebih keluarga Aditya juga mendesak untuk acara pernikahan mereka digelar satu bulan lagi, tentu persiapan yang cukup singkat apalagi keluarga Baskara ingin acara pernikahan ini mewah.“Saya masih bingung, bisakah saya membawa gambar dari beberapa desain ini? Saya ingin menunjukkan dan meminta saran dari calon ibu mertua saya.” Ucap Agnia dengan lembut.Desainer gaun itu tersenyum sopan dan mengangguk. "Tentu saja, Nona Agnia. Saya akan menyiapkan beberapa gambar desain yang bisa Anda bawa. Kami ingin memastikan Anda merasa nyaman dan puas dengan pilihan Anda, apalagi ini hari yang sangat istimewa."Agnia tersenyum tipis, meskipun perasaan di dalam hatinya masih campur aduk. Proses persiapan yang begitu cepat dan tuntutan dari keluarga Baskara untuk membuat pernikahan mereka mewah cukup membuatnya tertekan. Dia tidak pernah m